Tujuan : Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya
dengan menggunakan obat-obatan
Perhatian !
Jenis-jenis obat :
Epinephrin
Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi atau
syok anfilaktik, hipotensi.
Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 3–5 menit, dapat diberikan intratrakeal atau
transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena. Untuk reaksi reaksi atau syok
anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20 menit. Untuk terapi
bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg (1
mg = 1 : 1000) dilarutka dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1 μg/mnt dititrasi
sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 μg/mnt
Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor α adrenergic dan
meningkatkan aliran darah ke otak dan jantung
Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT,
Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on
T
Dosis 1 – 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 – 5 menit sampai dosis total
3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai 24 jam
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena
Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama
idioventrikuler
Sulfas Atropin
Dopamin
Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard,
curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat
Dosis 2-10 μg/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul
dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang
dewasa
Magnesium Sulfat
Morfin
Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac arrest.
Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 – 30 menit
Kortikosteroid
Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk
mengurangi edema cerebri
Natrium bikarbonat
Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang timbul pada
henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia (kelas III) dan overdosis
antidepresi trisiklik.
Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot
jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi masif atau
efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama
Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan menggunakan
drip
Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk Kalsium
klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul
Kalsium gluconat
Furosemide
Diazepam
Epinephrin Dosis 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01
mg/KgBB iv (1:1000)
Atropin Dosis 0,02 mg/KgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan
dosis 2 kali maksimal 1mg
Lidokain Dosis 1 mg/KgBB iv
Natrium Dosis 1 meq/KgBB iv
Bikarbonat
Kalsium Klorida Dosis 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan
Kalsium Dosis 60–100 mg/KgBB iv pelan-pelan
Glukonat
Diazepam Dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB iv bolus
Furosemide Dosis 0,5-1 mg/KgBB iv bolus
Obat-obatan emergency atau gawat darurat adalah obat-obat yang digunakan untuk
mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support.2 Pengetahuan mengenai
obat-obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam nyawa
dengan cepat dan tepat.
Obat-obat emergency atau obat-obat yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin,
efedrinn, ranitidin, ketorolak, metoklorpamid, amonofilin, asam traneksamat, adrenalin,
kalmethason, furosemid, lidokain, gentamisin, oxitosin,methergin, serta adrenalin.
Adapun macam-macam obat emergency yang akan dibahas dalam referat ini adalah
sebagai berikut:2
1. Efinefrin
2. Efedrin
3. Sulfas atrofin
4. Aminophlin
5. Deksamethason
1. Epinefrin (Adrenalin)
Epinefrin merupakan prototipe obat kelompok adrenergik. Dengan mengerti efek
epinefrin, maka mudah bagi kita untuk mengerti efek obat adrenergik yang bekerja di
reseptor lainnya. epinefrin bekerja pada semua reseptor adrenergik: α1, α2, β1 dan β2
sedangkan norepinefrin bekerja pada reseptor α1, α2, β1 sehingga efeknya sama dengan
epinefrin dikurangi efek terhadap β2. Selektivitas obat tidak mutlak, dalam dosis besar
selektivitas hilang. Jadi dalam dosis besar agonis β2 tetap dapat menyebabkan perangsangan
reseptor β1 di jantung.4,5
2. Efedrin
Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma-
huang. Ma-huang mengandung banyak alkaloid mirip efedrin yang kemudian dapat diolah
menjadi efedrin. Bahan herbal yang mengandung efedrin telah digunakan di Cina selama
2000 tahun, dan sejak puluhan tahun merupakan komponen obat herbal Cina untuk berbagai
klaim misalnya obat pelangsing, obat penyegar atau pelega napas.4,5
Efedrin mulai diperkenalkan di dunia kedokteran modern pada tahun 1924 sebagai
obat simpatomimetik pertama yang dapat dikonsumsi secara oral. Karena efedrin adalah
suatu non-katekolamin maka efedrin memiliki bioavailabilitas yang tinggi dan secara relative
memiliki durasi kerja yang lama selama berjam-jam.5
Efedrin belum secara luas diteliti pada manusia, meskipun sejarah penggunaanya
telah lama. Kemampuannya untuk mengaktivasi reseptor β mungkin bermanfaan pada
pengobatan awal asma. Karena efeknya yang mencapai susunan saraf pusat maka efedrin
termasuk suatu perangsang SSP ringan. Pseudoefedrin yang merupakan satu dari empat
turunan efedrin, telah tersedia secara luas sebagai campuran dalam obat-obat dekongestan.
Meskipun demikian penggunaan efedrin sebagai bahan baku methamfetamin meyebabkan
penjualannya telah dibatasi.4,5
5. Deksamethason (Kortikosteroid)
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak; dan
mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ
lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatis, artinya penting bagi organisme untuk dapat
mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan.5
Glukokortikoid memiliki efek yang tersebar luas karena mempengaruhi fungsi dari
sebagian besar sel-sel tubuh. Dampak metabolik yang utama dari sekresi atau pemberian
glukokortikoid adalah disebabkan karena kerja langsung hormon-hormon ini pada sel. Tetapi
dampak pentingnya adalah dalam menghasilkan respon homeostatik pada insulin dan
glucagon. Meskipun banyak efek dari glukokortikoid berkaitan dengan dosis dan efeknya
membesar ketika sejumlah besar glukokortikoid diberikan untuk tujuan terapi.5,6