Anda di halaman 1dari 6

1.

Triase Dalam Keperawatan Gawat Darurat


a. Definisi Triase

Triase adalah aktivitas yang mengacu pada pengamatan atau screening secara singkat
untuk digolongkan sesuai skala prioritas kemudian dilakukan penanganan segera dan
bertujuan untuk memaksimalkan sumber daya yang ada meliputi tenaga kesehatan, waktu,
alat, atau fasilitas yang tersedia sehingga secara efisien. Lamanya penanganan triase ini
memakan waktu rata-rata 2-5 menit pada tiap pasien atau 7 menit pada pasien anak. Triase ini
dapat dilakukan oleh perawat yang sudah teregistrasi dan berpengalaman dalam penanganan
triase atau bekerja di UGD lebih kurang 6 bulan. Sebagai perawat triase mereka harus siap
dituntut bekerja 24 per hari dan selama 7 hari di UGD.

Beberapa kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh perawat yang melakukan triase, antara
lain:

Menguasai dan memenuhi kompetensi program orientasi kegawatdaruratan RS


Memiliki sertifikat ACLS (Advanced Cardiac Life Support)
Memiliki sertifikat PALS (Pediatric Advanced Life Support)
Telah lulus ENCP (Emergency Nurses Pediatric Course)
Telah lulus TNCP (Trauma Nurse Core Curriclum)
Memiliki sertifikat CEN (Certification in Emergency Nursing)
Memahami kebijakan intradepartemen
Memahami pelayanan kegawatdaruratan setempat
Terampil dalam melakukan pengkajian dengan tepat
Terampil dalam melakukan komunikasi efektif, hubungan interpersonal, pemecahan
masalah, pendelegasian, pengambilan keputusan
Fleksibel, mudah beradaptasi, memiliki kemampuan mengantisipasi
b. Sistem Triase
1) Sistem spot-check atau quick-look
Sistem dimana melakukan penggolongan skala prioritas selama 2-3 menit.
2) Triase Komperehensif
Sistem ini meliputi pengkajian dan pendokumentasian terhadap ABCD (Airway-
Breathing-Circulation- Disability) lalu dilakukan pengkajian riwayat pasien dan
pemeriksaaan fisik yang lebih spesifik (seperti TTV dan respon nyeri)
3) Two-Trier
Sistem ini bekerja dimana orang kedualah yang ajak menjadi petugas
penggolongan terhadap prioritas pasien yang perlu dilakukan pengkajian lengkap.
Petugas berfungsi untuk mengurutkan pemeriksaan diagnostik dan masalah
keluarga. Namun sistem ini baru bisa diaplikasikan di UGD yang
besarsehubungan dengan kelengkapan fasilitas .yang tersedia.
4) Triase Expanded atau Tingkat Lanjut
Merupakan protokol utama dalam pemberian intevensi (misal pengompresan,
pembalutan luka, pemberian antipiretik tanpa resep dokter) dan mempersiapkan
pemindahan pasien dari UGD menuju Bangsal.
5) Triase Bedside
Pada sistem ini tidakan langsung diberikan tanpa pengukuran tingkat atau skala
prioritas apabila masih tersedianya bed. Sistem ini dapat menjadi favorit pasien
dan keluarga pasien karena kesan penanganan yang cepat.
c. Anamnesa Pada Triase

Pada umumnya anamnesis yang dilakukan pada triase merujuk pada keluhan utama
diantaranya mekanisme cidera, waktu munculnya masalah, tindakan apa saja yang telah
dilakukan , dan atau analisa gejala yang muncul.

Anamnesa triase PQRST:


P provokes (pemicu) : pemicu gejala baik semakin baik atau buruk
Q quality (kualitas) : penjelasan pasien mengenai perasaannya
R radiation (penyebaran) : penyebaran rasa sakit dan pusat sakit
S severity (intensitas) : penilaian gejala dengan skor 1-10
T time (waktu) : durasi rasa sakit, riwayat sakit
T treatment (penanganan) : penanganan sebelum di UGD dan penangan yang
berhasil dilakukan sebelumnya
Anamnesa triase OLD-CART menurut Tipsord-klinkhammer:
O onset of symptoms : pemicu, permulaan dari gejala
L location of problem : lokasi
D duration of symptoms : durasi gejala yang timbul
C characteristics of the symptoms : deskripsi gejala oleh pasien
A aggravating factors : faktor yang memperberat
R relieving factors : faktor yang meringankan
T treatment : tindakan yang dilakukan sebelum datang

Menanyakan pada pasien terkasit riwayat alergi, konsumsi obat, vaksinasi, siklus
menstruasi, serta riwayat penyakit. Dokumentasikan hasil observasi cara pasien datang ke
UGD. UGD turut menampis terhadap korban perilaku kekerasan (KDRT, ancaman,
keterbatasan komunikasi) dengan pertanyaan serta memisahkan pasien dengan orang yang
menganggu tersebut. Perawat UGD berperan dalam melakuakan penjelasan form persetujuan
tindakan dengan wali pasien.

Anamnesa pada anak:


S Skin (kuIit) : misal petekie atau bintik-bintik
A Activity (aktivitas : respon anak
V Ventilation (ventilasi) : retraksi pernafasan, nafas cuping hidung
E Eye Contact (kontak mata) : mata berkaca-kaca, mata tidak bisa menatap pada satu
objek
A Abuse(penganiayaan) : luka memar yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya,
orang tua yang tidak tepat
C Cry (tangisan) : tangisan bernada tinggi
H Heat (panas) : demam
I Immune (kekebalan)
L LeveI on consciousness (tingkat kesadaran): iritabilitas, letargi
D Dehydration (dehidrasi) : pengisian-balik kapiler, diare/muntah hebat

Evaluasi pada lansia


Under-reporting : kurangnya informasi yang didapat dari pasien,
seringkali pasien juga memiliki penyakit kronik
Polifarmasi : interaksi yang berbahaya dari penggunaan berbagai
obat dalam satu waktu
Perubahan fungsi dan perilaku : karena proses degenerasi
Gejala yang tidak jelas : kurang perhatiannya pasien terhadap gejala yang
dialami dan penurunan imunitas sehingga psien
cenderung tidak memperlihatkan respon fisiologis dari
penyakitnya
Teknik komunikasi dengan lansia:
- Batasi materi yang disampaikan
- Hindari penggunaan kata kiasan
- Lingkungan yang sederhana dan tidak bising
- Penerangan yang baik
- Sediakan bacaan dengan huruf yang tercetak tebal

Evaluasi pada pasien dengan gangguan psikiatrik

- Mengapa pasien datang ke UGD


- Apakah ada keinginan untuk melukai diri
- Apakah ada keinginan untuk melakukan tindakan kekerasan
- Apakah ada gangguan pada pola pikir
- Adanya gejala fisik, alergi, obat, masalah lain
- Penggunaan skala standar SPMSQ , MMSE
-
d. Klasifikasi Pengambilan Keputusan
Lebih dari setengah sistem triase mengkategorikan pengambilan keputusan dalam tiga
garis besar antara lain:
- Kedaruratan (merah)
Perlu resusitasi mayor atau tindakan segera dalam upaya penyelamatan dari kematian
atau cacat permanen
Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
Fraktur terbuka dan fraktur compound
Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
Shock tipe apapun
- Urgen (kuning)
Kecepatan tindakan bukan segera, keterlambatan dalam kurun waktu 2 jam tidak
akan mengakibatkan kematian atau cacat pada anggota gerak.
Trauma thorax non asfiksia
Fraktur tertutup pada tulang panjang
Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW )
Cedera pada bagian / jaringan lunak
- Nonurgen (hijau)
Aman meski menunggu lebih dari 2 jam tanpa mempengaruhi morbiditas maupun
mortalitas
Minor injuries
Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan
- Meninggal (hitam)
Tidak ada respon pada semua rangsangan
Tidak ada respirasi spontan
Tidak ada bukti aktivitas jantung
Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
Sebagian kecil sistem triase menggolongkan kedalam 4 kelas dalam upaya tindak lanjut
dari kasus urgensi, antara lain:

- Kelas I : kritis (ancaman kematian, ekstermitas, mata; segera)


- Kelas II : akut (perubahan yang signifikan; sesegera mungkin)
- Kelas III : urgen (sigifikan ; ketepatan waktu)
- Kelas IV : nonurgen (resiko rendah ; tidak perlu segera)
e. Prioritas Tindakan
Pada saat pasien datang kaji keluhan pasien ini dengan naluri Anda ketika melihat pasien
masuk ke UGD. Kaji yang penting dengan segera, seperti pemeriksaan denyut nadi pada
lengan yang fraktur, dan kerjakan tindakan pertolongan pertama yang dapat dilakukan,
seperti Iangsung menekan luka yang berdarah dengan kasa steril. Dengan mengunakan
pedoman dasar, yaitu pedoman ABCD dengan urutan A (airway; jalan napas), B
(breathing; pernapasan). C (circulation; sir kulast), dan D (disabilitas), pertamhangkan
intensitas setiap fungsi tersebut. Awitan konfusi yang baru timbul (disabilitas) harus
menjadi prioritas pada seorang an.ak yang stabil dengan pertusis (jalan napas).
Pertimbangan lain dalam pengambilan keputusan yang akan membantu anda menunjukan
prioritas adalah:
- Setiap gejala yang cenderung berulang atau yang intensitasnya meningkat.
- Setiap gejala yang disertai perubahan pasti lainnya.
- Kemunduran yang progresif dan berjalan terus.
- Jumlah sistem yang terlibat (Iebih dan satu sistem; sistemik versusekstremi tas).
- Usia (sangat muda atau sangat tua).
- Permulaan atau awalan (mendadak versus kronis).
- Misteri yaitu tidak dapat menjelaskan sumber masalah).
- Keharusan pasien berbaring karena keluhan sistemik, seperti ke luhan pusing versus
nyeri punggung bawah.
- Keharusan untuk melakukan observasi dan kontrol yang ketat (kecenderungan
bunuh diri, penggunaan restrain).
f. Kesulitan pada trisae
- Fokus pada keluhan yang ada dan kurang menyanyakan pertanyaan yang lebih
menggali
- Kehilangan objektivitas
- Pengalihan perhatian akibat dari banyaknya pasien yang datang
- Menjadikan keluhan pasien sebagai penentu tindakan
g. Triase melalui telepon
Menurut surat keputusan ENA1998 ada beberapa komponen yang diperhatikan pada
program triase melalui telepon
- Perwat profesional yang telah terdaftar memiliki pendidikan khusus
- Pendidikan berkelanjutjan yang diwajibkan pada staf
- Protokol yang jelas
- Pengembangan kebijakan dan prosedur
- Pendokumetasian
Selain dapat dilakukan melalui telepon triase juga dapat dilakukan di ruangan selain
UGD atau di klinik yang memiliki kerja sama dengan RS yang memiliki izin triase.

h. Triase Pre Hospital


Perawat sebagai nakes perlu memahami dan memiliki inisiatif untuk mengkaji suatu
keadaan yang unik, penilaian dengan membandingkan keadaan pasien seperti di dalam
UGD. Dalam perawatan pre-hospital, leadership sebagai kuncinya, dan EMT atau tenaga
medis yang bertugas akan dipanduan mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
memutuskan bagaimana tindakan pada orang yang sakit atau terluka, kemudian pada
keadaan yang stabil, pasien akan ditempatkan ke pelayanan kesehatan terdekat yang
mumpuni.

Triase pre-hospital biasanya dipakai pada kebencanaan yang menelan banyaknya


korban jiwa. Hasil pengkajian juga harus dibuat secara cepat dan tepat saat pasien tertentu
berada dalam ambulans atau perjalanan, perlu diingat bahwa kecepatan penanganan sangat
diutamakan meskipun berbahaya untuk pasien dan penyelamat. Pre-hospital dimaksudkan
sebagai peningkatan penggunaan fasilitas gawat darurat rumah sakit, akan tetapi dalam
praktiknya triase ini membuat kita memahami bahwa salah satu hal sulit untuk dilakukan
secara efektif tanpa adanya intruksi. Dalam memberikan rangkaian kesatuan perawatan,
peran antara EMT dan ED di dalam sistem harus dipahami dan dihormati.

2. Kompetensi Perawat Gawat


Menguasai Basic Assessment Primary Survey dan Secondary Survey
Memahami triase dan retriase
Cakap dalam melaksanakan askep kegawatdaruratan, melakukan tindakan
keperawatan life saving tanpa alat dan stabilisasi
Memahami terapi definif
Patuh pada aspek etik dan legal
Mampu berkomunikasi terapeutik pada pasien dan keluarga
Mampu bekerjasama dengan tim
Pendokumentasi dan pencatatan dan pelaporan
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada situasi kritis dengan cepat dan
tepat
Minimal memiliki sertifikat BTCLS (Basic Training Cardiac Life Support) atau
PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat)
Memiliki pengetahuan, kompetensi dan keterampilan yang profesional dalam
memberikan asuhan keperawatan yang bermutu kepada pasiennya dimana perawat
harus berada selama 24 jam per hari dan 7 hari dalam seminggu di instalasi gawat
darurat

Oman, Kathleen S, dkk. 2008. Emergensy Nursing Secrets. Philadelphia: Hanley & Belfus
INC.
Gilboy, N. et al., 2011. Emergency Severity Index (ESI): A Triage Tool for Emergency
Medicine. Philadephia: Elsevier Health Science pp. 1087-1096.

Datusanantyo, R. A., 2013. Emergency Severity Index (ESI): Salah satu sistem Triase
Berbasis Bukti. RAD Journal 10:007.

Anda mungkin juga menyukai