Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH IJTIHAD

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah: Ushul Fiqh

Dosen Pengajar: Bapak Miftahurrusydi, M.Pd

oleh kelompok 2:

Raudah (2023130162)

Normilawati (2023130173)

SEMESTER 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ULUM KANDANGAN

TAHUN 2024 M / 1445 H


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa kita persembahkan kepada Allah SWT karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu merampungkan makalah dengan judul
‘’Ijtihad’’. Tugas dari bapak Miftahurrusydi, M.Pd, mata kuliah Ushul Fiqh. Tak lupa juga
shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta
keluarga, para sahabat, dan pengikut beliau hingga hari akhir.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentu tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak. Namun demikian, sangat disadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi tata bahasa, isi, serta metode penulisannya. Untuk itu, dengan rendah
hati kami menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun, agar nantinya kami dapat
membuat makalah yang lebih baik lagi. Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini
dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi para pembaca.

Barabai, 28 Maret 2024

Penulis,

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................................... iii
Bab 1 .............................................................................................................................................. 1
Pendahuluan ................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 2
C. Tujuan .................................................................................................................................. 2
Bab 2 .............................................................................................................................................. 3
Pembahasan .................................................................................................................................. 3
A. Definisi Ijtihad ..................................................................................................................... 3
B. Dasar Hukum Ijtihad ........................................................................................................... 4
C. Kedudukan Ijtihad ............................................................................................................... 4
Bab 3 .............................................................................................................................................. 6
Penutup.......................................................................................................................................... 6
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 7

iii
Bab 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Sumber pokok hukum Islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Ulama
berpendapat bahwa di dalam syariat Islam telah terdapat segala hukum yang
mengatur semua tindak tanduk manusia, baik perkataan maupun perbuatan.
Hukum-hukum itu ada kalanya disebutkan secara jelas serta tegas dan ada
kalanya dikemukakan dalam bentuk dalil-dalil dan kaidah kaidah secara umum.
Untuk memahami hukum Islam dalam bentuk yang pertama tidak diperlukan
Ijtihad, tetapi cukup diambil begitu saja dan diamalkan apa adanya, karena
memang sudah jelas dan tegas disebut oleh Allah. Hukum Islam dalam bentuk
ini disebut Wahyu murni. Adapun untuk mengetahui hukum Islam dalam bentuk
yang kedua diperlukan upaya yang sungguh-sungguh oleh para mujtahid untuk
menggali hukum yang terdapat di dalam nash melalui pengkajian dan
pemahaman yang mendalam.
Di zaman Nabi tidak membutuhkan ijtihad. Karena permasalahan baru yang
belum ada hukumnya dapat ditanyakan langsung kepada Nabi, kemudian Nabi
langsung menjawabnya berdasarkan petunjuk wahyu yang terjamin
kebenarannya. Setelah Nabi wafat barulah ijtihad diperlukan oleh ulama
mujtahid untuk menjawab hukum permasalahan baru yang timbul dengan tetap
berpegang kepada prinsip-prinsip yang terkandung dalam al Qur’an.1
Telah dikenal di kalangan umat Islam, bahwa pintu ijtihad dalam hukum-
hukum syariat telah ditutup pasca abad ketiga hijriyah. Dan yang diwajibkan
bagi setiap muslim sekarang adalah mengikuti hukum-hukum syariat yang telah
dirumuskan (disimpulkan) oleh para imam ahli ijtihad, dan tidak boleh
melakukan penggalian hukum-hukum syariat dari dalil-dalilnya yang umum dan

1
Ratna Wijayanti dan Meftahudin. “Kaidah Fiqh dan Ushul Fiqh Tentang Produk Halal, Metode Istinbath
dan Ijtihad dalam menetapkan Hukum Produk Halal”. International Journal Ihya’ ‘Ulum Al-Din Vol 20 No 2
(2018). Hal 242-243

1
sumber-sumbernya yang asli.2 Alasan bahwa hukum Islam baik dalam bidang
ibadah, muamalah, munakahah, jinayah dan lain sebagainya seluruhnya sudah
lengkap dan dibukukan secara terperinci dan rapi. Karena itu kita tidak perlu
melakukan ijtihad lagi.3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ijtihad?
2. Apa dasar hukum ijtihad?
3. Bagaimana kedudukan ijtihad?
C. Tujuan
1. Memahami definisi ijtihad
2. Memahami dasar hukum ijtihad
3. Memahami kedudukan ijtihad

2
Syaikh Abdul Wahhab Khallaf. ‘’Ijtihad dalam Syariat Islam’’. (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, cet. 1,
Maret 2015), hal. 1
3
Abd Wafi Has. “IJTIHAD SEBAGAI ALAT PEMECAHAN MASALAH UMAT ISLAM”. Epistemé,
Vol. 8, No. 1, Juni 2013. Hal. 107

2
Bab 2

Pembahasan

A. Definisi Ijtihad
Kata Ijtihad berakar dari kata al-Juhd, yang berarti al-thaqah (daya,
kemampuan, kekuatan) atau dari kata al-Jahd yang berarti al-masyaqah
(kesulitan, kesukaran). Berdasarkan 2 kata itu, ijtihad menurut pengertian
etimologi bermakna pengerahan daya dan kemampuan atau pengerahan segala
daya dan kemampuan dalam suatu aktivitas yang berat dan sulit.4 Imam al-
Ghazali mendefinisikan ijtihad sebagai “Usaha sungguh-sungguh dari seorang
mujtahid dalam rangka mengetahui hukum-hukum syari`at”. 5
Adapun ijtihad menurut terminologi pakar ushul fiqh adalah mengerahkan
kekuatan maksimal untuk sampai pada kesimpulan (pengetahuan tentang) suatu
hukum syar’i yang aplikatif dari dalilnya yang rinci dangan cara menggali
hukum (istinbath al-hukm) dari sumbernya. ‘’Mengerahkan kekuatan
maksimal’’ artinya seseorang yang sedang mencari hukum suatu permasalahan
yang dihadapinya harus mengerahkan kekuatan semaksimal mungkin ketika
mencarinya, di mana ia merasa tidak ada kekuatan lebih besar lagi yang
dikerahkan dalam mencari hukum tersebut, dan ia yakin bahwa semua cara
pencarian hukum tentang permasalahan tersebut sudah ia tempuh.6
Dalam pengertian umum, ijtihad adalah mengerahkan segala kemampuan
dan energi sampai pada batas maksimal dalam memahami suatu persoalan.
Dalam berijtihad, seorang mujtahid harus mengeluarkan segala kemampuannya
hingga batas maksimal.7 Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat

4
Muhammad Aziz. “SIGNIFIKANSI PERANGKAT IJTIHAD DALAM KAJIAN UṢHŪL FIQH”. AL
HIKMAH Jurnal Studi Keislaman, Volume 11, Nomor 2, September 2021. Hal 124
5
Muhammad Zuhdi Karimuddin. “KEDUDUKAN MAZHAB, TAKLID DAN IJTIHAD
DALAM ISLAM”. Al-Qadhâ: Vol. 6, No. 1, Aceh : Januari 2019
6
Syaikh Abdul Wahhab Khallaf. Op. Cit. hal. 6
7
Sudirman Suparmin. ‘’IJTIHAD SEBAGAI KONSEP PEMBARUAN HUKUM ISLAM’’, TAZKIYA :
Jurnal Pendidikan Islam, Vol. V, No. 2, Medan : Juli-Desember 2016

3
manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat
tertentu atau pada suatu waktu tertentu.8
B. Dasar Hukum Ijtihad

َ َ َ ‫َ َ َ َٰ َ َّ ُ َ َ َ ُ ن‬ َ ‫َّ َ َ ن َ َ ن َ ن‬
1. Surat an- Nisa ayat 105
ٗ َّ َ ‫نَ َ ن ُ َ َ ن‬ َ َٰ
ٓ ٓ‫للهٓوَلٓتكنٓل ِلخائِن ِۡيٓخ ِصيما‬ ٓ ِ ‫قِٓلِ حكمٓبۡيٓٱۡل‬
ٓ ‫اسٓبِمآأرىكٓٱ‬ ِٓ ‫بٓٓب ِٱۡل‬
ٓ ‫إِنآٓأنزۡلآٓإ َِلكٓٱلكِت‬
“Sungguh, Kami telah menurunkan kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad)
membawa kebenaran, agar kamu mengadili antara manusia dengan apa yang
telah diajarkan Allah kepadamu dan janganlah engkau menjadi penentang
(orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat,”

Ayat diatas menurut Wahbah Zuhaili mengandung legalitas ijtihad melalui


metode qiyas.

‫ِيعوا ْ ٓٱ َّلر ُس َٓ َ ُ ْ ن َ ن‬ ُ ‫لل ٓ َوأَط‬َّ ْ ُ َ ْ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ َٰٓ َ


2. Surat an-Nisa ayat 59
‫ِٓف َ ن‬
ٖٓ‫َٓشء‬ ‫ُ ن َ ََ َ ن ُن‬
ِ ‫ول ٓوأو ِِل ٓٱۡلم ِٓر ٓمِنكمۖۡ ٓفإِنٓتنَٰزعتم‬ َٓ ‫ِيعوا ٓٱ‬
‫ِين ٓءامنوا ٓأط‬ ٓ ‫يأيها ٓٱَّل‬
‫ن‬ َ
‫ َ ن َ ُ َ ا‬ٞ ‫َ َٰ َ َ ن‬ ‫ُ ُ ن ُ ن ُ َ َّ ن‬ َّ َ ُّ َ
ٓ ٓ‫نٓتأوِيًل‬ٓ‫س‬ ٓ ‫للِٓ َٓوٱ َّلر ُسو ِٓلٓإِنٓكنتمٓتؤمِنونٓٓب ِٱ‬
ٓ ‫لل ِٓ َٓوٱَلَ نو ِٓمٓٱٓأۡلخ ِٓرِٓذل ِكٓخۡيٓوأح‬ ٓ ‫ف ُردوهُٓإَِلٓٱ‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Pada ayat diatas terdapat perintah untuk mengembalikan sesuatu yang


diperselisihkan kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul-Nya (sunah). Hal ini
menunjukkan perintah berijtihad dengan tidak mengikuti hawa nafsu tetapi
menjadikan al-Qur’an dan sunah sebagai sumbernya.
C. Kedudukan Ijtihad
Begitu pentingnya melakukan ijtihad sehingga jumhur ulama menunjuk
ijtihad menjadi hujjah dalam menetapkan hukum berdasarkan firman Allah
dalam Q.S. An-Nisa ayat 59 yang artinya : “Jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul

8
Soiman Nawawi. ‘’Ijtihad sebagai Jalan Pemecahan Kasus Hukum’’. Volume 2. Edisi 2. Cilacap : Juli
2013, hal. 16

4
(Sunnahnya)”. Perintah untuk mengembalikan masalah kepada al-Qur’an dan
sunnah ketika terjadi perselisihan hukum ialah dengan penelitian saksama
terhadap masalah yang nash-nya tidak tegas.9
a. Penghargaan terhadap hasil ijtihad

Artinya : “Apabila seorang hakim memutuskan perkara kemudian ia


berijtihad lalu hasil ijtihadnya dinilai benar maka ia mendapatkan dua
pahala. Dan apabila seorang hakim memutuskan perkara kemudian
ijithadnya dinilai salah, maka ia mendapatkan satu pahala”.
(H.R.Bukhari)

Ijtihad menurut hadits di atas adalah usaha yang sangat dimuliakan


meskipun salah tetap diberi pahala atas usaha kerasnya itu. Imam Syafi’I
menegaskan dalam kitab risalahnya bahwa kesalahannya itu dengan
catatan tidak dilakukan dengan sengaja.10

9
Abd Wafi Has. Op. Cit. Hal. 94
10
Sapiudin Shidiq. “USHUL FIQH”. (Jakarta : KENCANA, cetakan 3, edisi 1, Januari 2017), hal. 255

5
Bab 3

Penutup

A. Kesimpulan
Ijtihad adalah upaya yang dilakukan dengan sungguh-sungguh di bidang
hukum Islam untuk menemukan kebenaran. Dengan semakin berkembangnya
Islam menyebar di seluruh alam jagat raya, tentunya berkembang pula pola pikir
manusia dibarengi dengan berkembangnya berbagai persoalan yang muncul di
tengah-tengah umat. Persoalan-persoalan tersebut tentunya membutuhkan suatu
tuntunan jawaban yang tepat dan akurat.
Orang yang memiliki kompeten dalam bidangnya dituntut untuk melakukan
ijtihad dalam batas permasalahan ayat-ayat yang bersifat zhanniyyah. Syarat-
syarat sebagai mujtahid juga harus diperhatikan, agar hasil ijtihad benar-benar
dapat dijadikan sebagai panduan bagi orang awam yang tidak memiliki keahlian
dalam bidang tersebut, sehingga umat dapat terselamatkan dari beramal yang
menyesatkan.11

11
Sudirman Suparmin. ‘’IJTIHAD SEBAGAI KONSEP PEMBARUAN HUKUM ISLAM’’, TAZKIYA :
Jurnal Pendidikan Islam, Vol. V, No. 2, Medan : Juli-Desember 2016

6
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Khallaf, Syaikh Abdul Wahhab. Ijtihad dalam Syariat Islam. Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar. 2015.
Shidiq, Sapiudin. USHUL FIQH. Jakarta : KENCANA. 2017.

Jurnal :
Karimuddin, Muhammad Zuhdi. KEDUDUKAN MAZHAB, TAKLID DAN
IJTIHAD DALAM ISLAM. Al-Qadhâ: Vol. 6, No. 1, Aceh : Januari 2019.
Nawawi, Soiman. Ijtihad sebagai Jalan Pemecahan Kasus Hukum. Volume 2.
Edisi 2. Cilacap. 2013.
Suparmin, Sudirman. IJTIHAD SEBAGAI KONSEP PEMBARUAN HUKUM
ISLAM, TAZKIYA : Jurnal Pendidikan Islam. Vol. V, No. 2, Medan.
2016.
Wijayanti, Ratna dan Meftahudin. Kaidah Fiqh dan Ushul Fiqh Tentang Produk
Halal, Metode Istinbath dan Ijtihad dalam menetapkan Hukum Produk
Halal. International Journal Ihya’ ‘Ulum Al-Din Vol 20 No 2 (2018).
Has, Abd Wafi. IJTIHAD SEBAGAI ALAT PEMECAHAN MASALAH UMAT
ISLAM. Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013.
Aziz, Muhammad. SIGNIFIKANSI PERANGKAT IJTIHAD DALAM KAJIAN UṢHŪL
FIQH. AL HIKMAH Jurnal Studi Keislaman, Volume 11, Nomor 2, September
2021.
Karimuddin, Muhammad Zuhdi. KEDUDUKAN MAZHAB, TAKLID DAN
IJTIHAD DALAM ISLAM. Al-Qadhâ: Vol. 6, No. 1, Aceh : Januari 2019.

Anda mungkin juga menyukai