Anda di halaman 1dari 17

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS TAMBAK I
Jl. Raya Barat Tambak No.9 Kode Pos 53196
Telp. (0287) 472495 Email:puskesmas_1tambak@ymail.com

PANDUAN PELAYANAN
RUANG GAWAT DARURAT

BAB 1
DEFINISI

Upaya penanganan kegawat daruratan adalah pelayanan medik dasar


yang ditujukan untuk membantu pasien mengatasi kegawatan jalan nafas,
pernafasan, peredaran darah dan kesadaran. Pelayanan gawat darurat
merupakan pelayanan yang dapat memberikan tindakan yang cepat dan
tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat meminimalkan angka
kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu. Upaya
peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar,
sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam keadaan
sehari-hari maupun dalam keadaaan bencana.
Tujuan penanganan kegawatdaruratan adalah mencegah kecacatan
dan kelemahan.
Kriteria :
1. Ruang Gawat Darurat (RGD) harus dipimpin oleh dokter terlatih PPGD
dokter/ GELS sebagai kepala RGD yang bertanggung jawab atas
pelayanan di RGD dibantu tenaga medis keperawatan dan tenaga
lainnya yang telah mendapat Pelatihan Penanggulangan Gawat
Darurat (PPGD) dengan kemampuan melakukan Bantuan Hidup
Dasar (BHD).
2. Dokter melaksanakan proses triase untuk memprioritaskan pasien
dengan kebutuhan emergensi.
3. Ada jadwal jaga harian bagi dokter, perawat dan petugas non medis
yang bertugas di RGD.
4. Tenaga di Puskesmas mampu melakukan teknik pertolongan
kegawatdaruratan, mengenali tanda-tanda mengancam nyawa serta
menyadari kapan harus merujuk penderita.
5. Puskesmas memberi pelayanan pasien gawat darurat sesuai
kompetensi dan sarana yang ada.
6. Pasien dengan kegawatdaruratan harus selalu diobservasi dan
dipantau oleh tenaga terampil dan mampu.
7. Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah
sakit lain Apabila petugas, peralatan dan sarana serta kondisi pasien
diluar kemampuan Pukesmas maka pasien dapat dirujuk ke rumah
sakit.
8. Ada ketentuan tertulis tentang indikasi rujukan pendamping pasien
ditransportasi.
9. Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan
yang jelas mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.
10. Pelayanan evakuasi medik dapat dilakukan pada kejadian sehari-hari
dan pada saat terjadi bencana dengan memperhatikan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
11. Pelayanan evakuasi medik saat bencana/ evakuasi korban massal
harus berdasarkan hasil triase (seleksi korban berdasarkan tingkat
kegawatdaruratannya untuk memberikan prioritas pelayanan),
dimana:
a) Korban label merah, dievakuasi ke rumah sakit kelas A/B

b) Korban label kuning, dievakuasi ke rumah sakit kelas B/C

c) Korban label hijau, dievakuasi ke Puskesmas

d) Korban label hitam, perlu diidentifikasi, dievakuasi ke rumah sakit


A/B yang memiliki bagian forensik (sesuai dengan ketentuan
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1087/MENKES/SKB/IX/2001 dan Nomor Pol.KEP/40/IX/2004
tentang Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada
Bencana Massal)

12. Pelayanan evakuasi medik untuk korban gawat darurat harus selalu
disertai petugas pendamping yang terampil ( dokter/tenaga keperawatan).
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelayanan Ruang Gawat Darurat di Puskesmas Tambak


1 meliputi :

a. Kegiatan di dalam gedung

1. Pasien Rawat jalan

2. Pasien Rawat Inap

3. Pasien Rujukan

b. Kegiatan di luar gedung

Pelayanan yang diberikan pada pasien yang di RGD pada Puskesmas


Tambak 1 dengan kriteria penyakit yang sudah ditetapkan pada SK Kepala
Puskesmas Tambak 1. Jika hasil anamnesa dan pemeriksaan penunjang
(laboratorium) tidak bisa di layani di rawat inap Puskesmas maka dilakukan
proses rujukan ke Rumah Sakit yang terdekat.
BAB II
TATA LAKSANA

1. TRIAGE
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat
kegawatannya untuk memperoleh prioritas tindakan.
Pembagian golongan pada musibah masal/ bencana :
a. Gawat darurat – merah Kelompok pasien yang tiba-tiba
berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya.
b. Gawat tidak darurat – putih Kelompok pasien berada
dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
c. Tidak gawat, darurat – kuning Kelompok pasien akibat
musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam
nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat
dangkal.
d. Tidak gawat, tidak darurat – hijau, Kelompok pasien
yang tidak luka dan tidak memerlukan intervensi
medic.
e. Meninggal – hitam

2. Penanganan Pasien.
Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu
diagnostik kemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi
akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan
dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam
kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :

1) Airway maintenance dengan cervical spine protection


2) Breathing dan oxygenation
3) Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
4) Disability-pemeriksaan neurologis singkat
5) Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan
primary survey bahwa setiap langkah harus dilakukan
dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya
dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya
dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat
melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan
anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti
airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya
menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan
mereka (American College of Surgeons, 1997).
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada
seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan
trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai
serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR
(assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan,
antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
a. General Impressions
1) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
2) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
3) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

b. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak
pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi
endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien
tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada
pasien antara lain:
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien
dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada
pasien antara lain:
⮚ Adanya snoring atau gurgling
⮚ Stridor atau suara napas tidak normal
⮚ Agitasi (hipoksia)
⮚ Penggunaan otot bantu pernafasan /
paradoxical chest movements
⮚ Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran
napas bagian atas dan potensial penyebab
obstruksi:
✓ Muntahan
✓ Perdarahan
✓ Gigi lepas atau hilang
✓ Gigi palsu
✓ Trauma wajah
3) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan
jalan nafas pasien terbuka.
a) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang
tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk
mengalami cedera tulang belakang.
b) Gunakan berbagai alat bantu untuk
mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi
✓ Chin lift/jaw thrust

4) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak


adekuat dan / atau oksigenasi:

✓ Lakukan suction (jika tersedia)


✓ Oropharyngeal airway/nasopharyngeal
airway, Laryngeal Mask Airway
✓ Lakukan intubasi

c. Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan
pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak
memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase
tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing
pada pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap
ventilasi dan oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting.
Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut :
cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking
chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur
ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi
berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks.
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding
dada pasien jika perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien;
kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas
pernafasan pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan

a) Pemberian terapi oksigen


b) Bag-Valve Masker
c) Intubasi (endotrakealatau nasal dengan
konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
d) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk
advanced airway procedures
5) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam
jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.

d. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi
organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah
penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas
dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-
tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang
cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi
perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk
melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab
lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera
adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade,
cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan
dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status
sirkulasi pasien, antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap
untuk digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam
kehidupan dengan pemberian penekanan secara
langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:

a) Menentukan ada atau tidaknya


b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
c) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d) Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda
hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

e. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan
menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan
suara yang tidak bisa dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk
mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon
baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
f. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera
pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher
atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk
dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada
pasien adalah mengekspos pasien hanya selama
pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan
telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut
hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).

Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme


trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan:
✓ Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
✓ Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat
mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan
transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil
atau kritis.
BAB IV DOKUMENTASI

1. Kegiatan di dalam gedung :

Setelah selesai pelayanan, data – data pasien :

- Ditulis dalam buku register

- di-input dalam p-care melalui komputer

2. Kegiatan di luar gedung :

- Buku tugas luar


1)

Anda mungkin juga menyukai