NIM: 211000414201074
MATKUL: KGD
Prinsip-prinsip Triase dan Tata cara melakukan Triase. Triase dilakukan berdasarkan observasi
Terhadap 3 hal, yaitu :
1. Pernafasan ( respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion)
3. Status Mental (Mental State).
Dalam pelaksanaannya biasanya dilakukan Tag label Triase (Label Berwarna) yang dipakai oleh
petugas triase untuk mengidentifikasi dan mencatat kondisi untuk tindakan medis terhadap
korban.
Pengelompokan Triase berdasarkan Tag label
1. Prioritas Nol (Hitam)
Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan.
pengelompokan label Triase
2. Prioritas Pertama (Merah)
Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau transport
segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas, henti jantung, Luka
bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat.
3. Prioritas kedua (kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya cedera abdomen
tanpa shok, Luka bakar ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa Shok dan jenis-jenis penyakit
lain.
4. Prioritas Ketiga (Hijau)
Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan
segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan. Nah mungkin anda
masuk dalam kategori yang ini, jadi Jangan marah-marah dan jangan heran kenapa anda tidak
langsung mendapatkan perawatan di Ruang UGD sementara mereka harus menolong pasien lain
yang lebih parah.
2. Triase di IDG Menurut Australian Triage Scale (ATS)
Prioritas 1 (Resuscitation) : Kondisi pasien yang mengancam nyawa dan memerlukan
penanganan yang agresif/segera
Prioritas 2 (Emergent) : Kondisi pasien yang berpotensi mengancam nyawa, dan / atau anggota
tubuh beserta fungsinya, dan membutuhkan intervensi medis segera (waktu tunggu pasien – 15
menit)
Prioritas 3 (Urgent) : Kondisi pasien yang dapat berpotensi menyebabkan kegawatan dan
membutuhkan penanganan yang cepat (waktu tunggu < 30 menit)
Prioritas 4 (Less Urgent) : Kategori pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya perburukan
kondisi saat pasien menunggu Treatment (waktu tunggu < 60 menit)
Prioritas 5 (Non Urgent) : Kondisi pasien yang stabil dan cukup aman untuk menunggu tindakan
selanjutnya (waktu tunggu < 120 menit.
3. Triase di komunitas (Bencana)
Proses pemilihan Pasien pada triage bencana menurut Lerner, Cone, et al, ( 2011) adalah sebagai
berikut :
1. Minimal atau minor (warna Hijau) : Pasien yang masuk dalam kategori ini memiliki kondisi
fisiologis yang masih terkompensasi dengan baik dalam waktu yang cukup lama. Pasien hanya
memerlukan perawatan dasar dan mungkin cukup bisa menunggu untuk mendapatkan perawatan
yang lebih definitive. Contoh korban minimal yaitu luka laserasi ringan,
cidera tanpa perdarahan yang signifikan, korban dengan gejala psikologis ringan sampai dengan
sedang.
2. Delayed atau tertunda (warna Kuning) : pasien yang masuk dalam kategori in memiliki kondisi
fisiolosi yang berpotensi siginifikan mengalami perburukan atau morbiditas jika ada penundaan yang
lama. Apabila sumber daya memadai, maka pasien kategori ini dapat sementera dirawat dan
distabilisasikan di rumah sakit lapangan. Contoh nya pasien kemungkinan cidera tulang belakang
atau kepala namun fisiologis masih stabil dan tanpa deficit neurologis akut, perdarahan sudah
terkontrol dengan tehnik balut tekan atau menggunakan torniquet, atau cidera ekstermitas yang
menunjukan perbaikan neurovascular setelah tindakan pembidaian.
3. Immidiete atau Segera (Warna Merah) : pasien dengan kategori ini memiliki kondisi fisiologis
yang tidak terkompensasi dan cidera yang mengancam nyawa apabila tidak segera menerima
intervensi . penanganan dan transport segera ke fasilitas yang sesuai sangat diperlukan oleh pasien
untuk menyelamatkan nyawanya. Contohnya pada pasien dengan perdarahan aktif yang tidak
terkontrol, luka bakar sedang, luka tembus, penurunan status mental, tanda shock, dan distress
pernafasan.
4. Deceased atau korban meninggal (Warna Hitam) : pasien dengan kategori ini adalah pasien yang
tanda-tanda vitalnya tidak terdeteksi. Pasien tidak bernafas bahkan saat telah dibuka jalan nafasnya
menggunakan tehnik Jaw trust. Pada situasi sehari-hari yang bukan bencana, pada kasus pasien tidak
bernafas umumnya dilakukan pertolongan bantuan nafas (rescue breathing) atau mungkin dapat
memberikan bantuan hidup dasar bila pasien pada kondisi cardiac arrest. Namun pada kondisi
bencana, kondisi tersebut langsung di berikan tanda hitam yang menandakan korban mati. Hal ini
dikarenakan sumber daya untuk menolong orang tersebut tidak ada dan sumber daya yang ada
diperuntukan bagi korban dengan yang memiliki peluang harapan hidup tinggi.
5. Expectant (Warna Abu-abu) : pasien dengan kategori ini masih dalam kondisi hidup namun
karena cidera yang dialami tidak memungkinkan untuk bertahan hidup. Contoh pasien dalam 5
kategori ini adalah pernafasan agonal, cidera kepala massif, amputasi, luka remuk atau tertindih
bangunan, luka bakar yang luas, trauma tembus yang kritis, pada kasus terpapar dengan radiasi,
penderita yang memiliki gejala gangguan saluran pencernaan atau muntah dan diare tergolong dalam
kategori expectant.
Primary Survey (penilaian awal) adalah mengatur pendekatan ke klien sehingga klien segera
dapat diidentifikasi tertanggulangi dengan efektif. Pemeriksaan primary survey (penilaian awal)
berdasarkan standar A-B-C dan D-E, dengan airway (A: jalan nafas), breathing (B: pernafasan),
circulation (C: sirkulasi), disability (D: ketidak mampuan), dan exposure (E: penerapan)
(Krisanty, 2002) dalam (Karmila 2018). Primary survey ditujukan untuk mempersiapkan dan
menyediakan metode perawatan yang tepat dan menjaga agar tim tetap berfokus pada prioritas
perawatan. Tindakan ini meliputi penilaian jalan napas, pernapasan, sirkulasi, defisit neurologis
dan pemamaparan dan juga kontrol lingkungan (Ulya, 2017) dalam (Wati, 2020).
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat yang mengalami penurunan
kesadaran sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan primary survey yang
merupakan dasar untuk menilai kemajuan pemulihan atau kemungkinan komplikasi yang terjadi
(Ulya, 2017) dalam (Wati, 2020). Sesorang mengalami henti napas ataupun henti jantung belum
tentu ia mengalami kematian, masih dapat ditolong. Awal pemeriksaan dengan initial assessment
yaitu, mulai dari persiapan dalam mengidentifikasi pasien, setelah itu melakukan triage sesuai
dengan klasifikasi penyakit dan dilanjutkan dengan melakukan primary survey yaitu ABCD
(Airway, Breathing, Circulation, Disability) dalam melakukan tindakan pertolongan pertama
yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan berupa resusitasi jantung paru (RJP), selanjutnya
dilakukan secondary survey sebagai tindakan lanjutan (Plasay, 2022).
Secondary survey merupakan aktivitas perawat gawat darurat dapat mengantisipasi termasuk
insersi gastic tube untuk dekompresi saluran pernafasan untuk mencegah muntah, aspirasi dan
analisa laboratorium darah, serta tim resusitasi juga melakukan suatu pengkajian head to toe yang
lebih komprehensif (Krisanty, 2002). Pada pengkajian secondary survey biasanya dilakukan
pemeriksaan EKG dengan hasil Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
distrimia, takikardi, fibrilasi atrial. Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran
abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat
dijumpai pada 10% kasus gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,
abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila
gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan
gagal jantung sebagai penyebab dyspnea pada pasien sangat kecil kemungkinannya (Budiyarti,
2018).