Anda di halaman 1dari 5

Manajemen Triase, Initial Assessment, dan Secondary Survey

Oleh Farhani Dea Asy-Syifa, 1806140035, FIK UI 2018


Praktikum Keperawatan Kritis dan Gawat Darurat Terintergrasi – B

Triase memiliki peran penting dalam pelaksanaan tindakan dan praktik


gawat darurat. Tenaga kesehatan menggunakan triase sebagai dasar untuk
memprioritaskan pasien sesuai dengan tingkat urgensi klinisnya (Curtis et al,
2019). Biasanya triase diberlakukan saat kondisi sumber daya yang ada (jumlah
tenaga kesehatan, alat, waktu) kurang memadai untuk jumlah atau sifat dari pasien
yang terluka, seperti saat terjadinya peristiwa dengan multi-korban. Triase
merupakan metode untuk memprioritaskan perawatan pasien sesuai dengan jenis
penyakit atau cedera dan urgensi kondisi pasien (Tscheschlog & Jauch, 2015).
Tujuan keseluruhan dari triase adalah untuk menempatkan pasien yang tepat di
tempat yang tepat pada waktu yang tepat untuk alasan yang tepat (Emergency
Nursing Asociation, 2010). Pada pelaksaannya, perawat triase harus tanggap
dalam mengidentifikasi pasien yang perlu diperiksa dan pasien yang masih dalam
kondisi aman untuk menunggu tindakan.
Selain triase, perawat unit gawat darurat juga melakukan pengkajian dengan
menggunakan Initial Assessment. Initial Assessment merupakan pengkajian cepat
pada pasien gawat darurat dengan dua tahap pengkajian, yaitu pengkajian primer
(survei primer) dan pengkajian sekunder (survei sekunder) (Emergency Nurses
Association, 2010). Pada pengkajian primer, pasien akan diidentifikasi dan
ditangani melalui evaluasi ABCDE. Evaluasi ABCDE terdiri dari Airway,
Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure. Sementara pada pengkajian
sekunder pasien akan diidentifikasi dari seluruh indikator klinis penyakit atau
cedera dengan FGHI (Full set of vital sign, Give comfort measures, History &
Head-to-toe assessment, dan Inspect) (Emergency Nurses Association, 2010).
Sebelum melakukan triase dan initial assessment, perlu untuk menyiapkan
alat dan lingkungan perawatan. Tenaga kesehatan juga harus menyiapkan alat
pelindung diri agar tidak terpapar virus/penyakit menular. APD yang perlu
dipersiapkan diantaranya gown/hazmat, sarung tangan bersih, masker, goggle,
sepatu boot, dan penutup kepala (haircap). Sementara alat yang digunakan untuk
mengkaji pasien adalah stetoskop, tensi meter, penlight, pulpen, jam tangan, dan
buku catatan.

Langkah-langkah dalam menentukan triase, initial assessment, dan


secondary survey pada unit gawat darurat:
1. Identifikasi data pasien
Identitas pasien meliputi nama, usia, pendidikan, agama dan alamat. Apabila
pasien sadar bisa ditanyakan langsung, namun apabila pasien tidak sadar
atau pasien anak dapat bertanya kepada keluarga yang mendampingi.
Tanyakan keluhan utama yang dirasakan oleh pasien saat ini, riwayat
penyakit/keluhan yang sekarang dirasakan atau yang berhubungan dengan
sakit yang diderita sekarang, serta riwayat pengobatan yang telah dilakukan
untuk mengatasi keluhan.
2. Initial Assessment
1. Survei Primer (Primary Survey)
Identifikasi situasi yang mengancam pasien dengan berfokus pada
situasi yang terjadi, terdiri dari empat komponen assessment yaitu
ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
 Airway: Amati kondisi pasien mencakup kepatenan jalan napas dari
hidung, mulut, laring, faring, trakea, bronkus, dan bronkiolus
(Cathala, 2020). Amati apakah terdapat obstruksi lidah, ada atau
tidaknya benda atau cairan yang menghalangi jalan napas seperti
darah, muntah, sekret, benda asing, atau gigi palsu, serta dengarkan
suara saluran napas (Emergency Nurses Association, 2010).
 Breathing: Evaluasi pernapasan spontan, frekuensi dan pola
pernapasan, retraksi dada, pergerakan dinding dada (simetris atau
tidak), berkeringat berlebih (diaforesis), sianosis, takipnea, dan
level kesadaran. Apabila pernapasan tidak ada atau tidak efektif,
ventilasi bantuan menggunakan bag-mask dapat digunakan.
 Circulation: Nilai warna kulit, suhu, dan kelembaban, cek
capillary refill time (CRT), dan amati apakah terdapat perdarahan
luar (trauma). Palpasi pada nadi sentral dan perifer jika sirkulasi
tampak terganggu untuk menilai kecepatan dan kualitas sirkulasi.
Jika sirkulasi tidak efektif, pemantauan jantung dan akses vaskular
harus dilakukan. Jika tidak ada denyut nadi, tindakan resusitasi
harus segera diberikan (Emergency Nurses Association, 2010).
 Disability: Kaji tingkat kesadaran pasien dengan metode AVPU.
Alert adalah kondisi sadar, waspada, responsif terhadap suara dan
dapat berorientasi orang, waktu, dan tempat. Verbal adalah kondisi
yang dapat merespon suara namun tidak sepenuhnya berorientasi
terhadap orang, waktu, dan tempat. Pain adalah kondisi yang tidak
dapat merespon suara namun dapat merespon stimulus nyeri.
Unresponsive adalah kondisi yang tidak merespon suara ataupun
nyeri (Emergency Nurses Association, 2010).
 Exposure: Perawat dapat menilai kondisi pasien dengan
melepaskan pakaian pasien sehingga dapat diidentifikasi tanda-
tanda penyakit atau cedera yang muncul dengan tetap
memperhatikan privasi pasien dengan menutupi bagian tubuh yang
tidak diperiksa serta mencegah pasien dari kondisi hipotermia
(Emergency Nurses Association, 2010).
2. Survei Sekunder (Secondary Survey)
 Tanda-tanda vital: Identifikasi suhu, frekuensi nadi dan pernapasan,
tekanan darah, saturasi oksigen. Tanda-tanda vital dapat diperoleh
sebelum fase pengkajian sekunder.
 Pengkajian nyeri: Perawat dapat menggunakan metode PQRST
(Crouch et al, 2017). Provokes, apa yang menyebabkan nyeri
tersebut muncul. Quality, perasaan nyeri yang dirasakan, seperti
sensasi ditusuk, ditekan, atau berkedut-kedut. Region, lokasi nyeri
yang dirasakan, apakah menyebar, hanya di satu tempat, atau
dimulai dari satu tempat kemudian berpindah ke tempat lain.
Severity, keparahan skala nyeri yang diukur dari 0 (tidak nyeri)
hingga 10 (sangat nyeri). Time, berapa lama nyeri terasa atau saat
kapan saja nyeri tersebut muncul.
 Riwayat: Data historis termasuk keluhan utama pasien, riwayat
penyakit atau cedera saat ini, riwayat medis masa lalu, pengobatan
saat ini, dan alergi.
 Head-to-toe: DCAP BTLS yaitu Deformities (kelainan bentuk),
Contusions (memar), Abrasions (lecet), Punctures (luka tusuk),
Burns (luka bakar), Tenderness (nyeri lepas tekan), Lacerations
(robek), Swelling (pembengkakan).
3. Triase
Proses pemilihan pasien berdasarkan penyakit dan urgensi kondisinya
agar pasien dapat mendapatkan penanganan yang tepat dengan waktu yang
tepat. 5 level triase diantaranya:
a. Level 1 (Resusitasi): Pasien membutuhkan pemantauan dan
perawatan dengan segera (kondisi henti jantung, trauma berat,
gangguan pernapasan berat, kejang)
b. Level 2 (Emergensi): Pasien membutuhkan pemantauan dan
perawatan yang cepat (kondisi cedera kepala, nyeri dada, stroke,
asma, dan cedera kekerasan seksual)
c. Level 3 (Mendesak): Pasien membutuhkan pemantauan cepat
namun tidak terlalu gawat. Waktu tunggu: 30 menit, rata-rata
pasien dengan gejala infeksi, gangguan pernapasan ringan, atau
nyeri sedang bisa masuk.
d. Level 4 (Less Urgent): Pasien kemungkinan mengalami kondisi
serius dan waktu tunggu + - 1 jam. Gejala yang biasa dialami
pasien: gangguan saluran pernapasan atas, sakit kepala, sakit
telinga, sakit punggung kronis.
e. Level 5 (Tidak Mendesak): Pasien tidak mengalami kondisi serius
dan waktu tunggu + - 2 jam. Biasanya pada pasien mengalami sakit
tenggorokan, kram saat menstruasi, dan gejala-gejala minor
lainnya.

Referensi
Crouch, R., Chaters, A., Dawood, M., & Bennett, P. (2017). Oxford handbook of
emergency nursing, (2nd ed.). UK: Oxford University Press.
Curtis, K., Ramsden, C., Shaban, R. Z., Fry, M., & Considine, J. (2019).
Emergency and trauma care for nurses and paramedics, (3rd ed.). New
South Wales: Elsevier.
Emergency Nurses Association. (2010). Sheehy’s: emergency nursing principles
and practice, (6th ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.
Tscheschlog, B. A., & Jauch, A. (2015). Emergency nursing made incredibly
easy, (2nd ed.). Philadephia: Wolters Kluwer Health.

Anda mungkin juga menyukai