Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN TRIAGE AND PRIMARY SURVEY

DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
Jl. Tb Simatupang No.1, Rt.1/Rw.5, Ragunan, Kec. Ps. Minggu
Kota Jakarta Selatan Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12550

Dosen Pengampu :
Dosen TIM Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh :
Nida Auliya Rosyad 1610711104

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019
A. Definisi
Triase adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang
paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang
memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Katheleen dkk, 2008).
Triase adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan
dan sumber daya yang ada (Pusponegoro, 2010).
Kata ini berasal dari bahasa Perancis trier yang berarti memisahkan, memilah dan
memilih. Penggagas awalnya adalah Dominique Jean Larrey, seorang dokter bedah
Perancis pada Pasukan Napoleon. Triase atau triase adalah proses untuk menentukan
prioritas perawatan pasien berdasarkan tingkat keparahan kondisi mereka. Hal ini terutama
diperlukan ketika sumber daya yang ada tidak mencukupi untuk semua pasien. Triase
adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan
kondisinya.

B. Tujuan
Memberikan penanganan terbaik pada korban dalam jumlah yang banyak untuk
menurunkan angka kematian dan kecacatan maupun resiko cedera bertambah parah.

C. Prinsip Triase
Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap pertolongan harus
dilakukan sesegera mungkin. Pada keadaan bencana masal, korban timbul dalam jumlah
yang tidak sedikit dengan resiko cedera dan tingkat survive yang beragam. Pertolongan
harus disesuaikan dengan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun
sumber daya lainnya. Hal tersebut merupakan dasar dalam memilah korban untuk
memberikan perioritas pertolongan. Pada umumnya penilaian korban dalam triase dapat
dilakukan dengan (Booker, 2008):
• Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
• Menilai kebutuhan medis
• Menilai kemungkinan bertahan hidup
• Menilai bantuan yang memungkinkan
• Memprioritaskan penanganan definitif
• Tag Warna
D. Kategori Triase
Setelah melakukan penilaian, korban dikategorikan sesuai dengan kondisinya dan
diberi tag warna, sebagai berikut:
a. Merah (Immediate)
Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penangan dan oemindahan bersifat
segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya
sumbatan jalan nafas, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki,
luka bakar tingkat II dan III >25%.
b. Kuning (Delay)
Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani
dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat. Contoh pada tulang besar, trauma torak, dan laserasi luas.
c. Hijau (Walking Wounded)
Perlu penganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penangan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka ringan. Korban dengan kondisi
yang cukup ringan, korban dapat berjalan

d. Hitam (Dead and Dying)


Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi
suportif. Contoh henti jantung dan trauma kepala kritis.

Klasifikasi Triase berdasarkan pada keakutan (Iyer, 2004) :

a. Prioritas 1 atau Emergensi


- Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi
segera
- Pasien dibawa ke ruang resusitasi
- Waktu tunggu 0 (Nol) menit
a. Prioritas 2 atau Urgent
- Pasien dengan penyakit yang akut
- Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki
- Waktu tunggu 30 menit
- Area critical care
b. Prioritas 3 atau Non Urgent
- Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal
- Kondisi yang timbul sudah lama
- Area ambulatory
c. Prioritas 0 atau 4 Kasus kematian
- Tidak ada respon pada segala rangsangan
- Tidak ada respirasi spontan
- Tidak ada bukti aktivitas jantung
- Hilangnya respon pupil terhadap cahaya

Type Triase Di Rumah Sakit

a. Type 1 : Traffic Director or Non Nurse


 Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
- Tidak ada dokumentasi
 Tidak menggunakan protokol
b. Type 2 : Cek Triase Cepat
 Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi atau
dokter
 Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
 untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat
perawatan pertama
c. Type 3 : Comprehensive Triase
 Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
 4 sampai 5 sistem katagori
 Sesuai protokol

E. Dokumentasi Triase
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencaup dokumentasi adalah
(ENA, 2005) :
 Waktu dan datangnya alat transportasi
 Keluhan utama
 Pengkodean prioritas atau keakuratan perawatan
 Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
 Penempatan di area pengobatan yang tepat
 Permualaan intervensi (misalnya prosedur diagnostik EKG, AGD)

Proses dokumentasi traise menggunakan sistem SOPIE, yaitu sebagai berikut


(ENA, 2005):
 S: data objektif
 O: data objektif
 A: analisa data yang mendasari penentuan diagniosa keperawatan
 P: rencana keperawatan
 I: Implementasi, termasuk tes diagnostik
 E: evaluasi atau respon pasien terhadap pengobatan dan perawatan yang diberikan

I. Emergency Severity Index (ESI)


Emergency Severity Index (ESI) adalah kategori algoritma lima triase yang membagi
keadaan darurat pasien dari keadaan aktual dan kebutuhan pasien (ESI Triage Team,
2004). Standar lima level tersebut adalah resuscitation (1), emergency (2), urgent (3),
less urgent (4), serta no urgent (5).
J. Primary Survey
Survei primer atau biasa disebut primary survey adalah suatu proses melakukan
penilaian keadaan korban gawat darurat dengan menggunakan prioritas ABCDE untuk
menentukan kondisi patofisiologis korban dan pertolongan yang dibutuhkan dalam
waktu emasnya. Penilaian keadaan korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan
berdasarkaan jenis perlukaan, stabilitas tanda - tanda vital.
Adapun prioritas ABCDE yaitu :
1. Airway,menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spinecontrol)
Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan
membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat
darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas.
Menurut ATLS (Advanced Trauma Life Support) 2004, Kematian-kematian dini
karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh :
a. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway
b. Ketidakmampuan untuk membuka airway
c. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru
d. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
e. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
f. Aspirasi isi lambung
Teknik-teknik mempertahankan airway :

a. Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal,
kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus
direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan
muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu
tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan
lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke
belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi
bertekanan positif secara intermittena (Alkatri, 2007).
b. Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara
hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan
yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari
dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara
bersamaan, dagu dengan hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh
menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma
karena tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang
leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang
dengan cedera spinal.
c. Jaw thrust
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula,
jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari
tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan ibu
jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula
diangkat ke atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012)
d. Oropharingeal Airway (OPA)
Airway orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan napas pada pasien
yang kehilangan refleks jalan napas bawah (Kene, davis, 2007).
Teknik yang dapat dilakukan adalah : Posisikan kepala pasien lurus dengan
tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini
dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak
telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam
rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah
180 drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua
ibu jari tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati-
hati sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah,
terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas.
Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal
pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012).

e. Nasopharingeal Airway
Pada penderita yang masih memberikan respon, airway nasofaringeal lebih
disukai dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa diterima dan lebih kecil
kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004).
Teknik yang dapat dilakukan adalah : Posisikan kepala pasien lurus dengan
tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan
ukuran pipa naso-faring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa
nasofaring diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah diberi KY
jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal pipa naso-
faring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke
bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas
pangkal pipa. Patikan jalan nafas sudah bebas.
f. Airway definitif
Terdapat tiga jenis airway definitif yaitu : pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal,
dan airway surgical (krikotiroidotomi atau trakeostomi). Penentuan pemasangan
airway definitif didasarkan pada penemuan- penemuan klinis antara lain (ATLS,
2004):
1. Adanya apnea
2. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara-cara
yang lain
3. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau
vomitus
4. Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway
5. Adanya cedera kepala yang membutuhkan bantuan nafas (GCS < 8)
6. Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
Pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah

Intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling sering


digunakan. Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang
harus diperhatikan pada pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Faktor
yang paling menentukan dalam pemilihan intubasi orotrakeal atau nasotrakeal
adalah pengalaman dokter. Kedua teknik tersebut aman dan efektif apabila
dilakukan dengan tepat. Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan
indikasi yang jelas untuk melakukan airway surgical.

Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa
dengan cara (Haffen, Karren, 1992) :

 Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
dinding dada yang adekuat.
 Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada.
 Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.
2. Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan
konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi penghasil energi, yang
menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus-menerus (Sherwood, 2001)..
Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran
darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien
dapat bernafas dengan baik pula (Dolan, Holt, 2008). Menjamin terbukanya airway
merupakan langkah awal yang penting untuk pemberian oksigen.
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-
valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila
dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas dapat
digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004). Cara melakukan
pemasangan face-mask (Arifin, 2012):
a. Posisikan kepala lurus dengan tubuh
b. Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup
muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran)
c. Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut)
d. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari
manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang
dan memfiksasi sungkup muka
e. Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien
f. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan
g. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan dan
kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama)
h. Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
i. Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka,
sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir
sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag)
Sedangkan apabila pernafasan tidak membaik dengan terbukanya airway,
penyebab lain harus dicari. Penilaian harus dilakukan dengan melakukan inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi pada toraks
3. Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control)
Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Dolan, Holt,
2008). Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status
hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan
nadi (ATLS,2004).
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Warna kulit
Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan tanda
hipovolemia.
c. Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a. femoralis dan a.
karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat kita
dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Haffen, Karren, 1992):
a. Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal 80 mmHg
sistol
b. Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah minimal 70 mmHg
sistol
c. Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah minimal 70 mmHg
sistol
d. Jika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah minimal 60 mmHg
sistol
4. Disability, status neurologis
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spina. Cara cepat dalam
mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC
(Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi
status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder. Adapun AVPU
adalah :
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai
tingkat kesadaran pasien.
a. Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita :
 Membuka mata spontan
 Membuka mata jika dipanggil,diperintah atau dibangunkan
 Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku
jari tangan)
 Tidak memberikan respon
b. Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1)
Perhatikan apakah penderita :
 Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
 Disorientasi atau bingung
 Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat
 Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya)
 Tidak memberikan respon
c. Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1)
Perhatikan apakah penderita :
 Melakukan gerakan sesuai perintah
 Dapat melokalisasi rangsangan nyeri
 Menghindar terhadap rangsangan nyeri
 Fleksi abnormal (decorticated)
 Ektensi abnormal (decerebrate)Tidak memberikan respon

Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek kesadaran).
Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat kemungkinan penyebab
(Pre-Hospital Trauma Life Support Commitee 2002) :
a. Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak
b. Trauma pada sentral nervus sistem
c. Pengaruh obat-obatan dan alkohol
d. Gangguan atau kelainan metabolik
5. Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa
punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti
penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan
diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien
tidak hipotermi.
A. Secondary Survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan
setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi
keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat
keluarga, sosial, dan sistem. Pengkajian riwayat pasien secara optimalharus
diperolehlangsung daripasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,usia, dan
cacatatau kondisipasienyang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga,
orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien
dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Selain itu apat dilakukan pengkajian PQRST saat pasien mengeluhkan nyeri,
adapun pengkajian PQRS adalah :
 P (Provokes/palliates) : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang
anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat
tidur?
 Q (Quality) : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya? apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas?
(biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 R (Radiates) : apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 S (Severity) : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 T (Time) : kapan nyeri itu timbul? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah
terus menerus atau hilang timbul? apakah pernah merasakan nyeri ini
sebelumnya? apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan


tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi
oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri. Tanda-tanda vital pada
tahapan usia adalah sebagai berikut :

TTV Bayi Anak Remaja Dewasa Dewasa


Muda Tua
Nadi 120 – 130 80 – 90 70 – 80 70 – 80 60 – 70
x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt
RR 30 – 40 20 – 30 16 – 20 16 – 20 14 – 16
x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt
TD 70-90/50 80- 90- 110- 130-
mmHg 100/60 110/66 125/60- 150/80-
mmHg mmHg 70 90
mmHg mmHg
Suhu 36,5 – 37 36,5 – 37 36,5 – 36,5 – 37 36,5 –
ºC ºC 37 ºC ºC 37 ºC
Terkadang pada usia bayi dan anak tekanan darah tidak diperiksa. Hanya pada
remaja dan dewasa saja tekanan darah perlu di periksa.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanaya
kelainan – kelainan dari sustu sistem atau suatu organ tubuh dengan cara melihat
(inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
(Raylene M Rospond, 2009)
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat
kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
wawancara. Fokus pengkajian fisik adalah pada kemampuan fungsional pasien.
Metode dan langkah pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh
tubuh pasien atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Inspeksi adalah
kegiatan aktif, proses ketika perawat harus mengetahui apa yang dilihatnya
dan dimana lokasinya.
Cara pemeriksaan :
 Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
 Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
 Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan
abnormalitas
b. Palpasi
Palpasi adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan
bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Tangan dan jari adalah
intrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data. Teknik palpasi
dibagi menjadi dua :
 Palpasi ringan : ujung – ujung jari pada satu atau dua tangan digunakan
secara simultan. Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari – jari
ditekan kebawah perlahan sampai ada hasil
 Palpasi dalam : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan.
Satu tangan untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnnya
untuk menekan kebawah.
Cara pemeriksaan :
 Posisi pasien bisa tidur, duduk, atau berdiri
 Pastikan pasien dalam keadaan rileks denga posisi yang nyaman
 Kuku jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
 Minta pasien untuk menarik nafas dalam agar meningkatkan relaksasi
otot
 Lakukan palpasi dengan sentuhan perlahaan dengan tekanan ringan
 Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan, menandakan
kelainan
 Lakukan palpasi secara hati – hati apabila diduga adaanya fraktur
tulang
 Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah
 Rasakan dengan seksama kelainan organ atau jaringan, adanya nodul,
tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar
atau lembut, ukurannya dan ada atau tidaknya getaran/trill, serta ras
nyeri raba atau tekan.
c. Perkusi
Adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran atau
gelombang suara yang dihaantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh
yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada
permukaan tubuh karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi,
ukuran, bentuk dan kepadatan struktur dibawah kulit. Sifat gelombang suara
yaitusemakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara atau gas
paling resonan.
Cara pemeriksaan :
 Posisi pasien dapat tidur, duduk, atau berdiri
 Pastikan pasien dalam keadaan rileks
 Minta pasien untuk nafas dalam agar meningkatakan relaksasi otot
 Kuku jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
 Lakukan perkusi secara seksama dan sistematis
 Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi. Bunyi
timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan
kualitas seprti drum (lambung). Bunyi resonan mempunyai intensitas
menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama,
kuaalitas ledakan (empisema paru). bunyi pekak mempunyai intensitas
lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama, kualitas seprti
petir (hati).
d. Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan stetoskop. Hal – hal yang
di dengarkan adalah bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
 Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran per menit.
 Durasi yaitu lam bunyi yang terdengar
 Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat atau lemahnya suara
 Kualitas yaitu warna nada atau variasi suara

Suara tidak normal yang dapat di auskultasi pada nafas adalah :

 Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran –


saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi. Misalnya pada
pasien pneumonia dan TBC.
 Ronchi : nada rendah dan sangat kasar tedengar baik saat inspirasi
maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila pasien
batuk. Misalnya pada edema paru.
 Wheezing : bunyi yang terdengar “ngik”. Bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronkitis akut, asma.
 Pleura friction rub : bunti yang terdengar kering seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada pasien dengan peradanga pleura.
Cara pemeriksaan :
 Posisi pasien dapat tidur, duduk, atau berdiri
 Pastikan pasien dalam keadaan rileks dengan posisi yang nyaman
 Pastikan stetoskop sudah terpasang baik.
 Pasanglah ujung stetoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa
sesuai arah
 Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada
telapak tangan pemeriksa
 Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh yang akan diperiksa
 Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada
rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan faskuler serta
gunakan diafragma stetoskop saat melakukan pemeriksaan untuk bunyi
bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru.

Pemeriksaan Head to Toe :

Pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau hanya beberapa


bagian saja yang dianggap perlu oleh dokter yang bersangkutan

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat harus melakukan


kontrak dengan pasien, yang didalamnya ada penjelasan maksud dan tujuan,
waktu yang di perlukan dan terminasi/ mengakhiri.

a. Pemeriksaan Kulit, Rambut dan Kuku


 Kulit
Tujuan :
- Untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit
- Untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka

Tindakan :

- Inspeksi : lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna


kehitaman/kecoklatan), edema, dan distribusi rambut kulit.
- Palpasi : di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak,
tekstur : kasar /halus, suhu : akral dingin atau hangat.
 Rambut
Tujuan :
- Untuk menbetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut
- Untuk mengetahui mudah rontok dan kotor

Tindakan :

- Inspeksi : disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak,


bercabang
- Palpasi : mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus
 Kuku
Tujuan :
- Untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang
- Untuk mengetahui kapiler refill

Tindakan :

- Inspeksi : catat mengenai warna (biru: sianosis, merah:


peningkatan visibilitas Hb), bentuk (clubbing karena hypoxia
pada kangker paru, beau’s lines pada penyakit difisisensi
fe/anemia fe)
- Palpasi : catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler
refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik
b. Pemeriksaan kepala
Tujuan :
- Untuk mengetahui bentuk dan funsi kepala
- Untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala

Tindakan :

- Inspeksi : kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal


lebih condong ke kanan atau ke kiri itu menunjukan ada
parese/kelumpuhan, contoh: pada pasien SH
- Palpasi : Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri
dengan menekan kepala sesuai kebutuhan
 Mata
Tujuan :
- Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata
- Untuk mengetahui adanya kelainan atau peradangan pada mata

Tindakan :

- Inspeksi : Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris atau tidak,
reflek kedip baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah /
konjungtivitis, ikterik/indikasi hiperbilirubin/gangguan pada
hepar, pupil: isokor (normal), miosis/mengecil, pin point/sangat
kecil (suspek SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien
sudah meninggal)
- Palpasi : Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO
(tekanan intra okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras
(pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji adanya nyeri
tekan
 Hidung
Tujuan :
- Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
- Untuk mendetahui adanya inflamasi/sinusitis

Tindakan :

- Inspeksi : Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah


ada secret
- Palpasi : Apakah ada nyeri tekan, massa
 Telinga
Tujuan :
- Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang
telinga
- Untuk mengetahui fungsi pendengaran
Tindakan :

Telinga Luar :

- Inspeksi : Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk,


kebresihan, adanya lesi.
- Palpasi : Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan
kelenturan kartilago

Telinga Dalam :

- Inspeksi : Telinga dalam menggunakan otoskop perhatikan


memberan timpani (warna, bentuk) adanya serumen, peradangan
dan benda asing, dan darah
 Mulut dan Faring
Tujuan :
- Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut
- Untuk mengetahui kebersihan mulut

Tindakan :

- Inspeksi : Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing),


warna, kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi.
- Palpasi : Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada
massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri.
c. Leher
Tujuan :
- Untuk menentukan struktur integritas leher
- Untuk mengetahui bentuk leher dan organ yang berkaitan
- Untuk memeriksa sistem limfatik

Tindakan :

- Inspeksi : Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut,


Amati adanya pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan adanya
massa, Amati kesimeterisan leher dari depan, belakang dan
samping
- Palpasi :Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh
pasien menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran,
bentuk, permukaanya).
d. Dada / Thorax
 Paru / pulmonalis
Tujuan :
- Untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi paru
- Untuk mengetahui frekuensi, irama pernafasan
- Untuk mengetahui adanynyeri tekan, adanya massa,
peradangan, edema, taktil fremitus
- Untuk mengetahui batas paru dengan organ disekitarnya
- Mendengarkan bunyi paru / adanya sumbatan aliran udara

Tindakan :

- Inspeksi : Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya


retraksi interkosta, amati gerkkan paru, Amati klavikula dan
scapula simetris atau tidak
- Palpasi :
Palpasiekspansiparu :
 Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan
pemeriksa di dada dibawah papilla, anjurkan pasien
menarik nafas dalam, rasakkan apakah sama paru.
 Berdiri deblakang pasien, taruh telapak tangan pada garis
bawah scapula/setinggi costa ke-10, ibu jari ka.ki di
dekatkan jangan samapai menempel, dan jari-jari di
regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh pasien
kembali menarik nafas dalam dan amati gerkkan ibu jari
ka.ki sama atau tidak
Palpasi Taktil vremitus posterior dan anterior
 Meletakkan telapak tangan kanan di belakang dada tepat
pada apex paru/stinggi supra scapula (posisi posterior)
 Menginstrusikkan pasien untuk mengucapkkan kata
“Sembilan-sembilan” (nada rendah)
 Minta klien untuk mengulangi mengucapkkan kata
tersebut, sambil pemeriksa mengerakkan ke posisi
kemudian kebawah sampai pada basal paru atau setinggi
vertebra thoraxkal ke-12.
 Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru
 Bila fremitus redup minta pasien bicara lebih rendah
 Ulangi/lakukkan pada dada anterior
- Perkusi :
 Atur pasien dengan posisi supinasi
 Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu
kebawah sampai intercosta 5 tentukkan batas paru ka.ki
(bunyi paru normal : sonor seluruh lapang paru, batas paru
hepar dan jantung: redup)
 Jika ada edema paru dan efusi plura suara meredup
- Auskultasi :
 Gunakkan diafragma stetoskop untuk dewasa dan bell
pada anak
 Letakkan stetoskop pada interkostalis, menginstruksikkan
pasien untuk nafas pelan kemudian dalam dan dengarkkan
bunyi nafas: vesikuler/wheezing/creckels
 Jantung / Cordis
Tindakan :
- Inspeksi : Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih
kurang 2 cm disamping bawah xifoideus
- Palpasi :
 Merasakan adanya pulsasi
 Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan untuk
menentukkan area aorta dan spasium interkosta ke-2 kiri
letak pulmonal kiri.
 Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui
area trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi
 Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke
garis midklavicula kiri dimana akan ditemukkan daerah
apical jantung atau PMI ( point of maximal impuls)
temukkan pulsasi kuat pada area ini.
 Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area
epigastika atau dibawah sternum
- Perkusi :
 Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukkan
batas jantung bagian kiri,
 Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk
mengetahui batas jantung kanan.
 Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas
dan bawah jantung
 Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada pada daerah
perkusi
- Auskultasi :
 Menganjurkkan pasien bernafas normal dan menahanya
saat ekspirasi selesai
 Dengarkkan suara jantung dengan meletakkan stetoskop
pada interkostalis ke-5 sambil menekan arteri carotis
(Bunyi S1: dengarkan suara “LUB” yaitu bunyi dari
menutupnya katub mitral (bikuspidalis) dan tikuspidalis
pada waktu sistolik; Bunyi S2: dengarkan suara “DUB”
yaitu bunyi meutupnya katub semilunaris (aorta dan
pulmonalis) pada saat diastolic; Adapun bunyi : S3: gagal
jantung “LUB-DUB-CEE…” S4: pada pasien hipertensi
“DEE..-LUB-DUB”)
e. Perut / Abdomen
Tujuan :
- Untuk mengetahui bentuk dan gerak-gerakkan perut
- Untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus
- Untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen
Tindakan :

- Inspeksi : Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya


retraksi, penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites
- Palpasi :Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan
respon nyeri tekan letakkan telapak tangan pada abdomen secara
berhimpitan dan tekan secara merata sesuai kuadran.Palpasi
dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal,
limpa dengan metode bimanual/2 tangan

 Hepar
- Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas
pada bagian hipokondria kanan, kira-kira pada interkosta ke
11-12
- Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan
adanya organ hepar. Kaji hepatomegali
 Limpa
- Metode yang digunakkan seperti pada pemeriksaan hepar
- Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada
bawah interkosta kiri dan minta pasien mengambil nafas
dalam kemudian tekan saat inhalasi tenntukkan adanya limpa.
- Pada orang dewasa normal tidak teraba
 Renalis
- Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan
bawah perut setinggi Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan.
- Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan setinggi Lumbal 1-2
di bawah kosta kiri.
- Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba
adanya ginjal rasakan bentuk, kontur, ukuran, dan respon
nyeri
f. Genetalia
Tujuan :
- Untuk mengetahui adanya lesi
- Untuk mengetahui adanya infeksi (gonorea, shipilis, dll)
- Untuk mengetahui kebersihan genetalia

Tindakan :

 Genetalialaki-laki :
 Inspeksi :Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan
lain.Pada penis yang tidak di sirkumsisi buka prepusium dan
amati kepala penis adanya lesi. Amati skrotum apakah ada
hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran
 Palpasi :Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui
adanya nyeri. Tekan saluran sperma dengan jari dan ibu jari
 Genetaliawanita :
 Inspeksi :Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau
tidak. Amati adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis
 Palpasi : Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu
tangan untuk mengetahui keadaan clitoris, selaput dara,
orifisium dan perineum
g. Rektum dan Anal
Tujuan :
- Untuk mengetahui kondisi rectum dan anus
- Untuk mengetahui adanya massa pada rectal
- Untuk mengetahui adanya pelebaran vena pada rectal/hemoroid

Tindakan :

- Inspeksi : Inspeksi jaringan perineal dan jaringan sekitarnya kaji


adanya lesi dan ulkus
- Palpasi : ulaskan zat pelumas dan masukkan jari-jari ke rectal dan
rasakan adanya nodul dan atau pelebaran vena pada rectum
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Tujuan :
- Untuk memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
- Untuk mengetahui mobilitas, kekuatan otot, dan gangguan-
gangguan pada daerahtertentu
Tindakan :
1. Muskuli / otot
- Inspeksi : mengenai ukuran dan adanya atrofi dan hipertrofi (ukur
dan catat jika ada perbedaan dengan meteran)
- Palpasi : pada saatotot istirahat dan pada saat otot kontraksi untuk
mengetahui adanya kelemahan dan kontraksi tiba-tiba
2. Skeletal / tulang
- Inspeksi : Amati kenormalan dan abnormalan susunan tulang
- Palpasi : untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan pembengkakkan
3. Persendian
- Inspeksi : lihatsemua persendian untuk mengetahui adanya kelainan
sendi
- Palpasi : amatiapakah ada nyeri tekan
- Kaji range of mosion/rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi, fleksi-
ekstensi, dll)
i. System neurologi
Tujuan :
- Untuk mengetahui integritas sistem persyrafan yang meliputi fungsi
nervus cranial, sensori, motor dan reflek

Tindakan :

Pengkajian 12 syaraf cranial (O.O.O.T.T.A.F.A.G.V.A.H)

No. Syaraf Tindakan


1. Olfaktorius/penciuman Meminta pasien membau aroma kopi dan
vanilla atau aroma lain yang tidak
menyengat. Apakah pasien dapat
mengenali aroma
2. Opticus/pengelihatan Meminta kilen untuk membaca bahan
bacaan dan mengenali benda-benda
disekitar, jelas atau tidak
3. Okulomotorius/kontriksi Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil
dan dilatasi pupil terhadap pantulan cahaya dan
akomodasinya
4. Trokhlear/gerakkan bola Kaji arah tatapan, minta pasien melihat k
mata ke atas dan bawah etas dan bawah
5. Trigeminal/sensori kulit - Sentuh ringan kornea dengan usapan
wajah, pengerak otot kapas untuk menguji reflek kornea
rahang (reflek nagatif (diam)/positif (ada
gerkkan))
- Ukur sensasi dari sentuhan ringan
sampai kuat pada wajah kaji nyeri
menyilang pada kuit wajah
- Kaji kemampuan klien untuk
mengatupkan gigi saat mempalpasi
otot-otot rahan
6. Abdusen/gerakkan bola Kaji arah tatapan, minta pasien melihat
mata menyamping kesamping
7. Facial/ekspresi wajah dan Meminta klien tersenyum,
pengecapan mengencangkan wajah,
menggembungkan pipi, menaikan dan
menurunkan alis mata, perhatikkan
kesimetrisanya
8. Auditorius/pendengaran kaji klien terhadap kata-kata yang di
bicarakkan, suruh klien mengulangi
kata/kalimat
9. Glosofaringeal/pengecapan, - Meminta pasien mengidentifikasi rasa
kemampuan menelan, asam, asin, pada bagian pangkal
gerakan lidah lidah.
- Gunakkan penekan lidah untuk
menimbulkan “reflek gag”
- Meminta klien untuk mengerakkan
lidahnya
10. Vagus/sensasi faring, - Suruh pasien mengucapkan “ah” kaji
gerakan pita suara gerakkan palatum dan faringeal
- Periksa kerasnya suara pasien
11. Asesorius/gerakan kepala Meminta pasien mengangkat bahu dan
dan bahu memalingkan kepala kearah yang ditahan
oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien
melawan tahanan yang ringan
12. Hipoglosal/posisi lidah Meminta klien untuk menjulurkan lidah
kearah garis tengah dan menggerakkan ke
berbagai sisi
 Pengkajian Syaraf Sensori
Tindakan :
- Minta klien menutup mata
- Berikkan rasangan pada klien :
1. Nyeri Supervicial : gunakkan jarum tumpul dan tekankan pada kulit pasien pada
titik-titik yang pemeriksa inginkan, minta pasien untuk mengungkapkan tingkat
nyeri dan di bagian mana
2. Suhu : sentuh klien dengan botol panas dan dingin, suruh pasien mengatakkan
sensasi yang direasakan
3. Vibrasi : tempelkan garapu tala yang sudah di getarakan dan tempelkan pada
falangeal/ujung jari, meminta pasien untuk mengatakkan adanya getaran
4. Posisi : tekan ibu jari kaki oleh tangan pemeriksa dan gerakkan naik-turun
kemudian berhenti suruh pasien mengtakkan diatas/bawah
5. Stereognosis : berikkan pasien benda familiar ( koin atau sendok) dan berikkan
waktu beberapa detik, dan suruh pasien untuk mengatakkan benda apa itu
 Pengkajian reflek
1. ReflekBisep
- Fleksikan lengan klien pada bagian siku sampai 45 derajat, dengan posisi tangan
pronasi (menghadap ke bawah)
- Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa antekkubital di dasar tendon bisep dan
jari-jari lain diatas tendon bisep
- Pukul ibu jari anda dengan reflek harmmer, kaji refleks
2. ReflekTrisep
- Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
- Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi
- Meminta pasien untuk merilekkan lengan
- Raba terisep untuk mmeastikan otot tidak teggang
- Pukul tendon pada fossa olekrani, kaji reflek
3. Reflek Patella
- Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi
- Rilexkan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan
dada
- Pukul tendo patella, kaji refleks
4. Reflek Achilles
- Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi seperti pada
pemeriksaan patella
- Dorsofleksikan telapak kaki dengan tangan pemeriksa
- Pukul tendo Achilles, kaji reflek
5. Reflek Plantar
- Gunakkan benda dengan ketajaman yang sedang (pensil/ballpoint) atau ujung
stick harmmer
- Goreskan pada telapak kaki pasien bagian lateral, dimulai dari ujung telapak
kaki sampai dengan sudut telapak jari kelingking lalu belok ke ibu jari. Reflek
positif telapak kaki akan tertarik ke dalam
6. ReflekBarkhioradialis
- Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
- Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
- Pukul tendo brakhialis pada radius bagian distal dengan bagian datar harmmer,
catat reflex
7. ReflekKutaneus
a. Gluteal
- Meminta pasien melakukan posisi berbaring miring dan buka celana
seperlunya
- Ransang ringan bagian perineal dengan benda berujung kapas
- Reflek positif spingter ani berkontraksi
b. Abdominal
- Minta klien berdiri/berbaring
- Tekan kulit abdomen dengan benda berujung kapas dari lateal ke medial,
kaji gerakkan reflek otot abdominal
- Ulangi pada ke-4 kuadran
c. Kremasterik (padapria)
- Tekan bagian paha atas dalam menggunakkan benda berujung kapas
- Normalnya skrotum akan naik/meningkat pada daerah yang dirangsang
DAFTAR PUSTAKA

Emergency Nursing Assosiacation. (2005). Emergency care. USA: WBA Saunders


Company.

ESI Triage Research Team. (2011). Emergency severity index (ESI): A triage tool for
emergency departement care. Volume 4. Boston: Agency for Healthcare Research and
Quality

Hudak, Gallo. (2000). Keperawatan kritis Vol 2. Philadhelphia: J.B Lippincot Company.

Iyer, P. (2004). Dokumentasi keperawatan: Suatu pendekatan proses keperawatan. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Oman, Kathleen, S. (2008). Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37618/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai