Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN KEPULAUAN

“MANAJEMEN PENDIDIKAN DI WILAYAH KEPULAUAN”

DOSEN PENGAMPU : V. K. Makaruku, S.Pd., M.Pd

Kelompok 5 :

1. Kayla Syarkiah Ismail (202245006)


2. Henny Dio Palapessy (202245022)
3. Nengsi E. T. Balubun (202245026)
4. Williamus Lewen (202245027)
5. Nurla Lila Tuna (202245028)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil
mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi karakteristik dan keunikan bangsa
Indonesia, antara lain: geografis, potensi sumber daya, ketersediaan sarana dan prasarana,
kondisi sosial masyarakat dan keragaman budaya di setiap daerah.
Indonesia dengan wilayah yang luas dan heterogen, secara geografis maupun
sosiokultural, memerlukan upaya yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan, di
antaranya permasalahan pendidikan di daerah kepulauan. Permasalahan tersebut antara lain yang
terkait dengan pendidik, seperti kekurangan jumlah guru (shortage), distribusi guru yang tidak
seimbang (unbalanced distribution), kualifikasi guru di bawah standar (under qualification),
kurang kompeten (low competencies), dan ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan
bidang yang diampu (mismatched), angka partisipasi sekolah yang masih rendah, sarana
prasarana yang belum memadai, dan infrastruktur untuk kemudahan akses dalam mengikuti
pendidikan yang masih sangat kurang. Sebagai bagian dari NKRI, daerah kepulauan memerlukan
manajemen pendidikan yang baik dan upaya peningkatan mutu pendidikan yang dikelola secara
khusus dan sungguh-sungguh dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di atas, agar
daerah kepulauan dapat maju bersama sejajar dengan daerah lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari manajemen pendidikan kepulauan?
2. Bagaimana memanajemen pendidikan di wilayah kepulauan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Pendidikan Kepulauan


Secara umum, manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan seseorang dalam
mengatur kegiatan yang dikerjakan individu atau kelompok. Sistem atau manajemen harus
dilakukan untuk memenuhi target yang akan dicapai oleh individu atau kelompok tersebut dalam
sebuah kerjasama dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada. Bisa dikatakan manajemen
adalah mengandung unsur perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, tujuan yang ingin dicapai, juga
pelaksana manajemen yang berupa individu atau kelompok. Dengan demikian, manajemen
adalah sebuah seni mengatur dan merencanakan sesuatu guna mencapai sebuah tujuan. Fungsi
dari manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, dan evaluasi.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan tuntunan hidup seseorang. Dimana
tuntunan inilah yang harus diajarkan sejak seseorang masih anak-anak. Pendidikanlah yang
sebenarnya menuntun menemukan kekuatan kodrat masing diri seseorang itu sendiri. Dari apa
yang ditemukan dalam diri dan diarahkan oleh pendidikan atau ilmu itulah yang akan menuntun
seseorang menemukan kebahagiaan hidup setinggi-tingginya dan menuntut seseorang mencapai
keselamatan.
Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia, yang
dimaksud dengan Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, dan perairan di
antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain
demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu
kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik yang hakiki, atau yang secara
historis dianggap sebagai demikian.

B. Manajemen Pendidikan di Wilayah Kepulauan


Pendekatan Manajemen Pendidikan di wilayah kepulauan yang terukur dan terarah
merupakan upaya strategis yang memungkinkan pengelolaan pendidikan dapat terselenggara
dengan baik dan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Manajemen pendidikan merupakan hal
yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan di wilayah kepulauan, sehingga
menghasilkan keluaran yang diinginkan. Manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk
mengoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan, seperti guru, sarana, dan prasarana
pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya untuk mencapai tujuan
pendidikan.

1. Perencanaan Pendidikan
Secara konseptual, manajemen pendidikan meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan pengawasan mengenai sumber daya manusia, sumber belajar, kurikulum,
dana, dan fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien (Engkoswara,
1987; ISPI, 1995; Manap 1999, 2008). Perencanaan pendidikan mempunyai peran penting dan
berada pada tahap awal dalam proses manajemen pendidikan, yang dijadikan sebagai panduan
bagi pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan penyelenggaraan pendidikan.
Perencanaan dan manajemen pendidikan diarahkan untuk dapat membantu (1) memenuhi
keperluan akan tenaga pendidik dan kependidikan; (2) perluasan kesempatan pendidikan; (3)
peningkatan mutu pendidikan; serta (4) peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan
pendidikan. Pemenuhan keperluan akan tenaga pendidik dan kependidikan yang terampil dan
berkualitas menempati prioritas utama karena tanpa didukung tenaga pendidik dan kependidikan
yang terampil, pembangunan di berbagai bidang pendidikan sukar dilaksanakan.
Berdasarkan ruang lingkupnya, perencanaan pendidikan suatu wilayah dapat
diklasifikasikan sebagai perencanaan meso (menengah), baik pada level provinsi ataupun pada
level kabupaten/kota. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, perencanaan pendidikan di
daerah harus dilakukan pada level kabupaten/kota, sedangkan perencanaan pada tingkat provinsi
merupakan fungsi koordinasi dan distribusi. Kebijakan otonomi daerah mempunyai implikasi
langsung dalam proses perencanaan pendidikan pada level kabupaten/kota, dengan "asumsi
bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku"
(Pasal 1 Ayat 1 UU No. 5 Tahun 1974). Penyelenggaraan pemerintahan di daerah didasarkan
pada asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.
Sasaran desentralisasi ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan posisi geografis
Indonesia yang terpisah-pisah antarpulau, memiliki kebhinnekaan sumber daya alam, serta
memanfaatkan perubahan struktural yang tengah terjadi dalam sistem kehidupan dunia yang
sedang berlangsung dewasa ini. Dalam konteks pengelolaan pendidikan di daerah-daerah,
khususnya wilayah kepulauan, desentralisasi manajemen pembangunan dipandang lebih baik
dibandingkan dengan pembangunan yang dilaksanakan secara sentralistis, yang lebih banyak
menghadapi hambatan dalam pelaksanaannya dan hanya dapat dilaksanakan secara baik oleh
daerah- daerah yang memenuhi persyaratan tertentu (Mubyarto, 1989).
Dengan menganut strategi pembangunan dari bawah (bottom-up planning), peranan
pemerintah pusat perlu dititikberatkan pada aspek- aspek yang strategis dan memberi peluang
kepada masyarakat di wilayah kepulauan untuk mengembangkan kemampuannya. Sistem yang
kita anut dengan sendirinya adalah sistem terbuka, yang lebih responsif terhadap dinamika
keadaan lingkungan sekitarnya (Moerdiono, 1991:34). Kata kuncinya adalah partisipasi yang
kompak dari seluruh masyarakat di daerah. Apabila partisipasi masyarakat itu dapat
dikembangkan dari bawah, manajemen pembangunan jauh lebih mudah pada semua
tingkatannya. Dengan demikian, secara otomatis akan terjadi desentralisasi dalam pelaksanaan
manajemen pembangunan.
Sentralisasi manajemen pendidikan pada kantor wilayah ataupun dinas pendidikan yang
luas merupakan hal yang tidak tepat dan tidak responsif bagi pemenuhan kebutuhan peserta
didik, guru-guru, dan kepala sekolah, juga akan mengurangi daya kritis persatuan guru, orang
tua, dan kepala sekolah terhadap kegagalan sekolah (Henry M Levin, 1991:vi). Oleh karena itu,
dalam rangka merumuskan rencana pendidikan di wilayah kepulauan, diperlukan adanya upaya
peningkatan kemampuan sumber daya manusia pada setiap tinggkatan. Hal tersebut
dimaksudkan agar mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk menyusun rencana,
menyediakan perangkat pendukung, dan sistem informasinya.

2. Pendidikan Terpadu/Satu Atap


Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar mampu bersaing
dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu untuk menciptakan dan meningkatkan
layanan pendidikan kepada seluruh warga negara. Secara geografis, wilayah Indonesia yang
cukup luas sebagai negara kepulauan ternyata menjadi salah satu penghambat pemetaan
pembangunan pendidikan. Ketimpangan pembangunan pendidikan antara wilayah satu dengan
wilayah lain sangat terlihat sekali, baik secara fisik maupun nonfisik. Padahal pembangunan
pendidikan di daerah terpencil tidak boleh tertinggal dengan wilayah lain, mengingat bahwa
semua wilayah itu adalah termasuk wilayah NKRI yang berarti berhak atas pendidikan dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD
1945.
a. Pendidikan Integratif/Terpadu
Integratif/terpadu adalah suatu gabungan keseluruhan komponen yang semula terpisah
dan disatukan secara utuh dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Jika konsep
integratif/terpadu dijadikan sebagai model dalam pengelolaan sekolah-sekolah dalam suatu
lembaga penyelenggaraan pendidikan (yayasan), pengelolaan sekolah integatif/terpadu adalah
suatu sistem pengelolaan yang memadukan berbagai unsur dan potensi yang dimiliki oleh
organisasi (yayasan) dalam penyelenggaraan pendidikan pada berbagai jenjang dan satuan
pendidikan, dengan melibatkan semua sumber daya yang dimiliki, baik manusia, sistem,
aktivitas, proses, prosedur, struktur, model, barang, dan jasa dengan melibatkan masyarakat
(dari berbagai ras, budaya, agama, dan struktur sosial lainnya), pemerintah dan stakeholder
pendidikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam organisasi.
Kohlil (2008) mengemukakan Sekolah Terpadu adalah sekolah-sekolah yang
diselenggarakan berada dalam satu kompleks dan dikelola secara terpadu, baik dari aspek
kurikulum, pembelajaran, guru, sarana dan prasarana, manajemen, dan evaluasi, sehingga
menjadi sekolah yang efektif dan berkualitas. Kualitas yang dimaksud adalah sekolah
tersebut minimal memenuhi Standar Pendidikan (SNP) pada tiap aspeknya, meliputi
kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik, dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pembiayaan, pengelolaan, penilaian, dan telah menyelenggarakan serta menghasilkan
lulusan dengan ciri keinternasionalan.
Dalam aspek pengelolaan integratif/terpadu, sekolah menjadikan sistem dan pola
penyelenggaraannya terpadu dalam aspek-aspek sebagai berikut.
1) Manajemen, yakni pengelolaan yang berbasis satu atap antara SD, SMP dan SMA
dikoordinasi oleh seorang direktur, namun semua memiliki masing-masing kepala sekolah
yang memiliki otoritas dalam pengelolaan sekolahnya. Kurikulum, yakni
mengintegrasikan kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal. yang
berkesinambungan antara SD, SMP, dan SMA di yayasan atau organisasi.
2) Kegiatan belajar mengajar, yakni memadukan secara utuh ranah kognitif, afektif, dan
konatif dalam seluruh aktivitas belajar. Belajar melalui pengalaman (experential learning)
menjadi suatu pendekatan yang sangat perlu mendapat perhatian dari pengelola sekolah.
Dengan pendekatan langsung pada praktik yang memberikan pengalaman nyata kepada
anak didik tentang pokok bahasan, experential learning juga akan menumbuhkan
semangat dan motivasi belajar yang tinggi, karena suasana menyenangkan dan menantang
akan selalu mereka dapatkan. Proses pembelajaran juga semestinya melibatkan semua
inteligensi (multiple intelligences).
3) Peran serta, yakni melibatkan pihak orang tua dan kalangan eksternal (masyarakat)
sekolah untuk berperan serta menjadi fasilitator pendidikan para peserta didik. Orang tua
harus ikut secara aktif memberikan dorongan dan bantuan, baik secara individual kepada
putra-putrinya maupun kesertaan mereka terlibat di dalam sekolah dalam serangkaian
program yang sistematis. Keterlibatan orang tua memberikan pengaruh yang sangat
signifikan dalam meningkatkan performance sekolah.
4) Iklim sekolah, yakni lingkungan pergaulan, tata hubungan, pola perilaku, dan segenap
peraturan yang diwujudkan dalam kerangka manajemen satu atap. Pola penataan
lingkungan yang sesuai dengan hukum-hukum alam, seperti penataan kebersihan,
kerapian, keteraturan, keefektifan, kemudahan, kesehatan, kelogisan, keharmonisan,
keseimbangan, dan lain sebagainya.

b. Model Satu Atap


Pengembangan konsep sekolah terpadu telah dirintis Depdiknas semenjak tahun 2005
melalui Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dengan menerbitkan panduan
pelaksanaan pengembangan SD-SMP satu atap. Sekalipun masih sebatas SD-SMP, namun
model ini dipandang sangat relevan untuk diterapkan mulai dari jenjang pra sekolah sampai
SMA dan perguruan tinggi di daerah-daerah terpencil dan terisolisir, karena mendekatkan
sekolah dengan peserta didik, sehingga memungkinkan masyarakat dapat mengakses
pendidikan sebagaimana mestinya. Tujuannya adalah mempererat penuntasan wajib belajar
pendidikan dasar sembilan tahun, meningkatkan mutu pendidikan guna dasar memperluas
layanan pendidikan dasar atau meningkatkan daya tampung pada SMP di daerah terpencil,
terpencar dan terisolir menunjang tercapainya penuntasan wajib belajar pendidikan dasar
sembilan tahun, mendekatkan SMP dengan SD pendukungnya, serta memberikan kesempatan
dan peluang bagi anak untuk melanjutkan pendidikannya, dan meningkatkan partisipasi
masyarakat.
Model SD, SMP dan SMA satu atap pada prinsipnya bertujuan untuk memadukan
berbagai unsur dan komponen pengelolaan sekolah pada setiap jenjang dalam suatu sistem
yang terpusat pada suatu struktur organisasi sekolah, Konsep pengelolaan satu atap pada
prinsipnya. selain cocok diberlakukan pada daerah-daerah yang terbentur dengan berbagai
kendala geografis, dapat pula diterpakan pada sekolah-sekolah yang berlindung dalam satu
yayasan dan menempati satu lokasi.

3. Manajemen Sarana Prasarana


Sarana dan prasarana pendidikan adalah semua benda bergerak maupun tidak bergerak,
yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik secara
langsung maupun tidak langsung (Soetjipto, 2007). Untuk menunjang pelaksanaan pendidikan,
diperlukan fasilitas pendukung yang sesuai dengan tujuan kurikulum. Dalam mengelola fasilitas
agar mempunyai manfaat yang tinggi diperlukan aturan yang jelas, serta pengetahuan dan
keterampilan personel sekolah dalam manajemen sarana dan prasarana tersebut. Sekolah-sekolah
yang ada di wilayah kepulauan masih sangat tertinggal dengan sarana dan prasarana pendidikan.
Banyak gedung sekolah yang sudah berusia puluhan tahun, masih digunakan sampai sekarang.
Ditambah lagi sarana dan prasarana yang masih minim menambah keprihatinan mengenai masa
depan peserta didik. Dengan demikian, diperlukannya perhatian dari para penjabat pendidikan
dalam mengidentifikasi kebutuhan sekolah dan perlunya sumber daya manusia di wilayah
kepulauan yang memahami betul manajemen sarana dan prasarana.
Kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses pendidikan di
wilayah kepulauan perlu dipertimbangkan secara matang. Semua proses dalam manajemen
sarana dan prasarana pendidikan yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, investigasi, pemeliharaan, dan penghapusan sarana dan prasarana pendidikan
perlu disesuaikan dengan konteks wilayah kepulauan. Penting diperhatikan bahwa sekolah pada
wilayah kepulauan tidak hanya membutuhkan ketersediaan sarana prasarana pendidikan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007
tentang Standar Sarana Prasarana. Sekolah di wilayah kepulauan juga membutuhkan sarana dan
prasarana lain untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan, antara lain (1) asrama untuk
mengakomodasi kebutuhan siswa yang berasal dari pulau-pulau sekitar sekolah; (2) jaringan
listrik atau genset; (3) sarana teknologi, informasi dan komunikasi, serta akses internet yang
memadai; dan (4) sarana transportasi laut untuk mendukung kegiatan pembelajaran dan
ekstrakurikuler.

4. Manajemen Pembinaan Guru


Masalah pemerataan tenaga pendidik menjadi sangat serius jika dihadapkan dengan
konteks wilayah kepulauan. Kebanyakan guru cenderung bosan atau jenuh mengabdi pada
daerah-daerah terpencil. Mereka lebih memilih mutasi pada wilayah-wilayah yang lebih maju
atau setidaknya berdekatan dengan pusat pemerintahan atau perkotaan. Banyak guru kini
berlomba mengejar pendidikan kesarjanaan untuk meningkatkan kualifikasi akademiknya. Di
pulau-pulau terpencil dan di perbatasan, para guru sangat terbatas untuk mengakses pendidikan
lanjutan. Selain itu, tingkat kesejahteraan mereka begitu memprihatinkan. Oleh karenanya,
penting untuk memahami terlebih dahulu bagaimana mengelola pembinaan terhadap guru di
wilayah kepulauan.
Pembinaan guru adalah salah satu fungsi manajemen pendidikan yang berkaitan dengan
bagian dari tugas kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan
yang memegang peranan dalam menyelenggarakan, mengatur, dan meningkatkan mutu
pendidikan. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa upaya yang dapat
dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah antara lain melalui
pembinaan tenaga kependidikan. Seorang kepala sekolah harus mampu melakukan hal-hal di
antaranya, yaitu membantu tenaga kependidikan untuk mengembangkan kompetensinya agar
dapat meningkatkan mutu pendidikan. Pembinaa guru menurut Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan sebagai berikut.
a. Pembinaan Profesi Guru
Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan profesi.
Program ini berfokus pada empat kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Pembinaan guru sebagaimana
dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional. Pembinaan profesi guru dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain (1) pembinaan guru melalui supervisi; dan (2) pembinaan
guru melalui pelatihan dan pembinaan guru melalui pendidikan lanjut.
b. Pembinaan Karir Guru
Pembinaan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu penugasan,
kenaikan pangkat, dan promosi. Penugasan guru terkait dengan pelaksanaan kegiatan pokok
yang meliputi merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, serta membimbing dan melatih peserta didik. Kenaikan pangkat juga
merupakan bagian dari pembinaan karier guru dan penghargaan atas capaian angka kredit
unsur utama dan penunjang ditetapkan sesuai dengan Permenneg PAN dan RB Nomor 16
Tahun 2009. Selanjutnya, promosi merupakan bentuk pembinaan karier dan penghargaan atas
guru. Promosi dapat berupa penugasan sebagai guru pembina, guru inti, instruktur, wakil
kepala sekolah, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan sebagainya. Kegiatan promosi ini
didasarkan pada pertimbangan prestasi dan dedikasi guru. Peraturan pemerintah No. 74 Tahun
2008 tentang Guru, mengamatkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesian, guru berhak
mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.

5. Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Untuk mendapatkan hasil pendidikan yang memadai bagi semua orang secara berkualitas,
dibutuhkan pengeluaran atau yang disebut dengan investasi atau biaya pendidikan. Mulyono
(2010:23), menjelaskan bahwa dalam upaya setiap pencapaian tujuan pendidikan, baik bersifat
kuantitatif maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peran yang sangat menentukan. Oleh
karena itu, pendidikan tanpa didukung biaya yang memadai, proses pendidikan di lembaga
pendidikan tidak akan berjalan sesuai harapan. Hal senada dijelaskan Al Kadri (2011:1), bahwa
hampir dapat dipastikan proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya yang
memadai.
Manajemen pembiayaan pendidikan mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi (Mulyasa, 2003).
a. Perencanaan
Perencanaan uang atau finansial yang disebut budgeting adalah kegiatan mengoordinasi
semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis
tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan (Fatah, 2000:51) Perencanaan keuangan
ini dimaksudkan untuk dapat tercapainya tujuan pendidikan dan tujuan sekolah sesuai dengan
yang diharapkan (Mulyasa, 2004:212). Perencanaan ini mencakup dua kegiatan, yakni
penyusunan anggaran dan pengembangan rencana anggaran belanja sekolah (RAPBS).

b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembiayaan pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam dua kegiatan, yakni
penerimaan dan pengeluaran atau penggunaan. Penerimaan merupakan perolehan sumber
dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pendidikan, baik dari internal sekolah maupun
dari eksternal sekolah, seperti dari pemerintah dan swasta. Pada daerah kepulauan umumnya
pengelolaan pendidikan sekolah hanya mengandalkan dana bantuan operasional sekolah
(BOS). Sementara itu, pengeluaran berkaitan dengan penggunaan dana untuk belanja kegiatan
pengelolaan sekolah.

c. Evaluasi dan Pertanggungjawaban


Langkah terakhir adalah evaluasi bagaimana anggaran dapat melayani dengan baik untuk
meningkatkan efektivitas sekolah. "Evaluasi sering menunjukkan kemungkinan adanya
perbedaan dalam tujuan, prioritas, dan kemungkinan berbagai sumber daya yang tersedia"
(Wahjosumidjo, 2008:321).

6. Manajemen Pengawasan Pendidikan


Dalam dunia pendidikan istilah "pengawasan" lebih cenderung dikonotasikan dengan
kegiatan supervisi, yakni kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh seorang pengawas
(supervisor) guna membantu seorang guru dalam memberikan arahan pada pelaksanaan kegiatan
pendidikan, yakni dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Fungsi utama dari pengawasan
adalah ditujukan pada perbaikan dan peningkatan kualitas untuk mencapai tujuan, atau dengan
kata lain adalah menilai dan memperbaiki factor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
pekerjaan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Swearingen bahwa fungsi dari pengawasan
adalah untuk; mengkoordinasikan semua usaha, melengkapi kepemimpinan, memperluas
pengalaman pekerja, menstimuli usaha-usaha yang kreatif, memberi fasilitas dan penilaian yang
terus menerus, menganalisis situasi, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap
staf, memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan
organisasi dan meningkatkan kemampuan kinerja.
Proses pengawasan menurut M. Manulang dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu;
menentukan alat pengukur (standard), mengadakan penilaian (evaluasi) dan mengadakan
tindakan perbaikan (corrective action). Secara rinci proses pengawasan tersebut dapat
dideskripsikan sebagai berikut
a. Penentuan standar, dalam proses pengawasan secara tepat memang agak sulit, akan tetapi
penentuan standard terkait waktu dengan perilaku pegawai harus dilakukan. Diantara standar
yang harus ditetapkan dalam melakukan pengawasan adalah standard waktu, standard biaya,
dan sebagainya.
b. Evaluasi unjuk kerja, ini dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap penyimpangan
berdasarkan standard yang telah ditetapkan.Hasil dari evaluasi ini kemudian dibandingkan
dengan standard yang ada, oleh karena itu evalusai ini harus dilakukan dengan menggunakan
ukuran yang akurat, dimana instrumentnya harus disusun secara lengkap dan valid.
Mengadakan pengukuran ini harus terlebih dahulu dilakukan, karena tindakan perbaikan dapat
dilakukan berdasarkan dari hasil evaluasi yang didahului oleh kegiatan pengukuran tersebut.
c. Tindakan perbaikan, ini dilakukan apabila proses dan hasil kerja teradapat penyimpangan dari
standard yang ditentukan, akan tetapi apabila proses dan hasil kerja telah sesuai dengan
standard maka yang harus dilakukan adalah peningkatan. Tindakan perbaikan terhadap
penyimpangan-penyimpangan harus dibuatkan skala prioritas dalam penanganannya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam perbedaan baik
perbedaan geografis ataupun sosiokultural. Hal ini mengakibatkan terjadinya permasalahan
khususnya di bidang pendidikan seperti tidak meratanya tenaga pendidik, tenaga pendidik kurang
kompeten, sarana dan prasarana sekolah yang kurang memadai, dan masalah-masalah lainnya.
Oleh karena itu, manajemen pendidikan yang baik harus diterapkan di setiap wilayah khususnya
pada wilayah kepulauan agar wilayah-wilayah tersebut tidak mengalami ketertinggalan dan dapat
bersaing dengan wilayah-wilayah lainnya.

B. Saran
Dari penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari
segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Dudung, Agus dkk. 2018. Model Pendidikan Daerah 3T berbasis kearifan lokal. Jakarta : Pusat
Penelitian Kebijakan Pendidikan Dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Shaid, N. J. 2022. Apa itu manajemen : pengertian, fungsi, dan tujuannya.


https://money.kompas.com/read/2022/02/09/072757826/apa-itu-manajemen-
pengertian-fungsi-dan-tujuannya?page=all diakses pada pukul 18 : 10 WIT.

Depublish. 2022. 14 Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli.


https://deepublishstore.com/blog/pengertian-pendidikan-menurut-para-ahli/ diakses
pada pukul 18:18 WIT

Tadjudin. 2013. Pengawasan Manajemen Pendidikan.


https://media.neliti.com/media/publications/67845-ID-pengawasan-dalam-manajemen-
pendidikan.pdf diakses pada pukul 22:13 WIT

Ratumanan, T. G. dkk. 2021. Pendidikan Kepulauan. Depok: PT RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai