Anda di halaman 1dari 39

UJIAN MID SEMESTER MATA KULIAH

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

DISUSUN OLEH:

Nama :Megawati R.I Manalu

Kelas :PSIK JT 1

Tgl Ujian :1 Mei 2021

Dosen :dr.Bambang Sumantri, MMRS


SOAL DAN JAWABAN
1. Sebutkan, jelaskan dan berikan contoh kasus dan pengkajian primer dan
sekunder Triage.

Jawaban=

Pengertian Triase

Triase IGD adalah proses penentuan atau seleksi pasien yang diprioritaskan


untuk mendapat penanganan terlebih dahulu di ruang Instalasi Gawat Darurat
(IGD) rumah sakit.

Di UGD, sistem triase gawat darurat medis digunakan untuk menentukan


pasien mana yang harus ditangani lebih dahulu dibandingkan dengan pasien
lainnya. Konsep awal triase gawat darurat adalah membagi pasien menjadi 3
kategori, yaitu immediate, urgent, dan non-urgent. Konsep yang pertama kali
diciptakan untuk situasi perang ini masih berlaku dan digunakan di zaman modern
seperti sekarang. Triase gawat darurat ini digunakan di berbagai negara seperi
Inggris, Belanda, Swedia, India, Australia, dan organisasi militer NATO.
Sistem triase medis akan mengevaluasi dan mengategorikan pasien yang
sakit atau mengalami trauma ketika sumber daya kesehatannya tidak berbanding
dengan jumlah pasien yang ada di saat itu. Sistem ini akan sangat berguna pada
kondisi seperti adanya bencana alam dengan jumlah korban yang sangat banyak,
atau ketika dalam satu waktu bersamaan sebuah UGD rumah sakit kebanjiran
pasien dalam jumlah yang banyak.

Sistem triase medis memilah-milih pasien berdasarkan kondisi pasien saat


masuk ruang gawat darurat dan memberikan kode warna untuk pasien, mulai dari
merah, kuning, hijau, putih dan hitam. Apa arti dari warna-warna ini?

1. Merah: Kode warna merah diberikan kepada pasien yang jika tidak
diberikan penanganan dengan cepat maka pasien pasti akan meninggal,
dengan syarat pasien tersebut masih memiliki kemungkinan untuk dapat
hidup. Contohnya pasien dengan gangguan pernapasan, trauma kepala
dengan ukuran pupil mata yang tidak sama, dan perdarahan hebat.
2. Kuning: Kode warna kuning diberikan kepada pasien yang memerlukan
perawatan segera, namun masih dapat ditunda karena ia masih dalam kondisi
stabil. Pasien dengan kode kuning masih memerlukan perawatan di rumah
sakit dan pada kondisi normal akan segera ditangani. Contohnya pasien
dengan patah tulang di beberapa tempat, patah tulang paha atau panggul,
luka bakar luas, dan trauma kepala.
3. Hijau: Kode warna hijau diberikan kepada mereka yang memerlukan
perawatan namun masih dapat ditunda. Biasanya pasien cedera yang masih
sadar dan bisa berjalan masuk dalam kategori ini. Ketika pasien lain yang
dalam keadaan gawat sudah selesai ditangani, maka pasien dengan kode
warna hijau akan ditangani. Contohnya seperti pasien dengan patah tulang
ringan, luka bakar minimal, atau luka ringan.
4. Putih: Kode warna putih diberikan kepada pasien hanya dengan cedera
minimal di mana tidak diperlukan penanganan dokter.
5. Hitam: Kode warna hitam diberikan kepada pasien yang setelah diperiksa
tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Misalnya, mereka yang masih
hidup namun mengalami cedera yang amat parah sehingga meskipun segera
ditangani, pasien tetap akan meninggal.
Namun demikian, sistem triase gawat darurat medis ini tidak kaku. Jika
pasien dengan kode merah yang telah mendapat penanganan pertama dan
kondisinya sudah lebih stabil maka kode pasien tersebut bisa diubah menjadi
warna kuning. Sebaliknya, pasien dengan kode kuning yang kondisinya
mendadak tambah parah bisa saja kodenya diubah jadi warna merah.

Kasus Triase

1.Seorang pasien berinisial ny A masuk kerumah sakit dengan keluhan muntah


disertai BAB sejak kemarin sore. Pasien mengatakan saat BAB yang keluar sejenis
cairan. Pasien Nampak pucat, lemah dan teraba dingin disertai keringat. Dari
kasus diatas pasien masuk dalam kategori triage berlabel merah dan harus
diberikan tindakan secepatnya diruang UGD.

2. Seorang ibu masuk kerumah sakit dengan keluhan pecahnya ketuban dini
disertai adanya perdarahan. Setelah dilakukan periksaan oleh bidan pasien masih
dalam tahap pembukaan 3, namun pasien tidak mampu lagi mengedan dan
Nampak lemah karena sudah 3 hari dipuskesmas . Keluarga pasien mengatakan
bahwa ini adalah kehamilan ketiganya. Dari kasus diatas pasien masuk dalam
kategori triage berlabel orange dan harus diberikan tidakan secepatnya diruang
OK.

3. Terjadi kecelakaan lalu lintas antara mobil pete’ pete’ dengan sepeda motor.
Pengemudi motor tersebut jatuh terlentang dipinggir jalan. Setelah dilihat kondisi
fisiknya pengemudi tersebut Nampak luka pada kaki kanannya serta kedua
tangannya terdapat luka sobek yang perlu penaganan. Tingkat keadarannya
apatis. Dari kasus diatas pasien masuk dalam kategori triage berlabel kuning dan
harus dilarikan kerumah sakit untuk diberi tindakan berupa heckting pada
sobekan luka yang terdapat pada permukaan kulitnya

4. Seorang ibu membawa anaknya kerumah sakit dengan keluhan demam sejak 2
hari yang lalu, permukaan kulinya teraba panas. Ibunya mengatakan anaknya
rewel dan tidak mau makan. Ibunya nampak cemas melihat kondisi anaknya.
Setelah diperiksa anak tersebut mengalami peningkatan suhu 38°C, nadinya 80x/i,
pernapasan 25x/i. Dari kasus diatas pasien masuk dalam kategori triage berlabel
hijau dan harus dirawat diruang PICU.

5. Terjadi kecelakaan lalu lintas dijalan raya antara mobil dengan sepeda motor
tepatnya didepan kantor DPRD kabupaten Bulukumba. Pada saat dilihat
kondisinya pengemudi kendaraan beroda dua tersebut tidak dikenali lagi karena
tubuhnya tidak menyatu lagi, melainkan terpisah-pisah. Dilihat dari kondisinya
pasien tidak bisa lagi diselamatkan. Dari kasus diatas kita dapat merumuskannya
dalam kategori triage berlabel hitam dan harus dibawa keruang mayat.

Pembahasan:

Triage : Pengelompokan pasien / korban berdasarkan kondisi klinis yang


dihadapkan pada keterbatasan sumber daya medis, baik SDM maupun alat /
materialkesehatan.
Tujuan :

 Menentukan prioritas penanganan dan evakuasi korban


 Optimalisasi sumber daya medis terbatas pada kejadian
 Memastikan sebanyak mungkin korban yang terselamatkan dalam keadaan
korban massal.

Pelaku : Dokter, paramedis berpengalaman, tenaga medis bantuan.

Dilaksanakan terus menerus dan termonitor.

1. PRIORITAS (Merah : SEGERA)

 Tertinggi untuk penanganan/evakuasi, misal : perlu tindakan


resusitasi/life saving
 Pasien dapat meninggal 2 jam /lebih cepat
 Contoh kasus : Obstruksi jalan napas, kegawatan pernapasan, syok,
trauma hebat.

2. PRIORITAS (Kuning : MENDESAK)

 Kasus yang perlu tindakan segera, terutama kasus bedah

 Rekomendasi untuk evakuasi ke fasilitas bedah dalam 6 jam kejadian

 Contoh kasus : Trauma abdomen, trauma dada tertusuk tanpa ancaman


henti napas, trauma ekstremitas dan patah tulang, trauma kepala
tertutup, trauma mata, luka bakar derajat sedang.

3. PRIORITAS (Hijau: TUNDA)

 Paling akhir / tidak terlalu mendasak / dapat ditunda

 ‘Walking Wounded’ : Orang yang dapat berjalan sendiri


 Contoh kasus : Fraktur simple tertutup

4. PRIORITAS (Hitam : Tidak ada/sangat kecil harapan, MENINGGAL)


 Mengacu pada korban-korban dengan trauma / penyakit yang serius
 Kecil kemungkinan selamat ‘Death On Arrival’
 Keterbatasan sumber daya medis yang ada
 Parahnya kondisi pasien
 Contoh kasus : Mati batang otak, penyakit terminal

Catatan :

1.Pada korban sedikit, dahulukan penderita yang memerlukan pertolongan


segera.

2.Pada korban massal/bencana dapat dilaksanakan pertolongan kepada prioritas


Tunda untuk kemudian diperbantukan menangani prioritas Segera.

2. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip isu end of life menurut NSW Health
tahun 2005!

Jawaban=

A.Pengertian

End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan


kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichikyo,2016). End of life
care adalah perawatan yang diberikan kepada orang-orang yang berada di bulan
atau tahun terakhir kehidupan mereka (NHSChoice, 2015). End of life akan
membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada dalam
fase tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan dapat
meningkatkan kenyamanan pasien tersebut.

End of life merupakan bagian penting dari keperawatan paliatif yang


diperuntukkan bagi pasien yang mendekati akhir kehidupan. End of life care
bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik- baiknya dan meninggal
dengan bermartabat (Curie, 2014). End of life care adalah salah satu kegiatan
membantu memberikan dukungan psikososial dan spiritual (Putranto,2015). Jadi
dapat disimpulkan bahwa End of life care merupakan salah satu tindakan
keperawatan yang difokuskan pada orang yang telah berada di akhir hidupnya,
tindakan ini bertujuan untuk membuat orang hidup dengan sebaik- baiknya
selama sisa hidupnya dan meninggal dengan bermartabat.

B.Prinsip-prinsip end of life menurut NSW Health (2005), prinsip end of life antara
lain:

1) Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian. Tujuan utama


dari perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun ketika hidup
tidak dapat dipertahankan, tugas perawat adalah untuk memberikan
kenyamanan dan martabat kepada pasien yang sekarat, dan untuk
mendukung orang lain dalam melakukannya.
2) Hak untuk mengetahui dan memilih semua orang yang menerima
perawatan kesehatan memiliki hak untuk diberitahu tentang kondisi
mereka dan pilihan pengobatan mereka. Mereka memiliki hak untuk
menerima atau menolak pengobatan dalam memperpanjang hidup.
pemberi perawatan memiliki kewajiban etika dan hukum untuk mengakui
dan menghormati pilihan-pilihan sesuai dengan pedoman.
3) Menahan dan menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup.
Perawatan end of life yang tepat harus bertujuan untuk
memberikan pengobatan yang terbaik untuk individu. Ini berarti bahwa tuju
an utama perawatan untuk mengakomodasi kenyamanan dan martabat, m
akamenahan atau menarik intervensi untuk mempertahankan hidup
mungkin diperbolehkan dalam kepentingan terbaik dari pasien yang
sekarat.
4) Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan. Keluarga dan tenaga
kesehatan memiliki kewajiban untuk bekerja sama untuk membuat
keputusan bagi pasien yang kurang bisa dalam pengambilan keputusan,
dengan mempertimbangkan keinginan pasien.
5) Transparansi dan akuntabilitas dalam rangka menjaga kepercayaan
dari penerima perawatan,dan untuk memastikan bahwa keputusan yang tepat
dibuat, maka proses pengambilan keputusan dan hasilnya harus dijelaskan
kepada para pasien dan akurat didokumentasikan.
6) Perawatan non diskriminatif keputusan pengobatan pada akhir hidup
harusnon-diskriminatif dan harus bergantung hanya pada faktor-faktor
yangrelevan dengankondisi medis, nilai-nilai dan keinginan pasien.
7) Hak dan kewajiban tenaga kesehatan tenaga kesehatan tidak berkewajiban
untuk memberikan perawatan yang tidak rasional, khususnya, pengobatan
yang tidak bermanfaat bagi pasien. Pasien memiliki hak untuk
menerima perawatan yang sesuai, dan tenaga kesehatan memiliki tanggung 
jawab untuk memberikan pengobatan yang sesuai  Dengan norma-
norma profesional dan standar hukum.

8)  Perbaikan terus-menerus tenaga kesehatan memiliki kewajiban


untuk berusaha dalam memperbaiki intervensi yang diberikan pada standar
perawatan en of life baik kepada apsien maupun kepada keluarga.

3. Tuliskan perbedaan mati klinis dan biologis!

Jawaban=

Mati klinis adalah absennya denyut nadi dan pernapasan, dan merupakan


proses yang reversibel/dapat kembali dengan bantuan RJP (resusitas jantung
paru) atau CPR (cardiac pulmonary resuscititation).

Secara biologis kematian merupakan berhentinya proses aktivitas dalam


tubuh seorang individu yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak, berhentinya
detak jantung, berhentinya tekanan aliran darah dan berhentinya proses
pernafasan.

4. Jelaskan Isu end of life DNR!

Jawaban=
Konsep Do Not Resucitation (DNR) atau Jangan Lakukan Resusitasi
merupakan suatu tindakan dimana dokter menempatkan sebuah instruksi berupa
informed concent yang telah disetujui oleh pasien ataupun keluarga pasien di
dalam rekam medis pasien, yang berfungsi untuk menginformasikan staf medis
lain untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary
resuscitation (CPR) pada pasien. Pesan ini berguna untuk mencegah tindakan
yang tidak perlu dan tidak diinginkan pada akhir kehidupan pasien dikarenakan
kemungkinan tingkat keberhasilan CPR yang rendah (Sabatino, 2015). DNR
diindikasikan jika seorang dengan penyakit terminal atau kondisi medis serius
tidak akan menerima cardiopulmonary resuscitation (CPR) ketika jantung atau
nafasnya terhenti.

Form DNR ditulis oleh dokter setelah membahas akibat dan manfaat dari
CPR dengan pasien atau pembuat keputusan dalam keluarga pasien (Cleveland
Clinic, 2010). American Heart Association (AHA) mengganti istilah DNR (Do Not
Resuscitate) dengan istilah DNAR (Do Not Attempt Resuscitate) yang artinya
adalah suatu perintah untuk tidak melakukan resusitasi terhadap pasien dengan
kondisi tertentu, atau tidak mencoba usaha resusitasi jika memang tidak perlu
dilakukan, sehingga pasien dapat menghadapi kematian secara alamiah,
sedangkan istilah DNR (Do Not Resuscitate) mengisyaratkan bahwa resusitasi
yang dilakukan akan berhasil jika kita berusaha (Brewer, 2008). Keputusan
penolakan resusitasi (DNAR) menurut Brewer (2008) melibatkan tiga prinsip
moral yang dapat dikaji oleh perawat, yaitu autonomy, beneficience, dan
nonmalefecience, ketiga prinsip tersebut merupakan dilema etik yang menuntut
perawat berpikir kritis, karena terdapat dua perbedaan nilai terhadap
profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan, secara profesional
perawat ingin memberikan pelayanan secara optimal, tetapi disatu sisi terdapat
pendapat yang mengharuskan penghentian tindakan.

Tahapan DNR Sebelum menulis form DNR, dokter harus mendiskusikannya


dengan pasien atau seseorang yang berperan sebagai pengambil keputusan
dalam keluarga pasien. Semua hal yang didiskusikan harus didokumentasikan
dalam rekam medis, siapa saja yang mengikuti diskusi, dan yang terlibat dalam
proses pengambilan keputusan, isi diskusi serta rincian perselisihan apapun dalam
diskusi tersebut. Dokter merupakan orang yang paling efektif dalam membimbing
diskusi dengan mengatasi kemungkinan manfaat langsung dari
resusitasi cardiopulmonary dalam konteks harapan keseluruhan dan tujuan bagi
pasien. Formulir DNR harus ditandatangani oleh pasien atau oleh pembuatan
keputusahan yang diakui atau dipercaya oleh pasien jika pasien tidak dapat
membuat atau berkomunikasi kepada petugas kesahatan. Pembuat keputusan
yang dipercaya oleh pasien dan diakui secara hukum mewakili pasien seperti agen
perawat kesehatan yang ditetapkan dalam srata kuasa untuk perawatan
kesehatan, konservator, atau pasangan / anggota keluarga lainnya. Dokter dan
pasien harus menandatangani formulir tersebut, menegaskan bahwa pasien akan
diakui secara hukum keputusan perawatan kesehatannya ketika telah
memberikan persetujuan instruksi DNR ( EMSA). Beberapa standar yang harus
dilakukan pada saat diskusi menentukan keputusan DNAR yaitu, dokter harus
menentukan penyakit/kondisi pasien, menyampaikan tujuan, memutuskan
prognosa, potensi manfaat dan kerugian dari resusitasi (CPR), memberikan
rekomendasi berdasarkan penilaian medis tentang manfaat/kerugian CPR, dokter
penanggung jawab harus hadir dalam diskusi, mendokumentasikan isi diskusi, dan
alasan pasien/keluarga dalam pengambilan keputusan ( Breault 2011).

Peran Perawat dan pelaksanaan DNR Peran perawat dalam Do Not


Resuscitation adalah membantu dokter dalam memutuskan DNR sesuai dengan
hasil pemeriksaan kondisi pasien.Setelah rencana diagnosa DNR diambil maka
sesegera mungkin keluarga diberikan informasi mengenai kondisi pasien dan
rencana diagnosa DNR. Perawat juga dapat berperan dalam pemberian informasi
bersama- sama dengan dokter ( Amestiasih, 2015). Perawat sebagai care giver
dituntut untuk tetap memberikan perawatan pada pasien DNR tidak berbeda
dengan pasien lain pada umumnya, perawat harus tetap memberikan pelayanan
sesuai dengan advice dan kebutuhan pasien tanpa mengurangi kualitasnya. End of
life care yang perawat lakukan dengan baik diharapkan dapat memberikan
peacefull end of life bagi pasien, seperti yang digambarkan dalam teori
keperawatan peacefull end of life oleh Rulland and Moore yang meliputi terhindar
dari rasa sakit, merasakan kenyamanan, penghormatan, kedamaian, dan
mendapatkan kesempatan untuk dekat dengan seseorang yang dapat
merawatnya (Amestiasih, 2015). Perawat sebagai advokat pasien, menerima dan
menghargai keputusan pasien/keluarganya sekalipun keputusan tersebut tidak
sesuai dengan harapan perawat, karena perawat tidak dibenarkan membuat
keputusan untuk pasien/keluarganya dan mereka bebas untuk membuat
keputusan (Kozier et al, 2010). Pemahaman tentang peran perawat sebagai
pendukung dan advokasi pasien dapat bertindak sebagai penghubung dan juru
bicara atas nama pasien/keluarganya kepada tim medis. Menurut ANA (2004)
Perawat sebaiknya memperhatikan dan berperan aktif terhadap perkembangan
kebijakan DNAR di institusi tempat mereka bekerja, dan diharapkan dapat
berkerja sama dengan dokter selaku penanggung jawab masalah DNAR. Perawat
berperan sebagai pemberi edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
keputusan yang mereka ambil dan memberikan informasi yang relevan terkait
perannya sebagai advokat bagi pasien dalam memutuskan cara mereka untuk
menghadapi kematian. Menurut Hilberman, Kutner J, Parsons dan Murphy (1997)
dalam Basbeth dan Sampurna (2009) dikatakan bahwa banyak pasien mengalami
gangguan neurologi berupa disabilitas berat yang diikuti dengan kerusakan otak
pasca RJP, menyebabkan kerusakan otak permanen (brain death), tingkat
kerusakan otak berkaitan dengan tindakan RJP bervariasi antara 10-83%.
Tindakan RJP dikatakan tidak merusak jika keuntungan yang didapatkan lebih
besar.Pada etik ini, perawat membantu dokter dalam mempertimbangkan apakah
RJP dapat dilakukan atau tidak terutama pada pasien dengan angka harapan
hidup relatif kecil dan prognosa yang buruk. 

5. Sebutkan dan jelaskan biomekanik dan kinetik dari mekanisme trauma.

Jawaban=

Biomekanika sebagai ilmu aplikasi mekanika pada sistem biologi,


merupakan kombinasi antara disiplin ilmu mekanika terapan dan ilmu-ilmu biologi
dan fisiologi. menyangkut tubuh manusia pada tubuh mahluk hidup. Biomekanika
trauma mempelajari kejadian cidera pada suatu jenis kekerasan atau kecelakaan,
untuk membantu dalam menyelidiki akibat yang di timbulkan trauma dan
waspada terhadap perlukaan yang diakibatkan trauma, menduga perlukaan yang
ada, waspada terhadap perlukaan tertentu, dapat menyiapkan tindakan yang
akan dilakukan dan mengetahui mekanisme cedera yang terdiri dari : cidera
langsung, cidera perlambatan / deselerasi, dan cidera percepatan / akselerasi.

Kinematika lebih menjurus pada karakteristik gerakan yaitu meneliti


gerakan dari segi ruangan yang digunakan dalam waktu yang bersifat sementara
tanpa melihat gaya yang menyebabkan gerakan. Studi kinematika menjelaskan
gerakan yang menyebabkan berapa cepat obyek bergerak, berapa ketinggiannya
atau berapa jauh obyek menjangkau jarak. Posisi, kecepatan dan percepatan
tersebut merupakan studi kinematika. Kajian kinetika menjelaskan tentang gaya
yang bekerja pada satu sistem, misalnya tubuh manusia. Kajian gerakan kinetika
menjelaskan gaya yang menyebabkan gerakan. Dibandingkan dengan kajian
kinematika, kajian kinetika lebih sulit untuk diamati, pada kajian kinetik yang
terlihat adalah akibat dari gaya.

Mekanisme trauma

Mekanisme trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : tumpul,


kompresi , ledakan dan tembus.

1. Trauma Tumpul, Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah


kecelakaan lalu lintas. Pada suatu kecelakaan lalulintas, misalnya tabrakan
mobil, maka penderita yang berada didalam mobil akan mengalami
beberapa benturan (collision).
2. Trauma kompresi, Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan
berhenti bergerak, sedangkan bagian dalam tetap bergerak kedepan.
Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian belakang dinding torak
oabdominal dan kulumnavetrebralis, dan didepan oleh struktur yang
terjepit. Pada organ yang berongga dapat terjadi apa yang trauma.
Mekanisme trauma yang terjadi pada pengendara sepeda motor.
3. Trauma ledakan (Blast Injury), Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang
sangat cepat dari suatu bahan dengan volume yang relatif kecil, baik padat,
cairan atau gas, menjadi produk-produk gas. Produk gas ini yang secara
cepat berkembang dan menempati suatu volume yang jauh lebih besar dari
pada volume bahan aslinya. Bilamana tidak ada rintangan, pengembangan
gas yang cepat ini akan menghasilkan suatu gelombang tekanan (shock
wave).
4. Trauma Tembus (Penetrating Injury),

1. Senjata dengan energi rendah (Low Energy), Contoh senjata dengan


energi rendah adalahpisau dan alat pemecah es. Alat ini menyebabkan
kerusakan hanya karena ujung tajamnya. Karena energi rendah,
biasanya hanya sedikit menyebabkan cidera sekunder. Cedera pada
penderita dapat diperkirakan dengan mengikuti alur senjata pada tubuh.
2. Senjata dengan energi menengah dan tinggi (medium and high energy),
Senjata dengan energi menengah contohnya adalah pistol, sedangkan
senjata dengan energi tinggi seperti senjata militer dan senjata untuk
berburu. Semakin banyak jumlah mesiu, maka akan semakin meningkat
kecepatan peluru dan energi kinetiknya. Kerusakan jaringan tidak hanya
daerah yang dilalui peluru tetapi juga pada daerah disekitar alurnya
akibat tekanan dan regangan jaringan yang dilalui peluru, peluru akibat
senjata energi tinggi.

6. Sebutkan jenis trauma yang sering terjadi!

Jawaban=

Kejadian yang dialami biasanya merupakan kejadian yang mengerikan dan


menakutkan hingga mampu membuat seseorang merasa takut serta cemas yang
berlebih hingga dapat menyebabkan depresi. Seseorang yang mengalami trauma
akan suatu hal biasanya tak dapat dihilangkan begitu saja tetapi dapat diatasi
dengan melakukan terapi yang dijalankan di rumah sakit. Beda jenis trauma, beda
pula penanganannya. Sebelum mencari tahu bagaimana cara penanganannya,
sebaiknya kita pelajari terdahulu yuk beberapa jenis-jenis trauma yang biasanya
kerap dialami orang banyak.

1. Trauma masa lalu


Salah satu jenis-jenis trauma yang paling sering ditemui ialah trauma yang
diakibatkan oleh kejadian di masa lalu. Bisa berupa kecelakaan, kekerasan
oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal, atau pelecehan
seksual. Beberapa kejadian tersebut dapat menyebabkan trauma biasanya
dikarenakan usia yang terlalu dini pada saat mengalaminya. Seseorang yang
mengalami trauma masa lalu akan mengalami ketakutan jika beberapa hal
tersebut dapat terjadi di masa depannya.
2. Trauma akibat bullying
Menjadi salah satu dari jenis-jenis trauma yang paling banyak menyerang
anak sekolah, sampai detik ini trauma akibat bullying  semakin meningkat.
Seseorang yang saat sekolah mendapatkan perlakuan tidak adil dari teman-
temannya baik secara verbal maupun non verbal yang mengakibatkan
terganggunya psikis seseorang dan menjadi sulit untuk bisa menjalin relasi
dengan orang lain.
3. Trauma karena diabaikan
Bagi beberapa anak yang dari kecil seperti ditelantarkan oleh keluarga
maupun orang tuanya sendiri, biasanya akan mengalami salah satu dari
jenis-jenis trauma pada umumnya. Seseorang yang mengalami trauma
karena diabaikan akan menjadi sosok penyendiri, sulit untuk bergaul, dan
dirundungi pikiran negatif.
4. Trauma akibat dilecehkan secara seksual
Dari berbagai jenis-jenis trauma, sepertinya jenis trauma yang diakibatkan
oleh pelecehan seksual bisa menyebabkan seseorang menjadi depresi
hingga gangguan jiwa. Dapat dialmi oleh siapa saja, namun kaum
perempuanlah yang sering menjadi korban. Efek yang ditimbulkan dari jenis
trauma ini adalah sulitnya untuk mempercayai lawan jenis pada saat
hendak menjalani hubungan dan korban dapat menjadi dendam.
5. Trauma dengan segala yang berbau rumah sakit
Pernahkah kamu bertemu dengan seseorang yang mengalami jenis trauma
yang satu ini, atau mungkin kamu sendiri yang mengalaminya? Yup,
termasuk ke dalam jenis-jenis trauma yang paling sering dialami banyak
orang. Jenis trauma ini menyebabkan penderitanya merasa takut pada
segala hal yang berbau rumah sakit seperti ruangan rumah sakit, dokter,
jarum suntik, dan peralatan rumah sakit lainnya. Penyebab paling tinggi
ialah karena sering ditakuti dan diancam pada saat masih kecil.
6. Trauma yang diakibatkan bencana alam
Di tengah banyaknya bencana alam yang menyerang berbagai wilayah
ternyata tak hanya menimbulkan korban jiwa saja, tetapi juga dapat
menyebabkan trauma yang cukup berat. Salah satu dari jenis-jenis trauma
yang suda dibahas, jenis trauma yang satu ini memang masih dapat diatasi
dengan korban mencari tempat tinggal yang jauh dari tanda-tanda bendana
alam seperti banjir, longsor, tsunami, dan lain-lain.
7. Trauma menjalankan hubungan
Sering disepelekan oleh banyak orang, namun salah satu dari jenis-jenis
trauma yang satu ini memang dapat menyebabkan seseorang yang
mengalaminya berpikir tak jernih. Jenis trauma ini memang lebih mengarah
ke arah kisah cinta seseorang yang berangsur gagal, bisa karena ditolak,
ditinggalkan, hingga gagal menikah.

7. Jelaskan patofisiologi cidera kepala primer dan sekunder.

Jawaban=

Patofisiologi

Cedera kepala didasarkan pada proses patofisiologi dibagi menjadi dua


yang didasarkan pada asumsi bahwa kerusakan otak pada awalnya disebabkan
oleh kekuatan fisik yang lalu diikuti proses patologis yang terjadi segera dan
sebagian besar bersifat permanen. Dari tahapan itu, dikelompokkan cedera
kepala menjadi dua (Youmans, 2011):

1. Cedera kepala Primer


Cedera kepala primer adalah akibat cedera langsung dari kekuatan
mekanik yang merusak jaringan otak saat trauma terjadi (hancur, robek,
memar, dan perdarahan). Cedera ini dapat berasal dari berbagai bentuk
kekuatan/tekanan seperti akselerasi rotasi, kompresi, dan distensi
akibat dari akselerasi atau deselerasi. Tekanan itu mengenai tulang
tengkorak, yang dapat memberi efek pada neuron, glia, dan pembuluh
darah, dan dapat mengakibatkan kerusakan lokal, multifokal ataupun
difus (Valadka, 1996).
Cedera otak dapat mengenai parenkim otak dan atau pembuluh
darah. Cedera parenkim berupa kontusio, laserasi atau Diffuse Axonal
Injury (DAI), sedangkan cedera pembuluh darah berupa perdarahan
epidural, subdural, subarachnoid dan intraserebral (Graham, 1995),
yang dapat dilihat pada CT scan. Cedera difus meliputi kontusio serebri,
perdarahan subarachnoid traumatik dan DAI. Sebagai tambahan sering
terdapat perfusi iskemik baik fokal maupun global (Valadka, 1996).
Keadaan setelah cedera kepala dapat dibagi menjadi:
 Fase awal (fase1, segera, dengan hipoperfusi),
 Fase intermediate (fase2, hari1-3, tampak hyperemia)
 Fase lanjut vasospastik (fase3, hari ke-4-15), dengan reduksi
aliran darah (Ingebrigtsen, et al. 1998).
Perbedaan fase ini berhubungan jelas dengan variasi
regional Cerebral Blood Flow (CBF), dan reduksi aliran darah
ke sekitar inti iskhemik (ischemic core) yang tidak memberi
respon terhadap bertambahnya Cerebral Perfusion Pressure
(CPP) (Andersson, 2003).
2. Cedera kepala Sekunder
Cedera kepala sekunder merupakan lanjutan dari cedera kepala
primer yang dapat terjadi karena adanya reaksi inflamasi, biokimia,
pengaruh neurotransmitter, gangguan autoregulasi, neuro-apoptosis
dan inokulasi bakteri. Melalui mekanisme Eksitotoksisitas, kadar Ca++
intrasellular meningkat, terjadi generasi radikal bebas dan peroxidasi
lipid.
Perburukan mekanis awal sebagai akibat cedera kepala berefek pada
perubahan jaringan yang mencederai neuron, glia, axon dan pembuluh
darah. Cedera ini akan di ikuti oleh fase lanjut, yang di mediasi jalur
biologis intraselular dan ekstraseluler yang dapat muncul dalam menit,
jam, maupun hari, bahkan minggu setelah cedera kepala primer (Cloots
dkk, 2008).
Selama fase ini, banyak pasien mengalami cedera kepala sekunder
yang dipengaruhi hipoksia, hipotensi, odema serebri, dan akibat
peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK). Faktor sekunder inilah yang akan
memperberat cedera kepala primer dan berpengaruh pada outcome
pasien (Czosnyka dkk, 1996).
Cedera kepala menyebabkan sebagian sel yang terkena benturan
mati atau rusak irreversible, proses ini disebut proses primer dan sel
otak disekelilingnya akan mengalami gangguan fungsional tetapi belum
mati dan bila keadaan menguntungkan sel akan sembuh dalam
beberapa menit, jam atau hari. Proses selanjutnya disebut proses
patologi sekunder. Proses biokimiawi dan struktur massa yang rusak
akan menyebabkan kerusakan seluler yang luas pada sel yang cedera
maupun sel yang tidak cedera.

8. Penilaian klasifikasi cidera kepala berdasarkan skala Glasscow.

Jawaban=

Klasifikasi cedera kepala dibagi menjadi 3 deskripsi klasifikasi yaitu


berdasarkan mekanisme, beratnya cidera kepala dan morfologinya.(ATLS, 1993).

1. M e k a n i s m e   c e d e r a   k e p a l a   b e r d a s a r k a n   m e k a n i s m e n y a   c
e d e r a   k e p a l a   d i b a g i   a t a s c e d e r a k e p a l a t u m p u l d an ce d e r a
kepala tembus. Cedera kepala tumpul
b i a s a n y a  berkaitan dengan kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terke
na pukulan bendat u m p u l .   S e d a n g   c e d e r a   k e p a l a   t e m b u s   d i s
ebabkan oleh peluru atau tusukan(Bernath, 2009).
2. b e r a t n y a c i d e r a k e p a l a d i k l a s i fi k a s i k a n b e r d a s a r k a n
nilai Glasgow coma Scale adalah sebagai berikut:

secala kepala minimal:

a. GCS 15

b. tidak ada penurunan kesadaran


c. tidak ada amnesia pasca trauma

d. tidak ada deficit neurologis

Cidera kepala ringan:

a. GCS 13-15

b. Gambaran structural normal, tidak ada lesi operatif

c. pingsan kurang dari 30 menit

d. Amnesia pasca trauma kurang dari 1 hari

Cidera kepala sedang:

a. GCS 9-12 atau GCS lebih dari 12 disertai lesi intrakanial operatif/ CT-
Scan abnormal

b. gambaran structural dapat normal atau abnormal

c. pingsan 30 menit – 24 jam

d. amnesia pasca trauma 1-7 hari

Cidera Kepala Berat

a. GCS 9 dan menetap dalam 48 jam pasca trauma

b. gambaran structural dapat normal atau abnormal

c. pingsan lebih dari 24 jam

d. amnesia pasca trauma lebih dari 7 hari

9. jelaskan asuhan dan diagnosa keperawatan dari EDH, SDH dan


perdarahan Sub arachnoid!

Jawaban=
 EDH:

Epidural Hematoma (EDH) adalah penumpukan darah di antara tulang


tengkorak dengan duramater, kejadiannya 1-5 % dari seluruh pasien cedera
kepala (Ndoumbe, 2016). Tanda gejala EDH adalah penurunan kesadaran diikuti
oleh lucid interval beberapa jam kemudian dan kadang disertai tanda neurologis
fokal (Ndoumbe, 2016). Cedera otak sekunder akibat epidural hematoma
diakibatkan iskemia atau hipoksia. Iskemia memungkinkan terjadinya penurunan
ATP sehingga mengakibatkan kegagalan pompa membran sel. Sel akan mati dan
menjadi bengkak (edema sitotoksik).

Diagnosa keperawatan dari EDH

Diagnosis dari epidural hematoma umumnya ditentukan dari wawancara


medis yang mendetail, pemeriksaan fisis secara langsung, dan pemeriksaan
penunjang tertentu. Bila dokter mencurigai adanya epidural hematoma, dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosisnya.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

 Pemeriksaan computerized tomography (CT) scan, yang dapat menunjukkan


adanya massa padat yang mendesak struktur otak menjauh dari tulang
tengkorak.
 Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI), yang juga ditujukan untuk
melihat struktur otak dan jaringan lunak di kepala.
 Elektroensefalogram (EEG) untuk menilai aktivitas listrik otak.

 SDH

Subdural hematoma, sering juga disebut perdarahan otak subdural, adalah


kondisi perdarahan yang terjadi di antara dua lapisan otak, yaitu lapisan
arachnoidal dan lapisan dura (meningeal). Perdarahn tersebut menyebabkan
munculnya kumpulan darah yang disebut dengan hematoma. Jika volume
darahnya sangat besar, atau kejadiannya akut (tiba-tiba dan langsung), hal ini
dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam otak.
Tekanan tinggi di dalam otak bisa menyebabkan kerusakan jaringan otak dan
membahayakan nyawa jika tidak cepat ditangani.

Diagnosa keperawatan dari SDH


Untuk mendiagnosis hematoma subdural, dokter akan melakukan
wawancara medis dan pemeriksaan fisik. Selain itu, dokter juga akan melakukan
pemeriksaan penunjang dengan menggunakan CT scan atau MRI. Pemeriksaan
penunjang ini bertujuan untuk memastikan ada-tidaknya darah yang bocor dan
berkumpul di otak pasien.
Diagnosa Keperawatannya yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi.
b. Gangguan eliminasi bowel : konstipasi berhubungan dengan
penurunan peristaltik usus.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

 Perdarahan Sub arachnoid

Pendarahan pada ruang antara otak dan jaringan yang menutupi otak.
Perdarahan subarachnoid, keadaan darurat medis, biasanya dari pembuluh darah
menonjol yang memasuki otak (aneurisma). Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan otak permanen atau kematian jika tidak segera ditangani. Gejala
utamanya adalah sakit kepala tiba-tiba dan parah. Rawat inap diperlukan untuk
penanganan suportif serta menghentikan pendarahan dan membatasi kerusakan
otak. Penanganan dapat berupa operasi atau terapi berbasis kateter.

Diagnosa keperawatan dari Perdarahan Sub arachnoid

Diagnosa keperawatan yang muncul secara teori pada klien ada 3 diagnosa
antara lain adalah

a. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik: cerebral) berhubungan dengan


penurunan suplai O2 ke otak akibat pendarahan intracerebral,
b. kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan pada saraf
fasialis dan saraf dapat lengkap dan waktunya hanya sebentar
c. deficit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik.
10.Jelaskan Patofisiologi Trauma Dada

Jawaban=

Secara klinis trauma thoraks dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
mekanisme dari trauma, luas, lokasi, trauma lain yang menyertai dan penyakit
komorbid yang dimiliki. Akan terjadi gangguan fungsi respirasi dan secara
sekunder berhubungan dengan disfungsi jantung, sehingga tatalaksana pada
trauma thoraks akan mengembalikan fungsi kardiorespirasi menjadi normal,
menghentikan pendarahan dan mencegah sepsis (Saaiq et al, 2010; Eckstein and
Handerson, 2014; Lugo et al, 2015).

Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma thoraks mulai dari ringan
hingga berat tergantung pada besar kecilnya gaya dari trauma. Kerusakan yang
ringan pada dinding thoraks berupa fraktur kosta simpel, sedangkan lebih berat
berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi pneumothoraks, hematothoraks
atau kontusio pulmonum. Lebih dalam lagi dapat menyebabkan robekan pada
pembuluh darah besar atau trauma langsung pada jantung. Selain kerusakan
anatomi didapatkan juga gangguan pada fungsi fisiologi dari sistem repirasi dan
kardiovaskular.

11. Jelaskan patofisiologi pneumotoraks serta asuhan keperawatannya!

Jawaban=

Patofisiologi pneumothorax berupa gangguan recoil paru yang terjadi


melalui mekanisme peningkatan tekanan pleura akibat terbentuknya komunikasi
abnormal. Komunikasi abnormal ini dapat terjadi antara alveolus dan rongga
pleura, atau antara udara ruang dan rongga pleura.

ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA Tn. A.S: DENGAN GAMBARAN


EKG T INVERTID V1-V2 PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI
RUANG ICCU RSU HKBP BALIGE
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

1.1. Hasil Studi Kasus

1.1.1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 02 Mei 2021 di ruang ICCU RSU HKBP
BALIGE dengan data-data sebagai berikut, nama Tn. A.S berumur: 65 tahun, jenis
kelamin laki-laki. Masuk rumah sakit dengan diagnosa medis : PPOK + UAP, no
RM413949, pendidikan terakhir SMA, beralamat di tarus, pasien masuk RS pada
tanggal MRS 01 mei 2021, sedangkan pengkajian dilakukan pada tanggal
pengkajian 02 mei 2021, status perkawinan pasien sudah menikah, suku bangsa
jawa, pekerjaan wiraswasta, Identitas penanggung jawab Tn. A.S adalah Nama Ny.
S berjenis kelamin perempuan, beralamat di Tarus, pekerjaan Ibu rumah tangga,
hubungan dengan klien sebagai Istri. Pasien rujukan dari rumah sakit leona, MRS
dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak, lemas, tidak ada nyeri dada.
sebelummnya dirawat selama 4 hari di RS Leona. karena sesak bertambah pasien
dirujuk ke IGD RSU murni teguh memorial hospital dan sekarang dirawat di
ruangan ICCU. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 03 Mei 2021 jam 16:30
pasien mengatakan ia merasakan sesak nafas, batuk berdahak sulit keluar, dan
badan terasa lemas.Pasien juga pernah masuk rumah sakit pada tahun 2015
dengan penyakit jantung. Selain itu pasien mengatakan tidak menderita penyakit
menular. Pada pengkajian primer jalan napas pasien mengatakan ia merasa sesak
napas dan batuk berdahak sulit keluar. Sesak saat beraktivitas, didapatkan data
lainnya jalan napas pasien terdapat sputum, pasien tampak sesak, , irama napas
tidak teratur, frekuensi napas 28 x/menit, terdapat bunyi ronchi pada sela iga ke 2
kiri dan kanan, batuk produktif ada sputum dengan konsistensi kental dan
berwarna putih. Saat 29 dilakukan pengkajian tingkat kesadaraan diperoleh hasil
tingkat kesadaraan composimentis dengan hasil GCS E 4 V 5 M 6.Pasien berbaring
dengan posisi semi fowler dengan terapi O2 4 liter per nasal kanul, ADL
(makan/minum, toileting, personal hygiene) dibantu keluarga dan perawat. pada
pengkajian sirkulasi perifer diperoleh hasil nadi 86 x/menit, irama teratur,
denyutan lemah. Tekanan darah 90/60 mmHg, ekstremitas hanga, warna kulit,
tidak ada tanda sianosis, tidak ada nyeri dada, capilarry refil time < 3 detik. Saat
dilakukan pengkajian tentang asupan cairan dan elektrolit diperoleh hasil turgor
kulit baik < 3 detik, mukosa mulut kering, kebutuhan nutrisi pasien yaitu peroral
±660 cc/ hari sedangkan cairan parenteral Nacl 0,9 % 500 cc / 24 jam. Ketika dikaji
pada bagian eliminasi BAK 3x/hari, dengan warna kuning jernih dalam jumlah
sedang, tidak ada nyeri saat BAK. Serta pada elimenasi BAB pasien belum pernah,
sejak masuk rumah sakit yaitu pada tanggal 01 sampai 02 mei 2021 dimana
tanggal dilakukannya pengkajian, ketika auskultasi pada bising usus diperoleh
hasil 8 x/menit. Pada pengkajian sekunder muskuluskeletal tidak ditemukan
adanya fraktur ataupun kerusakan jaringan, kekuatan otot pada ekstremitas
bawah dan atas bagian kiri kanan ditemukan kekuatan otot 3 untuk tiaptiap
bagian ekstremitas. Pengkajian sekunder integumen diperoleh hasil tidak adanya
vulnus maupun luka bakar. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah
pemeriksaan labboratorium darah lengkap dipperoleh hasil Hb 12,9 g/dL, jumlah
leukosit 12.22 10^3/ul, Gula Darah 202Mg/dL, Kalium Darah 4,8mooL/L.
Pemeriksaan pada foto thoraks yang dilakukan pada tanggal 23 mei 2019 dengan
hasil cardiomegali. Sedangkan pada pemeriksaan EKG diproleh hasil Sinus, T
terbalik/invertid v1-v2 (iskemik anterior) Terapi yang telah diberikan oleh petugas
ruangan yaitu Furosemide40 mg/IV, Sepironolactone25 mg/IV, Aspilet80 mg/IV,
cpg75 mg/oral, 30 Sinvastatin20 mg/oral 20 mg/IV, Methilpredisolon2x62,5
mg/IV, Sukralfaat sirup3 x/oral, N-ACE3x200 mg/oral, Refapil1 x 1/oral,
Omeprazole2 x 1 vial/IV.

1.2.1. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditegakan berdasarkan data-data hasil pengkajian


dan analisa data dimulai dari menetapkan masalah, penyebab, dan data-data
yang mendukung masalah keperawatan yang ditemukan pada kasus ini adalah:

a. bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan


sekret ditandai dengan Pasien mengatakan merasa sesak napas dan
batuk berdahak sulit dikeluarkan. keadaan umum lemas, Kesadaran
composimentis, Pasien tampak sesak dan batuk, terpasang O2 4
L/menit nasal kanul, RR 28 x / menit, irama tidak teratur, kedalaman
napas : dangkal, Ada penggunaan otot bantu napas, bunyi ronchi
pada iga ke 2 kiri dan kanan. TTV: TD 90/60 mmHg, N: 88x/menit,
RR: 28 x/menit, S: 36,4 °C
b. intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2. ditandai dengan pasien mengatakan
badannya terasa lemah, aktifitas sehari-hari dibantu keluarga. pasien
tampak lemah, hasil foto rontgen cardiomegali, hasil EKG sinus
invertid pada v1-v2, hasil TTV: TD 90/60 mmHg, N: 88x/menit, RR: 28
x/menit, S: 36,4 „C hasil Lab: Hb: 12,9 mg/Dl, GDS: 202 mg/Dl,
Kalium darah: 4,8 mmoL/L.

1.1.3. Intervensi Keperawatan

1.1.3.1. Nursing outcomes clasifications (NOC)

Untuk diagnosa I mahasiswa melakukan tujuan dari rencana tindakan yaitu


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan jalan napas
pasien kembali efektif kriteria hasil 31 frekuensi pernapasan dalam batasan
normal (14-24x/menit), irama pernapasan teratur, kedalaman inspirasi normal,
pasien mampu untuk mengeluarkan sekret, tidak batuk,tidak ada akumulasi
sputum dan tidak ada penggunnaan otot bantu napas, TTV dalam rentang normal.
Untuk diagnosa II mahasiswa melakukan tujuan dari rencana tindakan yaitu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien akan
menunjukan toleransi terhadap aktivitas kriteria hasil Tidak ada peningkatan
saturasi O2 ketika beraktivitas, tidak ada peningkatan frekuensi napas saat
beraktivitas, tidak ada kelemahan otot, mampu beraktifitas secara mandiri, tidak
ada kelainan dalam pemeriksaan EKG, TTV dalam rentang normal.

1.1.3.2. Nursing intervention clasification (NIC)

Untuk diagnosa I Nic label yang dipilih untuk menjadi sumber perencanaan
adalah Manajemen Jalan Napas beserta dengan aktivitasnya posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, lakukan visioterapi dada, motivasi pasien untuk
bernapas pelan, dalam, berputar dan batuk, ajarkan pasien teknik napas dalam
dan batuk efektif, intruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif,
auskultasi suara napas, posisikan untuk meringankan sesak napas, monitor status
pernapasan dan oksigenasi (kecepatan, irama, frekuensi, kedalaman, dan
kesulitan bernapas), monitor TTV pasien. Untuk diagnosa II Nic label yang dipilih
untuk menjadi sumber perencanaan adalah Manajemen Energi kaji status
fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan, lakukan ROM pasif , monitor sisten
kardiorespirasi selama kegiatan, bantu penuhi kebutuhan ADL pasien, monitor
TTV pasien.

1.1.4 Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan dilakukan setelah perencanaan kegiatan dirancang


dengan baik. Tindakan ini dimulai pada tanggal 01 mei 2021 hingga 03 mei 2021,
tindakan yang dilakukan setiap harinya mengikuti rencana keperawatan yang
telah ditetapkan. Pada hari pertama tanggal 01 mei 2021 dilakukan tindakan pada
diagnosa I pada jam 08:20 memonitor status pernapasan dan oksigenasi, 09:10
mempertahankan posisi semifowler untuk memaksimalkan ventilasi,
09:30mengajarkan pasien teknik napas dalam dan batuk efektif, 10:30 memonitor
TTV pasien, 13:20 berkolaborasi dalam pemberian terapi inhaler : nebulizer. Dan
pada diagnosa II dilakukan tindakan keperawatan pada pukul 08:45 mengkaji
status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan, 09:00 Menganjurkan pasien
untuk tirah baring/pembatasan kegiatan (meningkatkan jumlah waktu istirahat),
10:12 Membantu ADL pasien (BAK), 11:55 membantu ADL pasien (menyiapkan
makan dan minum), 13:55 memonitor TTV pasien.

Pada hari kedua tanggal 02 mei 2021 dilakukan tindakan keperawatan


pada diagnosa I yaitu mempertahankan posisi untuk memaksimalkan ventilasi
(30°) pada jam 08:45, 09:00 Memonitor status O2 dan status oksigen, 09:30
memotivasi pasien untuk terus melakukan teknik napas dalam dan batuk efektif,
13:25 berkolaborasi dalam pemberian terapi inhaler : nebulizer, 13:50 memonitor
TTV pasien. Dan pada diagnosa II dilakukan tindakan pada jam09:40mengajarkan
pasien untuk melakukan ROM pasif ,09:55 membantu pasien dalam mobilisasi
bertahap (bangun dari tempat tidur dan berjalan disekitar tempat tidur),10:00
memonitor sistem kardiorespirasi selama kegiatan,10:30 memonitor hasil TTV
pasien,12:22 membantu penuhi kebutuhan ADL pasien (menyiapkan makan dan
minum), Pada hari kedua tanggal 02 mei 2021 dilakukan tindakan keperawatan
pada diagnosa I yaitumempertahankan posisi untuk memaksimalkan ventilasi
(20°), 09:20 Memonitor status O2 dan status oksigen, 09:30 menganjurkan pasien
untuk terus melakukan teknik napas dalam dan batuk efektif saat dahaknya susah
keluar, 13:40 memonitor TTV pasien. Dan pada diagnosa II dilakukan tindakan
pada pukul 09:40memotivasi pasien untuk terus melakukan ROM pasif, 10:20
membantu pasien dalam mobilisasi bertahap (berjalan disekitar tempat tidur), 10:
55 33 memonitor sistem kardiorespirasi selama kegiatan, 11:10 memonitor hasil
TTV pasien.

1.1.4 Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi merupakan tahap dimana mahasiswa menilai tindakan


asuhan keperawatan yanng telah dilakukan. Evaluasi hari pertama yang dilakukan
antara lain pada tanggal 03 mei 2021 dengan diagnosa keperawatan bersihan
jalan napas tidak efektif yaitu: pasien mengatakan Pasien mengatakan masih
merasa sesak batuk berdahak dan susah dikeluarkan yang ditandai dengan
keadaan umum lemas, Kesadaran composimentis, Pasien tampak sesak dan
batuk, Ada terpasang O2 4lpm/nasal kanul, irama tidak teratur, kedalaman
napas : dangkal, Ada penggunaan otot bantu napas, TTV: TD: 90/60 mmHg; N:
85x/menit; S: 36,0C, RR: 26x/menit. Untuk itu disimpulkan bawha masalah
bersihan jalan napas pasien belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan pada
hari kedua. Evaluasi untuk diagnosa II yang dilakukan pada tanggal 27 mei 2019
dengan diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas yaitu: pasien mengatakan
tubuhnya masih lemah, aktivitasnya masih dibantu keluarga ditandai dengan
pasien tampak lemah, dispnea setelah aktivitas, hasil foto rontgen, cardiomegali,
perubahan hasil EKG yaitu irama sinus v1-v2 invertid, TTV: TD: 90/60 mmHg; N:
85x/menit; S: 36,0C, RR: 26x/menit. Dapat disimpulkan bawha masalahh
intoleransi aktivitas pasien belum teratasi sehingga dillanjutkan intervensi pada
hari kedua. Pada tanggal 03 mei 2021 dilakukan evaluasi hari kedua setelah
dilakukan tindakan keperawatan pada diagnosa I bersihan jalan napas tidak
efektif yaitu pasien mengatakan sesaknya sudah berkurang, batuk serta dahak
bisa dikeluarkan ditandai dengan keadaan umum lemas, Kesadaran
composimentis, Sesak pasien tampak berkurang dan batuk dahak sudah bisa
dikeluarkan, Tidak terpasang O2 ,RR 24 x / menit, irama teratur, kedalaman napas
: dangkal, cepat, penggunaan otot bantu napas tampak berkurang, TTV: TD: 90/60
mmHg; N: 85x/menit; S: 36,0C, RR: 24x/menit sehingga disimpulkan bawha
masalah bersihan jalan napas pada pasien dapat teratasi sebagian dan intervensi
akan dilanjutkan pada hari ketiga. 34 Evaluasi juga dilakukan pada diagnosa II
yaitu intoleransi aktivitas hingga didapatkan hasil pasien mengatakan tubuhnya
sudah tidak terlalu lemah lagi, dan sudah mulai bisa beraktifitas ditandai dengan
pasien masih tampak lemah, sesak berkurang saat beraktifitas, pasien mampu
beraktifitas sebagian (makan/minum,bangun dari tempat tidur),TTV: TD: 90/60
mmHg; N: 85x/menit; S: 36,0C, RR: 24x/menit. Hingga disimpulkan bawha
masalah intoleransi pada pasien terarasi sebagian untuk itu intervensi dilanjutkan
pada hari ketiga. Sedangkan evaluasi hari ketiga dilakukan pada tanggal 03 mei
2021 sesuai dengan tindakan yang telah dilakukan dievaluasi pada diagnosa yang
pertama yaitu bersihan jalan napas tidak efektif didapatkan hasil pasien
mengatakan sesaknya sudah sangat berkurang, batuk serta dahak bisa
dikeluarkan dalam sekali batuk ditandai dengan keadaan umum baikKesadaran
composimentis, Sesak pasien tampak berkurang dan batuk dahak bisa
dikeluarkan, Tidak terpasang O2, RR 22 x / menit, irama teratur, Tidak ada lagi
penggunaan otot bantu napas, TTV: TD: 100/70 mmHg; N: 83x/menit; S: 36,60C,
RR: 22x/menit. Sehingga diambil kesimpulan bahwa masalah telah teratasi dan
intervensi dihentikan sekaligus pasien pulang. Untuk diagnosa II yaitu intoleransi
aktivitas didapatkan hasil pasien mengatakan tubuhnya sudah tidak terlalu lemah
lagi, aktivitasnya sudah tidak dibantu keluarga.pasien masih tampak lemah, sesak
berkurang saat beraktifitas, pasien mampu beraktifitas secara mandiri,skala
kekuatan otot disetiap ekstremitas. Diambil kesimpulan bahwa masalah telah
teratasi, intervensi dihentikan dan pasien pulang

12.Jelaskan patofisiologi dari trauma abdomen serta contoh kasus dan


asuhan keperawatannya

Jawaban=

PATOFISIOLOGI TRAUMA ABDOMEN

Trauma abdomen disebabkan oleh 2 mekanisme yang merusak, yaitu :

1. Trauma tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Luka pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor,
cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselerasi,
kompresi/sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan.
2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak. Berdasarkan organ yang terkena
trauma abdomen dibagi 2, yaitu :

 Trauma pada organ padat seperti hepar, limpa/lien, dengan


gejala utama perdarahan.
 Trauma pada organ padat berongga seperti usus, saluran
empedu dengan gejala utama adalah peritonitis.

ASKEP TRAUMA ABDOMEN

ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS

3.1  Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama                           :  Tn. P
Umur                           :  65 tahun
Pendidikan                  :  SD
Pekerjaan                    : Wiraswasta
Agama                        :  -
Alamat                         :  Terusan Sigura-gura Blok E60 Kota Malang
Tangga&Jam Pengkajian  : 24 Februari 2021 & 12.31 WIB
B.  Identitas Penanggung Jawab
Nama                          :  Tn. W
Umur                          :  41 tahun
Alamat                         :  Terusan Sigura-gura Blok E60 Kota Malang
Hubungan dengan klien   :  Anak
C. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
Sakit pada perut sebelah kanan.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


± 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang mengendarai
sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien menabrak
truk yang ada di depannya. Klien terjatuh dengan posisi dada dan perut
kanan membentur aspal. Setelah kejadian, klien masih bisa pulang sendiri
dengan mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah beberapa saat di
rumah, klien merasa perut sebelah kanan ampeg sampai punggung dan
terasa sesak nafas. Oleh keluarga di antar ke IGD Rumah Sakit Dr. Saiful
Anwar Malang.

3.  Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit serupa.

D. Primary Survay
1.  Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
2.  Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menitR :
26x/menit, pernafasan reguler
3.  Circulasi
TD   : 120/80 mmHg
N    :  90x/menit Capillary reffil : 3 detik
4.  Disability
GCS : E4M5V6 Kesadaran : Compos Mentis
5.  Exposure
Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
E. Secondary Survay
1.  AMPLE
2.  Alergi:
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan
ataupun obat-obatan.
3.  Medicasi:
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi obat
apapun.
4.  Pastillnes:
Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Saiful Anwar Malang dengan
penyakit paru-paru.
5.  Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
6.  Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.

F. Pemeriksaan Fisik Head To Toe


1.  Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala
dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik,
konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
2.  Leher
Tidak ada kaku kuduk
3.  Paru
 Inspeksi           : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
 Palpasi             : fremitus vokal kanan dan kiri sama
 Perkusi             : sonor
 Auskultasi        : vesikuler
4.  Abdomen Inspeksi:
terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
 Auskultasi      : peristaltik usus 7x/menit
 Palpasi            : tidak ada pembesaran hati
 Perkusi            : pekak
 Ekstremitas ;Ekstermitas atas dan bawah tidak ada edema, turgor kulit
baik. Kekuatan otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.

G. Pemeriksaan Penunjang
1.  Hasil laboratorium tanggal 15 -10-2009
2.  Hemoglobin       : 14,5 g/dl        (n : 14-17,5 g/dl)
3.  Eritrosit            : 5,05 106/ul     (n : 4,5-5,9 106/ul)
4.  Leukosit             : 12,1 103/ul     (n : 4,0-11,3 103/ul)
5.  Hematokrit         : 43,8%            (n : 40-52%)
6.  Trombosit           : 204
7.  Gol darah           : O      
8. HBSAG             : -

3.2 Analisa Data

N Data Etiologi Masalah


O
1 DS : Kecelakaan motor Pola nafas tidak efektif
Klien mengatakan tidak ↓
nyaman ketika bernapas Cedera intra abdomen
Klien mengatakan perut ↓
sebelah kanan terasa Perdarahan tertutup
kembung ↓
Klien dan keluarga Dalam waktu lama
mengatakan cemas akan menyebabkan kdar Hb
kondisinya saat ini turun

DO : Proses pengikatan
RR : 26x/menit oksigen di paru tidak
Ritme pernafasan maksimal
irregule ↓
Respon paru-paru
bernafas lebih cepat

Pola nafas irregular

Ketidakefektifan pola
nafas

2 DS : Kecelakaan motor Nyeri Akut


Klien mengatakan perut ↓
sebelah kanan nyeri Menyebabkan cedera
abdomen
DO : ↓
P  : - Cedera organ intra
Q : skor 7 abdomen
R : perut sebelah kanan ↓
S  : nyeri tumpul Menyebabkan nyeri
T  : terus-menerus ↓
Terdapat jejas pada Nyeri terus-menerus
abdomen sebelah kanan ↓
Nyeri akut

3 DS  : - Kecelakaan motor Resiko Syok


DO : ↓
Akral dingin Menyebabkan cedera
Mukosa bibir kering abdomen
Wajah tampak pucat ↓
Terdapat luka lecet Perdarahan tertutup
pada perut kanan ↓
Terdapat jejas dan Penurunan volume darah
hematoma pada ↓
abdomen sebelah kanan Penurunan perfusi perifer
Ht :36% ↓
Leukosit : 12,1 10 /ul
3
Risiko syok
CRT : 3 detik

3.3   Diagnosa Keperawatan


A.   Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
B.   Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
C.   Resiko syok

3.4  Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ansietas, nyeri ditandai dengan
pola nafas abnormal
Tujuan   : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pola napas klien
menjadi normal
Kriteria Hasil    : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 5 pada indikator NOC dengan
penurunan ekspansi paru

NOC: Respiratory Status: Airway Patency


no Indikator 1 2 3 4 5
1 RR 26x/ 12-
m 20x/m
2 Ritme respirasi Iregul reguler
er
3 Ansietas Kliien Menjadi
& tidak
keluarga cemas
cemas

NIC: Respiratory Monitoring


1.    Monitor ritme, kedalaman & RR
2.    Monitor saturasi oksigen
3.    Monitor apabila ada peningkatan ansietas
4.    Monitor tanda tanda kelelahan otot diafragma
5.    Monitor adanya dipsneu & kondisi yang memperburuk klien

Diagnosa 2 
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ekspresi wajah nyeri,
mengekspresikan perilaku
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri klien
berkurang
Kriteria Hasil    : Pada evaluasi hasil didapatkan skor pada indikator NOC
NOC : Pain Level
N INDIKATOR 1 2 3 4 5
O
 1 Pelaporan nyeri Jarang
Terus menerus melaporkan
(sejak nyeri
kecelakaan)
2 Respiratory 12-
Rate 26x/m 20x/m

3 Ekspresi wajah Skal Skala 1-2


nyeri a 8 pada pada
pengukuran pengukuran
nyeri Wong nyeri Wong
Baker Baker
4 Tekanan darah 130/80
mmHg
Intervensi (NIC):
Pain Management
1.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan factor resipitasi
2.    Monitor TTV
3.    Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4.    Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5.    Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri
6.    Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7.    Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
8.    Evaluasi keefektifan control nyeri
9.    Tingkatkan istirahat
10.  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

Administrasi analgetik:
1.    Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2.    Cek riwayat alergi.
3.    Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4.    Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5.    Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul

Diagnosa 3
Resiko Syok
Masalah keperawatan: Risiko syok hipovolemik
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami syok
hipovolemik.

NOC “Shock severity: Hypovolemic “


Indikator 1 2 3 4 5
         Peningkatan RR 12-
26x/m 20x/m
         CRT 3s 1-2 S

         Akral Dingin Akral Akral


dingin hangat
Intervensi: NIC “Bleeding Reduction: Gastrointestinal”
1.    Evaluasi respon psikologis klien terhadap pendarahan
2.    Pertahankan patensi airway (bila perlu)
3.    Monitor adanya tanda dan gejala adanya perdarahan tertutup dan persistent
4.    Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
5.    Minta pasien dan/atau keluarga untuk mempersiapkan replacement darah

NIC: Bleeding Precautions
1.    Monitor perdarahan pasien (perdarahan dalam) hematoma
2.    Catat kadar Hb dan HCT sebelum dan setelah kehilangan darah
3.    Monitor TD pasien
4.    Kolaborasi terkait pemberian obat (antacid) jika diperlukan
5.    Bombing keluarga dan pasien untuk memberitahu perawat jika ada tanda dan gejala
perburukan pendarahan.

3.5 Tindakan resusitasi


A.   Airway
Pasien merasa sesak dan tidak enak pada waktu bernafas
B.   Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menit
R  : 26x/menit, pernafasan reguler
C.   Circulation
TD            : 120/80 mmHg
N  :  90x/menit
Capillary reffil : 3 detik

No Tindakan resusitasi keterangan


1. Kaji pola napas klien Klien bernafas secara spontan
R : 26x/menit, pernafasan reguler
2. Posisikan klien semifowler Dengan posisi ini ekspansi paru
maksimal sehingga memudahkan
pernapasan
3. Beri nasal kanul 4 liter/menit
4. Monitor TTV TD : 130/80 mmHg
N   :  90x/menit
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas?
Jika ada obstruksi maka lakukan:
 Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
 Suction / hisap (jika alat tersedia)
  Guedel airway / nasopharyngeal airway
 Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan:
 Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
 Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
 Pernafasan buatan Berikan oksigen jika ada
Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil

Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas dan
pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:
 Hentikan perdarahan eksternal
 Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
  Berikan infus cairan

Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri atau sama
sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale
 AWAKE = A
 RESPONS BICARA (verbal) = V
 RESPONS NYERI = P
  TAK ADA RESPONS = U
       Cara ini cukup jelas dan cepat.
3.6   Implementasi

Nama pasien: Tn.P


No Tanggal/jam No dx Implementasi
1 5 juni 2016/14.15 1 o Mengkaji pola nafas klien
o Memposisikan klien semi fowler
o Memberikan nasal kanul 4L/menit
2 5 juni 2016/14.15 3 o Evaluasi respon psikologis klien
terhadap pendarahan
o Pertahankan patensi airway (bila perlu)
o Monitor adanya tanda dan gejala
adanya perdarahan tertutup dan
persistent
o Monitor adanya tanda dari syok
hipovolemik
3 5 juni 2016/14.30 2 o Mengkaji tingkat nyeri
o Memberikan injeksi analgesik
o Mengajarkan nafas dalam bila nyeri
timbul

3.7  Discharge planning


Dx 1: Pola nafas tidak efektif
1. Evaluasi kesiapan klien untuk pulang
a.  Tidak ada secret di saluran pernafasan
b.  RR dalam rentan normal; (12-20 X/Menit)
c.   Rencana Perawatan untuk di rumah:
- Keperluan perawatan di rumah dan istirahat disediakan
-  Keluarga memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan
-   Keluarga memahami prosedur monitoring RR
- Keluarga memiliki sumber komunikasi dan akses ke pelayanan kesehatan

2. Instruksi Pemulangan kepada keluarga:


a. Penjelasan tentang kondisi klien saat ini
b. Pemahaman bagaimana memantau tanda tanda distress pernafasan
c. Pemahaman kapan harus menghubungi tenaga kesehatan

Dx 2: Nyeri Akut
1. Evaluasi kesiapan klien untuk pulang
a. Tidak ada secret di saluran pernafasan
b. RR dalam rentan normal; (12-20 X/Menit)
c.  Rencana Pengobatan untuk di rumah:
- Keperluan perawatan di rumah dan istirahat disediakan
- Keluarga memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan
-   Keluarga memahami prosedur monitoring RR
-    Keluarga memiliki sumber komunikasi dan akses ke pelayanan kesehatan

2. Instruksi Pemulangan kepada keluarga:


a. Penjelasan tentang kondisi klien saat ini
b.  Pemahaman bagaimana memantau tanda tanda distress pernafasan
c.  Pemahaman kapan harus menghubungi tenaga kesehatan

Dx 3: Resiko Shock Hipovolemik


1. Evaluasi kesiapan klien untuk pulang
a. Tidak terjadi shock
b. Sirkulasi normal
c. Akral hangat

2. Rencana keperawatan dirumah


a. Keluarga mengerti dan memahami tanda-tanda syok
b. Keluarga mengetahui kapan harus menghubungi pelayanan kesehatan
c.  Keluarga memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan

3. Instruksi Pemulangan kepada keluarga


a. Penjelasan tentang kondisi klien saat ini
b. Pemahaman bagaimana memantau tanda tanda syok pernafasan
c. Pemahaman kapan harus menghubungi tenaga kesehatan
TERIMAKASIH   

Anda mungkin juga menyukai