OLEH :
HANIF TRIASIH
(12020006)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan. Penyakit katarak disebabkan oleh lensa mata buram dan tidak elastis. Hal
ini terjadi akibat terjadi pengapuran pada lensa mata sehingga daya penglihatan mata
berkurang. Proses alami metabolism, yaitu radikal bebas juga dapat menyebabkan
kerusakan lensa mata. Apabila tidak dinetralisir oleh antioksidan, oksidasi yang
terlalu lama berpeluang merusak lipid, protein, dan komponen lensa mata lainnya.
Akibatnya lensa semakin keruh (buram) yang semula transparan. Berat tidaknya
gangguan penglihatan tergantung kepada kepada lokasi dan kematangan katarak.
Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri biasanya penyakit
ini muncul secara bertahap (Dewi sofia, 2014).
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Lensa terletak dibelakang manik mata bersifat membiaskan
dan memfokuskan cahaya pada retina atau selaput jala pada bintik kuning. Bila lensa
menjadi keruh atau cahaya tidak dapat difokuskan pada bintik kuning dengan baik,
penglihatan akan menjadi kabur. Kekeruhan pada lensa yang relatif kecil tidak banyak
mengganggu penglihatan, akan tetapi bila tingkat kekeruhannya tinggi maka akan
mengganggu pengihatan. Salah satu gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi,
mulai dari gangguan ringan hingga gangguan berat yang dapat mengakibatkan
kebutaan (Puspita, Ashan, & Sjaaf, 2019)
Katarak bisa dialami pada semua umur bergantung pada Factor pencetusnya.
Beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi kejadian penyakit katarak senilis
seperti penuaan, radang mata, trauma mata, diabetes melitus, riwayat keluarga dengan
katarak, pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya, pembedahan mata,
merokok, terpajan banyak sinar ultraviolet (matahari). Diabetes melitus merupakan
kelainan metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang terkait dengansekresi
insulin, defek aksi insulin atau keduanya. Kondisi hiperglikemia kronik ini
berhubungan dengan sekuele jangka panjang yang signifikan, yaitu kerusakan,
disfungsi dan kegagalan pada beberapa organ, khususnya ginjal, mata, araf, jantung
dan pembuluh darah. Pada mata dapat menyebabkan edema lensa akibat sorbitol
(alkohol gula). Riwayat keluarga dengan katarak dapat berpengaruh terhadap
penerusan gen kepada keturunan. Beberapa gen kristalin diekspresikan pada awal
embriogenesis, dan mutasi pada gen ini dapat menyebabkan perubahan pada protein
yang berperan terhadap agregasi protein hingga mengakibatkan terjadinya katarak
(Hamidi & Royadi, 2017),
Terjadinya katarak diduga karena proses multifaktor, yang terdiri dari faktor
intrinsik dan ektrinsik. Faktor intrinsik seperti jenis kelamin dan umur sedangkan
faktor ekstrinsik seperti penyakit Diabetes Mellitus, Kekurangan Nutrisi, Penggunaan
Obat, Rokok, Alkohol, Sinar matahari, dan ruda paksa pada bola mata, terjadi secara
akumulatif pada common biochemical molecular pathway sehingga menganggu
kejernihan lensa Pada Umumnya buta katarak akan terjadi setelah 10-20 tahun sejak
dimulainya proses kekeruhan lensa. (Saputra et al., 2018)
B. Tujuan
1. Memahami jenis, penyebab dan faktor resiko, serta tanda dan gejala katarak
2. Merumuskan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada askep katarak
dengan pendekatan Sdki
3. Merumuskan luaran dan kriteria hasil serta intervensi keperawatan pada askep
katarak menggunakan pendekatan Slki
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Katarak
Katarak adalah proses degeneratif berupa kekeruhan di lensa bola mata
sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai kebutaan.
Kekeruhan ini disebabkan oleh terjadinya reaksi biokimia yang menyebabkan
koagulasi protein lensa.
B. Etiologi
Penyebab katarak dapat berupa bermacam- macam. Salah satu penyebabnya
yang paling umum adalah faktor usia dimana biasanya katarak timbul pada orang-
orang lanjut usia. Katarak juga dapat dihubungkan dengan penyakit sistemik dan
okular lain seperti diabetes. Juga dapat disebabkan trauma dan benda asing serta dapat
juga terjadi karena kelainan herediter. Sebagian besar katarak terjadi akibat proses
penuaan, tetapi katarak juga dapat discbabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti
katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata, katarak
sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit atau gangguan
metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes mellitus, katarak yang
disebabkan oleh paparan sinar radiasi, katarak kongenital yang dipengaruhi oleh
faktor genetik, kebiasaan buruk seperti merokok dan mengonsumsi alkohol, kurang
asupan antioksidan, seperti vitamin A, C, dan E, katarak yang disebabkan oleh
penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti seperti obat-obat golongan statin dan
squalene synthase inhibitor. Squalene merupakan enzim yang terdapat dalam tubuh
dan berperan dalam metabolisme kolesterol. Inhibisi atau penghambatan
enzimsqualene synthase akibat penggunaan obat penurun kolesterol dapat memicu
terjadinya katarak.
C. Gejala Klinis
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya memiliki riwayat kemunduran
penglihatan progresif dan bertahap. Penyimpangan penglihatan yang bervariasi
tergantung pada tipe katarak pasien tersebut.
1. Penurunan ketajaman penglihatan
Penurunan ketajaman penglihatan adalah keluhan umum pasien dengan
katarak senilis. Katarak betul-betul dipertimbangkan secara klinis jika
terdapat efek pada ketajaman penglihatan berarti. Selanjutnya tipe-tipe
yang berbeda dari katarak menghasilkan efek yang berbeda pada
ketajaman penglihatan.
2. Silau
Peningkatan kesilauan adalah keluhan utama lain pada pasien dengan
katarak senilis.
3. Pandangan kabur, redup dan berkabut (seperti melihat asap)
Stadium
Stadium katarak senilis dapat dijelaskan sebagai berikut :
Katarak insipen
Pada stadium ini kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk gerigi
menuju
korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular
posterior, dimana kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior,
celah terbentuk antara serat lensa dan korteks jaringan berisi jaringan
degeneratif (benda morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap dalam waktu yang
lama. Pemeriksaan shadow test negatif
Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengaakibatkan lensa
menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata
menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa
ini akan dapat memberikan penyulit glukoma. Katarak intunmesen
biasanya terjadi pada katarak yang bejalan cepat dan mengakibatkan
miopia lentikuler. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga
lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, sehingga
memberikan miopisasi. Pada pemeriksan slit lamp terlihat vakuol pada
lensa disertai
peregangan jarak lamel serat lensa.
Katarak imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa
bertambah
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil
sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pemeriksaan shadow test positif.
Katarak matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat deposit ion Ca yang menyeluruh. Cairan lensa
akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan
terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran normal kembali.
Pemeriksaan shadow test negatif
Katarak hipermatur
Stadium ini telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras
atau lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari
kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan
kering. Pada pemeriksaan dengan slit lamp terlihat bilik mata dalam dan
adanya lipatan kapsul lensa. Bila proses katarak progresif disertai dengan
kapsul lensa yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk seperti kantong
susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena
lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni
D. Patofisiologi
Katarak dapat disebabkan oleh trauma mata, usia (penuaan), genetik, diabetes
melitus, hipertensi, merokok, dan alkohol. Trauma mata dapat menyebabkan lensa
secara bertahap kehilangan air sehingga metabolit larut air masuk ke sel pada nukleus
lensa. Korteks lensa lebih banyak terhidrasi daripada nukleus lensa sehingga lensa
keruh. Sudut bilik mata depan menjadi sempit dan aliran Chamber Oculi Anterior
tidak lancar membuat tekanan intraokular meningkat sehingga terjadi glaukoma dan
kebutaan.
Usia (penuaan) dapat menyebabkan korteks memproduksi serat lensa baru
yang akan ditekan menuju sentral sehingga lensa melebar, hilang transparasi, dan
terjadi kekeruhan lensa. Sinar yang masuk tidak sampai ke retina sehingga bayangan
menjadi kurang jelas pada malam hari (Tamsuri, 2016).
Genetik dapat menyebabkan kelainan kromosom sehingga mempengaruhi
kualitas serat lensa. Serat lensa mengalami denaturasi dan koagulasi sehingga
menyebabkan kekeruhan pada lensa dan terjadi katarak. Diabetes melitus dapat
menyebabkan sorbitol menumpuk di dalam lensa dan menyebabkan kekeruhan lensa.
Kekeruhan lensa membuat sinar yang masuk ke kornea menjadi semu. Otak
mempresentasikan sebagai bayangan berkabut sehingga pandangan menjadi berkabut
(Kemenkes, 2019).
Hipertensi dapat menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme protein lensa.
Protein lensa mengalami denaturasi dan terkoagulasi sehingga terjadi kekeruhan
lensa. Protein lensa akan terputus disertai influx air ke lensa sehingga menghambat
jalan cahaya ke retina dan pandangan menjadi kabur. Merokok dan alkohol dapat
menyebabkan selsel lensa mengalami oksidasi sehingga cadmium dan kalsium
menumpuk pada lensa dan terjadi kekeruhan lensa (Tamsuri, 2016).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Smeltzer dan Bare (2013), A-scan ultrasound (echography) dan
hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik pembedahan selain uji mata
yang biasa seperti pemeriksaan keratometri, pemeriksaan lampu slit dan
oftalmoskopis.
Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostik untuk
penyakit katarak antara lain :
a. Kartu mata snellen : Untuk mengetahui kerusakan kornea,
lensa, cairan vitreus humor dan retina.
b. Lapang pandang : Penurunan penglihatan dapat
disebabkan karena adanya massa tumor,
karotis dan glaukoma.
c. Pengukuran tonografi : Mengukur Tekanan Intra Okular (12-25
mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : Untuk membedakan sudut terbuka dari
sudut tertutup glukoma.
e. Tes provokatif : Menentukan adanya glukoma
f. Oftalmoskopi : Mengkaji struktur internal okuler, atrofi
lempeng optik, pepiledema dan
perdarahan.
g. Darah lengkap : Menunjukan anemi sistemik dan infeksi
h. Tes toleransi glukosa : Kontrol DM
F. Penatalaksanaan
Black dan Hawks (2014) menyatakan bahwa tidak ada terapi lain untuk
mencegah atau mengurangi pembentukan katarak selain dengan pembedahan. Tetes
mata praoperasi seperti tropikamid (mydriaciyl) adalah termasuk agen dilator untuk
memfasilitasi pembedahan. Siklopentolat merupakan agen sikloplegik (cyclogyl) yang
dapat diberikan untuk melumpuhkan otot siliaris. Pembedahan katarak dapat
dilakukan dengan teknik anestesi topikal menggunakan agen tetes mata ataupun
dengan injeksi retrobulbar sebagai larutan anestesi lokal. Pengangkatan katarak
diawali dengan membuat irisan kecil pada bagian kornea. Katarak dipecah menjadi
partikel-partikel mikroskopik dengan menggunakan probe ultrasonic (suara berenergi
tinggi). Suatu lensa lipat buatan ditanam melalui celah irisan mikro tersebut,
kemudian lipatannya dibuka dan difiksasi pada posisi permanen. Irisan ini akan
sembuh dengan sendirinya tanpa perlu dijahit. Irisan ini akan tetap tertutup erat
karena adanya tekanan alami dari dalam mata. Tipe irisan ini sembuh lebih cepat dan
memberikan kondisi yang lebih nyaman.
BAB III
KASUS 1 (Katarak)
Ny. N, usia 80 tahun, datang ke Rumah Sakit Daerah Sawerigading yang diantar oleh
keluarganya (anak) dengan penglihatan kabur seperti melihat asap. Keluhan disertai silau jika
melihat cahaya. Keluhan seperti ini dirasakan sejak satu tahun yang lalu, namun dua bulan
terakhir keluhan dirasakan semakin memberat, susah melihat, membaca, dan silau jika
melihat cahaya. Riwayat keluhan seperti ini sebelumnya tidak ada. Riwayat darah tinggi,
kencing manis, dan jantung pada penderita dan keluarga disangkal. Riwayat konsumsi
alkohol dan rokok disangkal. Pada pemeriksaan fisik tanggal 23 April 2022 didapatkan
keadaan kompos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang, status gizi baik nadi: 80
x/menit, regular, tekanan darah 120/70mmHg, temperatur 37,20C, respirasi 16 x/menit.
Pemeriksaan mata, pada konjungtiva palpebra tidak pucat, sklera tidak kuning, iris bewarna
coklat, refleks cahaya di kedua mata positif, lensa mata kiri dan kanan keruh, shadow test
pada mata kiri dan kanan positif, tidak ada edema palpebra, pada pemeriksaan THT, hidung
terdapat sekret di kedua mukosa hidung. Pemeriksaan thoraks tampak simetris, suara nafas
vesikuler, ronkhi tidak ada, suara mengi (wheezing) tidak ada. Suara jantung S1 dan S2
tunggal, murmur dan gallop tidak ada. Pemeriksaan abdomen tidak tampak distensi, bising
usus normal, hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas dingin, tidak ditemukan
edema dan sianosis. Pada pemeriksaan rangsang meningeal tidak ada kelainan. Pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 23 April 2022 didapatkan GDS 140 gr/dl, leukosit 6700/ul. Pada
pemeriksaan oftamologi di dapatkan visus 6/30 pada mata kanan dan 6/30 pada mata kiri,
tidak ditemukan eksoftalmus, endoftalmus, nistagmus, strabismus, hiperemi dan edem.
Terdapat kekeruhan sebagian pada ke dua lensa mata. Shadow test positif pada ke dua lensa
mata.
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.N
Umur : 80 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status :-
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Pendidikan :-
Alamat :-
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 23 April 2022 didapatkan GDS 140
gr/dl, leukosit 6700/ul.
Pada pemeriksaan oftamologi di dapatkan visus 6/30 pada mata kanan dan
6/30 pada mata kiri, tidak ditemukan eksoftalmus, endoftalmus, nistagmus,
strabismus, hiperemi dan edem. Terdapat kekeruhan sebagian pada ke dua lensa mata.
Shadow test positif pada ke dua lensa mata.
B. ANALISA DATA
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN