Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KIPRAH MUSLIM DALAM NEGARA

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Akhlak

Dosen Pengampu : Mukhyiddin,S.Pd., M,Pd.

Disusun Oleh Kelompok X :

1. Ahmad Syukron Lail Zamzam (171210000170)


2. Ana Hidayatul Ummah (171210000177)

Fakultas/Prodi/Kelas :Saintek/Teknik Industri/C

Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara

2019

Jl. Taman Siswa No. 09 Tahunan-Jepara Jawa Tengah 59427


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuhu.

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji syukur kami haturkan kehadirat Allah


S.W.T, karena dengan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang kami beri judul “ Kiprah Muslim Dalam
Negara” dapat terselesaikan tepat waktu dan tanpa halangan yang berat.

Dan tidak lupa Shalawat serta salam selalu tercurah ke pangkuan Baginda
Nabi Agung Muhammad S.A.W yang kita nantikan syafa’atnya di yaumul
qiyamah nanti, Amiin.

Kami sadar betul bahwa kami masih di taraf pendidikan dan tentunya kita
semua tahu bahwa “ tiada gading yang tak retak “ itulah perumpamaan yang
sesuai dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak
kesalahan dan kekhilafan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah
berikutnya.sekian yang dapat kami hantarkan, atas kritik dan saran nya kami
mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuhu.

Jepara, 14 Maret 2019

Penulis

Kelompok X

i
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-
2019
DAFTAR ISI :

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI :................................................................................................................... ii
BAB I.PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG .............................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................................... 1
C. TUJUAN ................................................................................................................... 1
BAB II.PEMBAHASAN .................................................................................................. 2
A. KIPRAH MUSLIM DALAM NEGARA.................................................................. 2
a. Hubungan Islam & Negara ................................................................................... 2
B. KETAATAN KEPADA ULIL AMRI ...................................................................... 4
a. Definisi ulil amri .................................................................................................. 4
b. Siapakah yang Disebut dengan Ulil Amri? ........................................................... 5
c. Apakah sepanjang masih salat tetap harus ditaati? ............................................... 7
d. Bagaimana dengan Pemimpin yang Tidak Menegakkan Hukum Allah ............... 9
C. KETAATAN KEPADA HUKUM.......................................................................... 10
a. Pengertian Hukum .............................................................................................. 10
b. Pengertian Hukum Secara Umum Dan Ahli ....................................................... 11
c. Pengertian Hukum Islam..................................................................................... 11
D. AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR BAGI KESELAMATAN MUNKAR .......... 13
a. Definisi al-Ma’ruf ............................................................................................... 13
b. Definisi al-Munkar .............................................................................................. 13
c. Keutamaan Amar Ma’rûf Nahi Munkar.............................................................. 14
BAB III. PENUTUP ....................................................................................................... 16
A. KESIMPULAN ....................................................................................................... 16
B. SARAN ................................................................................................................... 16
C. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 16

ii
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-
2019
BAB I.PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mahasiswa sebagai kader bangsa merupakan salah stu elemen masyarakat yang
tidak dapat di lepaskan dari perjalanan bangsa ini.Sejarah telah membuktikan bahwa
peran mahasiswa atau kaum muda sangat besar dalam mendorong perubahan baik
pada masa sebelum maupun setelah kemerdekaan. Tetapi kita sering melupakan santri
yang juga ikut berperan penting dalam kemerdekaan.

Akhir-akhir ini, telah terjadi masalah internal di dalam kebangsaan Indonesia.


Banyak yang membahas tentang iso agama sering dikaitkan didalam bernegara. Lalu
apakah muslim berpengaruh tehadap konsep Negara ? itulah yang akan timbul di
pikiran kita. Dan juga pertanyaan tentang ketaatan kepada ulil amri dan hukum serta
amar ma’ruf nahi munkar. Apakah keempatnya berhubungan atau tidak ?. Oleh
karena itu, makalah ini akan membahas tentang kiprah muslim dalam Negara,
ketaatan kepada ulil amri, ketaatan kepada hukum dan amar ma’ruf nahi munkar.
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi dalam pembahasan empat tema tersebut.
Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas, maka menarik untuk di ketahui tentang :

a. Bagaimana kiprah muslim dalam negara ?


b. Bagaimana ketaatan kepada ulil amri ?
c. Bagaimana ketaatan kepada hukum ?
d. Bagaimana amar ma’ruf nahi munkar bagi keselamatan munkar ?

C. TUJUAN

Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk :

a. Untuk mengetahui kiprah muslim dalam Negara.


b. Untuk mengetahui ketaatan kepada ulil amri.
c. Untuk mengetahui ketaatan kepada hukum.
d. Untuk mengetahui amar ma’ruf nahi munkar bagi keselamatan munkar.

1
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
BAB II.PEMBAHASAN

A. KIPRAH MUSLIM DALAM NEGARA

a. Hubungan Islam & Negara

Hubungan Islam dengan Negara telah terjadi sejak lama. Dalam Islam sudah
sejak abad 7 muncul melalui gagasan Rosulullah SAW yang melahirkan Piagam
Madinah sehingga banyak tokoh atau ilmuwan barat yang mengapresasi
kepemimpinan dan keteladanan Rasul dalam mengurus kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Ia sebagai negarawan tidak pernah memunculkan kata Islam. Satu
bukti nyata dari sikap kenegaraan sejati kenegaraannya Rasulullah dalam Piagam
Madinah yang 46 pasal itu kita tidak akan menemenukan kata-kata Islam, bahkan jika
kita melihat dari segi hukum Piagam Madinah ini masuk ke dalam syariah, bukan
fiqh.

Secara faktual, pada proses awal pembentukan negara Indonesia, dalam


sidang-sidang BPUPKI permasalahan pokok yang dibicarakan adalah persoalan
bentuk negara, dasar filsafat negara, dan hal-hal lainnya yang bertalian dengan
pembuatan suatu konstitusi. Sedari awal, benih-benih perdebatan ideology mulai
muncul secara terbuka, pada tahun 1990 ketika terjadi polemic antara Soekarno
(kelompok kaum nasionalis) dan Muhammad Natsir (kelompok kaum Islam)
hubungan antara agama dan negara. Dan materi polemic itu sendiri sudah
menampilkan masalah yang sama dengan materi yang muncul dalam perdebatan di
BPUPKI dan konstituante mengenai dasar negara, antara “Nasionalis Sekuler atau
Nasionalis Islam”.

Islam memberikan ruang yang luas bagi akal setiap muslim untuk berijtihad.
Ajaran Islam yang tidak terpengaruh dengan perubahan ruang dan waktu, khususnya
dalam masalah-masalah aqidah dan beberapa masalah ibadah dan hukum perdata
(seperti hukum waris) pada umumnya telah dijelaskan dengan sangat rinci dalam
Alquran dan as-Sunnah. Sementara bagian-bagian dari ajaran Islam yang terpengaruh
oleh perubahan ruang dan waktu, khususnya dalam bidang muamalah, pada
umumnya dibahas dengan cara menetapkan beberapa kaidah dasar tentang masalah
tersebut, untuk kemudian diikuti proses ijtihad dalam kerangka kaidah dasar itu,
dengan memproses penetapan hukumnya lewat persatuan ruang dan waktu.

Pembicaraan mengenai Islam dan Negara ini masih menjadi perdebatan


(discourse) yang terus berkepanjangan di kalangan para ahli. Secara eksplisit dan
implisit sebagian besar titik temu dari berbagai teori ini adalah negara tidak semata-

2
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
mata karena kebutuhan lahiriah, tetapi juga untuk kebutuhan ruhaniyyah dan
ukhrawiyah. Amien Rais (1994) menyatakan bahwa dunia Islam mulai ramai
membicarakan konsep negara Islam ini setelah berakhirnya sistem kekhilafahan di
Turki. Selama penjajahan Barat atas dunia Islam, kaum muslimin tidak sempat
berfikir tentang ajaran agama mereka secara jelas, komprehensif dan tuntas mengenai
berbagai masalah.

Dalam hubungannya agama dengan negara, wacana seputar konsep negara


Islam telah melahirkan kontroversi dan polarisasi intelektual di kalangan pemikir
politik Islam. Apakah benar, misalnya Rasulullah pernah mendirikan atau
menganjurkan negara Islam {Islamic state}, bukan negara suku (clannish state)
seperti yang dikemukakan Ali Abdur Raziq. Apakah institusionalisasi Islam dalam
bentuk negara merupakan kewajiban syariat ataukah semata-mata kebutuhan rasional
seperti yang diteorikan Ibnu Khaldun? Tentang hubungan agama dan negara ada
terdapat tiga kelompok pemikiran. Kelompok pertama berpendapat bahwa negara
adalah lembaga keagamaan dan sekaligus lembaga kelompok. Karena itu kepala
negara adalah pemegang kekuasaan dan agama. Kelompok kedua mengatakan bahwa
negara adalah lembaga keagamaan tetapi mempunyai fungsi politik. Karena itu
kepala negara mempunyai kekuasaan negara yang berdimensi politik. Kelompok
ketiga menyatakan bahwa negara adalah lembaga politik yang sama sekali terpisah
dari agama. Kepala negara karenanya, hanya mempunyai kekuasaan politik atau
penguasa duniawi saja.

Negara ini sederhananya bisa dianggap sebagai washilah untuk mendekatkan


manusia dengan Allah swt, sehingga kita boleh saja menggunakan keberagaman
dalam bernegara ini, tetapi tidak menjadikan sebagai primadona sehingga ghayyat
(tujuan) akhirnya menjadi bias. Proses menuju ghayyat itu adalah dengan
penyampaian misi kebaikan misi langit yang disebut dengan dakwah. Anis Matta
(2006) menyatakan bahwa tujuan dakwah adalah mengejawantahkan kehendak-
kehendak Allah SWT yang kemudian kita sebut agama, atau syariah dalam kehidupan
manusia. Syariah itu sesungguhnya merupakan sistem kehidupan yang integral,
sempurna, dan universal, karena itulah kita memiliki keinginan agar Islam sebagai
sistem yang digunakan. Karena manusia yang akan melaksanakan dan
mengoperasikan sistem tersebut maka manusia harus disiapkan untuk peran itu.
Secara struktural, unit terkecil yang ada dalam masyarakat manusia adalah individu.
Itulah sebabnya, perubahan sosial harus dimulai dari sana; membangun ulang
susunan kepribadian individu, mulai dari cara berpikir hingga cara berperilaku.
Setelah itu, individu-individu itu harus dihubungkan satu sama lain dalam suatu

3
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
jaringan yang baru, dengan dasar ikatan kebersamaan yang baru, identitas kolektif
yang baru, sistem distribusi sosial ekonomi politik yang juga baru.

Hal yang sama dikemukakan oleh Amien Rais bahwa Dakwah dalam artian
makro itu ekuivalen dengan social reconstruction, rekonstruksi sosial. Sosial dalam
arti ekonomi, budaya, pendidikan, kemasyarakatan, dan segala macam proses
rekonstruksi masyarakat yang multi-dimensional itu jatuhnya sama dengan dakwah
itu. Maka dari itu, seorang muslim harusnya berkeyakinan bahwa politik merupakan
bagian dari dakwah dan sebagai alat dakwah yang mensyaratkan aturan main dari
dakwah seperti yang sudah disebutkan di atas. Hubungan politik dan dakwah sering
tidak dimengerti dengan baik oleh sementara kaum muslimin sehingga banyak yang
mengangap bahwa kegiatan dakwah tidak punya dampak positif. Bahkan dalam
masyarakat kita ada kesan kurang positif terhadap kegiatan politik, seolah-olah politik
selalu mengandung kelicikan, hiprokasi, ambisi buta, pengkhianatan, penipuan, dan
konotasi buruk lainnya. Banyak anggapan yang salah berkembang di masyarakat,
anggapan yang salah tersebut misalnya bahwa politik bersifat memecah belah
sedangkan dakwah berusaha merangkul sebanyak mungkin umat, sehingga seolah-
olah ada perbedaan antara hakikat politik dengan hakikat dakwah, sehingga berlaku
suatu ungkapan apabila politik sampai memasuki suatu bidang kehidupan maka pasti
rusaklah bidang kehidupan itu, bagi Amien persepsi politik seperti itu dinilai cukup
berbahaya apabila ditinjau dari kacamata dakwah, pandangan politik ini juga
merugikan, politik yang dijalankan seorang Muslim sekaligus sebagai alat dakwah
tentu bukanlah politik sekuler melainkan politik yang penuh komitmen kepada Allah.

B. KETAATAN KEPADA ULIL AMRI

a. Definisi ulil amri

Secara bahasa, kata ulil amri terdiri dari dua suku kata yaitu; kata uli yang
bermakna memiliki dan al-amr yang bermakna memerintah. Dalam Lisanul Arab,
Ibnu Mandzur menguraikan bahwa maksud dari kata uIi adalah memiliki. Dalam
bahasa Arab, masih menurut Ibnu Mandzur, ia adalah kata tidak bisa berdiri sendiri,
namun selalu harus berdampingan dengan kata yang lain (idhafah).

Sedangkan definisi al-amr, Ibnu Mandzur mengatakan, “Seseorang


memimpin pemerintahan, bila ia menjadi amir bagi mereka. Amir adalah penguasa
yang mengatur pemerintahannya di antara rakyatnya.” (lihat; Lisanu Arab: 4/31)

Jadi, menurut istilah, kata ulil amri dapat didefinisikan yaitu; para pemilik
otoritas dalam urusan umat. Mereka adalah orang-orang yang memegang kendali
semua urusan. (lihat: Al-Mufradat, 25)

4
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
b. Siapakah yang Disebut dengan Ulil Amri?

Para ulama sepakat bahwa hukum taat kepada ulil amri adalah wajib. Kaum muslimin
tidak diperolehkan memberontak ulil amri meskipun dalam kepemerintahannya
sering berlaku dzalim. Prinsip ini menjadi pegangan yang lahir dari salah satu pokok
aqidah ahlus sunnah wal jamaah.

Allah ta’ala berfirman:

‫سو َل َوأُو ِلي ْال َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم‬ َّ ‫َّللاَ َوأَ ِطيعُوا‬


ُ ‫الر‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َ َمنُوا أ َ ِطيعُوا‬

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’: 59)

Ibnu Abi ‘Izz dalam Syarah Aqidah Thahawiyah, berkata, “Hukum mentaati ulil amri
adalah wajib (selama tidak dalam kemaksiatan) walaupun mereka berbuat dzalim.
karena kalau keluar dari ketaatan kepada mereka akan menimbulkan kerusakan yang
berlipat ganda dibanding dengan kezhaliman penguasa itu sendiri.” (Lihat: Syarh
Aqidah Ath Thahawiyah, hal. 381)

Namun kemudian muncul salah satu pertanyaan yang cukup mendasar dan
perlu dijabarkan secara utuh, yaitu; siapakah yang disebut dengan ulil amri? Apakah
setiap pemerintahan yang ada hari ini bisa disebut ulil amri?

Ketika menjelaskan ayat di atas, para ulama tafsir telah menyebutkan


beberapa pandangan tentang siapakah yang dimaksud ulil amri yang dimaksudkan
dalam ayat tersebut.

Imam At-Tabari dalam tafsirnya menyebutkan bahwa para ahli ta’wil berbeda
pandangan mengenai siapa ulil amri yang dimaksudkan dalam ayat di atas. Sebagian
ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah para penguasa.
Sebagian lagi menyebutkan bahwa ulil amri itu adalah ahlul ilmi wal fiqh (mereka
yang memiliki ilmu dan pengetahuan tentang fiqh). Ada juga yang berpendapat
bahwa mereka adalah sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Dan Sebagian lainnya
berpendapat ulil amri itu adalah Abu Bakar dan Umar. (Lihat Tafsir at-Thabari,
7/176-182)

Sementara itu Ibnu Katsir, setelah mengutib beberapa pandangan ulama


tentang ulil amri, beliau menyimpulkan bahwa ulil amri itu adalah penguasa dan
ulama. Lalu beliau mengatakan, “Ayat ini merupakan perintah untuk menaati para
ulama dan penguasa. Oleh karena itu, Allah ta’ala berfirman, ‘Taatilah Allah,’
maksudnya adalah ikutilah kitab-Nya. ‘Dan taatilah Rasul’ maksudnya adalah
ambillah sunnahnya. ‘Dan ulil amri di antara kalian,’ maksudnya adalah menaati

5
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
perkara yang diperintahkan oleh mereka berupa ketaatan kepada Allah, bukan dalam
maksiat kepada-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/136)

Perbedaan pendapat tentang siapa yang dimaksud ulil amri dalam ayat di atas
juga disebutkan dalam kitab-kitab tafsir lainnya. Namun di antara seluruh pendapat
tersebut, mayoritas ulama menguatkan bahwa maksud ulil amri dalam ayat tersebut
ialah para penguasa dan ulama yang memiliki otoritas dalam mengurus urusan kaum
muslimin, baik urusan dunia maupun agama mereka.

Imam Asy-Syaukani berkata:

‫ وكل من كانت له والية شرعية ال والية طاغوتية‬، ‫ والقضاة‬، ‫ والسالطين‬، ‫ الئمة‬: ‫وأولي المر هم‬

“Ulil amri adalah para imam, penguasa, hakim dan semua orang yang memiliki
kekuasaan yang syar’i, bukan kekuasaan thaghut.” (Fathul Qadir, Asy-Syaukani,
1/556)

Imam Nawawi berkata, “Ulil amri yang dimaksud adalah orang-orang yang
Allah ta’ala wajibkan untuk ditaati dari kalangan para penguasa dan pemimpin
umat, inilah pendapat mayoritas ulama terdahulu dan sekarang yaitu dari kalangan
ahli tafsir, fikih, dan selainnya.” (Lihat: Syarh Shahih Muslim 12/222)

Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Ulil amri adalah pemegang dan pemilik


kekuasaan. Mereka adalah orang-orang yang memerintah manusia. Perintah
tersebut didukung oleh orang-orang yang memiliki kekuatan (ahli qudrah) dan ahli
ilmu. Karena itulah, ulil amri terdiri atas dua kelompok manusia: ulama dan umara.
Bila mereka baik, manusia pun baik. Bila mereka buruk, manusia pun buruk. Hal ini
seperti jawaban Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada wanita dari bani Ahmas saat
bertanya kepadanya, ‘Apa hal yang menjamin kami akan senantiasa berada di atas
perkara (yang baik yang Allah datangkan setelah masa jahiliah) ini?’ Abu Bakar
Ash-Shiddiq menjawab, ‘Kalian akan senantiasa di atas kebaikan (Islam ) tersebut
selama para pemimpin kalian bertindak lurus.” (HR Al-Bukhari) (lihat: Majmu’
Fatawa, 28/170)

Dari penjelasan di atas, setidaknya ada tiga kesimpulan mendasar yang


dituliskan oleh para ulama dalam memaknai ulil amri, pertama: Ulil amri yang wajib
ditaati adalah ulil amri dari kalangan orang-orang beriman. Kedua: Ketaatan kepada
ulil amri tidak mutlak, namun bersyarat. Yaitu selama bukan dalam perkara maksiat.
Ketiga: Ulil amri yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai hukum dalam
pemerintahannya tidak wajib ditaati

Kesimpulan ini selaras dengan tujuan (maqashid) kepemimpinan itu sendiri.


Para ulama menyebutkan bahwa tujuan pokok dari adanya kepemimpinan adalah
untuk mengatur kemaslahatan umat, yaitu dengan menjalankan syariat yang telah

6
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
Allah gariskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh karena itu, dalam
Islam pemimpin juga disebut sebagai pengganti peran Nabi SAW dalam
menjalankan tugas kenabian.

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan ulil amri adalah para
pemimpin umat Islam yang mengatur pemerintahannya dengan pedoman hukum
Allah, yaitu sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam al-Qur’an dan as-sunnah.
Sedangkan para pemimpin negara yang mengatur kepemerintahannya dengan selain
hukum Allah, seperti demokrasi, komunis dan sebagainya, maka tidaklah layak
disebut sebagai ulil amri.

Syaikh Ahmad Naqieb, salah satu da’i salafi yang berdomisili di Mesir, ketika
ditanya apakah pemimpin demokrasi yang ada saat ini layak disebut ulil amri? Beliau
menjawab, “Kita tidak membela kebatilan, jika demokrasi menjadi asas undang-
undang sebuah kepemimpinan maka dia tidak disebut dengan waliyu syar’i (baca;
ulil amri). Berhukum dengan demokrasi tidak sesuai dengan petunjuk syar’i. Akan
tetapi kita menaati peraturan dia hanya demi kemaslahatannya saja.”

Lalu dalam rekaman yang lain, beliau juga menjelaskan bahwa yang disebut
dengan waliyus syar’i adalah pemimpin yang menegakkan syariat Islam . Inilah
pemimpin yang wajib ditaati meskipun dia melakukan kedzaliman atau melampaui
batas. Selama ia menegakkan syariat Islam maka dia disebut dengan waliyus syar’i.

c. Apakah sepanjang masih salat tetap harus ditaati?

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw menyebut kriteria pemimpin yang harus
ditaati. Salah satunya adalah selama mereka masih menegakkan shalat. Diriwayatkan
dari Muslim dari Auf bin Malik, ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw
bersabda:

‫ار أَئِ َّم ِت ُك ْم الَّذِينَ ت ُ ْب ِغضُو َن ُه ْم‬


ُ ‫ َو ِش َر‬،‫صلُّونَ َعلَ ْي ِه ْم‬َ ُ ‫صلُّونَ َعلَ ْي ُك ْم َوت‬ َ ُ‫ َوي‬،‫ار أ َئِ َّمتِ ُك ْم الَّذِينَ ت ُ ِحبُّو َن ُه ْم َوي ُِحبُّونَ ُك ْم‬
ُ َ‫ِخي‬
َّ ‫ َال َما أَقَا ُموا فِي ُك ْم ال‬:َ‫ْف؟ فَقَال‬
،َ ‫ص َالة‬ َّ ‫سو َل هللاِ أَفَ َال نُنَا ِبذُ ُه ْم ِبال‬
ِ ‫سي‬ ُ ‫ َيا َر‬:َ‫ قِيل‬.‫َويُ ْب ِغضُونَ ُك ْم َوت َْل َعنُونَ ُه ْم َو َي ْل َعنُونَ ُك ْم‬

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai dan mereka
mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian.
Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan mereka
membenci kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. Para
sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kita menyatakan perang kepada
mereka ketika itu?’ beliau menjawab, ‘Jangan! Selama mereka mengerjakan shalat
di tengah-tengah kalian’.” (HR. Muslim)

Dalam lafadh lain, Rasulullah saw menyebutkan, “Sungguh akan ada


pemimpin-pemimpin yang kalian kenal (kebaikan mereka, -pen.) dan kalian ingkari
(kemaksiatan mereka, -pen.). Barang siapa mengingkari kemaksiatannya, dia

7
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
terlepas dari tanggung jawab. Dan barang siapa membencinya, dia selamat, tetapi
(yang berdosa adalah) mereka yang ridha dan mengikutinya.” Sahabat bertanya,
“Bolehkah kami memerangi mereka?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Tidak boleh, selama mereka mengerjakan shalat lima waktu
bersama kalian.” (HR. Muslim)

Hadis di atas menjelaskan bahwa salah satu barometer ketaatan kepada ulil
amri adalah selama pemimpin tersebut masih mengerjakan shalat. Sebaliknya, ketika
tidak mau melaksanakan shalat maka tidak ada lagi kewajiban bagi rakyat
menaatinya. Sebab, shalat adalah salah satu pemisah antara orang mukmin dan kafir.
ketika seseorang tidak mau melaksanakan shalat maka dia sudah melakukan salah
satu kekufuran.

Perlu dipahami bahwa pada dasarnya seorang pemimpin harus dilengserkan


dari jabatannya ketika ia melakukan kekufuran. Tidak mau mengerjakan shalat
hanyalah salah satu penyebab kekufuran. Lebih daripada itu, masih banyak bentuk
tindakan lain yang menyebabkan seseorang menjadi kafir. Di antaranya adalah ketika
ia menolak syariat Allah atau menggantikan undang-undang negara dengan selain
hukum Allah. Pemimpin yang tidak menegakkan syariat maka tidak layak disebut ulil
amri, bahkan ia pun harus dilengserkan dari jabatannya.

Sehingga dalam banyak hadis, Nabi saw membatasi kewajiban taat kepada
pemimpin adalah selama mereka menegakkan hukum Allah. Nabi saw bersabda:

ِ َّ ‫َاب‬
‫َّللا‬ َ َ‫ع فَا ْس َمعُوا لَهُ َوأَ ِطيعُوا َما أَق‬
َ ‫ام لَ ُك ْم ِكت‬ ٌّ ‫َّللاَ َو ِإ ْن أ ُ ِم َر َعلَ ْي ُك ْم َع ْبد ٌ َح َب ِش‬
ٌ َّ‫ي ُم َجد‬ ُ َّ‫َيا أ َ ُّي َها الن‬
َّ ‫اس اتَّقُوا‬

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah meskipun kaliau dipimpin oleh
hamba sahaya dari habasyi, dengar dan taatilah dia selama memimpin kalian
dengan kitabullah.” (HR. Tirmidzi, no. 1706, Nasa’i, 7/154, Ibnu Majah, no. 2328,
Ahmad, 6/402 dan Al-Hakim, 4/206, ia berkata hadis shahih dan dishahihkan juga
oleh Al-Albani)

Dalam riwayat yang lain dari Ummu Hushain Al-Ahmashiyah r.a ia berkata,
“Saya melaksanakan haji bersama Rasulullah Saw di Haji Wada’…Rasulullah SAW
menyabdakan banyak hal, lalu saya mendengar Rasulullah saw bersabda:

‫َّللاِ تَعَا َلى فَا ْس َمعُوا لَهُ َوأَ ِطيعُوا‬


َّ ‫ب‬ ِ ‫ت أَس َْود ُ يَقُود ُ ُك ْم ِب ِكتَا‬ ٌ َّ‫ِإ ْن أ ُ ِم َر َعلَ ْي ُك ْم َع ْبد ٌ ُم َجد‬
ْ َ‫ع َح ِس ْبت ُ َها قَال‬

“Jika kalian dipimpin oleh seorang hamba sahaya yang berhidung cacat—aku rasa
belia mengucapkan, ‘berkulit hitam’—yang akan memimpin kalian dengan kitab
Allah, maka dengar dan taatilah ia’.” (HR. Muslim)

Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

8
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
ِ ‫َّللاُ َعلَى َوجْ ِه ِه َما أَقَا ُموا‬
َ‫الدين‬ َّ ُ‫ِإ َّن َهذَا ْال َ ْم َر ِفي قُ َري ٍْش َال يُ َعادِي ِه ْم أ َ َحد ٌ ِإ َّال َك َّبه‬

“Urusan kepemimpinan ini akan tetap berada di tangan kaum Quraisy, tidak ada
yang menentang mereka kecuali akan Allah seret mukanya ke neraka, asalkan
mereka (kaum Quraisy itu) menegakkan agama (hukum syariah).” (HR. Al-Bukhari,
no. 3500).

Seluruh hadis di atas jelas menunjukkan bahwa syarat seorang pimimpin yang
wajib ditaati adalah ketika ia memimpin dengan berpedoman kepada kitabullah
(baca: Syariat Islam). Adapun ketika ia tidak berhukum dengan syariat Islam maka ia
tidak wajib didengar dan ditaati. Bahkan kondisi yang demikian menuntut kaum
muslimin untuk melengserkannya dari kepemimpinan tersebut.

d. Bagaimana dengan Pemimpin yang Tidak Menegakkan Hukum Allah

Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa seorang pemimpin layak disebut ulil
amri ketika ia menegakkan hukum Allah. Ketika itu, rakyat dituntut untuk taat
meskipun dia berlaku dzalim terhadap mereka. Namun sebaliknya, ketika mereka
mengabaikan hukum Allah, maka ia tidak bisa disebut ulil amri dan rakyat tidak
wajib taat kepadanya.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kewajiban seorang imam adalah
menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah Azza wa Jalla dan
melaksanakan amanah. Kalau dia sudah melakukan itu maka wajiblah bagi manusia
untuk mendengar dan taat kepadanya serta bersedia bila diperintahkan sesuatu.”
(Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, no. 3319 dengan isnad yang shahih).

Imam Qadhy ’Iyadh menjelaskan, ”Seandainya seorang penguasa jatuh dalam


kekufuran atau mengubah syariat, serta melakukan bid’ah maka tidak perlu ditaati.
Dan wajib atas kaum Muslim untuk melengserkannya.” (Syarah Shahih Muslim,
8/35-36)

Abu Abbas Al-Qurthubi dalam kitabnya Al-Mufhim Syarh Shahih Muslim, (4/39)
juga menegaskan, “Kalau pemimpin itu tidak mau menegakkan salah satu pondasi
agama seperti penegakan shalat, puasa Ramadhan, pelaksanaan hukum hudud,
bahkan melarang pelaksanaan itu, atau dia malah membolehkan minum khamer, zina
serta tidak mencegahnya maka tak ada perbedaan pendapat bahwa dia harus
dilengserkan.”

Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid menjelaskan, “Para pemimpin yang


mengingkari syariat Allah, tidak mau berhukum dengan hukum Allah serta berhukum
dengan selain hukum Allah, maka ketaatan kaum muslimin kepadanya telah lepas.
Manusia tidak wajib menaatinya. Karena mereka telah menyia-nyiakan tujuan

9
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
imamah (kepemimpinan). Dimana atas dasar tujuan tersebut ia diangkat, berhak
didengar, ditaati dan tidak boleh ditentang.”

Ulil amri berhak mendapatkan itu semua dikarenakan mereka melaksanakan


kepentingan (urusan) kaum muslim, menjaga dan menyebarkan agama, melaksanakan
hukum-hukum, menjaga perbatasan, memerangi orang-orang yang menolak Islam
setelah mendakwahinya, mencintai kaum muslimin dan memusuhi orang-orang kafir.

Jika dia tidak menjaga agama atau tidak melaksanakan urusan kaum muslim maka
hak kepemimpinan telah hilang darinya. Umat (dalam hal ini diwakili oleh Ahlul
Halli Wal ‘Aqdi, karena kepada merekalah kembalinya kendali permasalahan) wajib
mencopotnya dan menggantinya dengan orang yang mampu merealisasikan tujuan
kepemimpinan.

Ketika Ahlis Sunnah tidak membolehkan keluar dari para pemimpin yang zalim
dan fasik—karena kejahatan dan kezaliman tidak berarti menyia-nyiakan agama—
maka yang dimaksud mereka adalah pemimpin yang berhukum dengan syariat Allah.
Kalangan salafus shalih tidak mengenal istilah pemimpin (ulil amri) yang tidak
menjaga agama.

Menurut mereka pemimpin seperti ini bukanlah ulil amri. Yang dimaksud
kepemimpinan (ulil amri) adalah menegakan agama. Setelah itu baru ada yang
namanya kepemimpinan yang baik dan kepemimpinan yang buruk.” (Abdullah bin
Abdul Hamid, Al Wajiz Fi Aqidati al–Salaf al–Shâlih Ahli al Sunnah Wal Jama’ah,
hlm. 169)

Dengan demikian dapat dipahami bahwa tidak semua pemimpin negara saat ini
layak disebut ulil amri, karena tugas utama yang paling pokok bagi ulil amri adalah
mewujudkan tujuan-tujuan kepemimpinan di dalam Islam , yaitu menegakkan agama
dan mengatur rakyatnya dengan syariat Islam . Peran inilah yang kemudian ia disebut
sebagai ulil amri yang wajib ditaati dan tidak boleh dilawan. Sedangkan pemimpin
sekuler yang tidak menegakkan agama atau bahkan berhukum dengan undang-undang
demokrasi, maka jelas tidak pantas untuk disebut ulil amri. Wallahu a’lam bis
shawab!

C. KETAATAN KEPADA HUKUM

a. Pengertian Hukum

Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam negara hukum.
Hukum adalah aturan yang tak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari kita dimana tiap-
tiap sendi kehidupan kita berada dalam naungan hukum. Hukum selain untuk
melindungi kita dari penyalahgunaan kekuasaan, hukum juga digunakan untuk
menegakkan keadilan.

10
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
b. Pengertian Hukum Secara Umum Dan Ahli

“Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan
tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah
terjadinya kekacauan”. Ada pula yang mengatakan bahwa,

“Hukum adalah peraturan atau ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya”.

 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum merupakan :


a) Peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan
oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.
b) Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan
masyarakat.
c) Patokan (kaidah, ketentuan).
d) Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan,
vonis.

 Pengertian hukum menurut para ahli ialah sebagai berikut :


a) Achmad Ali : hukum adalah norma yang mengatur mana yang benar dan
mana yang salah, yang eksistensi atau pembuatannya dilakukan oleh
pemerintah, baik itu secara tertulis ataupun tidak tertulis, dan memiliki
ancaman hukuman bila terjadi pelanggaran terhadap norma tersebut.
b) Plato : hukum merupakan sebuah peraturan yang teratur dan tersusun
dengan baik serta juga mengikat terhadap masyarakat maupun pemerintah.
c) Tullius Cicerco : hukum merupakan sebuah hasil pemikiran atau akal yang
tertinggi yang mengatur mengenai mana yang baik dan mana yang tidak.

c. Pengertian Hukum Islam

Pengertian hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah


yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai
tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang
diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya. Dan hal ini mengacu
pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk melaksanakannya secara total.
Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang diperintahkan Allah Swt
untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang berhubungan dengan
kepercayaan 1Dosen Universitas Jambi(aqidah) maupun yang berhubungan dengan
amaliyah.Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat
manusia untuk menuju kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata islam bukanlah hanya

11
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
sebuah agama yang mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada
Tuhannya saja. Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah swt untuk
mengatur hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan
sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya
Al-Qurandan Hadits.Definisi hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan
yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi
SAW, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun
hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan
oleh umat Muslim semuanya.

Ketaatan atau kepatuhan pada hukum yang berlaku merupakan konsep nyata
dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam prilaku yang sesuai dengan sistem
hukum yang berlaku, tingkat kepatuhan terhadap hukum secara langsung juga dapat
menunjukkan kesadaran hukum.

Kepatuhan hukum sendiri juga mengandung arti bahwa seseorang mempunyai


kesadaran untuk memahami peraturan perundang undangan yang berlaku,
mempertahankan tertib hukum yang ada dan menegakkan kepastian hukum. Tentunya
contoh sikap taat terhadap hukum harus disesuaikan dengan keadaan kita berada.
Adapun beberapa contoh sikap taat terhadap hukum, di antaranya adalah :

 Dalam lingkungan keluarga

Contoh sikap taat terhadap hukum dalam lingkungan keluarga adalah :

a) Patuh terhadap orang tua


b) Menghormati anggota keluarga lainnya
c) Menaati peraturan yang telah disepakati oleh seluruh anggota keluarga
d) Melaksanakan ibadah tepat waktu

 Dalam lingkungan sekolah

Contoh sikap taat terhadap hukum dalam lingkungan sekolah adalah :

a. Menghormai kepala sekolah, guru dan karyawan lainnya


b. Memakai pakaian seragam
c. Datang dan pulang tepat waktu
d. Belajar di kelas dengan tertib
e. Memperhatikan ketika guru mengajar
f. Mengerjakan semua tugas
g. Mematuhi tata tertib yang berlaku

12
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
 Dalam masyarakat

Contoh sikap taat terhadap hukum dalam masyarakat adalah :

a) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat


b) Menghormati tetangga dan sekitarnya
c) Membayar iuran warga
d) Tidak melakukan perbuatan yang meresahkan warga

 Dalam kehidupan berbangsa

Contoh sikap taat terhadap hukum dalam berbangsa adalah :

a) Memiliki KTP jika telah dewasa


b) Memiliki SIM ketika mengendarai kendaraan bermotor
c) Ikut serta dalam pemilu
d) Membayar pajak
e) Menjaga kelestarian alam
f) Menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya

D. AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR BAGI KESELAMATAN UMMAT

a. Definisi al-Ma’ruf

Ar-Râghib al-Ashfahani rahimahullah (wafat th. 425 H) mengatakan, “al-


Ma’rûf adalah satu nama bagi setiap perbuatan yang diketahui kebaikannya oleh akal
atau syari’at, sedangkan al-munkar adalah apa yang diingkari oleh keduanya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) mengatakan,


“al-Ma’rûf adalah satu nama yang mencakup segala yang dicintai oleh Allâh, berupa
iman dan amal shalih.”

Sedang menurut syari’at, al-ma’rûf adalah segala hal yang dianggap baik oleh
syari’at, diperintah melakukannya, dipuji dan orang yang melakukannya dipuji pula.
Segala bentuk ketaatan kepada Allâh masuk dalam pengertian ini. al-Ma’rûf yang
paling utama adalah mentauhidkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan beriman kepada-
Nya.

b. Definisi al-Munkar

Al-munkar adalah segala yang dilarang oleh syari’at atau segala yang
menyalahi syari’at.

13
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “al-Munkar adalah satu
nama yang mencakup segala yang di larang Allâh.”

Ketika menerangkan sifat umat Islam, Imam asy-Syaukâni rahimahullah


mengakatakan, “Sesungguhnya mereka menyuruh kepada (perbuatan) yang ma’rûf
dalam syari’at ini dan melarang dari yang mungkar. Dan yang dijadikan tolok ukur
bahwa sesuatu itu ma’rûf atau mungkar adalah al-Kitab (al-Qur’ân) dan as-Sunnah.”

Dari penjelasan ini, jelas bahwa menentukan suatu keyakinan, perkataan atau
perbuatan itu ma’rûf atau munkar bukanlah hak pelaku amar ma’rûf nahi munkar.
Namun semua itu dikembalikan kepada penjelasan al-Qur’ân dan as-Sunnah menurut
pemahaman Salafush Shalih.

c. Keutamaan Amar Ma’rûf Nahi Munkar

Imam Ibnu Qudâmah al-Maqdisi rahimahullah (wafat th. 689 H) mengatakan,


“Ketahuilah, bahwa amar ma’rûf nahi munkar adalah poros yang paling agung dalam
agama. Ia merupakan tugas penting yang karenanya Allâh mengutus para Nabi.
Andaikan tugas ini ditiadakan, maka akan muncul kerusakan di mana-mana dan dunia
akan hancur.”

Salah satu keistimewaan umat Rasulullah SAW adalah sebagai penutup bagi
umat-umat terdahulu. Dengan demikian umat ini dapat mengambil pengalaman dan
pelajaran dari kisah-kisah mereka, karena semakin kebelakang suatu generasi
semakin banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa mereka ambil dari generasi
sebelumnya, inilah yang dimiliki umat Rasulullah SAW. Al-Qur’an & hadits telah
menyebutkan sebagian dari kisah-kisah umat terdahulu, disamping itu Allah memuji
mereka yang berbuat taat dan mencela mereka yang berbuat buruk dan kerusakan.

Diantaranya adalah Firman Allah SWT:

َ‫ض ِإال قَ ِليال ِم َّم ْن أَ ْن َج ْينَا ِم ْن ُه ْم َوات َّ َب َع الَّذِين‬


ِ ‫الر‬ َ َ‫ون ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم أُولُو َب ِقيَّ ٍة َي ْن َه ْونَ َع ِن ْالف‬
ْ ‫سا ِد فِي‬ ِ ‫َف َل ْوال َكانَ ِمنَ ْالقُ ُر‬
َ‫ظلَ ُموا َما أُتْ ِرفُوا ِفي ِه َوكَانُوا ُمجْ ِر ِمين‬َ

“Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang yang
mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali sebagian
kecil di antara orang yang telah Kami selamatkan. Dan orang-orang yang zalim
hanya mementingkan kenikmatan dan kemewahan, dan mereka adalah orang-orang
yang berdosa.” (QS. Hud: 116).

Ayat ini patut untuk kita renungi bagaimana Allah SWT menggambarkan
umat-umat terdahulu yang hanya sebagian kecil saja dari mereka yang mengajak
kepada kebaikan dan mencegah keburukan dan kemaksiatan. Kemudian Allah SWT

14
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
menjelaskan bahwa merekalah orang yang diselamatkan, sedangkan selain mereka
sisanya adalah orang-orang zalim dan suka berbuat dosa dan merekalah yang
mayoritas, jika adzab Allah turun merekalah yang akan menjadi santapan adzab
tersebut naudzubillahi min dzalik.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat ini:

“Dalam ayat ini Allah SWT mengatakan ‘tidakkah ada dari generasi-generasi
terdahulu sisa-sisa orang baik yang senantiasa mencegah orang-orang dari mereka
yang melakukan kejahatan dan kemungkaran di muka bumi kecuali sedikit,’ Artinya
ada kelompok kecil dari mereka yang masih baik dan mereka itu sedikit tidak banyak.
Merekalah yang Allah selamatkan ketika ia murka dan adzabnya datang tiba-tiba.
Oleh karena itu Allah SWT memerintahkan umat ini untuk melaksanakan amar
ma’ruf nahi mungkar, seperti dalam firmannya:

ِ ‫َو ْلت َ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ َيدْعُونَ ِإلَى ْال َخي ِْر َو َيأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬
َ‫وف َو َي ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر َوأُولَئِكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِلحُون‬

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104).”

Diantara pelajaran terpenting yang dapat dipetik dari ayat ini:

Ayat ini menyeru kita untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran dizaman dimana kerusakan dan kemungkaran merajalela, orang yang
bermaksiat dianggap lumrah dan orang yang berpegang kepada agama dianggap
asing, orang yang melaksanakan demikian akan mendapatkan keselamatan dunia dan
akhirat dari Allah SWT. Mereka adalah orang-orang asing di akhir zaman yang
dijanjikan keberuntungan oleh Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW bersabda:

ِ َ‫طوبَى ِل ْلغُ َرب‬


‫اء‬ ُ َ‫سيَعُود ُ َك َما بَدَأَ غ َِريبًا ف‬ ِ ْ َ ‫بَدَأ‬
َ ‫اْلس َْال ُم غ َِريبًا َو‬

“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing,
maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim no. 208).

15
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019
BAB III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kiprah muslim dalam Negara sangat berpengaruh terhadap proses memerintah


Negara. Termasuk ketaatan kepada ulul amri dan hukum harus ditaati oleh semua
kalangan. Karena semua itu menjadi satu tujuan, yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Jadi
semua pembahasan diatas sangat penting dan saling melengkapi antara satu dengan
yang lain. Tidak akan ada kedamaian jika masyarakat enggan menuruti hukum dan
tidak aka nada hukum yang baik jika tanpa dipimpi oleh ulil amri yang benar. Dan
tidak akan ada ulil amri yang benar kecuali bertujuan amar ma’ruf nahi munkar.

B. SARAN

Kami sadar betul bahwa kami masih di taraf pendidikan dan tentunya kita
semua tahu bahwa “ tiada gading yang tak retak “ itulah perumpamaan yang sesuai
dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kesalahan dan
kekhilafan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah berikutnya.

C. DAFTAR PUSTAKA

Pengertian Hukum Islam. (2013, 07 22). Retrieved from studihukum.wordpress.com.


Amar Ma'ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. (n.d.). Retrieved from
almanhaj.or.id.
contoh sikap taat terhadap hukum. (n.d.). Retrieved from ujiansma.com.
hukum islam demokrasi dan hak asasi manusia. (n.d.). Retrieved from media.neliti.com.
keselamatan suatu umat tergantung pada amar ma'ruf nahi mungkar. (n.d.). Retrieved from
www.hisbah.net.

Alqur’an Cordova

Anis Matta, 2006, Dari Gerakan ke Negara, Fitrah Rabba Press.

Sayuti Pulungan, fiqh siyasah ajaran, sejarah dan pemikiran, Jakarta PT. Raja Grafindon
Persada, Cet.2 1995.

Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Yogyakarta, Gama Media 1999

M. Amien Rais, Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta. Editor: Hamid Basyaib, Bandung;
Mizan Cet. 5 1994 hlm.36

16
Kiprah Muslim Dalam Negara-Akhlak-TEKNIK INDUSTRI-FST-UNISNU JEPARA-2019

Anda mungkin juga menyukai