Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH HADITS MUBHAM

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Ulumul Hadits

Dosen Pengampu : Ahmad Saifudin, M.Hum

Disusun Oleh :

Irna Wahyu Hidayati (18.01.0739)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

STAIA SYUBBANUL WATHON MAGELANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah
Bila melihat sejarah perkembangan hadits pada abad pertama, yang
berkembang pada waktu itu banyak hadits yang berlangsung secara hafalan dari pada
tertulis. Hal ini berakibat bahwa dokumentasi hadits Nabi SAW secara tertulis belum
mencakup seluruh hadits yang ada. Selain itu tidak semua hadits yang telah dicatat
telah dikonfirmasikan kepada Nabi SAW. Hal ini berlanjut bahwa hadits Nabi SAW
tidak terhindar dari kemungkinan kesalahan dalam periwayatan. Ini berarti pula,
bahwa hadits yang didokumentasikan secara tertulis dan secara hafalan harus diteliti
baik sumber periwayatannya (sanad), maupun kandungan beritanya (matan). Di
samping fakta-fakta yang ada, keadaan matan, sanad dan perawi hadits yang
terhimpun dalam berbagai kitab-kitab koleksi hadis Nabi SAW itu bermacam-macam.
Banyak sekali hadits dari jurusan sanad cacat-cacat pada rawinya, baik tentang
keadilannya maupun hafalannya bahkan tidak diketahui identitasnya (jahalah atau
mubham).
Hadits Mubham yaitu hadits yang perawinya tidak diketahui identitasnya.1
Atau hadits yang didapatkan di dalam sanadnya atau di dalam matannya terdapat
seorang laki-laki atau seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya, atau
periwayatan atau orang ketiga yang dia sebutkan dalam teks hadits tidak jelas atau
samar namanya. Dan mubham adakalanya dalam sanad dan ada kalanya dalam
matan.2 Pada makalah ini, penulis akan uraikan: definisi, macam-macam, contoh-
contoh, cara mengetahui, dan hukum dari hadits mubham. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita untuk lebih memahami hadits tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadits mubham ?
2. Apa saja jenis hadits mubham dan contoh-contohnya ?
3. Bagaimana cara mengetahui hadits mubham ?
4. Bagaimana hukum dari hadits mubham ?

1
Khusniati Rofiah, “Studi Ilmu Hadis”, Cet. II, Yogyakarta: Nadi Offset, 2018, hlm. 148.
2
Avia Ma’rifatul Aini, dkk, “Mubhamat”, Semarang: UIN Walisonogo, 2017, hlm. 3.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hadits Mubham


Kata mubham secara etimologi berarti samar tidak jelas. Jadi periwayatnya
atau orang ketiga yang dia sebutkan dalam teks hadits tidak jelas atau samar namanya.
Sedangkan terminologi hadits mubham adalah
َ ُ‫سنَ ِد ِه أَ ِوا ْم َرأَةٌ لَ ْم ي‬
‫س َميَا‬ َ ‫ي يُ ْو َج ُد فِي‬ ُ ‫لح ِد ْي‬
ْ ‫ث ال ِذ‬ َ ‫ُه َو ْا‬
 Hadits yang didapatkan di dalam sanadnya atau di dalam matannya terdapat
seorang laki-laki atau seorang perempuan yang tidak diebutkan namanya.
Jadi dalam hadits mubham tidak disebutkan nama periwayat atau yang
diriwayatkan, di situ hanya menyebutkan seorang laki-laki atau seorang perempuan
saja. Yang adakalanya dalam sanad dan adakalanya dalam matan. Mubham atau
Mubhamat dapat juga diartikan orang yang terlibat dalam hadits tetapi nama jelasnya
tidak disebutkan.3 Dalam redaksi kitab lain, yang dimaksud hadits mubham adalah
“Orang yang disamarkan penyebutannya dalam matan atau sanad hadits baik laki-
laki atau perempuan”. Hadits mubham juga bisa diartikan : “Hadits yang di dalam
matan atau sanad-nya terdapat seseorang yang tidak disebutkan namanya, dan untuk
menunjukkan kesamaran nama tersebut dengan melihat serta membandingkan hadits
lain yang disebutkan namanya dengan jelas atau penjelasan para Imam yang
mendalam ilmunya”. Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan hadits mubham adalah suatu hadits di dalam matan atau
sanadnya terdapat seorang perawi yang disamarkan, dengan kata-kata yang tidak
jelas, seperti rajulun, imra’atun, ‘ummun dan lain-lain.4
B. Macam-Macam Hadits Mubham dan Contohnya
Sesuai dengan penempatannya, hadits mubham dapat dibagi menjadi dua.
1. Mubham (penyamaran nama) dalam sanad
2. Mubham (penyamaran nama) dalam matan
Ibnu Katsir berkata, “pembahasan yang paling penting adalah pembahasan
yang dapat mengungkapkan nama-nama yang mubham (samar) dalam sanad, seperti
apabila disebutkan dalam sebuah sanad: “an fulan, bin fulan, ‘an abihi, ‘an ammihi,
atau ‘an ummihi, kemudian pada sanad lain disebutkan nama-nama yang samar itu.
3
Avia Ma’rifatul Aini, dkk, “Mubhamat”, Semarang: UIN Walisonogo, 2017, hlm. 4.
4
Muhamad Zamroji, “Rawi Mubham Dalam Sanad Hadis Nabi :Telaah Terhadap Kitab Al-Bayan wa
Ta’rif fi Asbabi Wurud al-Hadis as-Sharif”, Kediri: STAIN Kediri, 2013, hlm. 18-19.

2
Maka apabila ternyata seorang yang bersangkutan itu tsiqot atau dhaif atau harus
dikaji lebih lanjut, maka penelitian yang seperti ini adalah yang paling bermanfaat
dalam bidangnya.”
Contoh Mubaham dalam sanad adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dalam Sunan, melalui al-Hajjaj bin Farasifah dari seorang lelaki dari Abu
Salamah dari Abu Hurairah berkata Rasululloh saw. Bersabda:

‫ْال ُمؤْ ِمنُ ِغ ٌّر َك ِر ْي ٌم َوا ْلفَا ِج ُر ِخ ُّب لَئِ ْي ٌم‬

“Orang mukmin adalah seoarang mulia lagi murah sedang orang durhaka
adalah penipu yang tercela”.

Dalam sanad hadits di atas hanya disebutkan dari seorang laki-laki dari Abu Salamah
dari… tanpa menyebutkan nama si laki-laki tersebut, maka dinamakan mubham.

Contoh mubham dalam matan banyak sekali dalam hadits, di antaranya:


Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra. Berkata : ada
seorang laki-laki bertanya kepada kepada Rasulullah : Sedekah apa yang paling
utama? Rasul menjawab : Sedekah sedang anda dalam kedaan sehat, sangat perlu....

Maka laki-laki disitu merupakan mubham dalam matan hadits. Contoh lain: Dari
‘Abdullah bin ‘Amr, ada seorang lelaki bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengenai Islam bagaimana yang baik. Beliau menjawab, “Memberikan makan
(pada orang yang membutuhkan), serta mengucapkan salam pada orang yang
dikenal dan yang tidak dikenal.” (HR. Bukhari no. 6236). Maka seorang lelaki pada
matan hadits tersebut, merupakan tanda mubham nya.5

C. Cara Mengetahui Hadits Mubham


Dalam hadits mubham, tidak disebutkan nama orang yang terlibat di dalam
hadits dengan pasti, sehingga dilambangkan dengan nama yang lain. Ibnu al-Shalah
mengklasifikasikan nama-nama yang mubham ini menjadi empat :
1. Nama yang dilambangkan dengan kata rajulun atau imra’atun. Jenis ini adalah
yang paling samar.
2. Nama yang dilambangkan dengan ibnu Fulan, ibnatu Fulan,atau ibnu al-Fulan.
3. Ammu Fulan atau ‘Ammatu Fulan.

5
Lukman Nulhakim dkk, “Hadis Mubham dan Hadis Majhul”, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
2019, hlm. 3-4.

3
4. Zauju Fulanah atau Zujatu Fulan.
Jika nama yang mubham didalam sanad biasanya disebutkan seperti: ‘an
Fulan, bin Fulan, ‘an abihi, ‘an ‘ammihi, atau ‘an ummihi. Kitab-kitab yang
membahas tentang hadits mubham diantaranya:
- Al-Asma’ Al-Mubhamah fi Al-Anba’ Al-Muhkamah, karya Al-Khatib Al-Baghdadi.
- Al-Mustafad min Mubhamat Al-Matni wa Al-Isnad, karya Waliyuddin Al-Iraq.6
Rawi mubham dapat diketahui dengan membandingkan dan melacak dalam
kitab sharh atau mendeteksi bersambung tidaknya suatu sanad yang terindikasi rawi
mubham dalam sebagian riwayat-riwayat lain yang mungkin dia disebut.7
D. Hukum Meriwayatkan Hadits Mubham Dalam Sanad Nabi
a. Hadits mubham yang terdapat pada sanad ialah termasuk hadits dha’if, karena itu
tidak maqbul. Dasar penolakan hadits mubham pada sanad ini, ialah ketiadaan
dikenal nama dan pribadi perawi itu sekaligus tidak dapat dietahui identitasnya,
apakah ia seorang yang dipercaya atau bukan. Meskipun hadits mubham pada
sanad itu mengguankan lafadz penyampaian berita yang terdapat arti kepercayaan,
seperti lafadz haddatsana-tsiqatun atau haddatsana’adlun (telah bercerita
kepadaku seorang yang dipercaya atau adil), namun menurut pendapat yang lebih
kuat, belum juga diterima sebagai hadits yang maqbul.
b. Hadits mubham yang terdapat pada matan, tidak ditolak secara mutlak. Hadits itu
masih dapat diterima sebagai hujjah, asalkan memenuhi syarat penerimaan dapat
sauatu hadits. Sebab yang tidak dijelaskan namanya dalam matan hadits tidak
dijadikan sandaran untuk menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadits, tetapi ia
hanya menjadi objek dalam riwayat, bukan subjek yang meriwayatkan.8
c. Hukum mubham dalam sanad, jika terjadi pada seorang sahabat tidak apa-apa,
karena semua sahabat adil dan jika terjadi pada selain sahabat, jumhur ulama
menolaknya sehingga diketahui identitasnya. Sedang mubham dalam matan tidak
mengapa dan tidak mengganggu ke-sahih-an suatu hadits.9

6
Lukman Nulhakim dkk, “Hadis Mubham dan Hadis Majhul”, hlm. 4.
7
Muhamad Zamroji, “Rawi Mubham Dalam Sanad Hadis Nabi :Telaah Terhadap Kitab Al-Bayan wa
Ta’rif fi Asbabi Wurud al-Hadis as-Sharif”,hlm. 22
8
Dina Zulfahmi dan Toha Manasalwa, “Al-Mubhamat”, Semarang: UIN Walisongo, 2017, hlm. 6.
9
Avia Ma’rifatul Aini, dkk, “Mubhamat”, Semarang: UIN Walisonogo, 2017, hlm. 5.

4
KESIMPULAN

Hadits mubham adalah suatu hadits di dalam matan atau sanadnya terdapat
seorang perawi yang disamarkan, dengan kata-kata yang tidak jelas, seperti rajulun,
imra’atun, ‘ummun dan lain-lain. Sesuai dengan penempatannya, hadits mubham
dibagi menjadi dua yaitu mubham dalam sanad dan mubham dalam matan. Ibnu al-
Shalah mengklasifikasikan nama-nama yang mubham ini menjadi empat : 1) Nama
yang dilambangkan dengan kata rajulun atau imra’atun. Jenis ini adalah yang paling
samar. 2) Nama yang dilambangkan dengan ibnu Fulan, ibnatu Fulan,atau ibnu al-
Fulan. 3) Ammu Fulan atau ‘Ammatu Fulan. 4) Zauju Fulanah atau Zujatu Fulan.
Jika nama yang mubham didalam sanad biasanya disebutkan seperti: ‘an Fulan, bin
Fulan, ‘an abihi, ‘an ‘ammihi, atau ‘an ummihi.

Kitab-kitab yang membahas tentang hadits mubham diantaranya: Al-Asma’


Al-Mubhamah fi Al-Anba’ Al-Muhkamah, karya Al-Khatib Al-Baghdadi. Al-Mustafad
min Mubhamat Al-Matni wa Al-Isnad, karya Waliyuddin Al-Iraq. Rawi mubham
dapat diketahui dengan membandingkan dan melacak dalam kitab sharh atau
mendeteksi bersambung tidaknya suatu sanad yang terindikasi rawi mubham dalam
sebagian riwayat-riwayat lain yang mungkin dia disebut. Hadits mubham yang
terdapat pada sanad ialah termasuk hadits dha’if, karena itu tidak maqbul. Hadits
mubham yang terdapat pada matan, tidak ditolak secara mutlak. Hadits itu masih
dapat diterima sebagai hujjah, asalkan memenuhi syarat penerimaan suatu hadits.
Hukum mubham dalam sanad, jika terjadi pada seorang sahabat tidak apa-apa, karena
semua sahabat adil dan jika terjadi pada selain sahabat, jumhur ulama menolaknya
sehingga diketahui identitasnya.

5
DAFTAR PUSTAKA

Rofiah, Khusniati. 2018. Studi Ilmu Hadis. Yogyakarta: Nadi Offset.


Aini, Avia Ma’rifatul. dkk. 2017. Mubhamat. Semarang: UIN Walisonogo.
Zamroji, Muhammad. 2013. Rawi Mubham Dalam Sanad Hadis Nabi :Telaah
Terhadap Kitab Al-Bayan wa Ta’rif fi Asbabi Wurud al-Hadis as-
Sharif. Kediri: STAIN Kediri.

Nulhakim, Lukman. dkk. 2019. Hadis Mubham dan Hadis Majhul. Jakarta:
UIN

Syarif Hidayatullah.

Zulfahmi, Dina. Manasalwa, Toha. 2017. Al-Mubhamat. Semarang: UIN

Walisongo.

Anda mungkin juga menyukai