BLOK 18
Oleh kelompok G:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
SKENARIO 1
BENCANA ALAM
1. SKENARIO
Bencana longsor kembali terjadi dan menimbulkan korban jiwa di Jawa Barat pada tanggal
5/5 2015. Longsor menimbun 8 rumah dan material longsor menghantam pipa gas energi
Geothermal dan menimbulkan ledakan. Team BPBD segera bergerak cepat dan dalam
perjalanannya berkoordinasi dengan pusat pelayanan kesehatan terdekat baik puskesmas
maupun rumah sakit serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Tim segera
mengaktifkan SPDGT-B, dan dibantu dengan para relawan, tim segera menyisir beberapa
lokasi untuk mencari korban, memberi pertolongan awal dan merujuk ke RS terdekat.
Korban yang dirujuk masuk ke Triage-UGD RS sebuah RS tipe C. Diantara korban tampak
beberapa orang kritis. Adapun rincian korban bencana ini sebagai berikut: 1. seorang warga
keturunan Iran yang terluka pada kaki dan kepalanya dan berkali-kali berteriak memanggil
petugas kesehatan, 2. seorang korban usia lanjut tampak nafas yang tersengal – sengal
dengan jejas di dinding dadanya disertai ketertinggalan gerak salah satu dinding dadanya, 3.
seorang ibu muda dengan bayi menderita luka di kepala dan wajah penuh dengan abu
disertai adanya memar pada beberapa bagian tubuh dengan keadaan tidak menangis, 4.
seorang wanita hamil yang tampak lemah dengan perdarahan, 5. seorang laki-laki muda
dengan tubuh penuh debu dengan pakaian seperti terbakar disertai kondisi lemah, 6. Seorang
laki-laki yang terbaring lemah dan tampak pucat dengan perut yang distended dan nadi yang
lemah, 7. seorang korban wanita muda terbaring tidak sadar dengan luka berat di kepala dan
8. puluhan korban dengan luka-luka ringan di bagian tubuhnya.
Para petugas UGD RS tampak sibuk ada yang mengindentifikasi kondisi pasien, yang
meninggal, ada yang melakukan pewatan luka, dan ada melakukan resusitasi. Tampak
beberapa petugas menggunakan sarung tangan, pakaian pelindung bahkan ada yang
menggunakan masker dan kaca mata sebagai proteksi diri sesuai prinsip patient safety .
Jumlah korban yang terus bertambah membuat beberapa petugas yang terlihat kebingungan
harus menyelamatkan pasien yang mana dulu karena keterbatasan alat yang ada.
DISASTER MANAGMENT
Penilaian Gawat Darurat dan Aspek Gawat Darurat SPGDT Patient Safety Chain of Survival
Prioritas pelayanan medis terhadap pasien didasarkan pada kondisi, indikasi medis, dan
kesegaran penanganan (emergensi atau elektif)
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
Beda gawat dan darurat :
- Gawat (critical) mengancam nyawa tapi tidak butuh penanganan segera
(immediately treatment) , contoh : kanker, penyakit kronis
- Darurat (emergency) terjadi mendadak dan tidak disangka, butuh penanganan
segera, contoh : digigit ular berbisa, perdarahan hebat, dehidrasi berat, penyakit akut.
Darurat tidak selalu mengancam nyawa, tapi jika tindakan lambat, dampak
terancamnya nyawa seseorang bisa terjadi
- Keadaan gawat dan darurat bisa terjadi bersamaan dimana pasien benar-benar
terancam, butuh pertolongan segera, contoh : pasien mempunyai sakit jantung lama
dan tiba-tiba heart attack (serangan jantung)
Kategori pasien :
- Pasien gawat darurat :
1. Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawa jika tidak dapat pertolongan segera
2. Label merah
3. Contoh : IMA
- Pasien gawat tidak darurat :
1. Dalam keadaan gawat
2. Tapi tidak perlu tindakan darurat
3. Label biru tidak akan bertahan hidup
4. Contoh : Kanker stadium akhir
- Pasien darurat tidak gawat :
1. Label kuning dapat bertahan hidup beberapa jam setelah stabilisasi
2. Contoh : vulnus laseratum tanpa perdarahan hebat
- Pasien tidak gawat tidak darurat
1. Label hijau
Penyebab kegawatdaruratan :
Sesuatu (penyakit, trauma, dan lain lain) yang menyebabkan ancaman terhadap fungsi
vital tubuh :
- Jalan nafas terganggu :
1. Sumbatan oeh benda asing
2. Asma berat
3. Spasme laryngeal
4. Trauma fasial mengganggu jalan nafas
- Fungsi pernafasan terganggu :
1. Tension pneumotoraks, hematotoraks massif, emfisema, fraktur flail chest, fraktur
iga
2. Paralisis otot pernafasan
- Sirkulasi terganggu :
1. Syok (hipovolemik, kardiogenik, anafilaktik, sepsis, neurogenik)
2. Tamponade jantung
- Fungsi otak dan kesadaran terganggu :
1. Stroke dan trauma kapitis disertai penurunan kesadaran
2. Koma diabetikum, uremikum
3. Infeksi otak
4. Kejang
Aspek medikolegal pelayanan gawat darurat :
- Etika tentang gawat darurat berlandaskan
1. Pancasila
Sila kedua perikemanusian yang adil dan beradab
2. LSDI (Lafal Sumpah Dokter Indonesia)
Setiap dokter akan membaktikan hidupnya guna kepentingan perikemanusiaan,
mengutamakan kesehatan pasien, menghormati hidup insani
3. KODEKI
Pasal 13 : Dokter wajib melakukan pertolongan darurat
- Pelayanan medic gawat darurat mempunyai aspek khusus karena menyangkut
kelangsungan hidup seseorang
- Ada beberapa kasus yang bersifat khusus pada pasien gawat darurat :
1. Pasien gawat daryrat tidak sadar karena trauma kapitis tidak didampingi keluarga
dan erlu tindakan bedah segera maka tidak perlu PTM (Persetujuan Tindak
Medis). Hal ini tercantum dalam :
a. KODEKI : dokter mengutamakan kesehatan pasien dan melindungi hidup
insani
b. Permenkes No 585 Tahun 1989 pasal 11 “Dalam hal pasien tak
sadar/pingsan serta tidak didampingi keluarga terdekat dan secara medic
dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medic segera untuk
kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun”
2. Prosedur diagnosis dan terapi yang akan diberikan pada pasien gawat darurat
tidak diharuskan untuk menjelaskan rinci karena waktu terbatas tetapi setelah
tindakan tersebut dijelaskan secara rinci agar jika timbul komplikasi yang tidak
sempat dijelaskan di awal tadi tidak disalahkan
- Pada masalah yang rumit misalkan saat korban gawat darurat lebih besar dari jumlah
tenaga kesehatan maka tenaga kesehatan membagi menjadi 3 kelompok :
1. Cedera ringan tanpa pelayanan kedokteran tidak akan mengancam jiwa
2. Cedera sedang/berat jika diberi pertolongan akan dapat menyelamatkan jiwa
3. Cedera sangat berat walaupun diberi pertolongan tidak akan terselamatkan
Dimana diprioritaskan pada nomor 2 hal inilah yang dinamakan triage
(memilah)
SPGDT
3 KOMPONEN DASAR
SPGDB
3 ESKALAS
(LOGISTIK, PERSIAPAN)
SPGDT
2 SISTIM DASAR
SDM
1 LANDASAN UTAMA
Sumber Daya Manusia (SDM)
KERJASAMA LINTAS SEKTOR
• PEMADAM KEBAKARAN
• ABRI,POLRI
• HANSIP
• PMI
• PRAMUKA
• PKK
• ORARI
• DEP.SOS
• DEP. PU
Komponen Pra Rumah Sakit (luar RS) :
1. Sub sistem ketenagaan (upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan orang awam dan
petugas kesehatan) :
Awam biasa
Dimana mereka adalah orang yang pertama yang menemukan orang yang
sakit/mendapat musibah atau trauma :
Pramuka
Palang merah remaja
Anak sekolah
Guru
IRT
Pengemudi
Hansip
Sekretaris
Awam khusus
Orang awam Khusus adalah orang awam ditambah dengan pengetahuan
/keterampilan sesuai dengan bidangnya seperti pada polisi mis: biomedik
KLL, Luka tembak / tusuk,persalinan,contoh orang awam khusus:
Polisi
Pemadam kebakaran
Satpam
SAR
Ajudan
a. Tujuan : memindahkan PGD dengan aman tanpa memperbarat keadaan penderita
kesarana kesehatan yang memadai.
3. Sub sistem komunikasi (upaya pelayanan komunikasi medik untuk penanggulangan PGD) :
a. Tradisional.
b. Modern.
1. Sub sistem pelayanan gawat darurat (upaya pelayanan PGD di UGD Rumah Sakit) :
Misi UGD : Secara pasti memberikan perawatan yang berkualitas terhadap pasien dengan cara
penggunaan sistem yang efektif serta menyeluruh dan terkoordinasi dalam :
d. Mengatur sebaik mungkin rujukan antar RS (apa, siapa, kapan, bagaimana).
a. Konsep dan prinsip penilaian awal serta penilaian setelah resusitasi.
Filosofi : Intensive Medical Care (IMC) mendapatkan legitimasi bukan karena kompleksitas
peralatan dan pemantauan pasien, tapi karena pasien sakit kritis selalu berakhir pada suatu final
common pathway dari kegagalan sistem organ, sehingga dibutuhkan bantuan terhadap organ
vital baik tersendiri mauun terkombinasi.
Aplikasi tidak terkoordinasi dari multi disipliner tidak hanya merugikan pasien, tetapi
personil perawat dan tenaga profesi medis lainnya juga akan merasa sangat sulit untuk
bekerja dengan baik dalam suatu unit yang tidak mempunyai arah dan filosofi yang tegas.
c. DUKM.
Latar Belakang
Serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam
rangka menyelamatkan pasien dari kematian. Di luar negeri dan negara-negara berkembang,
PPGD sudah dikenalkan dan diterapkan pada masyarakat awam, karena pada keadaan gawat
darurat petugas medis tidak selalu berada di tempat lokasi, misalnya kecelakaan lalu lintas.
Prinsip Utama
Menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat. Oleh karena itu pada PPGD
dikenal istilah time saving is life saving. Semakin cepat kita bertindak dalam kondisi gawat
darurat, maka kemungkinan nyawa tertolong semakin besar. Dalam PPGD akan dibahas
beberapa langkah pertolongan pertama gawat darurat, antara lain: resusitasi jantung paru otak;
perawatan luka, perdarahan, luka bakar, dan sengatan listrik; transportasi pasien; serta perawatan
kejiwaan.
Algoritma
Pada saat menemukan orang atau korban tidak sadar, yang harus kita lakukan adalah:
1. Pastikan kondisi telah aman bagi kita atau penolong. Jangan memaksakan menolong pada
kondisi yang berbahaya, misal: pada saat saling tembak peluru pada peperangan.
2. Setelah memastikan kondisi aman bagi penolong, mulailah mendekati pasien dan periksa
kesadarannya dengan metode AVPU (Alert, respon to Verbal, respon to Pain,
Unresponsive).
3. Apabila ternyata pasien dalam kondisi Unresponsive, segera hubungi 118 atau RS untuk
meminta bantuan. Jelaskan berapa korban atau pasien dan dimana lokasi korban saat itu.
4. Lakukan evaluasi pernapasan dengan cara Look-Listen-Feel.
a. Look: melihat bagaimana pernapasan penderita. Bagaimana pengembangan dada
saat ekspirasi atau inspirasi, apakah ada ketertinggalan gerak pada salah satu sisi
ataukah ada penggunaan muskulus asesori dalam melakukan inspirasi maupun
ekspirasi.
b. Listen: mendengar bagaimana suara napasnya dan identifikasi jenis-jenis suara
tambahan, seperti:
- Snoring: seperti ngorok. Terjadi bila terdapat obstruksi jalan napas
oleh benda padat. Lakukan pengecekan dengan cross finger untuk
bukakan airway
- Gargling: sepeti kumur. Terjadi bila terdapat obstruksi jalan napas
oleh cairan (biasanya darah). Lakukan tatalaksana pertama dengan
melakukan cross finger dan dilanjutkan dengan cara finger swap.
- Crowing: suara nada tinggi. Terjadi bila terdapat pembengkakan
atau edema pada trakea. Pertolongan pertama yaitu posisikan
pasien dalan kondisi chin lift atau jaw thrust saja.
Bila suara tdk terdengar sama sekali, kemungkinan terdapat sumbatan
benda padat yang sulit untuk diambil, maka akan dilakukan: Manuver
Heimlich atau dilakukan Chest Thrust pada daerah epigastrium apabila
penderita terlalu besar.
6. Apabila airway sudah bebas (tidak ada obstruksi ataupun penghambat), segera lakukan
inisiasi napas buatan sebanyak 2 kali dengan jarak 5 detik.
7. Lakukan evaluasi kembali terhadap pernapasan dengan look-listen-feel.
8. Bila belum didapatkan pernapasan, cek nadi karotis.
9. Saat nadi karotis tidak teraba atau teraba lemah dalam 10 detik, lakukanlah kompresi
dada pada setengah sternum bagian distal dengan cara 30 kali kompresi dan 2 kali napas
buatan. Dilakukan selama 5 siklus.
10. Evaluasi kembali nadi karotis dan pernapasan.
11. Bila nadi karotis sudah teraba namun belum ada tanda-tanda pernapasan, lakukan napas
buatan sebanyak 10-12 kali dalam satu menit.
12. Resusitasi ini dihentikan apabila: (a). korban sadar; (b). Terdapat tanda-tanda kematian
(kaku dan lebam mayat); (c). selama 30 menit dilakukan kompresi korban belum juga
sadar; (d). Pertolongan datang; (e). Penolong kelelahan.
13. Apabila korban sadar, dapat segera diposisikan recovery position. Sambil menunggu
pertolongan, bisa dilakukan evaluasi terhadap tanda-tanda syok, antara lain:
a. Heart rate > 100x/menit
b. Akral basah, dingin, pucat
c. Capillary refill time > 2 detik, dengan cara menekan kuku korban hingga pucat
dan menghitung waktu perubahan kuku tersebut kembali menjadi warna merah.
14. Apabila terdapat tanda-tanda syok, korban dapat diposisikan dengan kaki elevasi setinggi
45 derajat untuk mengembalikan darah ke sirkulasi agar tidak terjadi lelah jantung.
Sambil menunggu bantuan, coba untuk mencari penyebab dari syok. Bila karena luka
terbuka atau fraktur, dapat dilakukan perawatan luka atau imobilisasi.
TRIAGE
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
(berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas
perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk
tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan
prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik.
Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini
harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau
membaik, lakukan retriase.
Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan
keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan
antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan
jatung-paru yang diderita sebelumnya. Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus
diutamakan dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih
dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan
tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga
berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien
yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan
hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan
dengan baik. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa
secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage
And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan
kombinasi keduanya lebih layak digunakan.
Tag Triage
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk
mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.
Triage dan pengelompokan berdasar Tagging.
Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan
medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal,
cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat
dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin
mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera
dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang
leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera
jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan
nafas, serta gawat darurat psikologis).
Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan
berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima
(Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.
Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan
kekelompok sesuai.
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM :
R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban
(lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak
mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan
korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport
segera. Resusitasi diambulans.
Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai
bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama
sesuai keadaan.
Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien
dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah
korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah algoritma
*) tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling
sedikit manghabiskan waktu, peralatan dan persediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik
mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara cepat
menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan
tindakan sesuai kode pada tag. (Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas
triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).
4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :
Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan triase) mulai
melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase, dan kemudian
mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan
ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu.
TRANSPORTASI KORBAN
Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan serta transportasi yang sesuai.
Koordinator Transportasi bekerjasama dengan Koordinator Medik menentukan rumah sakit
tujuan, agar pasien trauma serius sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas hingga
tindakan definitif dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan melebihi
kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan pindahkan
bencana ke RS).
PERIMETER
Perimeter Terluar. Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan mengatur
perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya.
Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak berkepentingan masuk dan memudahkan
kendaraan gawat darurat masuk dan keluar.
Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi bencana yang
disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke
perimeter kedua atau zona dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan
melewati perimeter Zona Panas untuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien
secara tidak aman tanpa izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya
lontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil atau berbahaya.
Keamanan.
Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua kegiatan dalam
keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas
keamanan melihat keadaan berpotensi bahaya yang bisa membunuh penolong atau korban, ia
punya wewenang menghentikan atau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.
Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif dibawah
satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk menyelamatkan hidup, untuk
meminimalkan risiko cedera serta kerusakan.
PENILAIAN AWAL.
Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasi-stabilisasi, survei
sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak dibutuhkan
untuk menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas
jangan lakukan urutan langkah-langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan.
SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang
diselenggarakan secara timbal balik, baik vertical dalam arti dari satu strata sarana pelayanan
kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal dalam arti antara
strata sarana pelayanan kesehatan yang sama.
Pada keadaan gawat darurat dibuat pengecualian dimana untuk merujuk tidak perlu surat rujukan
dan informed consent. Pertimbangan untuk memilih tempat rujukan antara lain kondisi pasien,
ketersediaan dokter jaga, ketersediaan ruang IGD, ICU, serta pertimbangan jarak.
EVAKUASI
Adalah mengungsikan atau menyelamatkan korban dari tempat yang berbahaya menuju
ke tempat yang lebih aman (pengungsian / shelter). Yang perlu dievakuasi:
Korban bencana alam
Korban kecelakaan
Korban yang sudah meninggal tetapi masih berada di tempat yang berbahaya
(merupakan korban terakhir yang dievakuasi / bukan prioritas utama)
PENTING:
Ketahui keterbatasan anda
Identifikasi bahan kimia berbahaya
Mendapat akses menuju korban
Menyediakan perawatan dan stabilisasi para korban
Memindahkan pasien jika hanya diperlukan
TEKNIK EVAKUASI
PENTING: jangan memindahkan korban yang diduga fracture leher atau tulang belakang,
kecuali dalam keadaan yang benar – benar mengancam nyawa. Tunggu hingga bantuan datang.
Memposisikan korban
Beberapa teknik satu orang membutuhkan korban dalam posisi telentang. Beberapa yang lain
membutuhkan korban dalam posisi telungkup. Untuk memposisikan korban, bisa digunakan
langkah berikut :
Berlututlah di samping korban, di sisi yang tidak sakit / terluka
Regular method
A. letakkan korban dalam posisi telungkup
B. posisikan tubuh kita mengangkangi tubuh korban, kemudian sisipkan tangan kita ke bawah
dada korban, dan kaitkan kedua tangan kita.
C. Angkat tubuh korban, lalu berjalanlah ke belakang hingga kaki korban lurus dan sendi
lututnya terkunci.
D. Berjalanlah ke depan hingga korban dalam posisi berdiri. Jaga posisi korban agak condong
ke belakang agar kakinya tetap terkunci. Jika kakinya tidak terkunci, maka berjalanlah ke
belakang hingga terkunci, kemudian berjalan ke depan lagi hingga korban dalam posisi
berdiri.
E. Rangkul pinggang korban dengan satu tangan dan angkat lengan korban. Gunakan tangan
yang lain untuk menjaga tubuh korban tetap tegak.
F. Bergeraklah ke depan tubuh korban dengan melewati bawah lengan korban. Kembalikan
posisi tangan korban. Tahan tubuh korban dengan cara melingkarkan lengan ke pinggang
korban. Posisikan kaki kita di antara kaki korban.
Alternate method
o Letakkan korban dalam posisi telungkup
o Berlututlah di dekat kepala korban
o Sisipkan tangan melewati ketiak, ke arah punggung korban
o Angkat korban hingga berlutut
o Penting: jaga kepala korban, jangan sampai tersentak ke belakang dan membahayakan
lehernya.
o Rendahkan lengan kita, kemudian angkat korban ke posisi berdiri hingga sendi lututnya
terkunci.
o Lingkarkan lengan di pinggan korban dan jaga badan korban agak miring ke belakang
o Letakkan kaki kita di antara kaki korban.
SADDLEBACK
CARRY
Bentuklah pegangan dengan menyatukan dua pistol belt, membentuk satu lingkaran besar. Jika
pistol belt tidak tersedia gunakan material yang kuat, tidak akan putus.
A. Letakkan korban dalam posisi telentang belt (yang sudah di bentuk lingkaran), ke bawah
tubuh korban, sehingga bagian atas lingkaran ada di bawah punggung bagian bawah korban,
sementara bagian bawah lingkaran ada di bawah paha korban. Usahakan gesper terletak di
tengah di belakang tubuh korban
B. Rentangkan kaki korban, lalu berbaring telentang diantara kaki korban. Lewatkan lengan
kita ke dalam lingkaran yang terbentuk dari sisa lingkaran tali yang ada di sisi tubuh korban.
Betulkan talinya sehingga pas di bahu. Genggam pergelangan tangan korban dan kain celananya
di sisi yang terluka
C. Bergulinglah ke arah sisi tubuh korban yang tidak terluka, hingga posisi kita dan posisi
korban sama – sama telungkup.
D. Lepaskan pergelangan tangan korban dan kakinya
E. Kemudian angkat tubuh kita ke posisi berlutut.
F. Berdiri dengan bantuan tangan jika perlu. Jaga tubuh kita condong ke depan untuk
menyeimbangkan berat badan korban.
*Jika korban tidak sadar dan kita tidak perlu membawa apapun di tangan kita, kita bisa
menggenggam pergelangan tangan korban, untuk lebih menyeimbangkan
*Jika korban sadar, kita bisa menyuruh korban melingkarkan lengannya di leher kita.
- Tautkan kedua tangan korban jika korban dalam keadaan sadar, atau ikat dengan material
yang tidak akan melukai pergelangan tangan korban, misalnya pakaian lapangan korban
atau cravat, jika korban tidak sadar. Jangan mengikat terlalu erat sehingga mengganggu
sirkulasi.
- Posisikan diri kita mengangkangi korban.
- Lingkarkan lengan korban ke leher kita
- Merangkaklah menggunakan tangan dan lutut
- Penting : jaga agar kepala korban tidak terseret di tanah
j. Blanket drag
Dapat digunakan untuk korban tidak sadar dan cedera parah serta korban tidak dapat
menggerakkan dirinya karena akan memperparah cedera.
- Penolong pertama berlutut di belakang kepala korban dan menyisipkan tangan di bawah
lengan korban.
- Penolong kedua merentangkan kaki korban, dan berlutut diantaranya, menghadap ke
penolong pertama.
- Angkat korban bersama – sama dan letakkan di atas tandu.
- Penting: jangan lupa, selalu satu komando
Penting:
- jika korban tidak sadar maka penolong harus tetap memegang pergelangan tangan korban.
- Jika korban lebih tinggi dari penolong, penolong dapat melepaskan tangan dari pinggang
korban, dan menggunakannya untuk mengangkat dan menopang paha korban. Hal ini akan
menjaga agar kaki korban tidak terseret.
Penting:
- lebih dari dua penolong mungkin diperlukan jika korban sangat berat atau kepala/kaki korban
membutuhkan penopang tambahan. Jika korban mengalami patah tulang belakang atau leher
dan terpaksa dipindahkan dengan cara manual, bisa digunakan teknik four-man arms carry.
Penolong ketiga menopang kepala korban dan penolong keempat menopang kaki korban.
Semua tindakan dilakukan dengan satu komando. Jaga agar badan korban tetap berada dalam
satu garis lurus.
- tekniknya sama
- posisikan diri penolong berlawanan sisi dengan tandu
- letakkan korban ke atas tandu atau suruh orang lain untuk meletakkan tandu ke bawah tubuh
korban
ATURAN UMUM:
- Jelaskan prosedur pada korban. Jika korban dalam keadaan
sadar, beritahu dia tindakan apa yang akan kita lakukan.
Keterangan itu akan membantu menenangkan korban dan
membantu untuk mendapatkan kerja samanya.
- Berjalan memutari korban. Jangan pernah melangkahi korban.
Jika kita melangkahi korban, korban mungkin akan
merapatkan tubuhnya atau mengkontraksikan ototnya yang
akhirnya akan memperparah cederanya. Selain itu
kotoran mungkin akan jatuh dari sepatu kita ke mata korban
atau ke luka korban.
- Lakukan penilaian sebelum memindahkan korban. Pastikan
korban bernapas dengan stabil, luka yang terbuka sudah dibalut, dan fraktur sudah
dibidai.
- Pilih satu orang sebagai komando
MEMPOSISIKAN TANDU
Letakkan korban telentang dengan lengan berada di samping tubuh korban. Letakkan
tandu di dekat dan parallel dengan tubuh korban.
MENGANGKAT TANDU
Jika ada empat penolong, maka tiap penolong memposisikan diri di ujung - ujung tandu.
Posisikan tandu sehingga korban dipindahkan dengan posisi kaki berada di depan.
Masing – masing penolong berlutut dengan satu kaki (menggunakan kaki yang terdekat
dengan tandu). Komando memposisikan diri di dekat bahu kanan korban dan mengarahkan
penolong yang lain. Posisi ini memungkinkan bagi komando untuk memonitor kondisi korban
selama evakuasi.
1. Amankan dan imobilisasi kaki untuk menhindari cedera lebih lanjut. Posisikan kaki ke arah
luar/pintu untuk mempermudah korban dibawa keluar.
2. Posisikan tangan kearah dagu untuk melakukan "manual traksi" untuk menstabilisasi cedera
spinal. Jjika memungkinkan pasang collar baik keras atau lunak jika memungkinkan
membuat collar buatan misalnya dari koran atau sandal jepit).
3. Masukkan tangan yang lain dibawah bahu (lewat ketiak) dan pegang lengan untuk menarik
keluar korban ke arah pintu yang terdekat dengan menjaga stabilitas tulang belakang.
4. Angkat dan pindahkan korban ke tempat yang aman, jangan melakukan rescue pull terlalu
lama karena tidak menjamin keamanan. Jika memungkinkan pindahkan ke spinal board atau
alat darurat angkut yang rata seperti pintu kayu. Semua tindakan memindah korban dari
tempat kejadian dikenal dengan "Eksitrasi" yang sebenarnya cukup banyak tehniknya tetapi
berhubung keterbatasan penulisannya dicantumkan salah satu tehnik saja. Dalam keadaan
kegawat darauratan pra rumah sakit dikenal eksitrasi , evakuasi dan transportasi.
Hal yang penting dan harus selalu diingat dalam membawa tandu atau korban melewati
rintangan adalah, pemeriksaan keadaan pasien sebelum, selama, dan setelah melewati rintangan
tersebut. Karena sangat mungkin terjadi cedera tambahan atau cedera yang dialami oleh korban
menjadi lebih parah.
CHAIN OF SURVIVAL
1. Deteksi segera henti jantung dan pengaktifan sistem kegawatdaruratan henti jantung.
Dalam AHA 2010, ketika terdapat korban tak sadarkan diri dan nafasnya tak teratur atau
henti nafas, maka sudah harus dimungkinkan bahwa korban mengalami henti jantung.
Maka dari itu, penolong harus segera meminta bantuan orang lain untuk mempersiapkan
AED (Automatic External Defribilator), jika tidak tyersedia maka segera panggil ambulans.
2. Segera lakukan RJP dengan kompresi dada.
3. Segera gunakan defibrilator
Ketika di luar RS dan tersedia AED, maka setelah AED siap, harus segera gunakan
defribilator.
Ketika di luar RS dan tidak tersedia AED, penolong harus terus melakukan kompresi dada
sampai ambulans datang.
Ketika di RS, dapat dipantau melalui monitor EKG.
4. Berikan bantuan hidup lanjutan secara efektif.
Sebagai contohnya penggunaan ETT
5. Perawatan terpadu pasca henti jantung.
Meliputi pemantauan aktivitas jantung pasien, suhu, kemungkinan cedera organ lainnya,
dan kemungkinan adanya infeksi.