Anda di halaman 1dari 18

TRIASE KGD

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 10
Fauziah Luthfi
Hannah Fadlilah
Ida Ayu Cahyaningrum
Indah Nurjannah
Iqklima Diyanah Putri
Septiany Arcasari

AKADEMI KEPERAWATAN BINA INSAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah bencana tidak terlepas dari interaksi antara manusia dengan
lingkungannya. Alam mempunyai kegiatan-kegiatan yang terjadi sebagai akibat
interaksi antara unsur-unsur yang ada dalam bumi dengan atmosfirnya dan
interaksi dengan planet bumi dengan tata suryanya. Kegiatan-kegiatan alam
terjadi secara evolusi. Suatu saat oleh karena alam mengikuti aturan-aturannya,
akan timbul secara mendadak dan tak terduga menyebabkan gangguan pada
lingkungan, dan gangguan lingkungan ini disebut bencana alam.
Bencana adalah situasi yang gawat dimana kehidupan sehari-hari
mendadak terganggu dan banyak orang yang terjerumus dalam keadaan yang
tidak berdaya dan menderita sebagai akibat dari padanya membutuhkan
pengobatan, perawatan, perlindungan, makanan, pakaian dan lain kebutuhan.
Untuk itu diperlukan penilaian awal pada korban bencana yang mengalami
cedera kritis. Karena cedera kritis tersebut merupakan hal yang dapat mengancam
jiwa dan dapat menyebabkan kematian. Diperlukan sebuah sistem pelayanan
tanggap darurat yang ditujukan untuk mencegah kematian dini (early), yaitu salah
satunya dengan sistem triase. Triase merupakan proses khusus memilah klien
berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan
mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan
gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana
untuk tindakan).
Dari uraian di atas, maka kelompok ingin mengetahui lebih dalam cara
mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan
sesuai berdasarkan sistem triase, mengetahui konsep triase, primary survey,
secondary survey, tertier survey, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi
tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai, yang selanjutnya akan lebih
dibahas dalam makalah ini.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu untuk mengetahui tentang cara
mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan
sesuaiberdasarkan sistem triase, mengetahui konsep triase, primary survey,
secondary survey, tertier survey, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi
tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai.
1.3 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam makalah ini menggunakan metode literatur
yang didapatkan melalui media internet dan buku-buku yang berhubungan
dengan materi yang dibahas dalam makalah ini.
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah
ini, meliputi :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB II : Konsep triase, primary survey, secondary survey, dan tertier survey.
BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Triase
2.1.1 Definisi Triase
Triase merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya cedera
atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan
klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta
prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan).
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis
segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas
transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih
berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup.
Triase adalah suatu seleksi penderita yang menjamin supaya tak ada
penderita yang tidak mendapat perawatan medis. Orang yang melakukan seleksi
adalah seorang ahli bedah yang berpengalaman sehingga dapat melakukan
diagnose secara on the spot dengan cepat dan menentukan penanggulangannya.

2.1.2 Tujuan Triase


Tujuan dari triase adalah memilih atau menggolongkan semua klien,
menetapkan prioritas penanganannya dan dapat menangani korban/klien dengan
cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.

2.1.3 Jenis-jenis Triase


Terdapat dua jenis triase, yaitu :
1. Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan
mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
2. Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita
dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan
dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

2.1.4 Kategori Triase


Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:
1. Prioritas Pertama (Merah:segera)
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan
transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau
evakuasi, seperti :
a. Tindakan resusitasi segera
b. Obstruksi jalan napas
c. Kegawatan pernapasan
d. Syok atau perdarahan berat
e. Trauma parah
f. Luka bakar berat
2. Prioritas kedua (Kuning ; mendesak)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus
yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah, seperti ;
a. Trauma abdomen
b. Trauma dada tertutup tanpa ancaman asfiksia
c. Trauma ekstremitas
d. Patah tulang
e. Trauma kepala tertutup
f. Trauma mata
g. Luka bakar derajat sedang
3. Prioritas ketiga (Hijau : tunda/evaluasi)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang
berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain
yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi, seperti ;
a. Cedera jaringan lunak
b. Dislokasi ekstremitas
c. Cedera tanpa gangguan jalan napas
d. Gawat darurat psikologis
4. Prioritas nol (Hitam : meninggal)
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan
warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai
hanya suatu ikatandengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya.
Jangan mengganti tandatriage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita
berubah sebelum memperolehperawatan maka label lama jangan dilepas tetapi
diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.

2.1.5 Penilaian Triase Dengan Sistem START


Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan
status mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental)
untuk memastikan kelompok korban yang memerlukan transport segera atau
tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan
penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan
kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera
Algoritma Sistem START :
Keterangan :
Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed
(Tunda) ; Hijau = Minor. Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.

2.2 Survei Primer


Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control,
breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment).
Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak
terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda
asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan
nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi. Nilai pernafasan
atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya
ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada
yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau
adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian
oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik.
Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber
perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah
bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi.
Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui 2
kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal
dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai
indikasi.
Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan
motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran
pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa
dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil
yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya
hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial
yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera.
Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia
menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan
pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila
usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi
endotrakheal.
Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol
lingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat
yang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi
diruang ber AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila
perlu selimut dengan pemanas. Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan
diagnostik yang dilakukan bersama survei primer. Pasang lead ECG dan monitor
ventilator, segera pasang oksimeter denyut. Monitor memberi data penuntun
resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi
lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley
kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia
major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan
cedera urethral sebelum kateterisasi.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah :
1. Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien
a. Bagaimana kondisi saat itu
b. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
c. Bagaimana mengatasinya
d. Pastikan penolong selamat dari bahaya
e. Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
f. Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat pelindung diri
2. Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
a. Alert (A) : berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap
kejadian yang dialaminya
b. Verbal (V) : berespon terhadap pertanyaan perawat
c. Paintfull (P) : berespon terhadap rangsangan nyeri
d. Unrespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
Cara pengkajian :
a. Observasi kondisi klien saat datang
b. Tanyakan nama klien
c. Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum
d. Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit
3. Airway (Jalan Napas)
a. Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
b. Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
c. Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan menggunakan
teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada korban trauma
d. Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
e. Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
f. Suctioning bila perlu
4. Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada
pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan
nafas atau tidak
5. Circulation (Pendarahan)
a. Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
b. Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress,
Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
c. Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time, nadi,
sianosis, pulsus arteri distal
2.3 Survei Sekunder
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih
gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari
kepala sampai kaki (head to toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei
primer dan setelah memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei
primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk
mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra
RS, keluarga, atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis
sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat
makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan
survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau
cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara
umum.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
1. Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
a. Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
b. Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)

2. Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
a. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh
1) Posisi saat ditemukan
2) Tingkat kesadaran
3) Sikap umum, keluhan
4) Trauma, kelainan
5) Keadaan kulit
b. Periksa kepala dan leher
1) Rambut dan kulit kepala
Perdarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
2) Telinga
Perlukaan, darah, cairan
3) Mata
Perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi kelopak mata,
adanya benda asing, pergerakan abnormal
4) Hidung
Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat
trauma
5) Mulut
Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/
tidak
6) Bibir
Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering
7) Rahang
Perlukaan, stabilitas, krepitasi
8) Kulit
Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna
9) Leher
Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas
tulang leher
c. Periksa dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri
tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas
d. Periksa perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
e. Periksa tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
f. Periksa pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
g. Periksa ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak, denyut nadi,
warna luka

3. Pengkajian SAMPLE
Riwayat “SAMPLE” yang harus diingat yaitu :
a. S (sign and symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan
klien
b. A (allergies) : alergi yang dipunyai klien
c. M (medications) : obat yang diminum klien untuk mengatasi masalah
d. P (past illness) : riwayat penyakit yang diderita klien
e. L (last meal) : makanan/minuman terakhir; apa dan kapan
f. E (Event) : pencetus / kejadian penyebab keluhan

2.4 Survei Tersier


Pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui
keadaan klien setelah dilakukan survei sekunder dan survei tersier dengan
mengidentifikasi klien setelah diberikan resusitasi awal dan intervensi operati.
Survei tersier dilakukan :
1. Setelah 24 jam klien masuk ruang perawatan
2. Ketika klien telah sadar, responzive dan mampu mengungkapkan keluhan
yang dirasakannya
3. Pemeriksaan kembali tanda-tanda vital dan review data-data korban
4. Tahap rehabilitasi (pemulihan)
2.5 Mati Klinis
Tidak di temukan adanya pernapasan dan denyut nadi,bersifat
reversibel,penderita punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk di lakukan
resusitasi tanpa kerusakan otak.

2.6 Mati Biologis


Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung , di mulai
dengan kematian sel otak , bersifat irreversibel. ( kecuali berada di suhu yang
ekstrim dingin,pernah di laporkan melakukan resusitasi selama 1 jam lebih dan
berhasil ) . Tanda – tanda pasti mati :
a. Lebam
b. Kaku
c. Pembusukan , dan tanda lain nya Cedera mematikan .
MANAJEMEN KGD

2.7 Pengertian

Manajemen gawat darurat adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek


perencanaan dan penanggulangan kedaruratan, pada menjelang, saat dan sesudah
terjadi keadaan darurat. Manajemen keadaruratan ini mencakup kesiapsiagaan,
tanggap darurat, dan pemulihan.

Manajemen Gawat Darurat Dalam sebuah pelayanan kesehatan tentunya juga


tidak terlepas dari sebuah unit yang menangani kegawatdaruratan dan di rumah
sakit biasa kita kenal dengan nama dan istilah Unit Gawat Darurat (UGD).
Dan pengertian UGD adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan
penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat
mengancam kelangsungan hidupnya. Di UGD dapat ditemukan dokter dari
berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter.

Pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat


sementara waktu yang diberikan pada seorang yang menderita luka atau terserang
penyakit mendadak. Tujuan yang penting dari pertolongan pertama adalah
memberikan perawatan yang akan menguntungkan pada orang-orang tersebut
sebagai persiapan terhadap penanganan lebih lanjut lagi nantinya bila memang
diperlukan.

2.8 Tujuan Manajemen Gawat Darurat

Tujuan dari manajemen gawat darurat yaitu :

1. Mengurangi jumlah korban

2. Meringankan penderita

3. Stabilisasi kondisi korban

4. Mengamankan aset

5. Mencegah kerusakan lebih lanjut


6. Menyediakan pelayanan dasar dalam penanganan pasca darurat

2.9 Prinsip Manajemen Gawat Darurat


Prinsip manajemen gawat darurat antara lain yaitu:
1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak
(jangan panik).
2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun
saksi.
3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah
yang mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat,
keracunan).
4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan
secara menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai
(kecuali jika ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.
5. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk
menenangkan dan yakinkan akan ditolong.
6. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan
jika hanya ada kondisi yang membahayakan.
7. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan
kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.
8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama
selesai dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.
Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati
pimpinan masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap
yang telah tersedia, maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat
bertindak langsung sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran
ini sangat dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien secara
langsung.
Dalam kegawatdaruratan diperlukan 3 kesiapan, yakni :
1. Siap mental, dalam arti bahwa ”emergency can not wait”. Setiap
unsur yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia
dapat membawa kematian dalam 1 – 2 menit. Apnea atau penyumbatan
jalan napas dapat mematikan dalam 3 menit.
2. Siap pengetahuan dan ketrampilan. Perawat harus mempunyai
bekal pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh
penting. Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama.
3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat
dipisahkan dari penyediaan/logistik peralatan dan obat-obatan darurat.

2.10 Karakteristik Manajemen Kedaruratan


Karekteristik manajemen kedaruratan meliputi :
1. Bersifat meluas, besar-besaran, dan membebani sistem normal
2. Dalam suasana yang kacau dan atau trumatis
3. Segala keputusan membawa konsekuensi langsung

2.11 Masalah-Masalah Manajemen Kedaruratan


Banyak masalah yang timbul dalam manjemen kedaruratan, masalah-masalh yang
timbul yaitu :
1. Kesiapan kurang sempurna
2. Informasi tidak lengkap
3. Komunikasi/ transportasi terputus
4. Kebingungan, chaos, krisis, dan gagal koordinasi
5. Kebutuhan besar, bahan bantuan tidak cukup
6. Terlalu luas
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Triase merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya cedera
atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan
klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta
prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Tujuan
dari triase adalah memilih atau menggolongkan semua klien, menetapkan prioritas
penanganannya dan dapat menangani korban/klien dengan cepat, cermat dan tepat
sesuai dengan sumber daya yang ada.
Survei primer (primary survey) merupakan deteksi cepat dan koreksi
segera terhadap kondisi yang mengancam, dengan tujuan untuk mengetahui
kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian dilakukan tindakan life
saving. Sedangkan Survei Sekunder (Secondary Survey) adalah mencari
perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan
mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala
sampai kaki (head to toe). Tujuannya untuk mendeteksi penyakit atau trauma
yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut. Survei tersier
merupakan pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui
keadaan klien setelah dilakukan survei sekunder dan survei tersier dengan
mengidentifikasi klien setelah diberikan resusitasi awal dan intervensi operatif.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari penulisan makalah ini adalah
pemberian pertolongan dalam keadaan darurat harus dilakukan secara tepat dan
tepat berdasarkan penggolongan masing-masing cedera yang dialami. Sehingga
dengan pertolongan yang cepat dan tepat dapat meminimalisir untuk terjadinya
suatu keadaan yang mengancam jiwa dan keadaan yang dapat menyebabkan
kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Arjono Djunet Pusponegoro.(1990). enanggulangan Penderita Gawat


Darurat.Perhimpunan Indonesia Critical Care Medicine, Jakarta.
Muriel Skeet.(1988).Emergency Procedures And First Aid For Nurses,.Blackwell
Scientific Publication.

Anda mungkin juga menyukai