Anda di halaman 1dari 7

1.

Patofisiologi Demam
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat tingkat
pengukuran suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1. Demam disebabakan
adanya pyrogen. Pyrogen merupakan suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat
dua jenis pyrogen yaitu pyrogen eksogen dan pyrogen endogen.
a. Pirogen Eksogen
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar.
Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk
merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai
pirogen eksogen (misalnya endotoksin) bekerja langsung pada hipotalamus untuk
mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT, dan racun kalajengking dapat pula
menghasilkan demam dengan efek langsung pada hipotalamus.
b. Pirogen Mikrobial
1. Pirogen bakteri Gram-negatif
Pirogen bakteri Gram-negatif (misalnya Escerichia coli, Salmonela)
disebabkan adanya heat- stable factor yaitu endotoksik.

Komponen aktif

endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida. Endotoksin


menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (doserelated). Endotoksin gram negative tidak selalu merangsang terjadinya demam;
pada bayi dan anak infeksi gram negative akan mengalami hfpotermia.
2. Bakteri Gram positif
Pirogen utama bakteri Cram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah
peptidoglikan dinding sel. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada
peptidoglikan. Hal ini menerangkan perbedaan prognosis lebih buruk
berhubungan dengan infeksi bakteri Gram-negatif. Mekanisme yang
bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi pneumokoku
diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotokin
bakteri basil gram positif pada umunya demam yang ditimbulkan tidak begitu
tinggi dibandingkan dengan Gram-positif piogenik atau bakteri Gram-negatif
lainnya.
3. Virus
Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara melakukan
invasi langsung kedalam makrofag, reaksi imunologik terhadap komponen
virus termasuk di antaranya pembentukan antibodi, induksi oleh interferon,
dan nekrosis sel akibat virus.
4. Jamur
Produk jamur baik mati maupun hidup memproduksi pirogen eksogen yang
akan merangsang terjadinya demam. Demam umumnya timbul ketika mikroba

berada dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan


(misalnya leukemia) disertai demam yang berhubungkan dengan neutropenia
mempunyai risiko tinggi untuk terserang infeksi jamur invastf.
c. Pirogen Non-Mikrobial
1. Fagositosis
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab
untuk terjadinya demam dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik
imun (immune haetnolytic anemia).
2. Kompleks Antigen-antibodi
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai
akibat reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi
{inunune fever) atau oleh antigen yang diaktivasi sel-T untuk memproduksi
limfokin, yang sebaliknya akan merangsang monosit dan makrofag untuk
melepas IL-1. Contoh demam yang disebabkan oleh immunologically
mediated di antaranya lupus eritematosus sistemik dan reaksi obat yang berat.
Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih
mungkin disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan
leukosit dibandingkan dengan pelepasan IL-1.
3. Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan
metabolik

androgen

diketahui

sebagai

perangsang

pelepasan

IL-1.

Ethiocholanolon memproduksi demam hanya bila disuntikkan secara


intramuskular (bukan intravena), maka diduga demam tersebut diakibatkan
oleh pelepasan IL-1 oleh jaringan subkutis pada tempat suntikan. Steroid ini
diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan
sindromadrenogenital dan demam yang tidak diketahui penyebabnya {fever
ofunknown origin).
4. Sistem Monosit-Makrofag
Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi IL-1 dan terjadinya
demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung
jawab dalam memproduksi IL-1 oleh karena demam dapat timbul dalam
keadaan agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan monosit yang
beredar dalam darah perifer juga tersebar dalam organ seperti paru (makrofag
alveolar), nodus limfatik, plasenta, ruang peritoneum, dan jaringan subkutan.
Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte colony- forming
unit (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah
untuk tinggal beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau bermigrasi

kedalam jaringan yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag
yang berumur beberapa bulan. Sel-sel iniberperan penting dalam pertahanan
tubuh termasuk di antaranya merusak dan engulfmg mikroba, mengenal
antigen dan mempresentasikannya untuk menempel pada limfosit, aktivasi
limfosit-T, dan desatruksi sel tumor. Keadaan yang berhubungan dengan
perubahan fungsi sistem monosit-makrofag di antaranya bayi baru lahir,
kortikosteroid dan terapi imunosupresi lain, lupus eritematosus sistemik,
sindrom Wiskott-Aldrich, dan penyakit granulomatosus kronik. Dua produk
utama monosit-makrofag adalah IL-1 dan TNF.
5. Interleukin -1 (IL-1)
lnterleukin-1 disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel. okroior,
dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui
mumbMn sel kedalam sirkulasi, lnterleukin-1 dianggap sebagai hormon oleh
karena mempengaruhi organ-organ yang jauh. Penghancuran IL-1 terutama
dilakukan di ginjal.
lnterleukin-1 terdiri atas tiga struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu th (#t agonis
(IL-1 alfa dan IL-1 beta) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor antagonis
IL-1 ini berkompetisi dengan IL-1 alfa dan II -I beta untuk berikatan dengan reseptor IL-1.
Jumlah relatif IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan saku akan
mempengaruhi reaksi inflamasi menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebag.n sumber
utama produksi IL-1, sel Kupffer di hati, keratinosit, sel Langerharis pankreas, M*rt,i
astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga
berperan dalam respons imun dalam susunan saraf pusat (SSP) dan demam sekunder terhadap
perdarahan SSP.
Tabel 1 Fungsi Utama Sistem Monosit-Makrofag
Fagositosis
Memproses & mempresentasikan
antigen
Aktivasi sel-T
Tumorisidal
Sekresi dari:
- Interferon a dan i
- I L-1
-IL-6

Antigen Mikrobial dan Non-mlkrobial


Peran utama mekanisme pertahanan sebelum antigen
dipresentasikan pada sel T
Sel-T menjadi aktif hanya setelah kontak antigen pada
permukaan monosit-makrofag
Umumnya disebabkan oleh efek faktor nekrosis tumor
Mempengaruhi respons imun, antivirus, antiproliferatif
Efek primer pada hipotalamus untuk menginduksi demam,
aktivasi sel-T, dan produksi antibodi oleh sel-B
induksi demam dan hepatic acute phase proteins, aktivasi
sel-B dan stem-cell, resistensi nonspesifik pada infeksi

-IL-8
- IL-11

Aktivasi neutrofil dan sintesis IgE


Efek pada sel limfopoetik

dan

mieloid/eritroid,

perangsangan sekresi T-cell-dependent B-cell, dan Ig


-Tumor necrosis factor
Aktivasi selular, aktivitas antitumor
- Prostaglandin
Beraksi sebagai supresi imun, mengurangi IL-1
- Lisozim
Zat penting bagi proses peradangan
lnterleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primer menginduksi demam pada
hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran mutlak diperlukan untuk proliferasi sel-T serta
aktivasi sel-B maka, sebelumnya IL-1 dikenal sebagai LAF = lymphocyte activating factor
dan BAF = B-cell activating factor. Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di
hati, seperti protein fase akut misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP,
sedangkan sintesis albumin dan transferin menurun. Secara karakteristik akan terlihat
Bpenurunan konsentrasi zat besi serta seng dan peningkatan konsentrasi lembaga. Keadaan
hipoferimia terjadi sebagai akibat penurunan asimilasi zat besi pada usus dan peningkatan
simpanan zat besi dalani hati. Perubahan ini mempengaruhi daya tahan tubuh pejamu oleh
karena menurunkan daya serang mikroorganisme dengan mengurangi nutrisi esensialnya,
seperti zat besi dan seng, Dapat timbul leukositosis, peningkatan kortisol, dan laju endap
darah.
Tumor Necrosis Factor (TNF)
Tumor necrosis factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain dihasilkan oleh monosit
dan makrofag, limfosit, natural killer cells (sel NK), sel Kupffer juga oleh astrosit otak,
sebagai respons tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif. Sitokin dalam jumlah sedikit
mempunyai efek biologik yang menguntungkan. Berbeda dengan 1L-1 yang mempunyai
aktivitas antitumor yang rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. Ia
mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi
normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor necrosis factor juga mempunyai efek
merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neu trofi I, serta
meningkatkan fagositosis dan sitotoksik. Apabila jumlah yang dilepas di jaringan terlampau
banyak, maka TNF akan diikuti kerusakan jaringan yang mematikan serta syok (syok septik
atau toksik).
Meskipun TNF mempunyai efek biologis yang serupa dengan IL-1, TNF tidak mempunyai
efek langsung pada aktivasi sel stem dan limfosit. Seperti IL-1, TNF dianggap sebagai
pirogen endogen oleh karena efeknya pada hipotalamus dalam induksi demam. Tumor
necrosis factor identik dengan cachectin, yang menghambat aktivasi lipase lipoprotein dan
menyebabkan hiper-triglisedemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi

kronik. Tingginya kadar TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau
prognosis berbagai penyakit infeksi, seperti meningitis bakterial, leimaniasis, infeksi virus
HTV, malaria, dan penyakit peradangan usus. Diduga terjadi peningkatan produksi TNF pada
penyakit Kawasaki.
Limfosit yang Teraktivasi
Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas dua jenis yaitu
sel-B yang bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis
antibodi dan secara tak langsung berfungsi sitotoksik, serta memproduksi respons inflamasi
hipersensitivitas tipe lambat. Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit (dahulu
disebut LAF). Sel limfosit-T hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah antigen
diproses dan dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada
hipotalamus (seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada sel limfosit-T (sebagai
LAF) merupakan bukti kuat dan nyata manfaat demam. Sebagai jawaban stimulasi IL-1,
limfosit-T menghasilkan berbagai zat seperti terlihat pada Gambar 1.
nterferon (INF)
Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk merintangi replikasi virus di dalam sel yang
terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF, INF diproduksi oleh limfosit-T yang teraktivasi.
Terdapat tiga jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan urutan asam
aminonya, yaitu INF-alfa, beta, dan gama. Interferon-alfa dan beta diproduksi oleh hampir
semua sel (seperti leukosit, fibroblas, dan makrofag) sebagai respons terhadap infeksi virus,
sedang sintesis INF-gama dibatasi oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T neonatus
normal sama efektifnya dengan dewasa, INF (khususnya INF-gama) fungsinya belum
memadai, diduga menyebabkan makin beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir.
Ifeinterferon-gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel-B
untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi IFN-gama sebagai pirogen endogen dapat
secara tidak langsung pada makrofag untuk melepas IL-1 (macrophage-activating factor)
atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus. Interferon mungkin
mempengaruhi aktivitas antivirus dan sitolitik TNF, serta meningkatkan efisiensi sel NK.
Aktivitas antivirus disebabkan penyesuaian sistem INF dengan berbagai jalur biokimia yang
mempunyai efek antivirus dan bereaksi pada berbagai fase siklus replikasi virus. Interferon
juga memperlihatkan aktivitas antitumor baik secara langsung dengan cara mencegah
pembelahan sel melalui pemanjangan jalur siklus multiplikasi sel atau secara tidak langsung
dengan mengubah respons imun. Aktivitas antivirus dan antitumor INF terpengaruhi oleh
meningkatnya suhu. Interleukin-4 (IL-4), yang menginduksi sintesis imunoglobulin igE dan

IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil, atau sel limpa manusia sehat dan pasien alergi,
dihadangi oleh INF-gama dan INF-alfa, berarti limfokin ini beraksi sebagai antagonis IL-4.
Interferon melalui kemampuan bilogiknya, dapat digunakan sebagai obat pada berbagai
penyakit. Interferon-alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi virus,
seperti hepatitis B, C, dan delta. Efek toksik preparat INF di antaranya, demam, rasa dingin,
nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat, somnolen, dan
muntah. Demam dapat muncul pada separuh pasien yang mendapat INF sampai mencapai
40C. Efek samping ini dapat diatasi dengan pemberian parasetamol dan prednisolon. Efek
samping berat di antaranya, gagal hati, gagal jantung, neuropati, dan pansitopenia.
Interleukin-2 (IL-2)
Interleukin-2 merupakan limfokin penting yang kedua (setelah INF) yang dilepas oleh
limfosit-T yang teraktivitasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempimyai efek
penting pada pertumbuhan dan fungsi sel-T, sel NK, dan sel-B. Telah dilaporkan adanya
kasus defisiensi imun kongenital berat disertai dengan efek penting pada pertumbuhan dan
fungsi sel-T, sel NK, dan sel B. Telah dilaporkan adanya kasus defisiensi imun kongental
berat disertai dengan defek spesifik produksi IL-2. Interleukin-2 memperlihatkan sitotoksik
antitumor (terhadap melanoma ginjal, usus besar, dan paru) sebagai hasil aktivasi spesifik sel
NK (lymphokine-activated killer cells atau LAK) yang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap
proliferasi sel tumor. Uji klinis dengan IL-2 sedang dilakukan saat ini pada tumor tertentu
pada anak. Respons neuroblastoma tampaknya cukup baik terhadap terapi imun dengan IL-2.
Sayangnya terapi imun IL-2 dapat menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang reversibel,
diikuti peningkatan kerentanan terhadap infeksi pada pasien yang menerimanya. Efek
samping lainnya di antaranya lemah badan, demam, anoreksia, dan nyeri otot. Gejala ini
dapat dikontrol dengan parasetamol. Interleukin-2 menstimulasi pelepasan sitkokin lain,
seperti IL-1, TNF, dan INF-alfa, yang akan menginduksi aktivitas sel endotel, mendahului
bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan edema paru dan retensi cairan yang
hebat. Penyakit yang berhubungan dengan defisiensi IL-2 di antaranya lupus eritematosus
sistemik, diabetes melitus, luka bakar berat, dan beberapa bentuk keganasan.
Granulocyte-macrophage coloby-stimulating factor (GM-CSF)
Dari empat hemopoetic colony-stimulating factors yang berpotensi tinggi menguntungkan
adalah eritropoetin, granulocyt colony-stimulating factor (G-CSF), dan macrophage colonystimulating factor (M-CSF). Granuloyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)
adalah limfokin lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast
mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF menstimulasi sel

progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi granulosit dan


makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Penggunaan dalam pengobatan di antaranya
digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia aplastik, dan efek mielotoksik pada
pengobatan* keganasan serta transplantasi. Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan
terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan pemberian obat antiinflamasi nonsteroid
seperti ibuprofen.
Suhu Tubuh Normal
Suhu tubuh terdiri dari suhu permukaan (shell temperature) dan suhu inti (core temperature).
Suhu permukaan adalah suhu yang terdapat pada permukaan tubuh yaitu pada kulit dan
jaringan subkutan, sedangkan suhu inti adalah suhu yang terdapat pada organ visera yang
Demam: Patogenesis dan Pengobatan

Anda mungkin juga menyukai