Anda di halaman 1dari 8

Konsep Penanganan Kasus Gawat Darurat Secara Tim

Oleh Farhani Dea Asy-Syifa, 1806140035, FIK UI 2018, FG 1


Praktikum Keperawatan Kritis & Gawat Darurat Terintegrasi – B

A. Definisi
Keperawatan darurat merupakan pemberian perawatan khusus untuk berbagai
pasien sakit atau terluka. Pasien yang masuk dalam unit gawat darurat
membutuhkan perawatan yang intensif dan waspada karena kondisinya yang
mungkin tidak stabil dan memiliki kebutuhan kompleks. (Tscheschlog & Jauch,
2015).
B. Indikasi & Kontraindikasi
Indikasi penyakit yang biasanya ditangani dalam unit gawat darurat meliputi:
cedera ortopedi (patah tulang, ketegangan, keseleo), cedera traumatis (kejadian
kecelakaan tabrakan mobil, jatuh), gangguan kardiovaskular (gagal jantung,
sindrom koroner akut (angina tidak stabil dan infark miokard)), gangguan
pernapasan (gagal napas akut, emboli paru, asma), gangguan gastrointestinal (GI)
dan hati (pankreatitis akut, perdarahan GI, gagal hati akut, kolesistitis akut, dan
obstruksi usus), gangguan ginjal (gagal ginjal akut dan kronis, batu ginjal, infeksi
saluran kemih), syok akibat hipovolemia, sepsis, disfungsi jantung, cedera medula
spinalis akut, anafilaksis, gangguan metabolism (ketoasidosis diabetikum),
penyakit anak seperti gastroenteritis, bronkiolitis, kejang demam, dan radang usus
buntu, overdosis obat, masalah integumen (laserasi dan lecet), masalah ginekologi
dan obstetric, kedaruratan psikiatri, cedera akibat kekerasan dan pelecehan.
Karakteristik Pasien Berdasarkan Model Sinergi AACN
Karakteristik pasien pada keadaan kritis yang dijelaskan oleh AACN Synergy
Model for Patient Care (Model Sinergi) adalah sebagai berikut:
1. Ketahanan: kemampuan untuk kembali ke tingkat fungsi yang restoratif
setelah menggunakan mekanisme kompensasi atau kemampuan untuk
kembali ke keadaan yang baik setelah mengalami keadaan kritis/gawat
darurat
2. Kerentanan: ketahanan terhadap tekanan aktual atau potensial yang dapat
berdampak buruk pada kondisi pasien
3. Stabilitas: kemampuan untuk mempertahankan keadaan atau kondisi yang
stabil
4. Kompleksitas: seberapa banyak terlibatnya sistem yang terdampak
(misalnya fisik dan keluarga/pendukung)
5. Ketersediaan sumber daya: seluruh sumber daya yang tersedia (misalnya
psikologis dan sosial) yang ada pada pasien, keluarga, maupun komunitas
6. Partisipasi dalam perawatan: sejauh mana pasien dan keluarga terlibat
dalam aspek perawatan
7. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan: kemampuan pasien dan
keluarga yang terlibat dalam pengambilan keputusan
8. Prediktabilitas: karakteristik menyeluruh yang dapat mengindikasikan suatu
tanda proses perbaikan kondisi
Faktor-faktor yang menghalangi pasien masuk keperawatan kritis (Baid,
Creed, & Hargreaves, 2016):
• Kondisi pasien yang kemungkinan besar tidak dapat disembuhkan, atau
telah berkembang melampaui kemungkinan pemulihan yang wajar
• Komorbiditas pasien yang sudah ada sebelumnya sehingga prospek
pemulihan sangat tidak mungkin
• Pasien menolak untuk diberikan intervensi pada unit perawatan kritis dan
berdasarkan arahan sebelumnya atau diskusi dengan tim perawatan kritis.
C. Tujuan
Praktik penanganan kasus gawat darurat tidak hanya dilakukan oleh perawat
saja namun juga berkolaborasi dengan tim multidisiplin profesional. Tujuan
kolaborasi ini adalah untuk memberikan pelayanan yang efektif dan perawatan
komprehensif (holistik) meliputi masalah biologis, psikologis, sosial, dan spiritual
pasien (Tscheschlog & Jauch, 2015). Penanganan kasus gawat darurat ini dilakukan
oleh tim multidisiplin bertujuan untuk merespons lebih awal keluhan atau gangguan
yang terjadi pada pasien dan memberikan respons segera pada pasien yang
memburuk secara akut (Baid, Creed, & Hargreaves , 2016).
D. Langkah-Langkah
1. Persiapan
Sebelum memberikan penanganan pada pasien gawat darurat,
tenaga kesehatan harus mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan,
mencuci tangan, memperkenalkan diri pada pasien atau keluarga yang
mendampingi dan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) (lihat pada
gambar) (Tyas, 2016):

2. Information Station
Untuk mendapatkan informasi pasien selengkap-lengkapnya mulai
dari sebelum pasien ke rumah sakit
Data Subyektif:
a. Identitas pasien meliputi: nama, usia, pendidikan, agama dan alamat.
Apabila pasien sadar bisa ditanyakan langsung, namun apabila
pasien tidak sadar atau pasien bayi dapat bertanya kepada keluarga.
b. Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien saat ini
c. Riwayat penyakit/keluhan yang sekarang dirasakan atau yang
berhubungan dengan sakit yang diderita sekarang
d. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan
3. Primary assessment
Untuk mengidentifikasi situasi yang mengancam pasien, berfokus
pada situasi yang terjadi, dan terdiri dari empat komponen assessment
pada primary assesment yaitu ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure and Environment)
Data Objektif:
A → airway, kepatenan jalan napas. Observasi apakah terdapat kondisi
yang menghalangi kepatenanan jalan nafas. seperti lidah jatuh, adanya
muntah atau cairan
B → breathing, respirasi (frekuensi, kedalaman, dan usaha), suara napas,
pergerakan dada dan injuri pada bagian dada, posisi trakea. Kaji suara
napas tambahan seperti wheezing, gurgling, stridor, bila ada dapat
dilakukan suction, jaw thrust, atau chin lift.
C → circulation, nadi dan tekanan darah, keberadaan perdarahan, CRT,
warna kulit, membran mukosa, ritme jantung. Perhatikan kemungkinan
adanya pendarahan dalam yang mungkin tidak terlihat
D → disability, pengkajian neurologis (tingkat kesadaran, pupil, fungsi
motorik dan sensorik). Kaji level kesadaran pasien dengan penilaian
disability dapat dilakukan dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan atau
AVPU
§ Alert : bangun, waspada, respons dengan suara dan orientasi
terhadap waktu, tempat orang
§ Verbal : pasien berespons dengan suara, tidak terlalu penuh
berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat
§ Pain : pasien berespons terhadap nyeri, tidak berespons terhadap
suara
§ Unresponsive : pasien tidak merespon sama sekali
E → exposure and environment, paparan cedera dan pertahankan
lingkungan yang hangat dan nyaman bagi pasien setelah terpapar.
4. Secondary assessment
Proses ini dilakukan secara lebih terperinci yang mencangkup
pengkajian riwayat pasien, tanda vital dan pemeriksaan fisik mulai dari
kepala hingga kaki (head to toe) (Hammond & Zimmermann, 2012).
Komponen survei sekunder terdiri dari pemeriksaan fisik head-to-toe,
pemeriksaan tanda vital, riwayat klien, pemeriksaan diagnostik dan
penunjang (Adams, 2013).
Prinsip yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan head to toe khususnya
pada kasus trauma adalah DCAP BTLS:
- Deformities (kelainan - Tenderness (nyeri
bentuk) lepas tekan)
- Contusions (memar) - Lacerations (robek)
- Abrasions (lecet) - Swelling
- Punctures (luka tusuk) (pembengkakan)
- Burns (luka bakar)
5. Triase (Tscheschlog & Jauch, 2015):
Proses pemilahan pasien berdasarkan penyakit dan urgensi kondisinya
agar pasien dapat mendapatkan penanganan yang tepat dengan waktu
yang tepat.
5 level triage:
a. level 1 (resusitasi): pasien yang memerlukan pemantauan dan
perawatan dengan segera (kondisi henti jantung, trauma berat,
gangguan pernapasan berat, kejang)
b. level 2 (emergensi): pasien yang perlu pemantauan dan perawatan
yang cepat. Komponen yang menjadi penilaian: pasien yang
mengalami cedera kepala, nyeri dada, stroke, asma, dan cedera
kekerasan seksual
c. level 3 (mendesak): pasien yang perlu pemantauan cepat namun
tidak terlalu gawat. Waktu tunggu: 30 menit, biasanya pasien dengan
gejala infeksi, gangguan pernapasan ringan, atau nyeri sedang bisa
masuk.
d. level 4 (less urgent): Pasien kemungkinan mengalami kondisi serius
dan waktu tunggu + - 1 jam. Gejala yang biasa dialami pasien:
gangguan saluran pernapasan atas, sakit kepala, sakit telinga, sakit
punggung kronis
e. level 5 (tidak mendesak): Pasien tidak mengalami kondisi serius dan
waktu tunggu + - 2 jam. Biasanya pada pasien mengalami sakit
tenggorokan, kram saat menstruasi, dan gejala-gejala minor lainnya.
Berikut merupakan tabel ringkasan langkah-langkah penanganan gawat
darurat dalam setting rumah sakit, sebagai berikut.

No. Langkah-langkah

1. Transfer informasi dari para medis

2. Persiapan alat dan bahan

3. Hand hygiene

4. Menggunakan APD

5. Pengkajian: informasi pasien

Primary assessment: ABCDE

6. 1) Airway
2) Breathing
3) Circulation
4) Disability
5) Exposure and Environment

Secondary assessment: head to toe

7. Meliputi:
1) Kepala
2) Mata
3) Hidung
4) Mulut
5) Telinga
6) Leher
7) Dada
8) Abdomen
9) Pelvic
10) Ekstremitas atas
11) Ekstremitas bawah

8. Mengklasifikasikan pasien berdasarkan triase

9. Melakukan pemeriksaan dan tindakan oleh tenaga kesehatan (meliputi


dokter, perawat, dan lain-lain). Jika pasien membutuhkan rawat inap,
pasien dipindahkan ke rawat inap.

10. Bereskan alat dan bahan yang telah digunakan, dan lakukan hand hygiene

E. Diagnosis Keperawatan
Beberapa diagnosis yang paling sering diangkat pada pasien dengan kondisi
kritis dan gawat darurat, diantaranya adalah (Ferreira, et al., 2016):
a) Nyeri akut e) Konfusi akut
b) Risiko infeksi f) Kekurangan volume cairan
c) Gangguan pertukaran gas g) Ansietas
d) Penurunan curah jantung
Dalam tahap perencanaan perawatan, perlu dipastikan perawat mengatasi
masalah yang bersifat aktual dan potensial seperti:
a) Nyeri e) Perubahan status hemodinamik
b) Aritmia jantung f) Gangguan mobilitas fisik
c) Gangguan pernapasan g) Gangguan integritas kulit
d) Perubahan status mental h) Defisit volume cairan
F. Nursing Consideration
Menurut American Nurses Association (ANA) (2008) dalam Association of
Women’s Health, Obstetric, and Neonatal Nurses (2012) disebutkan bahwa nursing
consideration yang mungkin akan ditantang oleh seorang perawat yang sedang
menangani pasien dalam kondisi kegawat daruratan diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Kebebasan individu 5. Pemberian perawatan yang
2. Perlindungan publik adil
3. Privasi 6. Kepercayaan, dan
4. Kewajiban untuk memberikan 7. Solidaritas
perawatan

Referensi
Adams, J. (2013). Emergency medicine: clinical essentials (2nd ed.). Philadelphia:
ELSEVIER SAUNDERS.
American Association of Critical-Care Nurses. (2015). AACN Scope and Standards
for Acute and Critical Care Nursing Practice. Aliso Viejo, California:
AACN.
Association of Women’s Health, Obstetric, and Neonatal Nursess. (2012). The Role
of the Nurse in Emergency Preparedness.JOGNN - Journal of Obstetric,
Gynecologic, and Neonatal Nursing, 41( 2), 322–324.
https://doi.org/10.1111/j.1552-6909.2011.01338.x
Baid, H., Creed, F., & Hargreaves , J. (2016). Oxford Handbook of Critical Care
Nursing (2nd Edition). UK: Oxford University Press.
Day, T. E., Al-Roubaie, A. R., & Goldlust, E. J. (2013). Decreased length of stay
after addition of healthcare provider in emergency department triage: a
comparison between computer-simulated and real-world interventions.
Emergency Medical Journal(30), 134-138. doi:10.1136/emermed-2012-
201113
Ferreira, A. M., Rocha, E. d., LopesI, C. T., BachionI, M. M., Lopes, J. d., & Barros,
A. L. (2016). Nursing diagnoses in intensive care: cross-mapping and
NANDA-I taxonomy. Rev Bras Enferm, 285-93.
Hammond, B. B., & Zimmermann, P. G. (2012). Sheehy’s Manual of Emergency
Care Seventh Edition. St. Louis: Mosby Elsevier
Tscheschlog, B. A., & Jauch, A. (2015). Emergency nursing made incredibly easy,
(2nd ed.). Philadephia: Wolters Kluwer Health.
Tyas, M.D.C. (2016). Keperawatan kegawatdaruratan & manajemen bencana.
Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai