Anda di halaman 1dari 46

RESUME SKENARIO 1

BLOK 18
Oleh kelompok G:

Putu Ratih P.D (112010101067)


Fairuztya Naila Maris (112010101074)
Monica Bethari Prianesa (122010101029)
Sovira Maris Sabrina (122010101034)
Ghuiranda Syabannur R (122010101043)
Dimes Atika Permanasari (122010101045)
Niki Rahmawati (122010101048)
Aulia Suri Agung (122010101052)
Samiyah (122010101060)
Mochamad Fatchi (122010101061)
Rosita Sopwi Nur Lailly (122010101066)
Sinta Rizki Julia (122010101069)
Gabriella Agatha (122010101072)
Devita Luthfia Fitrianasari (122010101081)

Muhtar Ady Kusuma (122010101096)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
SKENARIO 1

BENCANA ALAM
1. SKENARIO

Bencana longsor kembali terjadi dan menimbulkan korban jiwa di Jawa Barat pada tanggal
5/5 2015. Longsor menimbun 8 rumah dan material longsor menghantam pipa gas energi
Geothermal dan menimbulkan ledakan. Team BPBD segera bergerak cepat dan dalam
perjalanannya berkoordinasi dengan pusat pelayanan kesehatan terdekat baik puskesmas
maupun rumah sakit serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Tim segera
mengaktifkan SPDGT-B, dan dibantu dengan para relawan, tim segera menyisir beberapa
lokasi untuk mencari korban, memberi pertolongan awal dan merujuk ke RS terdekat.
Korban yang dirujuk masuk ke Triage-UGD RS sebuah RS tipe C. Diantara korban tampak
beberapa orang kritis. Adapun rincian korban bencana ini sebagai berikut: 1. seorang warga
keturunan Iran yang terluka pada kaki dan kepalanya dan berkali-kali berteriak memanggil
petugas kesehatan, 2. seorang korban usia lanjut tampak nafas yang tersengal – sengal
dengan jejas di dinding dadanya disertai ketertinggalan gerak salah satu dinding dadanya, 3.
seorang ibu muda dengan bayi menderita luka di kepala dan wajah penuh dengan abu
disertai adanya memar pada beberapa bagian tubuh dengan keadaan tidak menangis, 4.
seorang wanita hamil yang tampak lemah dengan perdarahan, 5. seorang laki-laki muda
dengan tubuh penuh debu dengan pakaian seperti terbakar disertai kondisi lemah, 6. Seorang
laki-laki yang terbaring lemah dan tampak pucat dengan perut yang distended dan nadi yang
lemah, 7. seorang korban wanita muda terbaring tidak sadar dengan luka berat di kepala dan
8. puluhan korban dengan luka-luka ringan di bagian tubuhnya.

Para petugas UGD RS tampak sibuk ada yang mengindentifikasi kondisi pasien, yang
meninggal, ada yang melakukan pewatan luka, dan ada melakukan resusitasi. Tampak
beberapa petugas menggunakan sarung tangan, pakaian pelindung bahkan ada yang
menggunakan masker dan kaca mata sebagai proteksi diri sesuai prinsip patient safety .
Jumlah korban yang terus bertambah membuat beberapa petugas yang terlihat kebingungan
harus menyelamatkan pasien yang mana dulu karena keterbatasan alat yang ada.
DISASTER MANAGMENT

Penilaian Gawat Darurat dan Aspek Gawat Darurat SPGDT Patient Safety Chain of Survival

Team Work and System


PPGD
Triage
Evakuasi
Sistem Rujukan
PENILAIAN GAWAT DARURAT DAN ASPEK GAWAT DARURAT

 Prioritas pelayanan medis terhadap pasien didasarkan pada kondisi, indikasi medis, dan
kesegaran penanganan (emergensi atau elektif)
 Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
 Beda gawat dan darurat :
- Gawat (critical) mengancam nyawa tapi tidak butuh penanganan segera
(immediately treatment) , contoh : kanker, penyakit kronis
- Darurat (emergency)  terjadi mendadak dan tidak disangka, butuh penanganan
segera, contoh : digigit ular berbisa, perdarahan hebat, dehidrasi berat, penyakit akut.
Darurat tidak selalu mengancam nyawa, tapi jika tindakan lambat, dampak
terancamnya nyawa seseorang bisa terjadi
- Keadaan gawat dan darurat bisa terjadi bersamaan  dimana pasien benar-benar
terancam, butuh pertolongan segera, contoh : pasien mempunyai sakit jantung lama
dan tiba-tiba heart attack (serangan jantung)
 Kategori pasien :
- Pasien gawat darurat :
1. Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawa jika tidak dapat pertolongan segera
2. Label merah
3. Contoh : IMA
- Pasien gawat tidak darurat :
1. Dalam keadaan gawat
2. Tapi tidak perlu tindakan darurat
3. Label biru  tidak akan bertahan hidup
4. Contoh : Kanker stadium akhir
- Pasien darurat tidak gawat :
1. Label kuning  dapat bertahan hidup beberapa jam setelah stabilisasi
2. Contoh : vulnus laseratum tanpa perdarahan hebat
- Pasien tidak gawat tidak darurat
1. Label hijau
 Penyebab kegawatdaruratan :
Sesuatu (penyakit, trauma, dan lain lain) yang menyebabkan ancaman terhadap fungsi
vital tubuh :
- Jalan nafas terganggu :
1. Sumbatan oeh benda asing
2. Asma berat
3. Spasme laryngeal
4. Trauma fasial mengganggu jalan nafas
- Fungsi pernafasan terganggu :
1. Tension pneumotoraks, hematotoraks massif, emfisema, fraktur flail chest, fraktur
iga
2. Paralisis otot pernafasan
- Sirkulasi terganggu :
1. Syok (hipovolemik, kardiogenik, anafilaktik, sepsis, neurogenik)
2. Tamponade jantung
- Fungsi otak dan kesadaran terganggu :
1. Stroke dan trauma kapitis disertai penurunan kesadaran
2. Koma diabetikum, uremikum
3. Infeksi otak
4. Kejang
 Aspek medikolegal pelayanan gawat darurat :
- Etika tentang gawat darurat berlandaskan
1. Pancasila
Sila kedua perikemanusian yang adil dan beradab
2. LSDI (Lafal Sumpah Dokter Indonesia)
Setiap dokter akan membaktikan hidupnya guna kepentingan perikemanusiaan,
mengutamakan kesehatan pasien, menghormati hidup insani
3. KODEKI
Pasal 13 : Dokter wajib melakukan pertolongan darurat
- Pelayanan medic gawat darurat mempunyai aspek khusus karena menyangkut
kelangsungan hidup seseorang
- Ada beberapa kasus yang bersifat khusus pada pasien gawat darurat :
1. Pasien gawat daryrat tidak sadar karena trauma kapitis tidak didampingi keluarga
dan erlu tindakan bedah segera  maka tidak perlu PTM (Persetujuan Tindak
Medis). Hal ini tercantum dalam :
a. KODEKI : dokter mengutamakan kesehatan pasien dan melindungi hidup
insani
b. Permenkes No 585 Tahun 1989 pasal 11  “Dalam hal pasien tak
sadar/pingsan serta tidak didampingi keluarga terdekat dan secara medic
dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medic segera untuk
kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun”
2. Prosedur diagnosis dan terapi yang akan diberikan pada pasien gawat darurat
tidak diharuskan untuk menjelaskan rinci karena waktu terbatas  tetapi setelah
tindakan tersebut dijelaskan secara rinci agar jika timbul komplikasi yang tidak
sempat dijelaskan di awal tadi tidak disalahkan
- Pada masalah yang rumit misalkan saat korban gawat darurat lebih besar dari jumlah
tenaga kesehatan  maka tenaga kesehatan membagi menjadi 3 kelompok :
1. Cedera ringan  tanpa pelayanan kedokteran tidak akan mengancam jiwa
2. Cedera sedang/berat  jika diberi pertolongan akan dapat menyelamatkan jiwa
3. Cedera sangat berat  walaupun diberi pertolongan tidak akan terselamatkan
Dimana diprioritaskan pada nomor 2  hal inilah yang dinamakan triage
(memilah)
SPGDT

(TEAM WORK AND SYSTEM)

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT): Merupakan pendekatan sistematis


dalam penanggulangan penderita gawat darurat (GD) di TKP (tempat kejadian perkara) dan
membawanya ketempat pelayanan definitif/rumah sakit. Penanggulangan di TKP meliputi, cara meminta
bantuan, mengontrol pendarahan, memasang balut atau bidai hingga korban dibawa ke rumah sakit
dengan transportasi yang memadai dan aman

3 KOMPONEN DASAR

SPGDB
3 ESKALAS

(LOGISTIK, PERSIAPAN)

SPGDT
2 SISTIM DASAR

SDM
1 LANDASAN UTAMA
Sumber Daya Manusia (SDM)
KERJASAMA LINTAS SEKTOR

• PEMADAM KEBAKARAN

• ABRI,POLRI

• HANSIP

• PMI

• PRAMUKA

• PKK

• ORARI

• DEP.SOS

• DEP. PU
Komponen Pra Rumah Sakit (luar RS) :

1.     Sub sistem ketenagaan (upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan orang awam dan
petugas kesehatan) :

a.      Awam (biasa dan khusus).

 Awam biasa
Dimana mereka adalah orang yang pertama yang menemukan orang yang
sakit/mendapat musibah atau trauma :
 Pramuka
 Palang merah remaja
 Anak sekolah
 Guru
 IRT
 Pengemudi
 Hansip
 Sekretaris
 Awam khusus
 Orang awam Khusus adalah orang awam ditambah dengan pengetahuan
/keterampilan sesuai dengan bidangnya seperti pada polisi mis: biomedik
KLL, Luka tembak / tusuk,persalinan,contoh orang awam khusus:
 Polisi
 Pemadam kebakaran
 Satpam
 SAR
 Ajudan

b.     Perawat / paramedis.

c.     Medis / dokter umum.


2.     Sub sistem transportasi (upaya pelayanan transportasi penderita gawat darurat) :

a.      Tujuan : memindahkan PGD dengan aman tanpa memperbarat keadaan penderita
kesarana kesehatan yang memadai.

b.     Sarana transportasi : kendaraan, peralatan, SDM, obat dll.

c.     Persaratan untuk transportasi : sebelum diangkat, selama diperjalanan.

d.     Jenis kendaraan pengangkut.

e.      Jenis ambulans.

3.     Sub sistem komunikasi (upaya pelayanan komunikasi medik untuk penanggulangan PGD) :

a.      Komunikasi kesehatan.

b.     Komunikasi medis.

4.     Jenis komunikasi :

a.      Tradisional.

b.     Modern.

5.     Sarana komunikasi :

a.      Sentral komunikasi.

b.     Jaringan komunikasi.


Komponen Intra Rumah Sakit (dalam RS) :

1.     Sub sistem pelayanan gawat darurat (upaya pelayanan PGD di UGD Rumah Sakit) :

Misi UGD : Secara pasti memberikan perawatan yang berkualitas terhadap pasien dengan cara
penggunaan sistem yang efektif serta menyeluruh dan terkoordinasi dalam :

a.      Perawatan pasien gawat darurat.

b.     Pencegahan cedera.

c.     Kesiagaan menghadapi bencana.

Menanggulangi pasien dengan cara aman dan terpercaya :

a.      Evaluasi pasien secara cepat dan tepat.

b.     Resusitasi dan stabilisasi sesuai prioritas.

c.     Menentukan apakah kebutuhan penderita melebihi kemampuan fasilitas.

d.     Mengatur sebaik mungkin rujukan antar RS (apa, siapa, kapan, bagaimana).

e.      Menjamin penanggulangan maksimum sudah diberikan sesuai kebutuhan pasien.

Petugas medis harus mengetahui :

a.      Konsep dan prinsip penilaian awal serta penilaian setelah resusitasi.

b.     Menentukan prioritas pengelolaan penderita.

c.     Memulai tindakan dalam periode emas.

d.     Pengelolaan ABCDE.


2.     Unit Pelayanan Intensif :

Filosofi : Intensive Medical Care (IMC) mendapatkan legitimasi bukan karena kompleksitas
peralatan dan pemantauan pasien, tapi karena pasien sakit kritis selalu berakhir pada suatu final
common pathway dari kegagalan sistem organ, sehingga dibutuhkan bantuan terhadap organ
vital baik tersendiri mauun terkombinasi.

          Aplikasi tidak terkoordinasi dari multi disipliner tidak hanya merugikan pasien, tetapi
personil perawat dan tenaga profesi medis lainnya juga akan merasa sangat sulit untuk
bekerja dengan baik dalam suatu unit yang tidak mempunyai arah dan filosofi yang tegas.

3.     Komponen Pembiayaan (sub sistem pembiayaan).

Sumber bisa berasal dari pemerintah atau masyarakat :

a.      Pemerintah pusat / daerah.

b.     Jasa marga, askes, jasa raharja, astek.

c.     DUKM.

d.     Perusahaan berisiko terjadinya kecelakaan.


PPGD

(PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT)

Latar Belakang
Serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam
rangka menyelamatkan pasien dari kematian. Di luar negeri dan negara-negara berkembang,
PPGD sudah dikenalkan dan diterapkan pada masyarakat awam, karena pada keadaan gawat
darurat petugas medis tidak selalu berada di tempat lokasi, misalnya kecelakaan lalu lintas.

Prinsip Utama
Menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat. Oleh karena itu pada PPGD
dikenal istilah time saving is life saving. Semakin cepat kita bertindak dalam kondisi gawat
darurat, maka kemungkinan nyawa tertolong semakin besar. Dalam PPGD akan dibahas
beberapa langkah pertolongan pertama gawat darurat, antara lain: resusitasi jantung paru otak;
perawatan luka, perdarahan, luka bakar, dan sengatan listrik; transportasi pasien; serta perawatan
kejiwaan.

Algoritma
Pada saat menemukan orang atau korban tidak sadar, yang harus kita lakukan adalah:
1. Pastikan kondisi telah aman bagi kita atau penolong. Jangan memaksakan menolong pada
kondisi yang berbahaya, misal: pada saat saling tembak peluru pada peperangan.
2. Setelah memastikan kondisi aman bagi penolong, mulailah mendekati pasien dan periksa
kesadarannya dengan metode AVPU (Alert, respon to Verbal, respon to Pain,
Unresponsive).
3. Apabila ternyata pasien dalam kondisi Unresponsive, segera hubungi 118 atau RS untuk
meminta bantuan. Jelaskan berapa korban atau pasien dan dimana lokasi korban saat itu.
4. Lakukan evaluasi pernapasan dengan cara Look-Listen-Feel.
a. Look: melihat bagaimana pernapasan penderita. Bagaimana pengembangan dada
saat ekspirasi atau inspirasi, apakah ada ketertinggalan gerak pada salah satu sisi
ataukah ada penggunaan muskulus asesori dalam melakukan inspirasi maupun
ekspirasi.
b. Listen: mendengar bagaimana suara napasnya dan identifikasi jenis-jenis suara
tambahan, seperti:
- Snoring: seperti ngorok. Terjadi bila terdapat obstruksi jalan napas
oleh benda padat. Lakukan pengecekan dengan cross finger untuk
bukakan airway
- Gargling: sepeti kumur. Terjadi bila terdapat obstruksi jalan napas
oleh cairan (biasanya darah). Lakukan tatalaksana pertama dengan
melakukan cross finger dan dilanjutkan dengan cara finger swap.
- Crowing: suara nada tinggi. Terjadi bila terdapat pembengkakan
atau edema pada trakea. Pertolongan pertama yaitu posisikan
pasien dalan kondisi chin lift atau jaw thrust saja.
Bila suara tdk terdengar sama sekali, kemungkinan terdapat sumbatan
benda padat yang sulit untuk diambil, maka akan dilakukan: Manuver
Heimlich atau dilakukan Chest Thrust pada daerah epigastrium apabila
penderita terlalu besar.

Manuver Heimlich dan Chest Thrust


c. Feel: merasakan apabila terdapat uap yang menempel ke pipi saat kita melakukan
evaluasi pernapasan.
5. Bila tidak ada tanda-tanda pernapasan sama sekali selama 10 detik atau pernapasan tidak
adekuat, lakukan pemeriksaan terhadap airway dengan cara head tilt-chin lift atau jaw
thrust. Perhatikan, tindakan head tilt-chin lift tidak boleh dilakukan bila terdapat tanda-
tanda cedera servikal, seperti pada kejadian multiple fraktur atau trauma pada fasial atau
kranial atau terdapat tanda memar pada leher. Hal ini dikarenakan tindakan head tilt dan
chin lift akan memperparah kondisi cedera servikal tersebut hingga bisa membuat kontrol
pernapasan spontan hilang. Oleh sebab itu, pada suspect cedera servikal, dapat dilakukan
jaw thrust untuk mengevaluasi airway lalu segera pasang collar brace untuk imobilisasi
cedera.

6. Apabila airway sudah bebas (tidak ada obstruksi ataupun penghambat), segera lakukan
inisiasi napas buatan sebanyak 2 kali dengan jarak 5 detik.
7. Lakukan evaluasi kembali terhadap pernapasan dengan look-listen-feel.
8. Bila belum didapatkan pernapasan, cek nadi karotis.
9. Saat nadi karotis tidak teraba atau teraba lemah dalam 10 detik, lakukanlah kompresi
dada pada setengah sternum bagian distal dengan cara 30 kali kompresi dan 2 kali napas
buatan. Dilakukan selama 5 siklus.
10. Evaluasi kembali nadi karotis dan pernapasan.
11. Bila nadi karotis sudah teraba namun belum ada tanda-tanda pernapasan, lakukan napas
buatan sebanyak 10-12 kali dalam satu menit.
12. Resusitasi ini dihentikan apabila: (a). korban sadar; (b). Terdapat tanda-tanda kematian
(kaku dan lebam mayat); (c). selama 30 menit dilakukan kompresi korban belum juga
sadar; (d). Pertolongan datang; (e). Penolong kelelahan.
13. Apabila korban sadar, dapat segera diposisikan recovery position. Sambil menunggu
pertolongan, bisa dilakukan evaluasi terhadap tanda-tanda syok, antara lain:
a. Heart rate > 100x/menit
b. Akral basah, dingin, pucat
c. Capillary refill time > 2 detik, dengan cara menekan kuku korban hingga pucat
dan menghitung waktu perubahan kuku tersebut kembali menjadi warna merah.
14. Apabila terdapat tanda-tanda syok, korban dapat diposisikan dengan kaki elevasi setinggi
45 derajat untuk mengembalikan darah ke sirkulasi agar tidak terjadi lelah jantung.
Sambil menunggu bantuan, coba untuk mencari penyebab dari syok. Bila karena luka
terbuka atau fraktur, dapat dilakukan perawatan luka atau imobilisasi.
TRIAGE

Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
(berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas
perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk
tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan
prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik.
Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini
harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau
membaik, lakukan retriase.

Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan
keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan
antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan
jatung-paru yang diderita sebelumnya. Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus
diutamakan dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih
dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan
tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.

Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga
berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien
yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan
hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan
dengan baik. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa
secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage
And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan
kombinasi keduanya lebih layak digunakan.

Tag Triage

Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk
mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.
Triage dan pengelompokan berdasar Tagging.

Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.

Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan
medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal,
cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).

Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat
dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin
mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera
dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang
leher tidak berat, serta luka bakar ringan).

Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera
jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan
nafas, serta gawat darurat psikologis).

Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan
berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima
(Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.
Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan
kekelompok sesuai.

Triage Sistim METTAG.


Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat.

Triage Sistem Penuntun Lapangan START.

Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM :
R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban
(lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak
mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan
korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport
segera. Resusitasi diambulans.

Triage Sistem Kombinasi METTAG dan START.

Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai
bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama
sesuai keadaan.

PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIAGE

Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien
dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah
korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah algoritma

Algoritma Sistem START :


Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ;
Hijau = Minor. Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.
Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.
Satu pasien maks. 60 detik. Segera pindah kepasien berikut setelah tagging.
Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas berikutnya.

*) tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling
sedikit manghabiskan waktu, peralatan dan persediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik
mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara cepat
menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan
tindakan sesuai kode pada tag. (Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas
triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).

1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.


2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan
jumlah korban dan kebutuhan untuk menentukan tingkat respons yang memadai (Rapid Health
Assessment / RHA).

3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk mengumumkan bencana serta


mengirim kebutuhan dan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian
(dari kesimpulan RHA).

4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :

- Petugas Komando Bencana.


- Petugas Komunikasi.
- Petugas Ekstrikasi/Bahaya.
- Petugas Triase Primer.
- Petugas Triase Sekunder.
- Petugas Perawatan.
- Petugas Angkut atau Transportasi.
5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :

- Sektor Komando / Komunikasi Bencana.


- Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
- Sektor Bencana.
- Sektor Ekstrikasi / Bahaya.
- Sektor Triase.
- Sektor Tindakan Primer.
- Sektor Tindakan Sekunder.
- Sektor Transportasi.

6. Rencana Pasca Kejadian Bencana :


7. Kritik Pasca Musibah.
8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).
Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok merah
dan kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian dan
tenaga medis dalam resusitasi-stabilisasi.

TINDAKAN DAN EVAKUASI MEDIK

Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan triase) mulai
melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase, dan kemudian
mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan
ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu.

TRANSPORTASI KORBAN

Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan serta transportasi yang sesuai.
Koordinator Transportasi bekerjasama dengan Koordinator Medik menentukan rumah sakit
tujuan, agar pasien trauma serius sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas hingga
tindakan definitif dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan melebihi
kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan pindahkan
bencana ke RS).
PERIMETER

Perimeter Terluar. Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan mengatur
perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya.
Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak berkepentingan masuk dan memudahkan
kendaraan gawat darurat masuk dan keluar.

Jalur untuk Transport Korban

Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi bencana yang
disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke
perimeter kedua atau zona dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan
melewati perimeter Zona Panas untuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien
secara tidak aman tanpa izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya
lontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil atau berbahaya.

Keamanan.

Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua kegiatan dalam
keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas
keamanan melihat keadaan berpotensi bahaya yang bisa membunuh penolong atau korban, ia
punya wewenang menghentikan atau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.
Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif dibawah
satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk menyelamatkan hidup, untuk
meminimalkan risiko cedera serta kerusakan.

PENILAIAN AWAL.

Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasi-stabilisasi, survei
sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak dibutuhkan
untuk menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas
jangan lakukan urutan langkah-langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan.
SISTEM RUJUKAN

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang
diselenggarakan secara timbal balik, baik vertical dalam arti dari satu strata sarana pelayanan
kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal dalam arti antara
strata sarana pelayanan kesehatan yang sama.

Di Indonesia dilaksanakan sistem rujukan berjenjang.


Kriteria pasien yang dirujuk adalah apabila memenuhi salah satu dari :
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu
diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan
harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.

Prosedur melakukan rujukan:


(1). Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik untuk
menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding.
(2). Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus
(3). Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan
(4) Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis / paramedi yang
berkompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien
(5) Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau ambulans, agar
petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai ada kepastian
pasien tersebut mendapat pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.

Persiapan yang harus dilakukan sebelum merujuk adalah :


1. Persiapan tenaga kesehatan, pastikan pasien dan keluarga didampingi oleh
minimal dua tenaga kesehatan (dokter dan/atau perawat) yang kompeten.
2. Persiapan keluarga, beritahu keluarga pasien tentang kondisi terakhir pasien, serta
alasan mengapa perlu dirujuk. Anggota keluarga yang lain harus ikut mengantar pasien
ke tempat rujukan.
3. Persiapan surat, beri surat pengantar ke tempat rujukan, berisi identitas pasien ,alasan
rujukan, tindakan dan obat–obatan yang telah diberikan pada pasien.
4. Persiapan Alat,bawa perlengkapan alat dan bahan yang diperlukan.
5. Persiapan Obat, membawa obat–obatan esensial yang diperlukan selama
perjalananmerujuk.
6. Persiapan Kendaraan, persiapkan kendaraan yang cukup baik, yang memungkinkan
pasien berada dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat
rujukansecepatnya.Kelengkapan ambulance, alat, dan bahan yang diperlukan.
7. Persiapan uang, ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah cukup untuk
membeli obat-obatan dan bahan kesehatan yang diperlukandi tempat rujukan.
8. Persiapan donor danar, siapkan kantung darah sesuai golongan darah pasien atau calon
pendonor darah dari keluarga yang berjaga – jaga dari kemungkinan kasus yang
memerlukan donor darah

Pada keadaan gawat darurat dibuat pengecualian dimana untuk merujuk tidak perlu surat rujukan
dan informed consent. Pertimbangan untuk memilih tempat rujukan antara lain kondisi pasien,
ketersediaan dokter jaga, ketersediaan ruang IGD, ICU, serta pertimbangan jarak.
EVAKUASI
Adalah mengungsikan atau menyelamatkan korban dari tempat yang berbahaya menuju
ke tempat yang lebih aman (pengungsian / shelter). Yang perlu dievakuasi:
 Korban bencana alam
 Korban kecelakaan
 Korban yang sudah meninggal tetapi masih berada di tempat yang berbahaya
(merupakan korban terakhir yang dievakuasi / bukan prioritas utama)

PENTING:
 Ketahui keterbatasan anda
 Identifikasi bahan kimia berbahaya
 Mendapat akses menuju korban
 Menyediakan perawatan dan stabilisasi para korban
 Memindahkan pasien jika hanya diperlukan

PRINSIP EVAKUASI MEDIS PERAIRAN


 Rescuer safety  penolong mengamankan dirinya sendiri sebelum bertindak dan minta
tolong secepatnya
 Pindahkan korban ke tempat yang lebih baik
 DO NOT FURTHER HARM

Teknik pertolongan tanpa alat:


1. Pertolongan dari depan
Pegang satu tangan dan tangan yang lainnya menahan siku korban. Hindarkan diri dari pegangan
/ pelukan korban.
2. Pertolongan dari belakang
Dorong lengan korban ke atas dan tubuh penolong meluncur ke bawah. Bila tidak
memungkinkan, pegang tangan dan siku korban kemudian gerakkan ke samping dan belakang.
Bila satu tangan penolong terpegang erat, maka gunakan kaki untuk menjauhkan badan korban
dengan mendorong bagian bahu sehingga pegangan agak mengendur, dan pegangan dengan satu
tangan pindahkan ke arah belakang.
3. Untuk korban meninggal  cara membawa dapat dipilih yang dirasa paling memudahkan
penolong -> ex. Tarik rambutnya atau gunakan tali.

Teknik membawa / menarik korban:


 Dengan menggunakan kekuatan lengan penolong, perlahan korban dibalik dengan tetap
mempertahankan kelurusan kepala dan leher dan badannya. Usahakan kepala korban
tetap berada di atas permukaan air untuk menjaga pernafasannya.
 Jika tak ada bantuan datang, maka korban diseret ke darat atau tempat yang lebih
dangkal dengan satu tangan melingkari leher dan yang lainnya menyanggah belakang
korban
 Pertahankan posisi tersebut selama membawa dan tetap menjaga kelurusan kepala dan
badan korban, karena pergerakan yang terlalu banyak dapat menyebabkan trauma yang
makin parah.

EVAKUASI MEDIS DARAT


Syarat – syarat evakuasi medis darat :
 Korban tenang dan keadaan umumnya baik (stabil)
 Tidak ada gangguan pernafasan
 Perdarahan telah diatasi
 Luka –luka telah dibalut
 Patah tulang telah dibidai

3 hal yang harus dilakukan saat menemukan korban :


 Segera memberi pertolongan jika diperlukan
 Meyakinkan korban bahwa dia akan selamat
 Melaporkan korban ke posko tentang kondisi dan lokasi korban

TEKNIK EVAKUASI

PENTING: jangan memindahkan korban yang diduga fracture leher atau tulang belakang,
kecuali dalam keadaan yang benar – benar mengancam nyawa. Tunggu hingga bantuan datang.

Memposisikan korban
Beberapa teknik satu orang membutuhkan korban dalam posisi telentang. Beberapa yang lain
membutuhkan korban dalam posisi telungkup. Untuk memposisikan korban, bisa digunakan
langkah berikut :
 Berlututlah di samping korban, di sisi yang tidak sakit / terluka

 Letakkan lengan korban ke atas kepalanya


 Silangkan kaki yang posisinya lebih jauh melewati kaki satunya
 Genggam pakaian korban di bagian bahu dan pinggang
 Tarik perlahan hingga tubuh korban berputar kearah kita
 Letakkan lengan korban ke sisi tubuhnya dan luruskan kakinya.

Mengangkat korban ke posisi berdiri

 Regular method
A. letakkan korban dalam posisi telungkup
B. posisikan tubuh kita mengangkangi tubuh korban, kemudian sisipkan tangan kita ke bawah
dada korban, dan kaitkan kedua tangan kita.
C. Angkat tubuh korban, lalu berjalanlah ke belakang hingga kaki korban lurus dan sendi
lututnya terkunci.

D. Berjalanlah ke depan hingga korban dalam posisi berdiri. Jaga posisi korban agak condong
ke belakang agar kakinya tetap terkunci. Jika kakinya tidak terkunci, maka berjalanlah ke
belakang hingga terkunci, kemudian berjalan ke depan lagi hingga korban dalam posisi
berdiri.
E. Rangkul pinggang korban dengan satu tangan dan angkat lengan korban. Gunakan tangan
yang lain untuk menjaga tubuh korban tetap tegak.
F. Bergeraklah ke depan tubuh korban dengan melewati bawah lengan korban. Kembalikan
posisi tangan korban. Tahan tubuh korban dengan cara melingkarkan lengan ke pinggang
korban. Posisikan kaki kita di antara kaki korban.

 Alternate method
o Letakkan korban dalam posisi telungkup
o Berlututlah di dekat kepala korban
o Sisipkan tangan melewati ketiak, ke arah punggung korban
o Angkat korban hingga berlutut
o Penting: jaga kepala korban, jangan sampai tersentak ke belakang dan membahayakan
lehernya.
o Rendahkan lengan kita, kemudian angkat korban ke posisi berdiri hingga sendi lututnya
terkunci.
o Lingkarkan lengan di pinggan korban dan jaga badan korban agak miring ke belakang
o Letakkan kaki kita di antara kaki korban.

 Evakuasi tanpa tandu

Teknik Satu Orang


a. Fireman’s carry
Digunakan untuk memindahkan korban tidak sadar atau korban dengan pergerakan terbatas
dalam jarak jauh atau menengah dengan cepat. Kontraindikasi  fraktur pada ekstremitas atas
atau vertebrae.
Biasanya digunakan pada korban dengan berat badan ringan.
Penting: jika terdapat trauma lengan, maka genggam tangan yang tidak terluka

PERFORMING THE FIREMAN'S CARRY


A. Angkat korban ke posisi berdiri
B. Genggam pinggang korban dan angkat lengan korban ke atas kepalanya, sementara satu
tangan yang lain menjaga tubuh korban.
C. Membungkuk dan berlutut, kemudian tarik tubuh korban melewati pundak. Pada saat
yang sama lepaskan genggaman tangan di pinggang korban, sisipkan lengan melewati
antara kaki korban, lalu genggam di belakang lutut korban.
D. Pindahkan tangan yang menggenggam tangan korban ke tangan yang memegang kaki
korban; Genggam tangan korban menggunakan tangan yang memegang kaki korban,
sehingga tangan kita yang satunya bebas.
E. Letakkan tangan yang bebas di lutut kita, kemudian berdiri; Atur posisi korban sehingga
kita merasa seimbang dan nyaman dalam memindahkan korban.
THE FIREMAN'S CARRY

b. The support carry


Tindakan aman untuk korban yang sadar dan dapat berjalan atau minimal dapat menggunakan
satu kakinya dengan cara memapahnya. Caranya dengan berdiri disampingnya pada bagian yang
sakit (kecuali ada cedera ekstremitas atas) dengan melingkarkan tangan pada pinggang korban
dan memegang pakaiannya pada bagian pinggul. Lingkarkan tangan korban di leher penolong
dan memegangnya dengan tangan yang lain.

- Letakkan korban dalam posisi duduk SUPPORT CARRY

- Membungkuk di samping korban


- Jika korban mengalami trauma kaki, posisikan diri kita sehingga kaki korban yang sakit ada
di samping kita
- Lingkarkan lengan korban yang terdekat melewati bahu kita, genggam pergelangan tangan
korban
- Lingkarkan lengan kita yang satunya ke pinggang korban
- Berdiri, dan bantu korban ke posisi berdiri
- Bantu korban untuk berjalan atau melompat dengan satu kaki.

c. The arms carry


Digunakan untuk memindahkan korban baik sadar maupun tidak sadar dalam jarak dekat.
Biasanya digunakan untuk mengangkat korban anak – anak atau orang dewasa dengan berat
badan ringan.
- Letakkan korban dalam posisi berdiri
- Letakkan lengan kita melewati bawah lengan korban, ke bawah punggungnya, hingga melewati
lengan satunya
- Pindahkan tubuh kita ke samping tubuh korban, lalu membungkuk, lalu letakkan lengan kita
yang satunya ke belakang lutut korban.
- Angkat tubuh korban dari tanah dan berdiri tegak
- Angkat korban setinggi dada kita untuk mengurangi rasa lelah.

d. The saddleback carry


Digunakan untuk memindahkan korban yang sadar dan bisa melingkarkan lengannya ke leher
kita dalam jarak menengah atau jarak jauh.
-Letakkan korban dalam posisi berdiri
-Genggam pergelangan tangan korban ke atas kepalanya, sementara tangan yang lain menjaga
posisi tubuh korban
-Berputarlah sehingga punggung kita berada di depan korban, dan tarik satu tangan korban
melewati pundak. Jaga pinggang korban dengan tangan yang lain jika diperlukan.
-Tarik tangan korban yang satu lagi hingga kedua tangan korban melingkari leher kita
-Letakkan kedua tangan kita ke belakang paha korban
-Angkat paha korban, dan posisikan di samping tubuh kita
-Berdiri, kemudian tautkan kedua tangan kita di depan tubuh kita
-Atur posisi tubuh korban senyaman mungkin

SADDLEBACK
CARRY

e. The pack-strap carry


Umumnya digunakan untuk memindahkan korban sadar maupun tidak sadar dalam jarak
menengah. Kontraindikasi  patah lengan.

PERFORMING THE PACK-STRAP CARRY


- Angkat tubuh korban ke posisi berdiri
- Genggam satu pergelangan tangan korban, angkat lengan korban melewati kepalanya,
sementara tangan yang lain menjaga tubuh korban
- Bawa satu lengan korban melewati bahu kita bersamaan dengan kita berputar sehingga
punggung kita berada di depan tubuh korban.
- Tekuklah lutut dan posisikan hingga bahu kita ada di bawah ketiak korban
- Bawa lengan korban yang lain melewati bahu kita
- Penting: tahan kedua pergelangan tangan korban sehingga tangan korban pada posisi lurus di
depan abdomen kita. Menyilangkan tangan korban dapat menyebabkan cedera pergelangan
tangan, siku atau bahu saat korban dipindahkan.
- Membungkuklah ke depan sehingga berat badan korban ditopang oleh punggung kita.
- Berjalanlah dengan tetap membungkuk agar berat badan korban tetap seimbang, dan kaki
korban tidak terseret/menyentuh tanah.

f. The pistol belt carry


Umumnya digunakan untuk memindahkan korban sadar maupun tidak sadar dalam jarak jauh.
Lebih tepat digunakan jika kita membutuhkan tangan kita untuk memegang senjata / rifle atau
alat-alat tertentu, memanjat di daerah yang terjal, atau melewati rintangan, karena dengan teknik
ini, kedua tangan kita bebas.

Bentuklah pegangan dengan menyatukan dua pistol belt, membentuk satu lingkaran besar. Jika
pistol belt tidak tersedia gunakan material yang kuat, tidak akan putus.
A. Letakkan korban dalam posisi telentang belt (yang sudah di bentuk lingkaran), ke bawah
tubuh korban, sehingga bagian atas lingkaran ada di bawah punggung bagian bawah korban,
sementara bagian bawah lingkaran ada di bawah paha korban. Usahakan gesper terletak di
tengah di belakang tubuh korban
B. Rentangkan kaki korban, lalu berbaring telentang diantara kaki korban. Lewatkan lengan
kita ke dalam lingkaran yang terbentuk dari sisa lingkaran tali yang ada di sisi tubuh korban.
Betulkan talinya sehingga pas di bahu. Genggam pergelangan tangan korban dan kain celananya
di sisi yang terluka
C. Bergulinglah ke arah sisi tubuh korban yang tidak terluka, hingga posisi kita dan posisi
korban sama – sama telungkup.
D. Lepaskan pergelangan tangan korban dan kakinya
E. Kemudian angkat tubuh kita ke posisi berlutut.
F. Berdiri dengan bantuan tangan jika perlu. Jaga tubuh kita condong ke depan untuk
menyeimbangkan berat badan korban.

*Jika korban tidak sadar dan kita tidak perlu membawa apapun di tangan kita, kita bisa
menggenggam pergelangan tangan korban, untuk lebih menyeimbangkan
*Jika korban sadar, kita bisa menyuruh korban melingkarkan lengannya di leher kita.

g. The pistol belt drag


Biasanya digunakan untuk memindahkan korban dalam jarak dekat. Terutama digunakan ketika
penolong harus tetap berada dekat dengan tanah, misalnya saat di tengah pertempuran.

PERFORMING THE PISTOL-BELT DRAG


- Rentangkan dua pistol belt hingga ke bentuk terpanjangnya, lalu sambungkan satu sama
lain sehingga membentuk satu lingkaran besar. Jika tidak ada pistol belt bisa gunakan material
lain (ex. Sebuah Rifle sling atau dua cravat). Pada beberapa kasus mungkin di butuhkan tiga
pistol belt.
- Letakkan korban dalam posisi telentang
- Sisipkan pistol belt melintangi dada korban, ke bawah ketiak, dan ke bawah bahunya.
- Silangkan sisa lingkaran yang terbentuk sehingga menjadi bentuk angka 8. Usahakan
gesper terletak di tengah bentuk 8.
- Berbaringlah di samping korban dengan arah yang sama dengan korban. Topang diri kita
sendiri dengan menggunakan bahu.
- Sisipkan tangan kita yang terdekat dari korban melewati lingkaran atas bentuk 8, lalu
tarik sehingga lingkarannya melingkari bahu kita.
- Bergulinglah tengkurap, sekarang tali tersebut melintangi dada kita, dan lingkarannya ada
di bahu kita yang terjauh dari korban. Bahu ini yang akan menopang berat badan korban.
Melewatkan tali di bawah dada kita akan menjaga agar tubuh korban tidak keluar dari lingkaran.

h. The neck drag


Dapat digunakan untuk korban sadar maupun tidak sadar, pada jalan yang licin (aman dari benda
yang membahayakan) seperti lantai rumah, semak padang rumput, dll dalam jarak dekat. Teknik
ini menyebabkan penolong berada dekat dengan tanah, akan tetapi tidak sedekat menggunakan
pistol belt drag. Teknik ini bisa digunakan untuk melewati daerah dengan langit – langit rendah,
dari bawah kendaraan, atau melewati saluran air. Kontraindikasinya adalah patah atau cedera
ekstremitas atas dan pundak (scapula).

- Tautkan kedua tangan korban jika korban dalam keadaan sadar, atau ikat dengan material
yang tidak akan melukai pergelangan tangan korban, misalnya pakaian lapangan korban
atau cravat, jika korban tidak sadar. Jangan mengikat terlalu erat sehingga mengganggu
sirkulasi.
- Posisikan diri kita mengangkangi korban.
- Lingkarkan lengan korban ke leher kita
- Merangkaklah menggunakan tangan dan lutut
- Penting : jaga agar kepala korban tidak terseret di tanah

i. The cradle drop drags


Biasa digunakan untuk memindahkan korban (sadar maupun tidak sadar) untuk menaiki dan
menuruni tangga, atau untuk memindahkan korban secara cepat dalam keadaan yang mengancam
jiwa, misalnya api, dll.
PERFORMING THE CRADLE DROP DRAG
A. Letakkan korban dalam posisi telentang. Berlututlah di kepala korban
B. Sisipkan tangan ke bawah bahu korban dan genggam pakaian di bawah ketiak korban.
C. Angkat sedikit sehingga korban berada dalam posisi setengah duduk. Pertemukan kedua
siku kita untuk menopang kepala korban.
D. Bungkukkan badan kemudian seret korban ke belakang
*Penting: jika menuruni tangga, melangkahlah dengan hati – hati. Topang kepala serta bahu
korban, dan biarkan pinggul dan kakinya menuruni tangga satu per satu.

j. Blanket drag
Dapat digunakan untuk korban tidak sadar dan cedera parah serta korban tidak dapat
menggerakkan dirinya karena akan memperparah cedera.

Teknik dua orang


a. Two man fore and aft carry
Bisa digunakan untuk memindahkan korban sadar maupun tidak sadar. Teknik ini tidak
semelelahkan teknik yang lain sehingga dapat digunakan untuk jarak jauh.
- Posisikan korban telentang dengan kedua lengan berada di sisi tubuhnya
- Penolong yang lebih tinggi, berlutut di kepala korban, menghadap ke kaki korban.
Sisipkan tangan ke bawah bahu korban lalu melintangi dada korban, lalu tautkan kedua tangan.
- Penolong kedua merentangkan kaki korban dan berlutut diantara kaki korban. Penolong
membelakangi korban. Letakkan tangan di bawah lutut korban.
- Kedua penolong berdiri bersama dan mengangkat tubuh korban.

TWO-MAN FORE-AND-AFT CARRY

Modified two-man fore-and-aft carry (untuk memindahkan korban ke tandu)

LIFTING A CASUALTY USING THE MODIFIED


TWO-MAN FORE-AND-AFT CARRY

- Penolong pertama berlutut di belakang kepala korban dan menyisipkan tangan di bawah
lengan korban.
- Penolong kedua merentangkan kaki korban, dan berlutut diantaranya, menghadap ke
penolong pertama.
- Angkat korban bersama – sama dan letakkan di atas tandu.
- Penting: jangan lupa, selalu satu komando

b. Two man support carry


Bisa digunakan untuk korban sadar maupun tidak sadar. Terutama lebih berguna untuk korban
sadar dan membutuhkan bantuan untuk berjalan.
TWO-MAN SUPPORT CARRY

- Kedua penolong berlutut di samping korban


- Masing – masing penolong menarik satu lengan korban, melingkarkannya melewati
leher, kemudian menggenggam pergelangan tangan korban
- Masing – masing penolong melingkarkan lengannya yang terdekat dengan tubuh korban
ke pinggang korban.
- Angkat tubuh korban bersama (satu komando).
- Tangan yang berada di pinggang korban seharusnya menopang sebagian besar berat
badan korban.

Penting:
- jika korban tidak sadar maka penolong harus tetap memegang pergelangan tangan korban.
- Jika korban lebih tinggi dari penolong, penolong dapat melepaskan tangan dari pinggang
korban, dan menggunakannya untuk mengangkat dan menopang paha korban. Hal ini akan
menjaga agar kaki korban tidak terseret.

c. Two man arms carry


Dapat digunakan untuk korban sadar maupun tidak sadar dalam jarak menengah.

LIFTING A CASUALTY USING THE TWO-MAN ARMS CARRY


A. Letakkan korban dalam posisi telentang dengan kedua tangan berada di atas kepalan.
Kedua penolong memposisikan diri di samping tubuh korban di sisi yang sama. Yang
satu sejajar dengan dada korban, sedang yang lain sejajar dengan paha korban. Kedua
penolong berlutut dengan satu kaki
Penolong yang sejajar dada korban, menyelipkan satu tangan di bawah bahu, sedang
tangan yang lain ada di bawah pinggang korban.
Penolong kedua menyelipkan satu tangan di bawah pinggul korban, sedang tangan yang
lain di bawah lutut korban.
B. Serentak kedua penolong menumpukan berat badan ke belakang dan mengangkat tubuh
korban setinggi lutut.
C. Kedua penolong mendekatkan tubuh korban ke dadanya.
D. Bersama – sama kedua penolong berdiri, kemudian berjalan dengan menopang tubuh
korban di dadanya (posisi ini mengurangi kelelahan yang mungkin timbul)

Penting:
- lebih dari dua penolong mungkin diperlukan jika korban sangat berat atau kepala/kaki korban
membutuhkan penopang tambahan. Jika korban mengalami patah tulang belakang atau leher
dan terpaksa dipindahkan dengan cara manual, bisa digunakan teknik four-man arms carry.
Penolong ketiga menopang kepala korban dan penolong keempat menopang kaki korban.
Semua tindakan dilakukan dengan satu komando. Jaga agar badan korban tetap berada dalam
satu garis lurus.
- tekniknya sama
- posisikan diri penolong berlawanan sisi dengan tandu
- letakkan korban ke atas tandu atau suruh orang lain untuk meletakkan tandu ke bawah tubuh
korban

LIFTING A CASUALTY USING THE MODIFIED


TWO-MAN ARMS CARRY

d. Two hand seat carry


Untuk memindahkan korban sadar maupun tidak sadar dalam jarak dekat.
TWO-HAND SEAT CARRY
- Posisikan korban telentang
- Masing – masing penolong memposisikan diri di kanan – kiri korban, selevel pinggul
korban.
- Masing – masing penolong menyisipkan satu tangannya ke bawah punggung korban dan
tangan yang lain di bawah paha korban.
- Masing – masing penolong saling menggenggam pergelangan tangan penolong yang lain.
- Serentak berdiri dan mengangkat korban

e. Four hand seat carry


Hanya digunakan untuk memindahkan korban sadar yang mampu menopang dirinya sendiri saat
dipindahkan. Terutama berguna untuk memindahkan korban dengan trauma kepala atau kaki
dalam jarak menengah.

- Kedua penolong memposisikan diri di belakang korban.


- Penolong saling berhadapan. Masing – masing penolong menggenggam pergelangan
tangan kirinya dengan tangan kanan, dan menggenggam pergelangan tangan penolong yang lain
dengan tangan kirinya.
- Korban berdiri sendiri atau dengan bantuan penolong lain.
- Kedua penolong merendahkan tubuhnya, sehingga
pergelangan tangan mereka selevel dengan lutut korban.
- Korban duduk di tangan penolong, dengan tangannya
sendiri melingkari bahu penolong untuk menopang dan
menyeimbangkan diri.
- Penolong berdiri bersamaan.
 Evakuasi dengan tandu
Membuat tandu darurat
- Dengan tongkat dan ponco
- Dengan tongkat dan jaket
- Dengan tongkat dan karung
- Dengan selimut
a. Chair carry
Merupakan salah satu improvisasi dari penggunaan tandu. Selain menggunakan kursi, bisa juga
menggunakan daun pintu, tangga, bangku, dll.

ATURAN UMUM:
- Jelaskan prosedur pada korban. Jika korban dalam keadaan
sadar, beritahu dia tindakan apa yang akan kita lakukan.
Keterangan itu akan membantu menenangkan korban dan
membantu untuk mendapatkan kerja samanya.
- Berjalan memutari korban. Jangan pernah melangkahi korban.
Jika kita melangkahi korban, korban mungkin akan
merapatkan tubuhnya atau mengkontraksikan ototnya yang
akhirnya akan memperparah cederanya. Selain itu
kotoran mungkin akan jatuh dari sepatu kita ke mata korban
atau ke luka korban.
- Lakukan penilaian sebelum memindahkan korban. Pastikan
korban bernapas dengan stabil, luka yang terbuka sudah dibalut, dan fraktur sudah
dibidai.
- Pilih satu orang sebagai komando

 MEMPOSISIKAN TANDU
Letakkan korban telentang dengan lengan berada di samping tubuh korban. Letakkan
tandu di dekat dan parallel dengan tubuh korban.

LITTER PLACED PARALLEL TO


CASUALTY

 MEMINDAHKAN KORBAN KE ATAS TANDU


Gunakan teknik:
- Modified two-man fore-and-aft carry
- Modified two-man arms carry

 MENGANGKAT TANDU
Jika ada empat penolong, maka tiap penolong memposisikan diri di ujung - ujung tandu.
Posisikan tandu sehingga korban dipindahkan dengan posisi kaki berada di depan.
Masing – masing penolong berlutut dengan satu kaki (menggunakan kaki yang terdekat
dengan tandu). Komando memposisikan diri di dekat bahu kanan korban dan mengarahkan
penolong yang lain. Posisi ini memungkinkan bagi komando untuk memonitor kondisi korban
selama evakuasi.

 CARA MEMBAWA TANDU MELEWATI RINTANGAN

1. Melewati gua, celah yang sempit atau gorong – gorong


 Regu penolong berhenti, tandu diletakkan / diturunkan dalam posisi membujur, tidak kurang
dari 2m di depan pintu gua.
 Pemandu masuk terlebih dahulu untuk memantau keadaan keamanan gua. Kemudian
memberitahukan kepada pimpinan regu bahwa keadaan aman.
 Pimpinan regu menugaskan penolong yang paling kuat (bias dirinya sendiri) untuk membawa
korban dalam posisi telungkup.
 Tiga petugas lainnya kemudian meletakkan korban di atas punggung penolong kemudian
difiksasi dengan ikatan – ikatan pada bagian tertentu dengan posisi korban dapat telentang atau
telungkup tergantung kondisi cederanya.
 Pemandu memasuki gua sebelum petugas pembawa korban dengan senter hingga ke pintu
seberang gua atau ruang gua yang lebih luas, dengan tetap memberi petunjuk kepada petugas
pembawa korban.
 Penolong yang membawa korban memasuki gua dengan merayap disusul oleh penolong
lainnya.

2. Melewati lorong / jalan yang sempit


 Regu berhenti kira – kira 2 m di depan pintu lorong dan tandu diturunkan.
 Pemandu memeriksa keadaan jalan serta keamanannya, untuk jembatan / titian, pemandu
memeriksa kekuatannya untuk menahan beban, kemudian memberitahukannya kepada
pimpinan regu.
 Pimpinan regu kemudian menyiapkan 3 orang untuk mengangkat korban melalui lorong
dengan cara berjalan menyamping. Posisi korban miring didekapkan kepada petugas yang
berjalan paling depan.
 Pemandu berjalan di depan sambil memberi aba – aba, pembawa pasien mengikuti di
belakangnya kemudian disusul oleh penolong lainnya.
 Untuk jembatan / titian bisa ditambahkan tali pengaman.
 Bila celah masih dapat dilalui oleh tandu, korban tidak perlu diturunkan dari tandu, para
pengangkat tandu mengambil posisi sedemikian rupa untuk melewati jalan tersebut.

3. Melewati kayu besar yang melintang atau pagar / tembok


 Regu berhenti kira – kira 2 m di depan rintangan kemudian tandu diturunkan.
 Setelah mendapat laporan dari pemandu tentang keadaan keamanan bagian seberang, pimpinan
kemudian menginstruksikan untuk menyeberang.
 Ujung bagian depan tandu diletakkan di atas batang pohon atau pagar, pengangkat tandu
bagian depan segera menyeberang. Pengangkat tandu bagian belakang menjaga agar posisi
tandu tetap sejajar, tandu kemudian digeser ke arah depan hingga pengangkat tandu bagian
depan menempati posisinya dan menjaga posisi tandu tetap sejajar. Regangkan tandu bagian
belakang, menyeberang, kemudian mengangkat tandu bagian belakang.
 Penolong yang lain kemudian menyusul di belakang.

4. Menyeberangi sungai dangkal


 Tandu diturunkan kira – kira 3 m dari pinggir sungai.
 Pemandu mencari tempat yang paling aman untuk penyeberangan, mengukur kedalaman, dan
kecepatan arus sungai.
 Bila memungkinkan, pemandu memberikan isyarat sekaligus merintis jalur untuk
menyeberang.
 Pasien diikatkan ke tandu dengan baik sebelum penyeberangan.
 Usahakan melangkah dengan menelusurkan kaki, jangan melangkah tinggi – tinggi.
 Saat menyeberangi sungai tandu boleh dipikul dibahu atau diangkat tergantung kedalaman
sungai.
 Setelah tiba di seberang, tandu diturunkan.

5. Naik turun tebing


 Tandu atau korban harus tetap dalam posisi horizontal baik saat naik atau turun tebing
 Pemandu harus mengetahui terlebih dahulu jalur yang akan dilalui, baik itu keamanannya
maupun peralatan yang harus disiapkan.
 Ketika turun tebing, posisi kepala pasien harus di belakang, dan ketika naik tebing, posisi
kepala pasien harus di depan, kecuali pada keadaan tertentu
 Bila ada tebing yang curam, tandu diturunkan dan para pengangkat tandu mengambil posisi
pada bagian bawah tebing, sehingga tandu tetap berada dalam posisi yang benar. Berlaku baik
pada pendakian ataupun penurunan tebing.
 Setelah melewati tebing periksa kondisi pasien.

Penyelamatan dari Posisi Duduk (Rescue Pull).


Pada banyak kecelakaan bermobil korban sering ditemukan pada posisi duduk dalam
kendaraan. Jika ada ancaman pada keselamatan nyawa atau bahaya maka korban harus
dikeluarkan dari kendaraan. Tindakan pemindahan korban keluar mobil lebih optimal dan aman
menggunakan "short spinal" dan rigid collar neck, tindakan tanpa alat hendaknya selalu menjaga
leher dari ancaman cedera cervical dan menjaga pergerakan tulang belakang (hindari
hiperfleksi). Tindakan penyelamatan ini disebut sebagai "Rescue Pull", adapun urutan tindakan
penyelamatan adalah sebagai berikut:

1. Amankan dan imobilisasi kaki untuk menhindari cedera lebih lanjut. Posisikan kaki ke arah
luar/pintu untuk mempermudah korban dibawa keluar.
2. Posisikan tangan kearah dagu untuk melakukan "manual traksi" untuk menstabilisasi cedera
spinal. Jjika memungkinkan pasang collar baik keras atau lunak jika memungkinkan
membuat collar buatan misalnya dari koran atau sandal jepit).
3. Masukkan tangan yang lain dibawah bahu (lewat ketiak) dan pegang lengan untuk menarik
keluar korban ke arah pintu yang terdekat dengan menjaga stabilitas tulang belakang.
4. Angkat dan pindahkan korban ke tempat yang aman, jangan melakukan rescue pull terlalu
lama karena tidak menjamin keamanan. Jika memungkinkan pindahkan ke spinal board atau
alat darurat angkut yang rata seperti pintu kayu. Semua tindakan memindah korban dari
tempat kejadian dikenal dengan "Eksitrasi" yang sebenarnya cukup banyak tehniknya tetapi
berhubung keterbatasan penulisannya dicantumkan salah satu tehnik saja. Dalam keadaan
kegawat darauratan pra rumah sakit dikenal eksitrasi , evakuasi dan transportasi.

Hal yang penting dan harus selalu diingat dalam membawa tandu atau korban melewati
rintangan adalah, pemeriksaan keadaan pasien sebelum, selama, dan setelah melewati rintangan
tersebut. Karena sangat mungkin terjadi cedera tambahan atau cedera yang dialami oleh korban
menjadi lebih parah.
CHAIN OF SURVIVAL

 Merupakan suatu rangkaian tindakan pada pasien henti jantung.

Terdapat lima hal di dalamnya, yaitu

1. Deteksi segera henti jantung dan pengaktifan sistem kegawatdaruratan henti jantung.
 Dalam AHA 2010, ketika terdapat korban tak sadarkan diri dan nafasnya tak teratur atau
henti nafas, maka sudah harus dimungkinkan bahwa korban mengalami henti jantung.
 Maka dari itu, penolong harus segera meminta bantuan orang lain untuk mempersiapkan
AED (Automatic External Defribilator), jika tidak tyersedia maka segera panggil ambulans.
2. Segera lakukan RJP dengan kompresi dada.
3. Segera gunakan defibrilator
 Ketika di luar RS dan tersedia AED, maka setelah AED siap, harus segera gunakan
defribilator.
 Ketika di luar RS dan tidak tersedia AED, penolong harus terus melakukan kompresi dada
sampai ambulans datang.
 Ketika di RS, dapat dipantau melalui monitor EKG.
4. Berikan bantuan hidup lanjutan secara efektif.
 Sebagai contohnya penggunaan ETT
5. Perawatan terpadu pasca henti jantung.
 Meliputi pemantauan aktivitas jantung pasien, suhu, kemungkinan cedera organ lainnya,
dan kemungkinan adanya infeksi.

Anda mungkin juga menyukai