Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)


”SISTEM TRIAGE, PERTOLONGAN KORBAN BANYAK SERTA
PEMINDAHAN PENDERITA”

2016

Oleh:

AGXEL CHRISTOFEL KAURIPAN (0523040002)

DOSEN PENGAMPU:
Dr. AM MAISARAH DISRINAMA, M.Kes
HAIDAR NATSIR AMRULLAH, S.ST.,MT

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecelakaan sering kali terjadi dan kita temui di kehidupan sehari-hari, di


mana saja, kapan saja dan tanpa terduga. Kecelakaan dapat disebabkan karena
faktor internal (human error) maupun faktor eksternal (kesalahan sistem
ataupun faktor luar/ lingkungan). Kerugian yang dapat ditimbulkan dari
kecelakaan pun beragam, mulai dari kerugian material, kesehatan,
lingkungan, dan lain sebagainya. Dalam hal kesehatan, kecelakaan dapat
mengakibatkan luka atau cedera, baik ringan, berat atau bahkan sampai
meninggal dunia.

Pertolongan pertama cedera berkaitan erat dan pertolongan pertama dan


peradaran darah untuk mengatasinya. Hal ini karena cedera adalah salah satu
penyebab terjadinya perdarahan. Oleh karena itu, untuk mengurangi atau
meminimalisir tingkat keparahan dari cedera, perlu adanya penanganan segera
terhadap cedera. Dalam Praktikum Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(P3K) mengenai “Sistem Triage”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada praktikum Pertolongan Pertama pada
Kecelakaan (P3K) adalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari sistem triage?
2. Bagaimana menentukan prioritas pertolongan?
3. Bagaimana langkah-langkah pertolongan korban banyak?
4. Bagaimana melakukan pemahaman mengenai keseluruhan pada
pertolongan pertama pada kecelakaan?
5. Bagaimana jenis-jenis pemindahan penderita, alat-alat untuk pemindahan
penderita?
6. Bagaimana teknik pemindahan penderita?

1.3 Tujuan
Berdasarkan beberapa rumusan masalah diatas maka dapat ditentukan tujuan
dari penyusunan laporan ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi dari sistem triage
2. Mengetahui penentuan prioritas pertolongan
3. Mengethaui langkah-langkah pertolongan korban banyak
4. Mengetahui pemahaman mengenai keseluruhan pada pertolongan pertama
pada kecelakaan
5. Mengetahui jenis-jenis pemindahan penderita dan alat-alat untuk
pemindahan penderita
6. Mengetahui teknik pemindahan penderita

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat di peroleh dari praktikum Pertolongan Pertama
pada
Kecelakaan (P3K), adalah sebagai berikut :
1. Dapat menambah wawasan mengenai sistem triage, penentuan prioritas
pertolongan, langkah-langkah peertlongan korban banyak, pemahaman
mengenai keseluruhan pada pertolongan pertama pada kecelakaan, jenis-
jenis pemindahan penderita, alat-alat untuk pemindahan penderita dan
teknik pemindahan penderita.
1.5 Ruang Lingkup
Pada praktikum Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) ini, adapun
ruang lingkupnya yaitu :
1. Praktikum Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dilakukan di
Laboratorium P3K PPNS pada hari Jum’at 25 November 2016
2. Praktikum ini dilakukan pada mahasiswa TK3 kelas 5B tahun ajaran
2016/2017 pada kelompok 3 (perempuan)
3. Praktikum ini hanya mengenai sistem triage, penentuan prioritas
pertolongan, langkahlangkah peertlongan korban banyak, pemahaman
mengenai keseluruhan pada pertolongan pertama pada kecelakaan, jenis-
jenis pemindahan penderita, alat-alat untuk pemindahan penderita dan
teknik pemindahan penderita.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Sistem Triage


2.1.1 Definisi Sistem Triage
Triage adalah proses khusus memilah dan memilih pasien
berdasarkan beratnya penyakit menentukan prioritas perawatan gawat
medik serta prioritas transportasi. artinya memilih berdasarkan prioritas
dan penyebab ancaman hidup. Triase/Triage merupakan suatu sistem yang
digunakan dalam mengidentifikasi korban dengan cedera yang
mengancam jiwa untuk kemudian diberikan prioritas untuk dirawat atau
dievakuasi ke fasilitas kesehatan.
2.1.2 Tujuan Triage
Tujuan utama sistem triage adalah untuk mengidentifikasi kondisi
mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan
tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
 Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada
pasien
 Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan
pengobatan lanjutan
 Menfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan /pengobatan gawat darurat
Sistem triage dipengaruhi oleh banyak factor antara lain :
 Jumlah tenaga professional dan pola ketenagaan
 Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
 Denah bangunan fisik unit gawat darurat
 Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis
Klasifikasi triage didasarkan pada :
 pengetahuan,
 data yang tersedia
 dan situasi yang berlangsusng.
2.1.3 Kode warna internasional dalam triage sistem triage dikenal
dengan sistem kode 4 warna yang diterima secara internasional. Merah
menunjukkan prioritas tertinggi perawatan atau pemindahan, kuning
menandakan prioritas sedang, hijau digunakan untuk pasien rawat jalan,
dan hitam untuk kasus kematian. Perawat harus mampu mengkaji dan
menggolongkan pasien dalam 2-3 menit.
1. Prioritas 1 atau emergensi : warna merah (kasus berat)
Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan
intervensi segera, perdarahan berat , pasien dibawa ke ruang resusitasi,
waktu tunggu nol
• Asfiksia ,cedera cervical, cedera pada maxilla
• Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
• Fraktur terbuka dan fraktur compound
• Luka bakar >30% atau extensive burn  Shock tipe apapun
2. Prioritas 2 atau urgent : warna kuning (kasus sedang)
Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley,
kursi roda atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area critical care.
• Trauma torax non asfiksia
• Fraktur tertutup pada tulang panjang
• Luka bakar terbatas (<30% dari TBW)  Cedera pada
bagian/jaringan lunak
3. Prioritas 3 atau non urgent : warna hijau (kasus ringan)
Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang
minimal, luka lama, kondisi yang timbul sudah lama ,area
ambulatory/ruang P3
• Minor injuries
• Seluruh kasus-kasus ambulan
4. Prioritas 0 : warna hitam (kasus meninggal)
• Tidak ada respon pada semua rangsangan
• Tidak ada respirasi spontan
• Tidak ada bukti aktivitas jantung
• Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

2.2 Penentuan Prioritas Pertolongan


Saat akan memberikan pertolongan, petugas lapangan memberikan
penilaian pasien untuk memastikan kelompok korban seperti yang
memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin
diselamatkan, atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban dengan risiko besar akan kematian segera atau
apakah memerlukan transport segera, serta melakukan tindakan pertolongan
primer dan stabilisasi darurat. Penentuan prioritas pertolongan dilakukan
dengan :
1. Pemilihan Korban (Penderita) Yang Dapat Ditunda Pertolongannya.
Penolong mengenali dan mengelompokkan para korban (penderita) yang
masih mampu berjalan dan memberi label warna HIJAU kemudian
mengarahkan ke pos pertolongan yang sesuai. Walaupun korban
(penderita) masih mampu berjalan, penolong wajib mengarahkan supaya
tidak terpencar. Adakalanya beberapa korban kelompok ini dapat
dimanfaatkan untuk ikut membantu proses pertolongan.
2. Pemeriksaan Pernafasan.
Penolong mendatangi para korban (penderita) yang tidak mampu berjalan
dan lakukan penilaian pernafasan secara cepat dan sistematis (tidak terlalu
menghabiskan banyak waktu pada proses penilaian). Apabila korban
(penderita) tidak bernafas, maka bersihkan dan buka jalan nafas. Apabila
korban (penderita) masih tidak bernafas, maka beri label warna. Apabila
korban (penderita) mampu bernafas kembali, maka lakukan penilaian
pernafasan dimana jika korban dalam waktu 5 (lima) detik mampu
bernafas 3 (tiga) kali hembusan secara konstan maka beri label warna
MERAH dan apabila kurang dari itu lanjutkan ke langkah nomor 3 (tiga)
di bawah. Beritahukan kepada penolong lain untuk memindahkan korban
(penderita) yang sudah diberi label ke pos pertolongan sesuai label
masing-masing.
3. Penilaian Sirkulasi.
Penolong memeriksa nadi karotis (nadi di dekat urat leher) pada korban
(penderita). Jika tidak ada nadi, maka beri label warna MERAH dan jika
ada maka lanjutkan ke langkah nomor 4 (empat) di bawah. Beritahukan
kepada penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah
diberi label ke pos pertolongan sesuai label masing-masing.
4. Penilaian Mental.
Dalam langkah ini, korban (penderita) berarti masih memiliki nafas yang
cukup dan sirkulasi yang baik. Penolong memeriksa status mental korban
(penderita) dengan cara meminta korban (penderita) untuk mengikuti
perintah sederhana seperti menggerakkan jari atau mengarahkan
pandangan mata ke arah tertertu, dsj. Jika korban (penderita) mampu
mengikuti perintah sederhana, maka berikan label warna KUNING dan
apabila korban (penderita) tidak mampu mengikuti perintah sederhana,
maka berikan label warna MERAH. Beritahukan kepada penolong lain
untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos
pertolongan sesuai label masing-masing.

2.3 Langkah-Langkah Pertolongan Korban Banyak

Pada kasus bencana alam, musibah, kecelakaan, atau kasus lain yang
menimbulkan banyak korban sedangkan jumlah penolong terbatas,
pemeriksaan (triase, triage) dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pemeriksaan primer
dan skunder. Pemeriksaan primer dilakukan oleh regu pioner, regu yang
pertama kali masuk ke lokasi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilah
korban menjadi 4 kelompok berdasarkan tingkat kegawatan cideranya.
Pemeriksaan skunder dilakukan regu penolong yang bertujuan memberikan
pertolongan pertama. Jenis pertolongan yang diberikan biasanya mengacu pada
pertolongan untuk korban trauma.

Seperti yang telah diberitahukan di awal, pemeriksaan primer bertujuan


untuk mengelompokkan korban kedalam 4 kelompok, yaitu kelompok merah,
kuning, hijau, dan hitam (urutan ini juga menunjukkan urutan lokasi pemberian
pertolongan pertama/pemeriksaan skunder). Yang digolongkan kedalam
kelompok merah adalah korban yang kondisinya gawat darurat. Korban ini
harus mendapatkan prioritas penanganan pertama dan secepat mungkin dikirim
ke instalasi kesehatan terdekat. Yang digolongkan kedalam kelompok kuning
adalah korban tidak terlalu gawat. Kelompok ini mendapat prioritas
penanganan sedang dan harus dirujuk ke instalasi kesehatan juga. Yang
digolongkan kedalam kelompok hijau adalah korban yang mengalami cidera
ringan.

Kelompok ini mendapat prioritas penanganan setelah kelompok kuning.


Kelompok ini boleh pulang, tidak harus dirujuk ke instalasi kesehatan. Yang
digolongkan kedalam kelompok hitam adalah korban yang meninggal dunia.
Kelompok ini dirujuk ke instalasi kesehatan untuk diotopsi dengan prioritas
pengiriman yang paling akhir.

Pengelompokan korban dapat dilakukan melalui mekanisme berikut ini:

1. tes kemampuan berjalan

Tes kemampuan berjalan dilakukan dengan cara memanggil dan meminta


korban untuk berjalan menuju penolong. Apabila korban dapat berjalan,
maka korban termasuk kelompok hijau. Apabila korban tidak dapat
berjalan, meskipun korban dalam keadaan sadar, maka korban perlu
mendapat tes selanjutnya.

2. tes kemampuan bernafas

Tes ini dilakukan dengan menghitung jumlah nafas korban. Jika korban
bernafas lebih dari 30 kali per menit, maka korban termasuk kelompok
merah. Bila korban bernafas kurang dari 30 kali per menit, korban perlu
mendapat tes selanjutnya.

3. tes kemampuan mengisi kapiler

Tes ini dilakukan dengan cara menekan ujung jari korban dan
menghitung waktu yang dibutuhkan bagian tersebut untuk berubah warna
dari pucat menjadi merah kembali. Apabila waktu yang dibutuhkan lebih
dari 2 detik, maka korban termasuk kelompok merah. Bila waktu yang
dibutuhkan kurang dari 2 detik, maka korban perlu mendapat tes
selanjutnya.

4. tes kemampuan status mental

Tes ini dilakukan dengan cara memberikan perintah atau


pertanyaan sederhana pada korban, seperti perintah untuk berkedip,
mengangguk, menggerakkan tangan, atau menanyakan nama korban.
Apabila korban dapat berinteraksi dengan lancar dan benar, maka korban
termasuk kelompok kuning. Jika korban tidak bisa berinteraksi dengan
lancar dan benar, maka korban termasuk kedalam kelompok merah.

Korban yang dimasukkan kedalam kelompok hitam adalah korban yang


pada saat ditemukan dalam kondisi tidak sadar dan tidak bernafas. Meskipun
ada kemungkinan korban masih bisa dibantu dengan nafas buatan, namun
karena jumlah tenaga penolong terbatas, korban ini dimasukkan ke kelompok
hitam yang mendapat prioritas penanganan terakhir.

Kadangkala ada korban yang tidak bisa dimasukkan ke dalam kelompok


manapun. Contohnya korban yang berjalan tak tentu arah, nafasnya pendek dan
cepat (lebih dari 30 kali per menit), serta wajah terlihat pucat dan panik. Pada
kasus seperti ini sebenarnya korban mengalami syok saja. Untuk korban seperti
ini penanganan yang dilakukan adalah membawa korban ke tempat yang aman
dan menenangkannya.

Gambar 2.1 KartuPenanda Korban


2.4 Pemahaman MengenaiKeseluruhan P3K

Pertolongan Pertamamerupakan tindakan pertolongan yangdiberikan


terhadap korban dengan tujuanmencegah keadaan bertambah buruk sebelum si
korban mendapatkan perawatan dari tenaga medis resmi. Jadi tindakan
Pertolongan Pertama (PP) ini bukanlah tindakan pengobatan sesungguhnya dari
suatu diagnosa penyakit agar si penderita sembuh dari penyakit yang dialami.
Pertolongan Pertama biasanya diberikan oleh orang-orang disekitar korban
yang diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan
ini harus diberikan secara cepat dan tepat sebab penanganan yang salah dapat
berakibat buruk, cacat tubuh bahkan kematian.

Namun sebelum kita memasuki pembahasan kearah penanggulangan atau


pengobatan terhadap luka, akan lebih baik kita berbicara dulu mengenai
pencegahan terhadap suatu kecelakaan (accident), terutama dalam kegiatan di
alam bebas. Selain itu harus kita garis bawahi bahwa situasi dalam berkegiatan
sering memerlukan bukan sekedar pengetahuan kita tentang pengobatan,
namun lebih kepada pemahaman kita akan prinsip-prinsip pertolongan terhadap
korban. Sekedar contoh, beberapa peralatan yang disebutkan dalam materi ini
kemungkinan tidak selalu ada pada setiap kegiatan, aka kita dituntut kreatif dan
mampu menguasai setiap keadaan.

2.4.1 Prinsip Dasar

Adapun prinsip-prinsip dasar dalam menangani suatu keadaan darurat


tersebut diantaranya:

1. Pastikan Anda bukan menjadi korban berikutnya. Seringkali kita lengah


atau kurang berfikir panjang bila kita menjumpai suatu kecelakaan.
Sebelum kita menolong korban, periksa dulu apakah tempat tersebut sudah
aman atau masih dalam bahaya.

2. Pakailah metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efesien.
Hindarkan sikap sok pahlawan. Pergunakanlah sumberdaya yang ada baik
alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya. Bila Anda bekerja dalam
tim, buatlah perencanaan yang matang dan dipahami oleh seluruh anggota.

3. Biasakan membuat cataan tentang usaha-usaha pertolongan yang telah


Anda lakukan, identitas korban, tempat dan waktu kejadian, dsb. Catatan
ini berguna bila penderita mendapat rujukan atau pertolongan tambahan
oleh pihak lain.

2.4.2 Sistematika Pertolongan Pertama


Secara umum urutan Pertolongan Pertama pada korban kecelakaan
adalah :
1. Jangan Panik
Berlakulah cekatan tetapi tetap tenang. Apabila kecelakaan bersifat
massal, korban-korban yang mendapat luka ringan dapat dikerahkan
untuk membantu dan pertolongan diutamakan diberikan kepada
korban yang menderita luka yang paling parah tapi masih mungkin
untuk ditolong.
2. Jauhkan atau hindarkan korban dari kecelakaan berikutnya.
Pentingnya menjauhkan dari sumber kecelakaannya adalah untuk
mencegah terjadinya kecelakan ulang yang akan memperberat kondisi
korban. Keuntungan lainnya adalah penolong dapat memberikan
pertolongan dengan tenang dan dapat lebih mengkonsentrasikan
perhatiannya pada kondisi korban yang ditolongnya. Kerugian bila
dilakukan secara tergesa-gesa yaitu dapat membahayakan atau
memperparah kondisi korban.
3. Perhatikan pernafasan dan denyut jantung korban.
Bila pernafasan penderita berhenti segera kerjakan pernafasan
bantuan.
4. Pendarahan.
Pendarahan yang keluar pembuluh darah besar dapat membawa
kematian dalam waktu 3-5 menit. Dengan menggunakan saputangan
atau kain yang bersih tekan tempat pendarahan kuat-kuat kemudian
ikatlah saputangan tadi dengan dasi, baju, ikat pinggang, atau apapun
juga agar saputangan tersebut menekan luka-luka itu. Kalau lokasi
luka memungkinkan, letakkan bagian pendarahan lebih tinggi dari
bagian tubuh.
5. Perhatikan tanda-tanda shock.
Korban-korban ditelentangkan dengan bagian kepala lebih rendah dari
letak anggota tubuh yang lain. Apabila korban muntah-muntah dalm
keadaan setengah sadar, baringankan telungkup dengan letak kepala
lebih rendah dari bagian tubuh yang lainnya. Cara ini juga dilakukan
untuk korban-korban yang dikhawatirkan akan tersedak muntahan,
darah, atau air dalam paru-parunya. Apabila penderita mengalami
cidera di dada dan penderita sesak nafas (tapi masih sadar) letakkan
dalam posisi setengah duduk.
6. Jangan memindahkan korban secara terburu-buru.
Korban tidak boleh dipindahakan dari tempatnya sebelum dapat
dipastikan jenis dan keparahan cidera yang dialaminya kecuali bila
tempat kecelakaan tidak memungkinkan bagi korban dibiarkan
ditempat tersebut. Apabila korban hendak diusung terlebih dahulu
pendarahan harus dihentikan serta tulang-tulang yang patah dibidai.
Dalam mengusung korban usahakanlah supaya kepala korban tetap
terlindung dan perhatikan jangan sampai saluran pernafasannya
tersumbat oleh kotoran atau muntahan.
7. Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan.
Setelah dilakukan pertolongan pertama pada korban setelah evakuasi
korban ke sentral pengobatan, puskesmas atau rumah sakit. Perlu
diingat bahwa pertolongan pertama hanyalah sebagai life saving dan
mengurangi kecacatan, bukan terapi. Serahkan keputusan tindakan
selanjutnya kepada dokter atau tenaga medis yang berkompeten.
2.5 Pemindahan Penderita
2.5.1 Pengertian
Pemindahan korban adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi
kecelakaan ke tempat lain yang lebih aman untuk diberi pertolongan atau
untuk ditindaklanjuti dengan kondisinya guna kelangsungan hidupnya biasa
juga disebut dengan evakuasi. Atau pemindahan korban merupakan kegiatan
pemindahan korban dari tempat darurat ke tempat yang fasilitas
perawatannya lebih baik, seperti rumah sakit. biasanya dilakukan bagi korban
cedera cukup parah sehingga harus dirujuk ke dokter. Yang biasa disebut
dengan transportasi.
Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemindahan
korbana antara lain sebagai berikut :
1. Nilai kesulitan yang mungkin terjadi pada pemindahan.
2. Rencanakan gerakan sebelum mengangkat dan memindahkan korban.
3. Jangan memindahkan dan mengangkat korban jika tidak mampu.
4. Gunakan otot tungkai, panggul dan otot perut.
5. Hindari mengangkat dengan otot punggung dan membungkuk.
6. Jaga keseimbangan.
7. Rapatkan tubuh penderita dengan tubuh penolong saat memindahkan dan
mengangkat korban.
8. Perbaiki posisi dan angkatlah secara bertahap.
2.6 Jenis Jenis Pemindahan Penderita
Berdasarkan keselamatan penolong dan penderita, pemindahan penderita
digolongkan menjadi dua bagian antara lain :
1. Pemindahan Darurat
Pemindahan darurat dilakukan apabila ada bahaya yang mengancam bagi
penderita (korban) dan penolong. Contoh : ancaman kebakaran, ancaman ledakan,
ancaman bangunan runtuh, ancaman mobil terguling bensin tumpah, adanya
bahan-bahan berbahaya, orang sekitar yang berperilaku aneh, dan kondisi cuaca
yang buruk
Lakukan pemindahan darurat hanya jika ada bahaya segera terhadap penderita
ataupun penolong dan juga jika penderita menghalangi akses ke penderita lainnya.
Tindakan ini dapat dilakukan tanpa dimulai dengan penilaian dini (respon, nafas
dan nadi) mengingat faktor bahaya dan resiko di tempat kejadian. Pemindahan ini
juga dapat menimbulkan resiko bertambah parahnya cedera penderita terutama
penderita yang mengalami cedera spinal (tulang belakang mulai dari tulang leher
sampai tulang ekor).
Jenis – Jenis pemindahan darurat
antara lain : a. Tarikan Lengan
Posisikan tubuh penolong di atas kepala penderita. Kemudian masukkan
lengan di bawah ketiak penderita dan pegang lengan bawah penderita. Selanjutnya
silangkan kedua lengan penderita di depan dada dan tarik penderita menuju tempat
aman. Hat-hati terhadap kaki penderita yang mungkin akan membentur benda di
sekitar lokasi kejadian.

Gambar 2.2 Tarikan


Lengan

b. Tarikan Bahu
Cara ini berbahaya bagi penderita cedera spinal (tulang belakang dari tulang
leher sampai tulang ekor). Posisikan penolong berlutut di atas kepala penderita.
Masukkan kedua lengan di bawah ketiak penderita kemudian tarik ke belakang.
Gambar 2.3 Tarikan
Bahu

c. Tarikan Baju
Pertama ikat kedua tangan penderita di atas dada menggunakan kain
(pembalut). Kemudian cengkram baju penderita di daerah baju dan tarik di
bawah kepala penderita untuk penyokong dan pegangan untuk menarik
penderita ke tempat aman. d. Tarikan Selimut
Apabila penderita telah berbaring di atas selimut atau sejenisnya, maka
lipat bagian selimut yang berada di bagian kepala penderita lalu tarik penderita
ke tempat yang aman. Supaya penderita tidak bergeser dari atas selimut, maka
dapat dibuat simpul di ujung selimut bagian kaki penderita.

Gambar 2.4 Tarikan


Selimut

e. Tarikan Kain

Gambar 2.5 Tarikan Kain


f. Tarikan Menjulang
Cara ini umumnya digunakan oleh petugas pemadam kebakaran
yaitu dengan menggendong penderita di belakang punggung penolong
dengan cara mengangkat lalu membopong penderita.
Gambar 2.6 Tarikan
Menjulang

g. Merangkak

Gambar 2.7 Merangkak


h. Tarikan Pemadam kebakaran ( fire fighter’ carry)
Memindahkan dalam keadaan darurat lainya termasuk enggendong
penderita di belakang punggung dengan satu penolong seperti membawa
tas punggung ( ransel ), dengan menopang penderita dari sisinya sambil
berjalan oleh satu penolong, membopong penderita oleh satu penolong
seperti membawa anak kecil, dan dengan cara mengangkat lalu
membopongnya seperti cara pemadam kebakaran.

Jenis – Jenis pemindahan biasat antara lain :


a. Pemindahan tidak darurat oleh satu orang penolong

 Human crutch ( memapah)


1. Berdirilah disamping korban disisi yang cidera atau
yang lemah, rangkulkan satu lengan penderita pada
leher penolong dan gaitlah tangan korban atau
pergelangannya.
2. Rangkulkan tangan penolong yang lain dari arah
belakang mengait pinggang korban.
3. Bergeraklah pelan-pelan maju.

Gambar 2.8 Memapah


 Cara cradle (dibopong)
1. Jongkoklah disamping korban letakkan satu lengan
penolong merangkul dibawah punggung korban sedikit
diatas pinggang.
2. Letakan tangan yang lain dibawah dibawah paha
korban tepat dilipatan lutut. Berdirilah pelan-pelan dan
bersamaan mengangkat korban.
Gambar 2.9 Membopong
 Cara pick a back (menggendong)
1. Jongkoklah didepan korban dengan punggung
menghadap korban. Anjurkan korban meletakkan kedua
tangannya merangkul diatas pundak penolong.
2. Gapailah dan peganglah paha korban, . Berdirilah pelan-
pelan dan bersamaan mengangkat korban.

Gambar 2.10
Menggendong

b. Pemindahan Tidak Darurat Oleh Dua Orang Penolong

 Cara ditandu dengan kedua lengan penolong (the two-handed


seat)
1. Kedua penolong jongkok dan saling berhadapan
disamping kiridan kanan korban, lengan kanan
penolong kiri dan lengan kiri penolong kanan
menyilang dibelakang punggung korban.
2. Kedua tangan penolong yang menerobos dibawah lutut
korban saling bergandengan dan mengait dengan cara
saling memegang pergelangan tangan.
3. Makin mendekatlah para penolong. Tahan dan aturlah
punggung penolong selalu tegap.
4. Berdirilah secara pelanpelan bersamaan dengan
mengangkat korban.

Gambar 2.11 The Two-Handed


Seat

 Cara the fore and aft carry


1. Dudukan korban. Kedua lengan menyilang didada.
Rangkul dengan menyusupkan lengan penolong
dibawah ketiak korban.
2. Pegang pergelangan tangan kiri oleh tangan kanan
penolong, dan tangan kanan penolong ketangan kiri
korban.
3. Penolong yang lain jongkok disamping korban setinggi
lutut dan mencoba mengangkat kedua paha korban.
Sumber : Sambodo, 2012

c.Teknik angkat langsung dengan tiga penolong :


1. Ketiga penolong berlutut pada salah satu sisi penderita.
Jika memungkinkan beradalah pada sisi yang paling sedikit
cidera.
2. Penolong pertama menyisipkan satu lengan dibawah leher
dan bahu.
Lengan yang satu disisipkan dibawah punggu penderita.
3. Penolong kedua menyisipkan tangan punggung dan bokong
penderita.
4. Penolong ketiga menyisipkan lengan dibawah bokong dan
dibawah lutut penderita.
5. Penderita siap diangkat dengan satu perintah.
6. Angkat penderita diatas lutut ketiga penolong secara
bersamaan.
7. Sisipkan tandu yang akan digunakan dan atur letaknya oleh
penolong yang lain.
8. Letakan kembali penderita penderita diatas tandu dengan
satu perintah yang tepat.
9. Jika akan berjalan tanpa memakai tandu , dari langkah no.
6 terus dengan memiringkan penderita kedada penolong.
10. Penolong berdiri secara bersamaan dengan satu perintah.
11. Berjalanlah kearah yang dikehendaki dengan langkah
bertahap.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Stopwatch
2. Perban luka/Pembalut luka
3. Stetoskop
4. Tensimeter
5. Termometer Badan
6. Alat Tulis untuk Mencatat

3.3 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja dalam praktikum P3K pelaksanaan tata cara triage
ini adalah sebagai berikut :

1. Pemilihan korban (penderita) yang dapat ditunda pertolongannya.


Penolong mengenali dan mengelompokkan para korban (penderita) yang masih
mampu berjalan dan memberi label warna kemudian HIJAUmengarahkan ke pos
pertolongan yang sesuai. Walaupun korban (penderita) masih mampu berjalan,
penolong wajib mengarahkan supaya tidak terpencar. Adakalanya beberapa
korban kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk ikut membantu proses
pertolongan.
2. Pemeriksaan pernafasan.

Penolong mendatangi para korban (penderita) yang tidak mampu berjalan dan
lakukan penilaian pernafasan secara cepat dan sistematis (tidak terlalu
menghabiskan banyak waktu pada proses penilaian). Apabila korban (penderita)
tidak bernafas, maka bersihkan dan buka jalan nafas. Apabila korban (penderita)
masih tidak bernafas, maka beri label HITAMwarna . Apabila korban
(penderita) mampu bernafas kembali, maka lakukan penilaian pernafasan dimana
jika korban dalam waktu 5 (lima) detik mampu bernafas 3 (tiga) kali hembusan
secara konstan makaMERAH beri label warna dan apabila kurang dari itu
lanjutkan ke langkah nomor 3
(tiga) di bawah. Beritahukan kepada penolong lain untuk memindahkan korban
(penderita) yang sudah diberi label ke pos pertolongan sesuai label masing-
masing.
3. Penilaian sirkulasi.

Penolong memeriksa nadi karotis (nadi di dekat urat leher) pada korban
(penderita). Jika tidak ada nadi, maka beri label MERAHwarna dan jika ada
maka lanjutkan ke langkah nomor 4 (empat) di bawah. Beritahukan kepada
penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke
pos pertolongan sesuai label masing-masing.
4. Penilaian mental.

Dalam langkah ini, korban (penderita) berarti masih memiliki nafas yang cukup
dan sirkulasi yang baik. Penolong memeriksa status mental korban (penderita)
dengan cara meminta korban (penderita) untuk mengikuti perintah sederhana
seperti menggerakkan jari atau mengarahkan pandangan mata ke arah tertertu, dsj.
Jika korban (penderita) mampu mengikuti perintah sederhana, maka berikan label
warna danKUNING apabila korban (penderita) tidak mampu mengikuti
perintah sederhana, maka berikan label warna . MERAH Beritahukan kepada
penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke
pos pertolongan sesuai label masing-masing.

BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Studi Kasus
Seorang pria berusia 30 tahun, Berjalan menuju posko perawatan, Terlihat
tangan sebelah kanan bawah terdapat luka sobek.
4.2 Pembahasan
 Penilaian Keadaan
Pada tahap ini, ketika kecelakaan yang dialami penderita terjadi, penolong
langsung mengarahkan korban ke posko perawatan serta memberi tanda
warna hijau, karena korban masih bisa melakukan perintah berat maupun
sederhana.
 Penilaian Dini
Pada kasus ini korban hanya mengalami luka sobek saja. Setelah
memberikan kesan umum, penolong memeriksa tingkat respon korban
mulai dari awas, suara, dan nyeri. Pada kasus ini korban bernama Alex
memberikan respon nyeri. Lalu penolong lanjut memeriksa dan
memastikan adanya sirkulasi, nafas, dan terbukanya jalan nafas. Dari hasil
pemeriksaan diketahui sirkulasi ada dan baik, nafas ada namun lemah,
serta jalan pernafasan open atau tidak ada sumbatan.
 Pemeriksaan Fisik
Setelah tindakan penilaian dini maka harus segera dilakukan pemeriksaan
fisik untuk mengetahui kondisi fisik apakah ada perubahan bentuk, luka,
nyeri, ataupun bengkak. Pemeriksaan fisik dilakukan dari atas kepala
sampai ujung kaki korban. Pemeriksaan dilakukan dengan 3 metode yaitu
inspection (penglihatan), perabaan, dan pendengaran. Pemeriksaan fisik
harus dilakukan bersamaan dengan penanganan terhadap cedera yang
ditemukan saat pemeriksaan sebagai bagian utama dalam P3K. Pada kasus
ini korban mengalami beberapa cedera ekstremitas. Berikut cedera korban
dan cara penanganannya

a. Luka sobek pada tangan bagian kanan bawah


Pada korban ditemukan luka sobek di bagian tangan kanan bawah.
Segera dilakukan penangan seperti langkah berikut:
1. Memberikan cairan antiseptic pada luka
2. Menutup luka terbuka dengan penutup steril
3. Membalut luka dengan pembalut dan mempertahankan penutup

D. Riwayat Penderita
1. K (Keluhan Utama)
Keluhan yang di alami saat korban sudah sadar adalah nyeri pada tangan
bagian kanan bawah.
2. O (Obat-obatan)
Korban tidak mengonsumsi obat apapun.
3. M (Makanan)
Makanan terakhir yang dikonsumsi adalah gorengan dan minuman air
putih.
4. P (Penyakit)
Korban tidak memiliki riwayat penyakit.
5. K (Kejadian)
Penderita mengalami luka sobek kanan bawah karena terjatuh
 Pemeriksaan Berkala
Tahap ini yaitu pengulangan langkah pemeriksaan dan penanganan untuk
memastikan tidak ada yang tertinggal diperiksa maupun pemeriksaan
terhadap penanganan cedera tetap dalam kondisi baik. Pemeriksaan
berkala ini dilakukan 5menit sekali hingga bantuan datang
 Pelaporan
Penolong menyampaikan informasi singkat tentang korban kepada tim
medis.
Informasi singkatnya sebagai berikut:
1. Umur : 27 Tahun
2. Jenis kelamin : Laki laki
3. Keluhan utama : Merasakan sakit pada tangan kanan
4. Tingkat respon : Nyeri
5. Keadaan jalan nafas : Terbuka – tidak ada sumbatan
6. Pernafasan : Ada
7. Sirkulasi : Ada
8. Pemeriksaan fisik penting : Cedera tangan bawah kanan
9. Wawancara yang penting : Menurut wawancara penolong terhadap
korban, Terjadi kecelakaan bencana alam jl. Perak Barat.
Bab V
Kesimpulan
Dalam melakukan tindakan pertolongan pertama pada korban, perlu
dilakukan penilaian penderita terlebih dahulu yang langkahnya dilakukan
secara urut:
1. Penilaian Keadaan
2. Penilaian dini, terdiri dari kesan umum, pemeriksaan respon, dan CAB
(Circulation, Airways, Breathing).
3. Pemeriksaan fisik, yang terdiri dari pemeriksaan PLNB (Perubahan
betuk, Luka, Nyeri, Bengkak) pada seluruh bagian tubuh dan
pemeriksaan tanda vital. Setelah diketahui terdapat luka atau cedera,
penolong segera melakukan tindakan pertolongan pada luka tersebut.
4. Riwayat penderita, yang dinyatakan adalah KOMPAK (Keluhan utama,
Obat yang diminum, Makanan atau minuman yang terakhir dikonsumsi,
Penyakit yang diderita, Alergi, dan Kejadian).
5. Pemeriksaan berkala
6. Pelaporan
DAFTAR PUSTAKA

Saarni, Heikki and Leena Niemi. 2016. Medical Handbook for Seafarers, Finnish
Institute of Occupational Health. Ministry of Social Affairs and Health
Ministry of Labour. Helsinki, Finland : Gummerus Kirjapaino Oy.

-. 2017. Merit Badge Series. First Aid. American Red Cross. California : Boy
Scouts of America

Anda mungkin juga menyukai