Anda di halaman 1dari 3

Tanggung Jawab Manusia Beragama Islam dalam Mengatasi Kasus

Korupsi dan Peran Budaya Islam


Oleh Farhani Dea Asy-Syifa, 1806140035
Fakultas Ilmu Keperawatan
MPKT-Agama Islam

Sumber:
Mujilan, Zakky Mubarak, Kaelany, Nurwahidin, Husmiaty Hasyim, & Sihabudin Afroni et.al.
(2018). Buku Ajar Matakuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam Membangun
Pribadi Muslim yang Moderat. Jakarta: Midada Rahma Press.

Prof Dr Abuddin Nata MA. (2008). Pendidikan Tinggi Islam dan Upaya Anti Korupsi.
Retrieved from: https://www.uinjkt.ac.id/id/pendidikan-tinggi-islam-dan-upaya-anti-
korupsi/

Korupsi merupakan perbuatan yang merugikan banyak pihak, dan masyarakat adalah
salah satu pihak yang paling dirugikan akibat suatu kasus korupsi. Di Indonesia sendiri,
kerugian negara akibat korupsi pada tahun 2016 sekitar Rp 6,5 triliun. Tandanya angka
korupsi di Indonesia masih termasuk tinggi. Menanggapi hal tersebut, kita sebagai Umat
Islam sudah seharusnya sadar bahwa korupsi merupakan hal yang berdosa karena mengambil
harta yang bukan haknya. Rasa bertanggung jawab untuk mencegah dan menghentikan
korupsi semestinya tertanam didalam diri seorang muslim.

Hal pertama yang dapat kita lakukan untuk mengatasi korupsi adalah memperbaiki
norma-norma yang menyimpang lewat pendidikan agama. Menurut Koentjaraningrat, ada
lima sikap yang mendorong terjadinya perilaku yang menyimpang termasuk juga korupsi,
diantaranya; 1) sikap mental meremehkan mutu; 2) sikap mental yang suka menerabas
(cutting-corner attitude), 3) sikap tak percaya pada diri sendiri; 4) sikap tak berdisiplin murni;
dan 5) sikap mental yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh. Di antara lima
sikap tersebut, yang paling dominan menjadi penyebab perilaku korupsi adalah sikap suka
menerabas dan sikap tak berdisiplin murni.

Sikap suka menerabas (cutting-corner attitude) ialah suatu sikap yang ingin mencapai
sesuatu dengan tidak memperhatikan cara-cara yang berlaku. Pada contohnya, banyak sekali
kita kasus menyerobot antrian di pusat-pusat perbelanjaan ataupun loket transportasi umum.
Hal ini terjadi karena orang-orang tersebut mengabaikan peraturan-peraturan yang ada dan
mengira semuanya dapat diserobot. Sikap suka menerabas ini ternyata berkaitan erat dengan
kepatuhan terhadap keberaturan atau disiplin. Manusia Indonesia adalah manusia yang kurang
berdisiplin. Disiplin berarti mengikuti keberaturan hidup yang diatur oleh peraturan dan
undang-undang yang telah disepakati bersama. Dalam masyarakat Indonesia, banyak undang-
undang yang tidak sampai dilaksanakan dan sekedar hanya merupakan wacana, baik wacana
para pemimpin maupun rakyat karena mereka melihat para pemimpinnya sendiri yang
melanggar apa yang telah dibuatnya. Longgarnya kontrol hukum menyebabkan lahan yang
sangat subur untuk korupsi.

Kemudian salah satu penyebab korupsi yang lain adalah sistem sosial yang menekan
dan sebab yang bersifat sikap mental. Jika kedua masalah ini dihubungkan dengan peran dan
misi Pendidikan Islam, maka terdapat sejumlah catatan tentang cara penanggulan korupsi
tersebut sebagai berikut. Pertama, bahwa Pendidikan Islam mengemban misi perbaikan moral.
Kata Islam yang menjadi identitas Pendidikan tersebut mengandung arti bahwa suatu lembaga
pendidikan tersebut harus melaksanakan missi pelaksanaan ajaran Islam yang pada intinya
membawa rahmat bagi seluruh alam, menciptakaan keamanan, kedamaian, kesejahteraan lahir
dan batin, serta mencegah orang dari berbuat yang keji, jahat, munkar, merugikan orang lain.
Perbuatan korupsi termasuk ke dalam perbuatan yang merugikan dan menyengsarakan orang
lain, dan termasuk perbuatan jahat. Dengan kata lain kata Islam yang disandang oleh
Pendidikan tersebut menuntut Lembaga Pendidikan tersebut terlibat aktif dalam
pemberantasan kejahatan yang merugikan orang lain.

Kedua, dalam melakukan merubah wawasan, pengetahuan, dan perilaku manusia


tersebut dunia Pendidikan Tinggi telah memiliki pengalaman dan berbagai macam metode
dan pendekatan yang bermacam-macam yang dihasilkan para ahli metodologi. Berbagai
pendekatan ini hendaknya dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dalam rangka merubah
perilaku yang korupsi menjadi perilaku yang amanah. Di dalam ajaran agama Islam terdapat
berbagai metode yang dianggap paling efektif untuk memberantas korupsi. Metode tersebut
adalah pembiasaan, keteladanan dan hukuman. Dengan pembiasaan ini, seseorang diajak serta
secara nyata membiasakan perbuatan yang baik, dan menjauhi perbuatan yang buruk.
Pembiasaan tersebut harus dilakukan secara konsisten dan berlanjut. Sebagai contoh bangsa di
negara-negara lain yang dapat mewujudkan kebersihan, adalah karena mereka dibiasakan
hidup bersih dengan membuang sampah pada tempatnya, sehingga perbuatan tersebut menjadi
budaya dan menimbulkan rasa malu jika tidak dapat melakukannya. Pembiasaan tersebut
diikuti pula dengan memberikan contoh teladan dari pimpinan, orang tua dan lainnya,
sehingga kebiasaan tersebut semakin kokoh tertanam.
Pembiasaan, keteladanan dan hukuman tersebut merupakan metode dan pendekatan
yang amat ditekankan di dalam al-Quran, terutama dalam menanamkan kebiasaan perbuatan
yang baik, dan menjauhi perbuatan yang buruk. Fakta sejarah menunjukkan bahwa bangsa-
bangsa di dunia yang terhindar dari korupsi adalah karena bangsa tersebut membiasakan
hidup jujur, memberikan keteladanan tentang kejujuran, dan sekaligus memberikan hukuman
yang tegas kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran dan akan menimbulkan rasa
takut bagi orang lain untuk melakukan pelanggaran tersebut. Nabi Muhammad SAW
misalnya dengan tegas mengatakan: “Andai kata Fatimah mencuri, niscaya akan aku potong
tangannya.” Indonesia belum melakukan gerakan hidup jujur, memberikan keteladanan
tentang kejujuran, dan sekaligus mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran korupsi.

Ketiga, Pendidikan Tinggi adalah tempat mencetak kader-kader yang akan memimpin
masa depan bangsa. Berbagai unjuk rasa, demo dan sebagainya yang menuntut penegakkan
moral dan idealisme lainnya biasanya muncul dari kalangan Pendidikan Tinggi, terutama dari
kalangan mahasiswanya. Banyak faktor yang menyebabkan mahasiswa tampil sebagai moral
force tersebut, diantaranya karena mahasiswa merupakan sosok manusia yang tengah mencari
identitas diri, penuh dengan cita-cita dan idealisme, belum berada dalam struktur yang
membelenggunya, mereka masih bebas (independent) sehingga dapat menyuarakan aspirasi
dan tindakannya, tanpa harus merasa takut. Keadaan ini akan terus berlangsung selama ia
menjadi mahasiswa. Namun setelah mereka tamat dan bekerja pada birokrasi, biasanya
idealisme tersebut mengalami perubahan atau terjadi kelunturan. Hal ini terjadi karena mereka
sudah memiliki kecenderungan, kebutuhan terhadap materi, kedudukan dan sebagainya yang
menyebabkan idealisme dan komitmen mereka menurun. Untuk itu beberapa langkah dan
gerakan yang mengawasi masyarakat agar tetap memiliki komitmen moral sebagaimana
tersebut di atas tetap dipertahankan.

Orang Islam hendaknya memiliki nilai budaya yang mulia dan terpuji. Arti Islam yang
sesungguhnya adalah agama yang damai, sehingga menjadi pedoman yang tepat dalam
mengembangkan budaya Islam, sehingga segala akhlak terpuji lainnya muncul dari perilaku
yang membudaya dalam masyarakat Islam. Perilaku yang menyimpang seperti korupsi
bukanlah datang dari ajaran agama Islam. Dengan menerapkan budaya Islam dengan baik dan
benar, niscaya tindakan korupsi dapat diminimalisir atau bahkan hilang dari masyarakat
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai