Anda di halaman 1dari 4

Isu Etik dan Legal dalam Keperawatan Kritis

Oleh Farhani Dea Asy-Syifa, 1806140035, FIK UI 2018, FG 4


Keperawatan Kritis Terintergrasi – C
farhani.dea@ui.ac.id

Pada unit perawatan kritis, tenaga kesehatan terutama perawat seringkali


berjumpa dengan situasi dilema etik dan legal mengenai persetujuan (informed
consent), keputusan mempertahankan atau melepaskan alat-alat bantu penopang
hidup pasien, prosedur transplantasi organ dan jaringan, jaminan kerahasiaan
medis pasien, hingga distribusi sumber daya perawatan kesehatan yang terkadang
tidak memadai. Hal lain yang menjadi perhatian utama mengenai dilema etik pada
perawatan kritis adalah nilai dan keyakinan pasien serta keluarganya tentang
pengobatan krtisi itu sendiri, apakah dapat dilakukan dengan metode alternatif
atau cenderung harus menggunakan teknologi yang ada. Perdebatan mengenai
penggunaan yang tepat dari teknologi tersebut tetap bergulir dikalangan
masyarakat dan profesional kesehatan. Sehingga perawat pada unit perawatan
kritis harus peka dan memeriksa sifat serta ruang lingkup kewajiban etis dan
hukum pasien.
Kasus-kasus hukum yang berkembang pada unit perawatan kritis
menunjukkan bahwa perawat memiliki kewajiban etis dan hukum yang
substansial untuk mempromosikan dan melindungi kesejahteraan pasien.
Kewajiban etis perawat sebagai advokat pasien berasal dari sifat unik hubungan
perawat-pasien. Peran pengasuhan yang signifikan pada unit perawatan kritis
dicirikan sebagai peran yang memiliki kontak intim dengan waktu yang cukup
lama bersama pasien yang rentan secara fisiologis dan psikologis. The American
Association of Critical-Care Nurses (AACN) menggambarkan dasar etika praktik
perawatan kritis. Etika tersebut melibatkan keterkaitan dan saling ketergantungan
antara individu, sistem, dan masyarakat. Kasih sayang, kolaborasi, akuntabilitas,
dan kepercayaan adalah karakteristik penting dari praktik keperawatan etis.
Setelah mengetahui perannya sebagai advokat, perawat unit perawatan kritis
memiliki kewajiban untuk mengenali dilema etik yang sebenarnya atau berpotensi
mengancam hak pasien, serta berpartisipasi dalam penyelesaian dilema etik
tersebut. Dilema etik merupakan sebuah kondisi yang sulit di mana konflik
muncul selama proses pengambilan keputusan yang dapat dibenarkan secara
moral. Dalam mengidentifikasi situasi ini, kriteria tertentu harus dipenuhi. Lebih
dari satu solusi harus ada, dan tidak ada "benar" atau "salah" yang jelas. Setiap
solusi harus memiliki bobot yang sama dan harus dapat dipertahankan secara etis.
Salah satu cara yang membantu untuk mendekati pengambilan keputusan etis
adalah dengan menggunakan proses yang sistematis dan terstruktur. Model ini
menyediakan kerangka kerja untuk mengevaluasi prinsip-prinsip etika terkait dan
hasil potensial, serta fakta yang relevan mengenai faktor kontekstual dan faktor
fisiologis dan pribadi pasien. Dengan menggunakan pendekatan ini, pasien,
keluarga, dan anggota tim kesehatan mengevaluasi pilihan dan mengidentifikasi
opsi yang mempromosikan kepentingan terbaik pasien.
Perawat tidak boleh memaksakan sistem nilai mereka sendiri pada pasien,
karena setiap pasien dan keluarganya memiliki seperangkat nilai pribadi yang
dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya mereka. Pengambilan keputusan yang
etis termasuk mengimplementasikan keputusan dan mengevaluasi hasil jangka
pendek dan jangka panjang. Tahap terakhir dalam proses pengambilan keputusan
adalah menilai apakah keputusan dalam kasus tertentu dapat diterapkan pada
dilema lain dalam keadaan serupa.
Sebagaimana tercermin dalam model pengambilan keputusan, prinsip-
prinsip etika yang relevan harus dipertimbangkan ketika ada dilema moral.
Berdasarkan empat prinsip moral mendasar untuk dilema etika kontemporer yaitu
menghormati kebebasan pasien untuk membuat keputusan sendiri (autonomy),
memberikan tindakan yang lebih besar manfaatnya dibandingkan kerugiannya
(beneficence), tidak merugikan orang lain dengan sengaja (nonmaleficence), dan
keadilan mengenai pendistribusian sumber daya perawatan (justice). Selain empat
prinsip yang dijelaskan sebelumnya, prinsip kejujuran (veracity) menyatakan
bahwa orang berkewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya dalam
berkomunikasi. Prinsip kesetiaan (fidelity) mengharuskan seseorang memiliki
kewajiban moral untuk setia pada komitmen yang dibuat kepada orang lain.
Kedua prinsip ini, bersama dengan kerahasiaan (confidentiality), adalah kunci
hubungan perawat-pasien.
Topik etika yang biasanya berada didalam unit perawatan kritis adalah
informed consent. Informed consent merupakan penjelasan dan persetujan
mengenai keputusan pengobatan pasien. Pada informed consent, tiga elemen
utama yang harus dipenuhi adalah kompetensi, kesukarelaan, dan pengungkapan
informasi. Kompetensi merujuk kepada kemampuan pasien memahami informasi
perawatan yang diusulkan. Jika pasien tidak mampu secara mental maupun fisik
untuk memberikan persetujuan, informed consent diperoleh dari pengganti
layanan kesehatan yang ditunjuk atau keluarga terdekat yang sah. Sukarela
merujuk pada persetujuan yang diberikan tanpa adanya paksaan atau penipuan,
agar persetujuan tersebut mengikat secara hukum. Informed consent merupakan
proses yang memerlukan pertukaran informasi antara penyedia layanan kesehatan
dan pasien atau kuasanya.
Topik selanjutnya adalah keputusan mengenai perawatan penopang
kehidupan. Biasanya keputusan ini dihadapkan pada perawatan pasien dengan
sakit yang parah (terminal). Pengobatan pasien yang kualitas hidupnya sangat
terganggu seperti koma ireversibel atau kematian otak, sering kali merupakan
hasil dari teknologi biomedis yang canggih. Manfaat yang diperoleh dari
manajemen teknologi yang agresif sering kali lebih besar daripada efek
negatifnya, tetapi penggunaan teknologi tersebut telah mendorong perdebatan dan
litigasi yang intensif. Inti dari kontroversi penggunaan teknologi adalah keyakinan
yang saling bertentangan tentang moralitas dan legalitas yang mengizinkan pasien
kondisi terminal untuk meminta menarik atau menahan perawatan medis.
Perdebatan tentang ‘kesia-siaan’ perawatan khusus pada dasarnya adalah
perdebatan kualitas hidup dan perawatan mana yang bermanfaat untuk membantu
pasien dalam mencapai tujuan mereka.
Beberapa contoh tindakan perawatan penopang kehidupan adalah resusitasi
atau justru DNR (do not resuscitate). Menahan atau menghentikan upaya
resusitasi merupakan dilema etis dan hukum, jika pasien atau keluarga
sebelumnya telah membuat preferensi mereka melalui penjelasan prosedur
resusitasi. Jika dokter menentukan resusitasi adalah upaya yang sia-sia atau telah
mendiskusikannya dengan pasien dan keluarga, maka dibuatlah kesepakatan
bersama untuk tidak melakukan resusitasi jika terjadi henti jantung paru. Menahan
bantuan hidup, menarik bantuan hidup, atau keduanya, dapat dimulai dari
menahan hemodialisis (penahanan) hingga penyapihan terminal dari ventilasi
mekanis (pencabutan). Dalam semua kasus penahanan dan penarikan bantuan
hidup, langkah-langkah kenyamanan harus tetap dipertahankan, seperti
manajemen nyeri, sekresi paru, dan gejala lain yang diperlukan. Sebagian besar
keputusan mengenai penahanan dan penarikan bantuan hidup tidak dibuat di
pengadilan, melainkan berdasarkan komunikasi terbuka dengan pasien dan
keluarga. Pendekatan pengambilan keputusan etis digunakan untuk memutuskan
tindakan terbaik untuk diambil atau tidak diambil dalam situasi tersebut.
Topik ketiga adalah end-of-life issues (masalah akhir kehidupan). Diskusi
mengenai arahan awal dan keinginan akhir hidup harus dilakukan sedini mungkin,
sebaiknya sebelum ‘perkiraan’ kematian sudah dekat. Waktu yang ideal untuk
membahas arahan awal adalah ketika seseorang relatif sehat, bukan dalam kondisi
perawatan kritis. Hal ini memungkinkan lebih banyak waktu untuk diskusi,
pemrosesan, dan pengambilan keputusan. Perawat harus menilai pasien mengenai
persepsi mereka tentang kualitas hidup dan harapan akhir hidup dengan cara yang
peduli dan peka budaya, dan harus mendokumentasikan keinginan pasien. Pasien
harus didorong dengan kuat untuk menyelesaikan arahan awal, termasuk surat
wasiat hidup dan surat kuasa yang tahan lama, untuk memastikan bahwa
keinginan mereka akan diikuti jika mereka sakit parah atau dalam kondisi
vegetatif yang persisten.

Anda mungkin juga menyukai