PENDIDIKAN KEPULAUAN
Kelompok 5 :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil
mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi karakteristik dan keunikan bangsa
Indonesia, antara lain: geografis, potensi sumber daya, ketersediaan sarana dan prasarana,
kondisi sosial masyarakat dan keragaman budaya di setiap daerah.
Indonesia dengan wilayah yang luas dan heterogen, secara geografis maupun
sosiokultural, memerlukan upaya yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan, di
antaranya permasalahan pendidikan di daerah kepulauan. Permasalahan tersebut antara lain yang
terkait dengan pendidik, seperti kekurangan jumlah guru (shortage), distribusi guru yang tidak
seimbang (unbalanced distribution), kualifikasi guru di bawah standar (under qualification),
kurang kompeten (low competencies), dan ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan
bidang yang diampu (mismatched), angka partisipasi sekolah yang masih rendah, sarana
prasarana yang belum memadai, dan infrastruktur untuk kemudahan akses dalam mengikuti
pendidikan yang masih sangat kurang. Sebagai bagian dari NKRI, daerah kepulauan memerlukan
manajemen pendidikan yang baik dan upaya peningkatan mutu pendidikan yang dikelola secara
khusus dan sungguh-sungguh dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di atas, agar
daerah kepulauan dapat maju bersama sejajar dengan daerah lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari manajemen pendidikan kepulauan?
2. Bagaimana memanajemen pendidikan di wilayah kepulauan?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perencanaan Pendidikan
Secara konseptual, manajemen pendidikan meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan pengawasan mengenai sumber daya manusia, sumber belajar, kurikulum,
dana, dan fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien (Engkoswara,
1987; ISPI, 1995; Manap 1999, 2008). Perencanaan pendidikan mempunyai peran penting dan
berada pada tahap awal dalam proses manajemen pendidikan, yang dijadikan sebagai panduan
bagi pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan penyelenggaraan pendidikan.
Perencanaan dan manajemen pendidikan diarahkan untuk dapat membantu (1) memenuhi
keperluan akan tenaga pendidik dan kependidikan; (2) perluasan kesempatan pendidikan; (3)
peningkatan mutu pendidikan; serta (4) peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan
pendidikan. Pemenuhan keperluan akan tenaga pendidik dan kependidikan yang terampil dan
berkualitas menempati prioritas utama karena tanpa didukung tenaga pendidik dan kependidikan
yang terampil, pembangunan di berbagai bidang pendidikan sukar dilaksanakan.
Berdasarkan ruang lingkupnya, perencanaan pendidikan suatu wilayah dapat
diklasifikasikan sebagai perencanaan meso (menengah), baik pada level provinsi ataupun pada
level kabupaten/kota. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, perencanaan pendidikan di
daerah harus dilakukan pada level kabupaten/kota, sedangkan perencanaan pada tingkat provinsi
merupakan fungsi koordinasi dan distribusi. Kebijakan otonomi daerah mempunyai implikasi
langsung dalam proses perencanaan pendidikan pada level kabupaten/kota, dengan "asumsi
bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku"
(Pasal 1 Ayat 1 UU No. 5 Tahun 1974). Penyelenggaraan pemerintahan di daerah didasarkan
pada asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.
Sasaran desentralisasi ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan posisi geografis
Indonesia yang terpisah-pisah antarpulau, memiliki kebhinnekaan sumber daya alam, serta
memanfaatkan perubahan struktural yang tengah terjadi dalam sistem kehidupan dunia yang
sedang berlangsung dewasa ini. Dalam konteks pengelolaan pendidikan di daerah-daerah,
khususnya wilayah kepulauan, desentralisasi manajemen pembangunan dipandang lebih baik
dibandingkan dengan pembangunan yang dilaksanakan secara sentralistis, yang lebih banyak
menghadapi hambatan dalam pelaksanaannya dan hanya dapat dilaksanakan secara baik oleh
daerah- daerah yang memenuhi persyaratan tertentu (Mubyarto, 1989).
Dengan menganut strategi pembangunan dari bawah (bottom-up planning), peranan
pemerintah pusat perlu dititikberatkan pada aspek- aspek yang strategis dan memberi peluang
kepada masyarakat di wilayah kepulauan untuk mengembangkan kemampuannya. Sistem yang
kita anut dengan sendirinya adalah sistem terbuka, yang lebih responsif terhadap dinamika
keadaan lingkungan sekitarnya (Moerdiono, 1991:34). Kata kuncinya adalah partisipasi yang
kompak dari seluruh masyarakat di daerah. Apabila partisipasi masyarakat itu dapat
dikembangkan dari bawah, manajemen pembangunan jauh lebih mudah pada semua
tingkatannya. Dengan demikian, secara otomatis akan terjadi desentralisasi dalam pelaksanaan
manajemen pembangunan.
Sentralisasi manajemen pendidikan pada kantor wilayah ataupun dinas pendidikan yang
luas merupakan hal yang tidak tepat dan tidak responsif bagi pemenuhan kebutuhan peserta
didik, guru-guru, dan kepala sekolah, juga akan mengurangi daya kritis persatuan guru, orang
tua, dan kepala sekolah terhadap kegagalan sekolah (Henry M Levin, 1991:vi). Oleh karena itu,
dalam rangka merumuskan rencana pendidikan di wilayah kepulauan, diperlukan adanya upaya
peningkatan kemampuan sumber daya manusia pada setiap tinggkatan. Hal tersebut
dimaksudkan agar mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk menyusun rencana,
menyediakan perangkat pendukung, dan sistem informasinya.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembiayaan pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam dua kegiatan, yakni
penerimaan dan pengeluaran atau penggunaan. Penerimaan merupakan perolehan sumber
dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pendidikan, baik dari internal sekolah maupun
dari eksternal sekolah, seperti dari pemerintah dan swasta. Pada daerah kepulauan umumnya
pengelolaan pendidikan sekolah hanya mengandalkan dana bantuan operasional sekolah
(BOS). Sementara itu, pengeluaran berkaitan dengan penggunaan dana untuk belanja kegiatan
pengelolaan sekolah.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam perbedaan baik
perbedaan geografis ataupun sosiokultural. Hal ini mengakibatkan terjadinya permasalahan
khususnya di bidang pendidikan seperti tidak meratanya tenaga pendidik, tenaga pendidik kurang
kompeten, sarana dan prasarana sekolah yang kurang memadai, dan masalah-masalah lainnya.
Oleh karena itu, manajemen pendidikan yang baik harus diterapkan di setiap wilayah khususnya
pada wilayah kepulauan agar wilayah-wilayah tersebut tidak mengalami ketertinggalan dan dapat
bersaing dengan wilayah-wilayah lainnya.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari
segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dudung, Agus dkk. 2018. Model Pendidikan Daerah 3T berbasis kearifan lokal. Jakarta : Pusat
Penelitian Kebijakan Pendidikan Dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.