Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Pemicu 1
Anda sedang berada di jalan raya dan menemukan seorang laki-laki dewasa sedang
mengalami perdarahan pada tungkai bawah kanannya setelah terjadi kecelakaan kendaraan
bermotor dan berteriak kesakitan. Laki-laki ini mengeluh tungkai bawah kanannya tidak dapat
digerakkan. Laki-laki ini mengatakan jika perutnya juga nyeri karena terbentur stang
motornya. Anda menemukan jika terdapat jejas berwarna merah kehitaman pada perut
kanannya dan luka terbuka pada tungkai bawah kanannya, akralnya dingin dan berkeringat.
Sebagai mahasiswa kedokteran apa yang sebaiknya anda lakukan ?

1.2.Klarifikasi dan Definisi
a. Perdarahan
Yaitu keluarnya darah dari pembuluh darah akibat kerusakan atau robekan pembuluh
darah.
b. Akral
Yaitu ujung dari ekstremitas.
c. Jejas
Yaitu disorientas jaringan patologis atau traumatis atau hilangnya fungsi suatu bagian.

1.3.Kata Kunci
a. Jejas di perut
b. Perdarahan tungkai bawah
c. Tungkai bawah kanan tidak dapat di gerakkan
d. Akralnya dingin dan berkeringat
e. Perut nyeri karena terbentur
f. Luka terbuka pada tungkai

1.4.Rumusan Masalah
Bagaimana langkah yang tepat yang dapat di lakukan sebagai mahasiswa kedokteran dalam
menangani kasus kecelakaan pada pemicu ?
2


1.5.Analisis Masalah


















1.6.Hipotesis
Langkah yang tepat dalam menangani kasus pada pemicu yaitu dengan mengidentifikasi
masalah yang dialami pasien serta memberi pertolongan pertama.

1.7.Pertanyaan Diskusi
1. Jelaskan prinsip penanganan berdasarkan triase !
2. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan berdasarkan sistem penanganan gawat
darurat terpadu ?
3. Bagaimana penilaian kesadaran dan kegawatdaruratan ?
4. Bagaimana aspek medikolegal dalam penanganan gawat dan darurat ?
5. Apa yang dimaksud dengan syok ?
6. Apa saja jenis atau tipe syok ?
Pasien Kecelakaan
Perdarahan
pada tungkai
bawah kanan
Tungkai bawah
kanan tidak dapat
di gerakkan
Perut
nyeri
Jejas merah
kehitaman
pada perut
Luka
pada
tungkai
Akral dingin
dan
berkeringat
Kegawatan
Kedaruratan
Pertolongan
pertama sebagai
mahasiswa
kedokteran
3

7. Apa tanda-tanda orang mengalami syok ?
8. Apa saja jenis-jenis vulnus ?
9. Jelaskan tentang trauma tumpul dan trauma tajam !
10. Apa saja jenis-jenis pembalutan ?
11. Bagaimana pertolongan pertama pada luka terbuka ?
12. Bagaimana prosedur pembalutan pada luka terbuka tersebut ?
13. Bagaimana penanganan terhadap perdarahan pada tungkai bawah di kasus pemicu ?
14. Apa saja jenis-jenis fraktur ?
15. Jelaskan tentang pembidaian !
16. Bagaimana prosedur pembidaian pada pasien yang mengalami fraktur ?
17. Apa yang menyebabkan tungkai bawah pasien tidak dapat digerakkan ?
18. Apa saja yang harus dilakukan pada saat pemberian pertolongan pertama pada pasien
di kasus pemicu ?
19. Apa penyebab akral terasa dingin dan berkeringat pada kasus pemicu ?

















4

BAB 11
PEMBAHASAN
2.1. Jelaskan prinsip penanganan berdasarkan triase !
(1) (2)

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling
efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongandan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008). Menurut
Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan sistem prioritas, prioritas adalah
penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu
pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :
1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.
2) Dapat mati dalam hitungan jam.
3) Trauma ringan.
4) Sudah meninggal.
Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukandengan:
Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
Menilai kebutuhan medis
Menilai kemungkinan bertahan hidup
Menilai bantuan yang memungkinkan
Memprioritaskan penanganan definitive
Tag Warna.
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahanyang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hal yang
mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi :
Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
Darurat adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan
ABC (Airway/ jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation/ sirkulasi), jika tidak
ditolong segera maka dapat meninggal / cacat.



5

Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
a. Gawat darurat (P1)
Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,trauma mayor dengan perdarahan hebat
b. Gawat tidak darurat (P2)
Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Setelahdilakukan
diresusitasi maka ditindaklanjutioleh dokter spesialis. Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut,
fraktur, sickle cell dan lainnya
c. Darurat tidak gawat (P3)
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien
sadar,tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak
lanjutdapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup, sistitis, otitis media dan
lainnya.
d. Tidak gawat tidak darurat (P4)
Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala dan
tanda klinis ringan / asimptomatis.
Untuk penggolongan kondisi pasien, maka digunakan tag atau tanda warna, diantaranya :
a. Merah : Kondisi gawat darurat, korban harus mendapat prioritas penanganan
pertama dan secepat mungkin dikirim ke instalasi kesehatan terdekat
b. Kuning : Korban tidak terlalu gawat, prioritas penanganan sedang dan harus
dibawa ke instalasi kesehatan juga
c. Hijau : cedera ringan, prioritas setelah kelompok kuning, korban boleh
pulang dan tidak perlu dirujuk ke instalasi kesehatan
d. Hitam : Korban meninggal, prioritas penanganan terakhir, dibawa ke instalasi
kesehatan untuk otopsi

2.2. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan berdasarkan sistem penanganan
gawat darurat terpadu ?
(3)

SPGDT (sistem penanganan gawat darurat terpadu) adalah sebuah sistem
penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit,
pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat
yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh
masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan
sistem komunikasi.
SPGDT dibagi menjadi :
a. SPGDT-S (Sehari-Hari)
6

SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang
dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit di Rumah Sakit antar Rumah Sakit dan terjalin
dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian
kegiatan sebagai berikut :
1. Pra Rumah Sakit
Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat
darurat untuk mendapatkan pertolongan medik
Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus
(satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)
Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari tempat kejadian
ke rumah sakit (sistem pelayanan ambulan)
2. Dalam Rumah Sakit
Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit
Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
Pertolongan di ICU/ICCU
3. Antar Rumah Sakit
Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)
Organisasi dan komunikasi

b. SPGDT-B (Bencana)
SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah Sakit
dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada terjadinya korban
massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan
umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
1. Tujuan Khusus :
Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam
masyarakat sebagaimana mestinya.
Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai.
Menanggulangi korban bencana.
2. Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :
7

Kecepatan menemukan penderita.
Kecepatan meminta pertolongan.
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
Ditempat kejadian.
Dalam perjalanan ke puskesmas atau rumah-sakit.
Pertolongan di puskesmas atau rumah-sakit.
2.3. Bagaimana penilaian kesadaran dan kegawatdaruratan ?
(4)

a. Kesadaran
Didasarkan pada respon dari mata, pembicaraan, dan motorik; di mana masing-masing
mempunyai scoring tertentu, mulai dari yang paling baik (normal) sampai dengan yang
paling jelek. Jumlah total scoring paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik
(normal) adalah 15 (lima belas).
Adapun scoring tersebut adalah:
1. Eye open Scoring
- Spontan membuka mata 4
- Terhadap suara membuka mata 3
- Terhadap nyeri membuka mata 2
- Menutup mata terhadap segala jenis rangsang 1
2. Verbal response
- Berorientasi baik 5
- Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau) 4
- Bisa membentuk kata tetapi tidak mampu mengucapkan suatu kalimat 3
- Bisa mengeluarkan suara yang tidak punya arti (groaning) 2
- Suara: tidak ada 1
3. Motoric response
- Menurut perintah 6
- Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba) 5
- Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4
- Menjauhi rangsangan nyeri (flexion) 3
- Ekstensi spontan 2
- Tidak ada gerakan 1
Skala dari Glasgow ini di samping untuk menentukan tingkat kesadaran, juga berguna
untuk menentukan prognosis perawaran suatu penyakit (misalnya contusion cerebri).
8

b. Kegawatdaruratan
Penanganan pertama pada semua kasus trauma adalah sama, tidak terkecuali pada trauma
mengacu pada ATLS protocol, penilaian dimulai dari survey primer cepat (rapid primary
survey), termasuk evaluasi dari airway, breathing, circulation, disability and exposure.

Airway
Nilai jalan napas sambil mempertahankan immobilisasi dari cervical spine sampai
kemungkinan kerusakan dikesampingkan. Jaw thrust tanpa ekstensi kepala dapat
digunakan untuk membuka airway dari pasien-pasien trauma. Berikan suplai oksigen
yang mencukupi, dan intubasi pasien jika diperlukan.
Breathing
Pertama-tama akses napas dengan mendengarkan suara napas. Menghilang atau
tiadanya suara napas dapat meningkatkan kecurigaan adanya pneumothorax. Selanjutnya,
inspeksi keasimetrisan dari perpindahan chest wall, atau luka terbuka. Kemudian palpasi
chest wall secara perlahan-lahan. Ketika dipalpasi ada bunyi seperti bunyi retak dpat
mengindikasikan adanya fraktur tulang rusuk atau pneumothorax. Jika terjadi indikasi
pneumothorax atau tulang rusuk dengan cepat berikan needle decompression atau tube
thoracostomy. Pulse oximetry dan capnography dapat berguna.
Circulation
Untuk menilai sirkulasi. Jika terdapat hemorrhage eksternal kasar, kontrol dengan
tekanan langsung. Nilai denyut nadi, capillary refill, dan tekanan darah.
Disability
Untuk menilai disability, lakukan pemeriksaan neurologis lengkap secara fokus dan
singkat untuk mendokumentasikan status mental pasien. Pemeriksaan harus menilai
reaktivitas dan ukuran dari pupil, menetukan Glasgow Coma Scale dari pasien, dan notasi
dari deficit neurologic fokal seperti kelemahan unilateral atau tonus otot yang lemah.
Secara ideal, pemeriksaan diasbilitas harusnya dilakukan sebelum pemberian obat-obatan,
sedative, atau paralytics.
Exposure
Untuk menilai dengan jelas survey sekunder, pasien harus di terpapar secara jelas.
Pasien diminta untuk tidak berpakaian sambil mengambil tindakan pencegahan untuk
mencegah atau mengenali dan mengkoreksi yang berhubungan dengan hipotermia. Mulai
penilaian secondary survey, termasuk melihat pasien dari satu tempat ke tempat lain dan
9

menilai semua lipatan tangan, bagian belakang, axilla untuk menilai tanda-tanda trauma
(contoh, luka memar, hematoma, luka goresan, atau luka tusuk). Coba untuk mencari
semua keberadaan luka dan mendokumentasikan lokasi luka tersebut. Untuk membantu
pengidentifikasian dari jalan peluru, tempatkan penanda radiopaque (contoh, jepitan
kertas) di tempat terjadinya luka utama untuk mendapatkan X-ray. Jangan menghilangkan
benda asing yang telah tertusuk karena benda tersebut dapat menjadi hemostasis dari luka
vaskuler. Kebanyakan benda asing harus dihilangkan tetapi dibawah tempat yang sangat
terkontrol dan dikonsultasikan dengan ahli bedah. Jelaskan masing-masing lukanya, dan
hindari penggunaan kata-kata seperti luka masuk atau luka keluar di penilaian pertama,
karena sangat susah untuk menilai jenisnya hanya dengan melihat luka secara visual.
Penentuan ini sebaiknya diserahkan kepada ahli forensik.
Jenis luka tajam dibawah garis nipple membenarkan evaluasi untuk trauma intra-
abdomen. Untuk pasien yang mengalami tabrakan kendaraan bermotor, dengan hati-hati
nilai bagian dada dan abdomen untuk melihat adanya ecchymosis atau erythema di bagian
clavicula atau bagian sepanjang abdomen. Istilah klasik seat-belt sign atau memar linear
di bawah abdomen menandakan terdapatnya trauma intra-abdominal, terdapat pada
hampir 25% pasien dengan keluhan ini. Periksa abdomen jika terdapat kelunakan,
penggelembungan, kekakuan, atau tertahan. Biasanya sangan sulit untuk menilai suara
usus ketika melakukan pemeriksaan ini. Evaluasi pelvis untuk melihat ketidakstabilan dari
posterior atau lateral dengan tekanan lemah lembut; tidak perlu memerlukan tenaga yang
banyak dan tidak dilakukan secara berulang-ulang. Periksa bagian genital dan lihat apakah
ada darah di bagian urethral meatus, terutama pad pria. Lakukan pemeriksaan digital
rectal di seluruh pasien yang memiliki trauma abdomen untuk melihat apakah ada darah
kotor, nilai tonus sphincter, identifikasi high-riding prostate, dan melihat apakah ada
tanda-tanda dari trauma. Tidak ada peran untuk uji darah akut tersembunyi di trauma. Jika
terdapat darah pada urethral meatus atau high-riding prostate, maka pemasangan kateter
merupakan kontraindikasi dan urethrogam retrograde diperlukan untuk mengevaluasi
apakan terdapat luka urethral.
2.4. Bagaimana aspek medikolegal dalam penanganan gawat dan darurat ?
(5)

Pelayanan kegawat darurat mempunyai aspek khusus kerena mempertaruhkan
kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dari segi yuridis khususnya hukum kesehatan
terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa. Menurut segi pendanaan,
nampaknya hal itu menjadi masalah, karena dispensasi di bidang ini sulit dilakukan.
a. Karakteristik pelayanan gawat darurat
10

Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan
pelayanan non- gawat darurat kerana memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus
dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan
menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan kegawat darurat.
Beberapa isu seputar pelayanan gawat darurat
Pada keadaan gawat darurat medik didapat beberapa masalah utama:
Periode waktu pengamata/pelayanan relatif singkat
Perubahan klinis yang mendadak
Mobilitas petugas yang tinggi
Hal- hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki
resiko tinggi pasien berupa kecatatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di gawat
darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi
kematian. Situsi emosional dari pihak pasien Karena tertimpa resiko dan pekerjaan
tenaga kesehatan yang dibawah tekanan mudah menyulut konflik antara pihak
pemberi pelayanan kesehatan.
Hubungan dokter pasien dalam keadaan gawat darurat
Hubungan dokter- pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakan
hubungan yang spesifik. Dalam keadaan biasa (bukan keadaan gawat darurat) maka
hubungan dokter- pasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak, yaitu pasien
dengan bebas dapat menentukan dokter akan dimintainya bantuannya (didapati azas
voluntarisme).
Demikian pula dalam kunjungan berikutnya, kewajiban yang timbul pada dokter
berdasarkan pada hubungan yang telah terjadi sebelumnya (pre-existing relationship).
Dalam keadaan darurat hal di atas dapat tidak ada dan azas volunterisme dari kedua
belah pihak juga tidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus
berlaku dalam pelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas volunterisme.
Pengaturan staf dalam instalasi gawat darurat
Ketersedian tenaga kesehatan dalam jumlah memadai adalah syarat yang dipenuhi
oleh IGD. Selain dokter jaga yang siap di IGD, rumah sakit juga harus menyiapkan
spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak, dll) untuk memberi dukungan tindakan
medis spesialis yang bertugas harus siap dan bersedia menerima rujukan dari IGD.
Jika dokter spesialis gagal memenuhi kewajibannya maka tangungjawab terletak pada
dokter itu dan juga rumah sakit karena tidak mampu mendisplinkan dokternya.

2.5. Apa yang dimaksud dengan syok ?
(6)

11

Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah
yang bersirkulasi secara efektif. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara
adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan
kematian.
Pada syok yang kurang parah, kompensasi tubuh dapat berupa peningkatan laju
jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer (keduanya secara refleks), sehingga hal
tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital. Ketika
syok bertambah parah, kompensasi ini akan gagal.

2.6. Apa saja jenis atau tipe syok ?
(6), (7), (8), (9), (10)

Syok secara klasik dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kardiogenik, hipovolemik, dan
distributif syok.
1. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi apabila jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk
mempertahankan curah jantung yang memadai. Syok ini dapat terjadi dengan penyakit
yang menyebabkan kerusakan miokard langsung atau menghambat mekanisme kontraktil
jantung.
Penyebab umum dari syok kardiogenik tercantum dalam Tabel 1. Agen anestesi
dapat mengurangi kontraktilitas jantung oleh banyak mekanisme (misalnya kalsium-
channel blokade, menghambat pelepasan kalsium retikulum sarkoplasma, meningkatkan
pengikatan kalsium oleh sarcolemma). Semua mekanisme tersebut mengurangi jumlah
kalsium yang tersedia untuk aktivasi kontraktil.Jika syok kardiogenik disebabkan oleh
infark miokard (dalam tidak adanya defek septum ventrikel, ruptur otot papilaris,
obstruksi saluran ventrikel kiri, tamponade jantung, emboli paru, aritmia jantung atau
infark ventrikel kanan dengan hipovolemia). Lebih dari 40% akibat hilangnya fungsi
ventrikel kiri.

Hal ini terjadi pada 7% - 10% dari pasien dengan infark miokard akut dan
memiliki tingkat kematian 60% - 80%. Abnormalitas miokard ditandai dengan kedua
sistolik dan disfungsi diastolik.
Tabel 1.
Penyebab secara umum Spesifik
12

Kerusakan miokard langsung infark miokard
cardiomyopathy
bypass jantung
trauma jantung
miokarditis
mekanisme penghambatan kontraksi 1. Drug toxicity
a Anti arrhythmics, anestesi lokal
b anti histamin
c anti depresan trisiklik
d blocker -adrenergik
e inhibitor kanal kalsium
2. Anaphylaxis
3. Septicaemia
4. Pancreatitis
5. Biliary peritonitis
6. Endocrine causes
a krisis addisonian
b hipofisis apopleksi
c miksedema

2. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik terjadi apabila ada defisit volume darah 15%, sehingga
menimbulkan ketidakcukupan pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan dan
penumpukan sisa-sisa metabolisme sel. Berkurangnya volume intravaskular dapat
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh secara akut atau kronik, misalnya karena
oligemia, hemoragi, atau kebakaran.

3. Syok distributif
Syok distributif disebabkan oleh maldistribusi aliran darah karena adanya
vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak
memadai untuk perfusi jaringan. Vasodilatasi perifer menimbulkan hipovelemia relatif.
Contoh klasik dari syok distributif adalah syok septik. Akan tetapi, keadaan vasodilatasi
akibat faktor lain juga dapat menimbulkan syok distributif, seperti pacuan panas (heat
stroke), anafilaksis, syok neurogenik, dan systemic inflamatory response syndrome
(SIRS). Syok septik merupakan komplikasi umum yang dijumpai pada praktik hewan
kecil dan dilaporkan merupakan penyebab kematian yang paling umum pada unit
perawatan intensif bukan kardium.
a Syok anafikaltik
13

Syok anafilaktik merupakan syok yang disebabkan oleh pajanan zat allergen
sehingga memicu reaksi elergi yang akhirnya diikuti oleh vasodilatasi pembuluh
darah massif.
b Syok neurogenik
Merupakan syok yang disebabkan kegagalan pusat vasomotor yang ditandai dengan
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi
penurunan tekanan darah secara massif.
c Syok sepsis
Merupakan sindroma klinik ketidakadekuatan perfusi jaringan akibat terjadinya
sepsis.

2.7. Apa tanda-tanda orang mengalami syok ?
(11)

Tidak ada uji klinik atau biologis untuk menilai shock. Jika mekanisme pengganti
masih berfungsi dengan baik di awal shock, seseorang akan tidak terlihat hipotensi
melainkan pasien yang khawatir tersebut tetap akan mempertahankan tekanan darahnya.
Di tingkat awal dari shock, yang dikenal sebagai preshock, gejala shock akan tidak
tampak, tetapi dapat memberikan tanda-tanda untuk intervensi awal. Menunggu sampai
full-blown shock akan memakan banyak waktu, dan pendekatan agresif proaktif harus
dikejar.
Selama tanda awal shock atau preshock, dapat dilihat kulit yang pucat, dingin, lunak
yang menandakan kompensasi tinggi SVR (systemic vascular resistance) di shock
hypovolemic dan cardiogenic. Tekanan nadi mulai memelan (dengan sedikit penurunan di
tekanan darah systole dan kenaikan di diastole) dan kekhawatiran pasien meningkat.
Darah didorong secara istimewa dari kulit dan gastrointestinal (GI) ke jantung dan otak.
Setelah kehilangan 20-30% di shock hypovolemic, tachycardia naik, volume urine
menurun dengan menurunnya aliran darah renal, dan pasien menjadi sangat-sangat
khawatir. In shock cardiogenic, gagal jantung pada daerah sebelah kiri menandakan
edema pulmonary, sedangakan pada sebelah kanan menandakan edema perifer dengan
elevasi dari jugular venous distention (JVD).
Di shock distributive, masalah utama adalah kehilangan tonus vascular dengan
erythematous kulit hangat meskipun hipotensi. Respon tachycardic bervariasi dan pada
awal-awal, jantung mungkin hyperdynamic. Ini adalah warm patient di shock.
Di full-blown shock, pasien mulai merasa sangat khawatir dan pada akhirnya
mengalami penurunan status mental. Hipotensi terjadi dan mungkin dapat menjadi
semakin hipotensi. Pasiennya akan mengalami tachypnea sampai gagal pernapasan terjadi
14

dan akan mengalami metabolisme acidosis karena jumlah asam laktat yang meningkat
karena respirasi anaerob. Pada tingkat selular, ekstraksi oksigen jaringan adalah maksimal
dan menjadi refleksi di penurunan saturasi dari vena-vena oksigen campuran. Berikutnya
terjadi kegagalan pada beberapa organ. Shock yang bersifat irreversible akan terjadi jika
terapi yang diberikan tidak bersifat agresif

2.9. Apa saja jenis-jenis vulnus ?
(12)

a. Berdasarkan derajat kontaminasi
1. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka
sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi.
2. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan saluran perkemihandalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka
akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi.
3. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan,
saluranpencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini
dapatditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan(luka laserasi), fraktur
terbuka maupun luka penetrasi.
4. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka
dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan
yang sangat terkontaminasi.
b. Berdasarkan Penyebab
1. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores
Vulnus ekskoriasi adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan
benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian
traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuhmaupun benturan benda tajam ataupun
tumpul.
2. Vulnus scissum
Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis
lurus dan beraturan. Vulnus scissumbiasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti
terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .
3. Vulnus laseratum atau luka robek
15

Vulnus laseratum adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping
biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada
kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman
luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.
4. Vulnus punctum atau luka tusuk
Vulnus punctum adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka
lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan
paku dan benda-benda tajam lainnya.Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam
dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
5. Vulnus morsum
Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk
permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit.Dengan kedalaman luka juga
menyesuaikan gigitan hewan tersebut.
6. Vulnus combutio
Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan
arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan
permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam.Biasanya juga disertai bula
karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.
7. Kontusio atau memar
Kontusio adalah luka oleh benda tumpul dan ditandai kerusakan pembuluh darah dan
ekstravasasi darah ke dalam jaringan.

2.10. Jelaskan tentang trauma tumpul dan trauma tajam!
(13)

a. Luka akibat trauma tumpul
Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah:
Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.
Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai
beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut
menimbulkan berbagai tipe luka yakni:
a. Abrasi
16

b. Laserasi
c. Kontusi/ruptur
d. Fraktur
e. Kompresi
f. Perdarahan
a. Abrasi
Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya
epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi
sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis
pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat
ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama
adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada
luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya.
Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka
dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka
adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa
hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi.
Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.
b. Kontusio Superfisial.
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam
waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan
dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang
dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang
ditimbulkannya.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun
waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart
pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
17

Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan
pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan
waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal
tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah
dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan
syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di
bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat
menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat
media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran
darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat
hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.
Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan.
Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak, cairan lemak kemudian
memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan
emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit
yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah
pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.
c. Kontusio pada organ dan jaringan dalam.
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik
yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat
menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma
dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan
fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol
pernapasan dan peredaran darah.
18

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada
daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan
gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot
jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.
Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan
perdarahan pada rongga tubuh.
d. Laserasi
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio
dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda
tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi.
Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam
sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit
dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang
diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya
tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler,
kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi
dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi
laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar
juga menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan
tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum
robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk
permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung
laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow
tails . Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan
tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang
berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan
darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau
krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi
saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan
19

penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat,
rambut dan struktur lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka
atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari
beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat
korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya
robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus.
Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan
perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya
diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari
permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree
tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka
terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di
gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut.
Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat
menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada
organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati
dan limpa.
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat
terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.
e. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi.
Luka leceet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat
menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada
pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu
pukulan.
f. Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki
sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan
komplit atau terbuka.
20

Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor
seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi
trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat
tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami
osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.
Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada
tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi,
foto polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat
menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan.
Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan
fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari
penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan,
sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan
berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur
dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup
tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub
periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila
terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan
lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila
terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat
menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah
selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya.
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada
emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat
menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat
terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli
sumsum tulan atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah
begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra
dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak
21

dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma
hingga kematian.
7. Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal
maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi
pertukaran udara.
8. Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi.
Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan
volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan
volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian.
Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang
terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar
yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh
sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh
pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar
yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh
mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan
prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko
dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena.
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi
perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan
perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan
gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu
alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga
cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang
diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari
penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi
perdarahan.



22

b. Trauma Tajam
Trauma tajam merupakan suatu ruda paksa yang menyebabkan luka pada permukaan
tubuh oleh benda-benda tajam, menyebabkan luka iris atau sayat (vulnus scissum), luka tusuk
(vulnus punctum), atau luka bacok (vulnus caesum).


2.11. Apa saja jenis-jenis pembalutan ?
(14)

Pembalutan adalah tindakan medis untuk menyangga atau menahan bagian tubuh
tertentu agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki.Adapun pembalutan
bertujuan untuk menahan sesuatu misalnya bidai (spalk), kasa penutup luka, dan sebagainya
agar tidak bergeser dari tempatnya, menahan pembengkakan (menghentikan pendarahan:
pembalut tekanan) ,menunjang bagian tubuh yang cedera, menjaga agar bagian yang cedera
tidak bergerak, menutup bagian tubuh agar tidak terkontaminasi.
Jenis-jenis pembalut terdiri dari mitella (pembalut segitiga), dasi (cravat), pita
(pembalut gulung), plester (pembalut berperekat), kassa steril, pembalut lain seperti
snelverband dan sofratulle.
a. Mitella (pembalut segitiga)
Bahan pembalut dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran.
Panjang kaki antara 50-100 cm
Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan,
pinggul, telapak kaki, dan untuk menggantung lengan.
dapat dilipat-lipat sejajar dengan alasnya dan menjadi pembalut bentuk dasi.
23



b. Dasi (Cravat)
Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari salah satu ujungnya sehingga berbentuk pita
dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebarnya antara 5-10 cm.
Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang
lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki yang terkilir.



c. Pita (pembalut gulung)
Dapat terbuat dari kain katun, kain kasa, flanel atau bahan elastis. Yang paling sering
adalah kasa. Hal ini dikarenakan kasa mudah menyerap air dan darah, serta tidak
mudah kendor.
Macam ukuran lebar pembalut dan penggunaannya:
24

2,5 cm : untuk jari-jari ,5 cm : untuk leher dan pergelangan tangan , 7,5 cm : untuk
kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki , 10 cm : untuk paha dan sendi
pinggul , 10-15 cm : untuk dada, perut dan punggung.


Gambar: Pembalut pita

d. Plester (pembalut berperekat)
Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang terkilir,
untuk merekatkan pada kelainan patah tulang. Cara pembidaian langsung dengan
plester disebut strapping. Plester dibebatkan berlapis-lapis dari distal ke proksimal dan
untuk membatasi gerakan perlu pita yang masing-masing ujungnya difiksasi dengan
plester.
Untuk menutup luka yang sederhana dapat dipakai plester yang sudah dilengkapi
dengan kasa yang mengandung antiseptik (Tensoplast, Band-aid, Handyplast dsb).


Gambar: Plester
e. Kassa Steril
Kasa steril ialah potongan-potongan pembalut kasa yang sudah disterilkan dan
dibungkus sepotong demi sepotong. Pembungkus tidak boleh dibuka sebelum
digunakan.
25

Digunakan untuk menutup luka-luka kecil yang sudah didisinfeksi atau diobati
(misalnya sudah ditutupi sofratulle), yaitu sebelum luka dibalut atau diplester.
f. Pembalut lainnya
Snelverband, pembalut pita yang sudah ditambah kasa penutup luka, dan steril. Baru
dibuka saat akan digunakan, sering dipakai untuk menutup luka-luka lebar.
Sofratulle,kasa steril yang sudah direndam dalam antibiotika. Digunakan untuk
menutup luka-luka kecil.


Gambar: Snelverband



2.12. Bagaimana pertolongan pertama pada luka terbuka ? (15)

2.13. Bagaimana prosedur pembalutan pada luka terbuka tersebut ?
(14),

(16)

Prinsip membalut ialah untuk menahan sesuatu agar tidak bergeser dari tempatnya.
Sehingga tujuan pembalutan adalah:
1. Mempertahankan bidai, kasa penutup dan lain-lain
2. Imobilisasi, dengan menunjang bagian tubuh yang cedera dan menjaga agar bagian
tubuh yang cedera tidak bergerak
3. Sebagai penekan untuk menghentikan perdarahan dan menahan pembengkakan
4. Mempertahankan keadaan asepsis
26

Secara umum untuk melakukan pembalutan diperlukan prosedur berikut :
1. Menanyakan penyebab luka atau bagaimana luka tersebut terjadi
2. Memperhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan berdasar pada
permasalahan berikut :
a Bagian tubuh yang mana?
b Apakah ada luka terbuka atau tidak?
c Bagaimana luas luka?
d Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu?
Jika ada luka terbuka, maka sebelum dibalut perlu diberi desinfektan atau
dibalut dengan pembalut yang mengandung desinfektan. Demikian pula jika terjadi
dislokasi, maka perlu dilakukan tindakan reposisi terlebih dahulu. Berikut tindakan
yang dapat dilakukan sebelum melakukan pembalutan jika terdapat luka terbuka
yang mengalami perdarahan besar :
1) Beri tekanan yang kuat dan langsung. Kenakan sarung tangan sekali pakai
dan tutupi luka dengan beberapa pembalut atau penutup terbersih lain yang
ada, dan tekanlah keras-keras pada luka selama 5 sampai 10 menit.
2) Jika perdarahan terjadi pada lengan atau tungkai, tinggikan bagian tubuh yang
terluka sementara terus memberi tekanan langsung. Ini adalah tindakan
penggunaan gaya tarik bumi untuk memperlambat aliran darah.
3) Pertahankan tekanan dengan meletakkan beberapa lembar pembalut pada luka
yang berdarah dan ikat pembalut pada tempatnya dengan pembalut gulung
atau plester. Ikatan seperti ini akan mempertahankan tekanan pada luka dan
membebaskan tangan untuk merawat cedera lainnya. Jangan melepaskan
pembalut awal. Jika pembalut awal ini sudah basah oleh darah,
tambahkanlembaran pembalut lainnya. Pelepasan pembalut awal ini akan
mengganggu pembuluh darah dan proses pembekuan darah.
4) Jika perdarahan yang parah tidak dapat dikendalikan dengan penekanan
langsung dan ditinggikannya anggota tubuh yang cedera, berilah tekanan
pada titik tekan. Titik tekan terletak dimana suatu arteri utama melewati
sebuah tulang yang terletak di antara luka dengan jantung. Penekanan arteri
ke arah tulang akan memperlambat aliran darah ke anggota tubuh yang
sedang mengalami perdarahan. Titik tekan brakhial akan mengendalikan
perdarahan pada lengan dan titik tekan femural akan mengendalikan
27

perdarahan pada tungkai.
Setelah dilakukan penghentian luka, maka dilakukan pembersihan luka, lalu jika
luka cukup lebar maka dilakukan penjahitan untuk mengembalikan ke struktur
normal anatomisnya, jika pasien tidak mau di jahit, atau di tempat kejadian
belum bisa di lakukan penjahitan maka luka terbuka tersebut dapat dirapatkan
dan dibalut dengan erat tanpa mempengaruhi peredarahan darah. Kemudian di
lakukan penutupan dengan kasa yang steril, baru lah dapat di lakukan
pembalutan. Hal ini bertujuan untuk mencegah masuknya benda asing seperti
mikroorganisme dan lain-lain ke dalam luka tersebut.

3. Memperhatikan bentuk-bentuk bagian tubuh yang akan dibalut, yaitu:
a Bentuk bulat seperti kepala
b Bentuk silinder seperti leher, lengan atas, jari tangan dan tubuh
c Bentuk kerucut seperti lengan bawah dan tungkai atas
d Bentuk persendian yang tidak teratur
4. Memilih jenis pembalut yang akan dipergunakan (bisa salah satu atau kombinasi)
5. Menentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
a Membatasi pergeseran / gerak bagian tubuh yang perlu difiksasi
b Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
c Mengusahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok
korban
d Tidak mengganggu peredaran darah (misalnya pada balutan berlapis, maka
lapis yang paling bawah diletakkan di sebelah distal)
e Balutan diusahakan tidak mudah lepas atau kendor

2.14. Bagaimana penanganan terhadap perdarahan pada tungkai bawah di kasus
pemicu ?
(17)

Beri tekanan pada luka.
Gunakan pembalut steril/kain bersih di atas luka.
Jika mungkin gunakan sarung tangan sekali pakai, tambahan
pembalut/lembaran plastic.
Jangan melepaskan benda yang tertanam.

Perdarahan berhenti ?
28

Tidak Ya

Naikkan anggota tubuh lebih tinggi dari posisi jantung dan
lanjutkan penekanan langsung pada luka.

Perdarahan berhenti ?
Tidak Ya

Cari titik penekanan dan beri penekanan. Lanjutkan penekanan
langsung pada luka. Rawat syok.

Perdarahan berhenti ?

Tidak Ya

Cari bantuan medis.
Rawat Syok. Rawat Luka.
Cari bantuan medis,
jika diperlukan.

2.15. Apa saja jenis-jenis fraktur ?
(18)

Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga
dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur.
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan,
pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser.
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan
disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.

29

a. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar, fraktur dapat
dibagi menjadi :
a) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.

Gambar : fraktur tertutup
b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat
(menurut R. Gustillo), yaitu:

Gambar : Fraktur terbuka

b.1. Derajat I :
i. Luka <1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
iii. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
iv. Kontaminasi minimal
b.2. Derajat II :
i. Laserasi >1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
iii. Fraktur kominutif sedang
iv. Kontaminasi sedang
30

b.3. Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi
atas:
i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan
oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.
b. Berdasarkan bentuk patahan tulang
a) Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang atau
bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan
pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas
atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang.
d) Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan ada
yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
e) Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan
dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks
tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada
anak anak.
g) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
31

h) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen
biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

c. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini
relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak anak.
Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi
karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling banyak
digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter Harris :
a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan, prognosis
sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang metafisis ,
prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian
secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik
meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui
tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan
pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan pertumbuhan
lanjut adalah tinggi.

2.16. Jelaskan tentang pembidaian !
(18)

Semua ekstremitas yang mengalami trauma harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai
yang kaku untuk menjaga dan melindungi ekstremitas yang cedera. Pada patah
tulang terbuka atau luka lain, luka harus ditutup dulu dengan kassa, status vaskuler
dan neurologis ekstremitas tersebut harus diperiksa sebelum dan sesudah imobilisasi.
a. Tujuan immobilisasi:
Mengurangi nyeri
Mencegah gerakan fragmen tulang, sendi yang cedera dan jaringan lunak yang
cedera (ujung fragmen tulang yang tajam dapat mencederai syaraf, pembuluh
darah dan otot).
Mencegah fraktur tertutup menjadi terbuka
Memudahkan transportasi
Mencegah gangguan sirkulasi pada bagian distal yang cedera
Mencegah perdarahan akibat rusaknya pembuluh darah oleh fragmen tulang
Mencegah kelumpuhan pada cedera tulang belakang.
32


b. Prinsip Pemasangan Bidai
Lepas pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera, periksa adanya
luka terbuka atau tanda-tanda patah dan distokasi
Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis pada
bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah imobilisasi.
Tutup luka terbuka dengan kasasteril
Imobilisasi pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai parah atau
dislokasi)
Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan imobilisasi kecuali ada
ditempat bahaya
Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku
Lakukah tarikan secara periahan sampai lurus sumbu tulang sehingga dapat
dipasang bidai yang benar. Tarikan /traksi segera dilepas bila saat diperiksa
tampak cyanotik dan nadi lemah.
Pada kecurigaaan trauma tulang belakaog letakkan pada posisi satu garis.

2.17. Bagaimana prosedur pembidaian pada pasien yang mengalami fraktur ?
(19)

Adapun prosedur pembidaian pada pasien yang mengalami fraktur
a) Apabila memungkinkan beritahukan rencana tindakan kepada penderita
b) Sebelum pembidaian, sedapat mungkin memaparkan seluruh bagian yang cedera dan
rawat perdarahan bila ada.
c) Selalu buka atau bebaskan pakaian pada daerah yang akan dibidai.
d) Nilai gerakan-sensasi-sirkulasi (GSS) pada bagian distal cedera sebelum dilakukan
pembidaian.
e) Siapkan alat-alat yang diperlukan
f) Jangan berupaya merubah posisi bagian yang yang cedera. Upayakan membidai pada
posisi ketika ditemukan.
g) Jangan berusaha memasukan bagian tulang yang patah.
h) Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah.
i) Bila terjadi cedera pada sendi, bidai kedua tulang yang mengapit sendi tersebut.
j) Lapisi bidai dengan bahan yang lunak bila memungkinkan.
k) Ikatan jangan terlalu kuat ataupun terlalu longgar dan jangan lakukan pembidaian
yang berlebihan.
l) Selesai melakukan pembidaian, dilakukan pemeriksaan GSS kembali dan bandingkan
dengan pemeriksaan sebelumnya.

33

2.18. Apa penyebab akral terasa dingin dan berkeringat pada kasus pemicu ?
(20)




BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
(1)
Oman, K. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Gawat Darurat : Jakarta : EGC
(2)
Ronald, Hamidie. 2012. Pedoman pertolongan pertama: Universitas Pendidikan
Indonesia- Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan: Surabaya
(3)
Saanin, S. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu. BSB Dinkes Prop.Sumbar; 2006
(4)
Juwono, T. 2004. Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. Jakarta: EGC
(5)
Herkutanto. 2007. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Majalah Kedokteran
Indonesia, Volume: 57, Nomor: 2
(6)
L. I. G. Worthley. 2000. Shock: A Review of Pathophysiology and Management. Part I.
Department Of Critical Care Medicine. South Australia. 2: 55-65.
(7)
Califf RM, Bengtson JR. Cardiogenic shock. N Engl J Med 1994;330:1724-1730.
(8)
Rusy BF, Komai H. Anesthetic depression of myocardial contractility: a review of
possible mechanisms. Anesthesiology 1987;67:745-766.
(9)
Haley JH, Sinak LJ, Tajik AJ, Ommen SR, Oh JK. Dynamic left ventricular outflow tract
obstruction in acute coronary syndromes: an important cause of new systolic murmur and
cardiogenic shock. Mayo Clin Proc 1999;74:901-906.
(10)
Krone RJ, Geha AS, Avioli LV. Surgical correction of cardiogenic shock. Arch Int Med
1976;136:1186-1192.
(11)
Stone, C. Keith., Humphries, Roger L. Current Diagnosis and Treatment: Emergency
Medicine 7
th
ed. US: The McGraw-Hill Companies.
(12)
Bakkara, C. James. 2012. Pengaruh Perawatan Luka Bersih Menggunakan Sodium
Klorida 0,9% dengan povidine iodine 10% terhadap penyembuhan luka Post
Apppendiktomi di RSU Kota Tanjung Pinang: Sumatera Utara
(13)
Alfred C. Satyo. 2006. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik.
(14)
Morison, Moya. 2004. Manajemen Luka. Jakarta: EGC
(15)

(16)
Purwoko, Susi. 2007. Pertolongan Pertama dan RJP Pada Anak. Ed 4. Jakarta: Arcan
34

(17)


Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan medical bedah. Jakarta. EGC

(18)
Saryono, SKp.,Mkes: Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

(19)

Anda mungkin juga menyukai