Anda di halaman 1dari 6

NAMA: INTAN FEBRIAN

NIM: 211000414201074

MATKUL: KGD

DOSMA: NS FAUZI ahr, M.Kep.Ph.D

1. 3 PENGERTIAN KEGAWAT DARURATAN


 Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah mendapatkan penanganan atau
tindakan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban. Jadi, gawat darurat adalah
keadaan yang mengancam nyawa yang harus dilakukan tindakan segera untuk menghindari
kecacatan bahkan kematian korban (Hutabarat & Putra,2016)
 Gawat darurat adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi
gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian (Sutawijaya, 2009).
 Kegawatdaruratan merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba menuntut tindakan segera yang
mungkin karena epidemi, kejadian alam, untuk bencana teknologi, perselisihan atau kejadian
yang disebabkan oleh manusia (WHO, 2012 dalam Putri dkk, 2019)

2. 3 KONSEP TERKAIT TRIASE DI IGD ATAU KOMUNITAS BENCANA


 Pengertian dan definisi Triase.
Triase Adalah Proses khusus Memilah dan memilih pasien berdasarkan beratnya penyakit
menentukan prioritas perawatan gawat medik serta prioritas transportasi. artinya memilih
berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman hidup. Triase/Triage merupakan suatu sistem yang
digunakan dalam mengidentifikasi korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk kemudian
diberikan prioritas untuk dirawat atau dievakuasi ke fasilitas kesehatan.

Tujuan Triase perawatan gawat darurat


1. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera, Ini lebih ke perawatan yang
dilakukan di lapangan.
2. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan
3. Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan. Inilah tiga alasan dan tujuan
dilakukannya

Prinsip-prinsip Triase dan Tata cara melakukan Triase. Triase dilakukan berdasarkan observasi
Terhadap 3 hal, yaitu :
1. Pernafasan ( respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion)
3. Status Mental (Mental State).
Dalam pelaksanaannya biasanya dilakukan Tag label Triase (Label Berwarna) yang dipakai oleh
petugas triase untuk mengidentifikasi dan mencatat kondisi untuk tindakan medis terhadap
korban.
Pengelompokan Triase berdasarkan Tag label
1. Prioritas Nol (Hitam)
Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan.
pengelompokan label Triase
2. Prioritas Pertama (Merah)
Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau transport
segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas, henti jantung, Luka
bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat.
3. Prioritas kedua (kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya cedera abdomen
tanpa shok, Luka bakar ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa Shok dan jenis-jenis penyakit
lain.
4. Prioritas Ketiga (Hijau)
Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan
segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan. Nah mungkin anda
masuk dalam kategori yang ini, jadi Jangan marah-marah dan jangan heran kenapa anda tidak
langsung mendapatkan perawatan di Ruang UGD sementara mereka harus menolong pasien lain
yang lebih parah.
2. Triase di IDG Menurut Australian Triage Scale (ATS)
Prioritas 1 (Resuscitation) : Kondisi pasien yang mengancam nyawa dan memerlukan
penanganan yang agresif/segera
Prioritas 2 (Emergent) : Kondisi pasien yang berpotensi mengancam nyawa, dan / atau anggota
tubuh beserta fungsinya, dan membutuhkan intervensi medis segera (waktu tunggu pasien – 15
menit)
Prioritas 3 (Urgent) : Kondisi pasien yang dapat berpotensi menyebabkan kegawatan dan
membutuhkan penanganan yang cepat (waktu tunggu < 30 menit)
Prioritas 4 (Less Urgent) : Kategori pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya perburukan
kondisi saat pasien menunggu Treatment (waktu tunggu < 60 menit)
Prioritas 5 (Non Urgent) : Kondisi pasien yang stabil dan cukup aman untuk menunggu tindakan
selanjutnya (waktu tunggu < 120 menit.
3. Triase di komunitas (Bencana)
Proses pemilihan Pasien pada triage bencana menurut Lerner, Cone, et al, ( 2011) adalah sebagai
berikut :
1. Minimal atau minor (warna Hijau) : Pasien yang masuk dalam kategori ini memiliki kondisi
fisiologis yang masih terkompensasi dengan baik dalam waktu yang cukup lama. Pasien hanya
memerlukan perawatan dasar dan mungkin cukup bisa menunggu untuk mendapatkan perawatan
yang lebih definitive. Contoh korban minimal yaitu luka laserasi ringan,
cidera tanpa perdarahan yang signifikan, korban dengan gejala psikologis ringan sampai dengan
sedang.
2. Delayed atau tertunda (warna Kuning) : pasien yang masuk dalam kategori in memiliki kondisi
fisiolosi yang berpotensi siginifikan mengalami perburukan atau morbiditas jika ada penundaan yang
lama. Apabila sumber daya memadai, maka pasien kategori ini dapat sementera dirawat dan
distabilisasikan di rumah sakit lapangan. Contoh nya pasien kemungkinan cidera tulang belakang
atau kepala namun fisiologis masih stabil dan tanpa deficit neurologis akut, perdarahan sudah
terkontrol dengan tehnik balut tekan atau menggunakan torniquet, atau cidera ekstermitas yang
menunjukan perbaikan neurovascular setelah tindakan pembidaian.
3. Immidiete atau Segera (Warna Merah) : pasien dengan kategori ini memiliki kondisi fisiologis
yang tidak terkompensasi dan cidera yang mengancam nyawa apabila tidak segera menerima
intervensi . penanganan dan transport segera ke fasilitas yang sesuai sangat diperlukan oleh pasien
untuk menyelamatkan nyawanya. Contohnya pada pasien dengan perdarahan aktif yang tidak
terkontrol, luka bakar sedang, luka tembus, penurunan status mental, tanda shock, dan distress
pernafasan.
4. Deceased atau korban meninggal (Warna Hitam) : pasien dengan kategori ini adalah pasien yang
tanda-tanda vitalnya tidak terdeteksi. Pasien tidak bernafas bahkan saat telah dibuka jalan nafasnya
menggunakan tehnik Jaw trust. Pada situasi sehari-hari yang bukan bencana, pada kasus pasien tidak
bernafas umumnya dilakukan pertolongan bantuan nafas (rescue breathing) atau mungkin dapat
memberikan bantuan hidup dasar bila pasien pada kondisi cardiac arrest. Namun pada kondisi
bencana, kondisi tersebut langsung di berikan tanda hitam yang menandakan korban mati. Hal ini
dikarenakan sumber daya untuk menolong orang tersebut tidak ada dan sumber daya yang ada
diperuntukan bagi korban dengan yang memiliki peluang harapan hidup tinggi.
5. Expectant (Warna Abu-abu) : pasien dengan kategori ini masih dalam kondisi hidup namun
karena cidera yang dialami tidak memungkinkan untuk bertahan hidup. Contoh pasien dalam 5
kategori ini adalah pernafasan agonal, cidera kepala massif, amputasi, luka remuk atau tertindih
bangunan, luka bakar yang luas, trauma tembus yang kritis, pada kasus terpapar dengan radiasi,
penderita yang memiliki gejala gangguan saluran pencernaan atau muntah dan diare tergolong dalam
kategori expectant.

3. ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN


A. CARI LITERATUL DAN TULISKAN MINIMAL 3 METODE PENGKAJIAN YANG
TEPAT PADA KONDISI KEGAWATDARURATAN
PENGKAJIAN AIRWAY, BREATHING DAN CIRCULATION KEGAWAT DARURATAN.
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada kasus kegawatdaruratan selalu diawali dengan
melakukan pengkajian. Pengkajian kegawatdaruratan pada umumnya menggunakan pendekatan
A-B-C (Airway= JALAN NAFAS, Breathing=PERNAFASAN dan Circulation =SIRKULASI).
Perlu diingat sebelum melakukanpengkajian Anda harus memperhatikan proteksi diri (keamanan
dan keselamatan diri) dan keadaan lingkungan sekitar.
A. PENGKAJIAN AIRWAY (JALAN NAFAS) Pengkajian jalan nafas bertujuan menilai
apakah jalan nafas paten (longgar) atau mengalami obstruksi total atau partial sambil
mempertahankan tulang servikal. Sebaiknya ada teman Anda (perawat) membantu untuk
mempertahankan tulang servikal. Pada kasus non trauma dan korban tidak sadar, buatlah
posisi kepala headtilt dan chin lift (hiperekstensi) sedangkan pada kasus trauma kepala
sampai dada harus terkontrol atau mempertahankan tulang servikal posisi kepala. Pengkajian
pada jalan nafas dengan cara membuka mulut korban dan lihat: Apakah ada vokalisasi,
muncul suara ngorok; Apakah ada secret, darah, muntahan; Apakah ada benda asing seperti
gigi yang patah; Apakah ada bunyi stridor (obstruksi dari lidah). Apabila ditemukan jalan
nafas tidak efektif maka lakukan tindakan untuk membebaskan jalan nafas.
B. PENGKAJIAN BREATHING (PERNAFASAN) Pengkajian breathing (pernafasan)
dilakukan setelah penilaian jalan nafas. Pengkajian pernafasan dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi. Bila diperlukan auskultasi dan perkusi.
 Inspeksi dada korban: Jumlah, ritme dan tipe pernafasan; Kesimetrisan pengembangan
dada; Jejas/kerusakan kulit; Retraksi intercostalis.
 Palpasi dada korban: Adakah nyeri tekan; Adakah penurunan ekspansi paru.
 Auskultasi: Bagaimanakah bunyi nafas (normal atau vesikuler menurun), Adakah suara
nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, pleural friksionrub.
 Perkusi, dilakukan di daerah thorak dengan hati hati, beberapa hasil yang akan diperoleh
adalah sebagai berikut: Sonor (normal), Hipersonor atau timpani bila ada udara dithorak,
Pekak atau dullnes bila ada konsolidasi atau cairan.
C. PENGKAJIAN CIRCULATION (SIRKULASI) Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk
mengetahui dan menilai kemampuan jantung dan pembuluh darah dalam memompa darah
keseluruh tubuh. Pengkajian sirkulasi meliputi: Tekanan darah, Jumlah nadi, Keadaan akral
dingin atau hangat, Sianosis, Bendungan vena jugularis.
 TRIAGE. Triage adalah suatu cara untuk menseleksi atau memilah korban berdasarkan tingkat
kegawatan. Menseleksi dan memilah korban tersebut bertujuan untuk mempercepat dalam
memberikan pertolongan terutama pada para korban yang dalam kondisi kritis atau emergensi
sehingga nyawa korban dapat diselamatkan. Untuk bisa melakukan triage dengan benar maka
perlu Anda memahami tentang prinsip-prinsip triage. Pelaksanaan S-O-A-P-I-Esyste merupakan
suatusiklus.Setelah Anda mendapatkan data subjektif dan objektif maka Anda bisa merumuskan
masalah pasien, dilanjutkan merumuskan rencana tindakan keperawatan. Setelah Anda
merumuskan rencana tindakan keperawatan kemudian melakukan tindakan keperawatan sesuai
kondisi pasien saat itu, dilanjutkan dengan melakukan evaluasi. Tahap evaluasi bisa dilaksanakan
pada semua tahap. PENGKAJIAN DAN SETTING TRIAGE
1. Ada beberapa petunjuk saat Anda melakukan pengkajian triage yaitu: Riwayat pasien, karena
sangat penting dan bernilai untuk mengetahui kondisi pasien;
2. Tanda, keadaaan umum pasien seperti tingkat kesadaran, sesak, bekas injuri dan posisi tubuh;
3. Bau, tercium bau alkohol, keton dan melena;
4. Sentuhan (palpasi), kulit teraba panas, dingin dan berkeringat, palpasi nadi dan daerah yang
penting untuk dikaji serta sentuh adanya bengkak;
5. Perasaan (commonsense), gunakan perasaan dalam memutuskan jawaban yang relevan dengan
kondisi pasien.
 BANTUAN HIDUP DASAR
Terdapat perubahan sistematika dari A-B-C (Airway-Breathing-Chestcompressions) menjadi C-
A-B (Chestcompressions-Airway-Breathing), kecuali pada neonatus. Alasan perubahan adalah
pada sistematika A – B – C, seringkalichestcompression tertunda karena proses Airway. Dengan
mengganti langkah C – A – B maka kompresi dada akan dilakukan 1. Nadi karotis tidak teraba 2.
Penurunan kesadaran 3. Nafas tidak ada atau nafas yang tersengalsengal (gasping) lebih awal dan
ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kompresi dada secara ideal
dilakukan sekitar 18 detik). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasidan koordinasi dari
kegiatan yang ada dalam Chain of Survival. Cek Denyut Nadi (C).
(A)Airway: Buka Jalan Nafas Anda harus membuka jalan nafas dengan manuver tengadah kepala
topang dagu (headtilt-chin lift maneuver) untuk korban cedera dan tidak cedera. (B)Breathing:
Periksa Pernafasan Berikut ini Anda akan mempelajari cara memberikan bantuan pernafasan, hal
ini dapat dilakukan dengan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut, dari mulut ke alat pelindung
pernafasan, dari mulut ke hidung dan ventilasi bagging-sungkup

B. TULISKAN KONSEP PRIMARY AND SECONDARY SURVEY PADA PENGKAJIAN


KEGAWATDARURATAN.

 Primary Survey (penilaian awal) adalah mengatur pendekatan ke klien sehingga klien segera
dapat diidentifikasi tertanggulangi dengan efektif. Pemeriksaan primary survey (penilaian awal)
berdasarkan standar A-B-C dan D-E, dengan airway (A: jalan nafas), breathing (B: pernafasan),
circulation (C: sirkulasi), disability (D: ketidak mampuan), dan exposure (E: penerapan)
(Krisanty, 2002) dalam (Karmila 2018). Primary survey ditujukan untuk mempersiapkan dan
menyediakan metode perawatan yang tepat dan menjaga agar tim tetap berfokus pada prioritas
perawatan. Tindakan ini meliputi penilaian jalan napas, pernapasan, sirkulasi, defisit neurologis
dan pemamaparan dan juga kontrol lingkungan (Ulya, 2017) dalam (Wati, 2020).
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat yang mengalami penurunan
kesadaran sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan primary survey yang
merupakan dasar untuk menilai kemajuan pemulihan atau kemungkinan komplikasi yang terjadi
(Ulya, 2017) dalam (Wati, 2020). Sesorang mengalami henti napas ataupun henti jantung belum
tentu ia mengalami kematian, masih dapat ditolong. Awal pemeriksaan dengan initial assessment
yaitu, mulai dari persiapan dalam mengidentifikasi pasien, setelah itu melakukan triage sesuai
dengan klasifikasi penyakit dan dilanjutkan dengan melakukan primary survey yaitu ABCD
(Airway, Breathing, Circulation, Disability) dalam melakukan tindakan pertolongan pertama
yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan berupa resusitasi jantung paru (RJP), selanjutnya
dilakukan secondary survey sebagai tindakan lanjutan (Plasay, 2022).
 Secondary survey merupakan aktivitas perawat gawat darurat dapat mengantisipasi termasuk
insersi gastic tube untuk dekompresi saluran pernafasan untuk mencegah muntah, aspirasi dan
analisa laboratorium darah, serta tim resusitasi juga melakukan suatu pengkajian head to toe yang
lebih komprehensif (Krisanty, 2002). Pada pengkajian secondary survey biasanya dilakukan
pemeriksaan EKG dengan hasil Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
distrimia, takikardi, fibrilasi atrial. Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran
abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat
dijumpai pada 10% kasus gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,
abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila
gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan
gagal jantung sebagai penyebab dyspnea pada pasien sangat kecil kemungkinannya (Budiyarti,
2018).

Anda mungkin juga menyukai