Anda di halaman 1dari 29

Trauma Fisik

AK.1.13.042
Rinrin Apriliani
Latar Belakang
Trauma adalah penyebab paling umum kematian
pada orang usia 16-44 tahun di seluruh dunia
(WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian
( 1,2 juta pertahun) kecelakaan di jalan raya

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)


memprediksi bahwa pada tahun 2020,
cedera lalu lintas menduduki peringkat
ketiga dalam penyebab kematian dini
dan kecacatan (Peden, 2004).
Trauma Fisik
Multipel trauma adalah istilah medis
yang menggambarkan kondisi seseorang
yang telah mengalami beberapa luka
traumatis, seperti cedera kepala serius
selain luka bakar yang serius.
Multipel trauma atau politrauma adalah
apabila terdapat 2 atau lebih kecederaan
secara fisikal pada regio atau organ
tertentu, dimana salah satunya bisa
menyebabkan kematian dan memberi
Klasifikasi Trauma
(1) Trauma Tumpul
a. Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan
bawah kulit
1. Luka Lecet (Abrasion)
Adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan
yang kasar sehingga sebagian atau seluruh lapisan epidermis
hilang..
2.Luka Memar (Contusion)
Adalah kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah
(kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya,
kulit tidak perlu rusak, menjadi bengkak, berwarna merah
kebiruan.
3. Luka Robek, Retak, Koyak (Laceration)
b. Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala
Berakibat :
Pada Kulit ( lecet memar robek )
Pada Tengkorak (fraktur basis cranii dan fraktur Calvaria)
Pada Otak Contusio cerebri , oedema cerebri
c. Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher
Berakibat :
Patah tulang leher
Robek P. darah, otot, oesophagus, trachea/larynx
Kerusakan syaraf
d. Kekerasan Benda Tumpul Pada Dada
Berakibat :
Patah os costae, sternum, scapula, clavicula
Robek organ jantung, paru, pericardium
e. Kekerasan Benda Tumpul Pada Perut
Berakibat :
Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio
sendi sacro iliaca
Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal,
lambung, usus,
kandung seni
f. Kekerasan Benda Tumpul Pada Vertebra
Dapat berakibat :
Fraktura, dislokasi os vertebrae
g. Kekerasan benda Tumpul Pada Anggota Gerak
Berakibat :
Patah tulang, dislokasi sendi
Robek otot, P.darah, kerusakan saraf
(2) Trauma Tajam
a. Luka sayat
Luka terbuka dengan pinggir rata,
timbulkan pendarahan banyak. Semua
jaringan terputus.
b. Luka tusuk
Luka yang mengenai melalui ujung pisau.
Pinggir luka yang tajam (sudut lancip) dan
tumpul (sudut tumpul) dari pisau yang
berpinggir tajam satu sisi.
c. Luka Bacok
Disebabkan senjata berat dan diayunkan
dengan tenaga = luka yang mengganga
Initial Assessment
( Penilaian Awal)
Initial assessment merupakan suatu bentuk penilaian awal
kondisi korban/pasien yang dilakukan secara cepat dan
tepat, sehingga tim medis baik dokter atau perawat yang
melakukan initial assessment harus mempunyai kecakapan
dan ketrampilan khusus dalam menilai kondisi awal pasien
tersebut.

Inti dari initial assessment ini antara lain adalah primary


survey, secondary survey dan penanganan definitive
(menetap)
INITIAL ASSESSMENT
Kegiatannya Meliputi :
1. Persiapan
2. Triage
3. Primary Survey ( A.B.C )
4. Resusitasi
5. Secondary Survey
6. Pemantauan & Re-evaluasi
7. Penanganan Definitif
1. PERSIAPAN
A. Fase Pra- Rumah Sakit
Focus penanganan penderita yaitu dilokasi kejadian harus ada
koordinasi dari petugas lapangan dengan Rumah Sakit.

Penanganan yaitu pada :

1. Jalan Nafas
2. Denyut Nadi
3. Kontrol Perdarahan
4. Penanganan Syock
5. Immobilisasi

Dan kumpulkan keterangan yg dibutuhkan : waktu kejadian,


penyebab, riwayat penderita
B. Fase Rumah Sakit
Petugas rumah sakit melakukan perencanaan
sebelum penderita tiba :
Persiapan peralatan
Pemberian cairan
Diagnostik
Therapi lanjutan
2. Triage
Yaitu cara penilaian ( seleksi penderita )
berdasarkan :
Kebutuhan Terapi dan Sumber daya yg tersedia
Keadaan Triage Dpt.Terjadi Pada :
1. Musibah Massal
Penderita & masalah gawat darurat & multi trauma
dilayani terlebih dahulu.
2. Musibah massal dgn.jmlh. Penderita & trauma
jumlahnya melampaui kemampuan rumah sakit.Yang
dilayani adl.penderita dgn. survival hidup Terbesar.
3. Primary Survey
Trauma Center

C : Circulation : Dengan kontrol perdarahan


A : Air Way, menjaga air way dgn.kontrol survival
( cervical spine control )
B : Breathing : Menjaga pernafasan dgn.ventilasi
D : Disability : Status neurologis
E : Exposure / Environment control
Pada tahap Primary Survey, penolong harus melakukan
tindakan sesuai tahapan yaitu
Sebelum melakukan tindakan ke pasien terlebih dulu pakai
APD (Alat proteksi diri) karena kita harus tanamkan prinsip
3A yaitu Aman diri, aman lingkungan, & aman pasien.
Setelah memakai APD lalukan cek respon pasien dengan
cara memanggil nama, menepuk bahu, rangsang nyeri.
Agar kita dapat mengetahui sejauh mana respon pasien
terhadap rangsang suara & rangsang nyeri, bahkan pasien
tidak respon sama sekali.
C. Circulation
Kontrol perdarahan, sirkulasi dinilai dengan mencari
perdarahan eksternal dan terlihat tanda -tanda syok seperti
pucat, dan penurunan tingkat kesadaran. Pada jantung,
dilakukan auskultasi untuk mendeteksi jantung tamponade,
dan perfusi rendah dinilai dengan meraba berkeringat dan
mendinginkan kulit. Nadi perifer dan sentral nadi teraba
untuk mendeteksi tachycardia. Perdarahan eksternal
dikendalikan oleh tekanan, dan dua 14-gauge kanula
digunakan untuk pemberian cairan dan darah.

Torniket tidak dianjurkan dalam perawatan pra-rumah sakit,


karena signifikan menimbulkan risiko komplikasi serius. Tidak
tepat diterapkan torniket dalam perdarahan karena hasil di
distal ekstremitas menjadi iskemia, dan menyebabkan
kerusakan tekanan langsung pada kulit, otot dan saraf.
Namun, dengan cedera ekstremitas dapat mengakibatkan
A. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan
bernafas dengan bebas ,
Jika ada obstruksi maka lakukan :
Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
Suction / hisap (jika alat tersedia)
Guedel airway / nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi
netral
B. Breathing
Cara melakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah pasien
mengalami gangguan breathing adalah:
Inspeksi: untuk melihat ekspansi pernafasan.
Auskultrasi: untuk memastikan masuknya udara kedalam paru.
Perkusi: untuk menilai adanya udara/darah di dalam rongga pleura.
Palpasi: untuk mengetahui apakah ada kelainan pada dinding dada
yang mungkin dapat mengganggu ventilasi.
D. disability
Hal ini jauh lebih tepat dari nilai AVPU
(Aware, verbal responsif, Nyeri responsif
dan tidak responsif) (Solomon, 2010). GCS
dianggap sekunder untuk cedera otak
sampai terbukti sebaliknya
E. Exposure / Environment
control
Prinsip exposure adalah membuka semua
pakaian pasien untuk mencari apakah ada
sumber perdarahan ataukah terdapat luka
yang lain. Eksposure dilakukan di rumah
4. RESUSITASI
Resusitasi adalah usaha dalam memberikan
ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan
oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital
lainnya.
Berdasarkan Advanced Trauma Life Support,
Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah
1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg
pada anak dengan tetesan cepat. Pemberian
cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap
Transport Pasien
Transportasi pasien-pasien kritis ini berisiko tinggi
sehingga diperlukan komunikasi yang baik perencanaan
dan tenaga-tenaga kesehatan yang sesuai. Pasien harus
distabilisasi lebih dulu sebelum diberangkatkan. Prinsipnya
pasien hanya ditransportasi untuk mendapat fasilitas yang
lebih baik dan lebih tingggi di tempat tujuan

Untuk stabilisasi yang efektif diperlukan :


Resusitasi yang cepat
Menghentikan perdarahan dan menjaga sirkulasi
Imobilisasi fraktur
Analgesia
Perencanaan dan persiapan meliputi :
Menentukan jenis transportasi (mobil, perahu, pesawat
terbang)
Menentukan tenaga keshatan yang mendampingi pasien
Menentukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan
selama perjalanan baik kebutuhan rutin maupun darurat
Menentukan kemungkinan penyulit
Menentukan pemantauan pasien selama transportasi

Komunikasi yang efektif sangat penting untuk


menghubungkan :
Rumah sakit tujuan
Penyelenggara transportasi
Petugas pendamping pasien
Pasien dan keluarganya
5. Secondary Survey
Survei sekunder adalah pemeriksaan secara rinci, evaluasi
head-to-toe untuk mengidentifikasi semua cedera yang tidak
di jumpai di primary survey. Ini terjadi setelah survei primer
selesai, jika pasien cukup stabil dan tidak membutuhkan
perawatan definitif (JRCALC,2008).
Pentingnya survei sekunder adalah bahwa luka ringan dapat
ditemukan selama survei primer dan resusitasi, tapi
menyebabkan
jangka panjang morbiditas jika diabaikan, misalnya dislokasi
sendi kecil.
Komponen dari survei sekunder adalah:
1. Riwayat cedera
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan neurologis
4. Tes diagnostik lebih lanjut
Jauh sebelum pasien trauma tiba di rumah sakit, peran
masing-masing anggota tim trauma harus sudah jelas dan
dimengerti.
Anggota tim trauma (tergantung adanya dokter) Idealnya
adalah :
Dokter gawat darurat yang tugas jaga menjadi ketua tim
(team leader) atau tenaga kesehatan lain yang
berpengalaman.
Perawat gawat darurat yang tugas jaga
1 sampai 2 orang tenaga kesehatan bantuan lainnya

Ketika pasien datang evaluasi cepat harus segera dilakukan


(TRIAGE). Triage ini menetapkan prioritas penanganan
pasien yang disesuaikan dengan keberadaan
Tenaga kesehatan
Sarana kesehatan
PERAN ANGGOTA TIM TRAUMA

KETUA TIM (DOKTER) (PERAWAT )

1. Koordinasi ABC 1. Membantu koordinasi resusitasi


2. Anamnesa pasien / keluarga 2. Menjadi penghubung dengan
3. Pemeriksaan sinar X (jika keluarga pasien
ada) 3. Memeriksa kelengkapan data :
4. Survey Sekunder -. Alergi
5. Mempertimbangkan -. obat-obat yang dipakai
pencegahan titanus dan -. riwayat penyakit sebelumnya
pemberian antibiotika -. makan minum terakhir
6. Memeriksa ulang pasien -. kejadian trauma
berkala 4. Memberitahu staf perawatan di
7. Menyiapkan transportasi ruangan lain.
pasien
8. Melengkapi rekam medik
6. PEMANTAUAN DAN RE-EVALUASI

1. Evaluasi Secara Terus Menerus


2. Mengenali Perubahan
3. Penanganan Secepatnya
4. Monitoring Tanda Vital & Urin Out Put
Urine Output : Dewasa = Cc/KgBB/Jam
Anak = 1 Cc/Kg BB/Jam
5. Pulse Oxymetri
7. PENANGANAN DEFINITIF
Penanganan penderita selama dilapangan merupakan

bagian yang penting untuk menentukan therapy


selanjutnya di rumah sakit rujukan
Therapy definitif diambil setelah melalui proses-

proses/tahapan primary & secondary survey.


Therapy definitif ini biasanya memerlukan peralatan

yang canggih dan tenaga spesialistik terlatih.


Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan
kehilangan darah yang berlebihan
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria :
-Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a.Monitor keadaan umum pasien
Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama
perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat
segera mengetahui tanda-tanda presyok /syok.
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign
untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan,
dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka
tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan
tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi
kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh
darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan
tindakan lebih lanjut.
Daftar Pustaka
Kidd, Pamela S, dkk. 2012. Pedoman
Keperawatan Emergency Edisi 2. Jakarta : EGC
File:///C:/Users/user/Downloads/2015-AHA-
Guidelines-Highlights-Indonesian.pdf
http://
www.primarytraumacare.org/wp-content/uploa
ds/2011/09/PTC_INDO.pdf
http://
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/475
89/3/Chapter%20II.pdf
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai