Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT KATARAK

DI RUANGAN OPERASI RS. MADANI

Disusun Oleh:

REVINA
NIM: PO7120321100

PRECEPTOR RUANGAN PRECEPTOR INSTITUSI

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

KATARAK

A. PENGERTIAN
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau
dapat juga akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan
berjalan progesif. (Mansjoer, 2000:62)
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (pena mbahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-
duanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina atau lensa yang berkabut (opak) yang
normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul
pada saat kelahir an (katarak congenital). (Brunner & Suddarth: 2002)
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan gangguan penglihatan (Admin, 2009)
Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan
seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif
kejernihan lensa, sehingga ketajaman peneglihatan berkurang (Corwin, 2000)
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada
berbagai usia tertentu (Iwan, 2009)

B. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain
(Corwin,n2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti
merokok atau bahan beracun lainnya
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik
(misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid)

Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:

1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada


mata
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit
gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes
melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat- obatan jangka
panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009)

C. KLASIFIKASI
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada
saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi
lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis,
hipoparatiroidisme, dan galaktosemia.
2. Katarak Senile
Adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena bertambahnya usia. Ada
beberapa macam yaitu:
a. Katarak Nuklear
Kekeruhan ang terjadi pada inti lensa.
b. Katarak Kortikal
Kekeruhan terjadi pada korteks lensa,
c. Katarak Kupliform
Terlihat pada stadium dini katarak nuclear atau kortikal.
Berdasarkan stadium katarak senil dibagi menjadi:
a) Katarak Insipient
Katarak yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang berbentuk
gerigi dengan dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya.
b) Katarak Imatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai
seluruh lensa sehingga masih terdapat begian-bagian yang jernih
pada lensa.
c) Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran
air bersama-sama hasil desintegritas melalui kapsul.
d) Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut hingga korteks lensa mencair
dan dapat keluar melalui kapsul lensa

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum gejala katarak berupa :
1. Merasa ada kabut yang menghalangi disekitar mata.
2. Mata sangat peka terhadap sinar.
3. Bila menggunakan sebelah mata benda yang dilihat menjadi double.
4. Memerlukan cahaya terang agar dapat membaca.
5. Lensa mata berubah menjadi buram dan tidak bening
6. Sering berganti kaca mata tetapi tetap sulit melihat dengan jelas.

E. PATOFISIOLOGI
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda
dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti: Diabetes,
namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan "matang" ketika orang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
amblyopia dan kehilangan penglihatan permanent. Factor yang sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi sinar ultraviolet B. Diabetes, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

Dalam keadaan normal transfaransi lensa terjadi karena adanya keseimbangan


antara protein yang dapat larut dengan protein yang tidak dapat larut dalam
membran sesemi permeabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang
tidak dapat diserap, mengakibatkan jumlah protein dalam lensa melebihi
jumlah protein pada bagian lain sehingga membentuk massa transparan
ataubbintik kecil di sekitar lensa, membentuk suatu kapsul yang dikenal
dengan katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenasi dan desintegrasi
pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan
mengakibatkan gangguan penglihatan.
F. PATHWAY
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan katarak ialah dengan tindakan bedah. Terdapat beberapa
penelitian yang mengatakan vitamin C dan E dapat memperlambat
pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak
(Astari, 2018), Penatalaksanaan katarak adalah memiliki tujuan untuk
mengatasi kebutaan dan mengoptimalkan pengelihatan dengan melakukan
tindakan mengeluarkan lensa mata yang megalami kekeruhan dan
menggantinya dengan lena tanam intraokular (Kementerian Kesehatan RI,
2018). Beberapa jenis tindakan bedah katarak yang dapat dilakukan :
1. Ekstrasi Katarak Intrakapsular (EKIK)
2. Ekatrasi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
4. Phacoemulsifikasi

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap, LED: menunjukkan anemia sistemik.
2. Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler (TIO) (Normalnya
12-25 mmHg).
3. Pemeriksaan lapang pandang untuk mengetahui visus,
4. Pemeriksaan oftalmoskop: mengkaji struktur intraocular, mencatat atrofi
lempeng optic, papil edema, perdarahan retina.
5. Pemeriksaan slit-lamp.
6. Biometri
7. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas klien
Pada pasien dengna katarak kongenital biasanya sudah terlihat pada
usia di bawah tahun, sedangkan pasien dengan katarak juvenile
terjadi pada usia<40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi
pada usia sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katarak senilis
terjadi pada usia > 40 tahun.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Penurunan ketajaman pengelihatan dan silau.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluh penglihatan kabur dan silau.
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia
mengenakan kaca mata atau lensa kontak?, apakah pasien
mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau
jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton
televisi?, bagaimana dengan masalah membedakan warna atau
masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien
seperti DM. hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan
penyakit metabolic lainnya yang memicu resiko katarak
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji apakah ada riwayat kelainan mata pada keluarga, atau
apakah di keluarga ada yang menderita penyakit DM (Diabetes
Mellitus)?.
2. Pengkajian Bio-psiko-sosial-spiritual (Menurut Gordon)
A. Persepsi terhadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alcohol, dan apakah pasien
mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang
lainnya.
B. Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti
insomnia atau masalah lain. Apakah saat tidur sering terbangun.
C. Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa
yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah
sakit menngalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan
muntah. adakah penurunan berat badan yang drastic dalam 3 bulan
terakhir.
D. Pola aktivitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas atau
perawatan diri, dengan skor:
0-mandiri, 1= dibantu sebagian, 2-perlu bantuan orang lain, 3-perlu
bantuan dan alat. 4 tergantung pada orang lain tidak mampu
melakukan aktivitas sendiri.
E. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau
kesulitan. Untuk BAK kaji warna, baud an frekuensi sedangkan
untuk BAB kaji bentuk, warna, bau, dan frekuensi.
F. Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara,
mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi.
Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
G. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimana seperti
harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan
gambaran akan dirinya.
H. Pola koping
Masalah utama pasien selama di rumah sakit, cara pasien menerima
dan menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum
sakit hingga saat sakit.
I. Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem
pendukung dalam menghadapi masalah, dan
J. Pola nilai dan kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri
kepada tuhan atas sakit yang di derita
K. Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan
adakah masalah saat menstruasi.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Katarak terlihat tampak hitam terhadap reflex fundus ketika mata
diperiksa dengan oftalmoskop direk.
Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara
rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia
biasanya terletak di daerah nucleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan
lain yang menandakan penyebab ocular katarak dapat di temukan, antara
lain deposisi pigmen pada lensa menunjukan inflamasi sebelumnya atau
kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4. Pemeriksaan Diagnostik
Selain uji mata yang bisanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
keratometri. pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A- scan
ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai
alat diagnostic, khususnya bila di pertimbangkan akan dilakukan
pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan
implantasi IOL.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Menurut Nurarif &
Kusuma (2015) dan PPNI (2017), diagnosa keperawatan yang muncul pada
kasus katarak, antara lain:
a. Gangguan presepsi sensori berhubungan dengan gangguan pengelihatan
(D.0085)
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)
c. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan pengelihatan (mis. Katarak)
(D.0143)
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
e. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (D.0142)

C. INTERVENSI
a. Gangguan presepsi sensori (D.0085)
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam,
diharapkan fungsi sensori membaik dengan kriteria hasil:
a) Ketajaman pengelihatan meningkat
b) Ketajaman pendengaran pendengaran meningkat
c) Presepsi simulasi kulit meningkat
2) Intervensi
Minimalisasi Rangsangan (1.08241)
a) Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
(misal nyeri, kelelahan)
b) Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (misal
bising, terlalu terang)
c) Batasi stimulus lingkungan (misal cahaya, suara, aktivitas)
d) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (misal mengatur
pencahayaan ruangan, mengurangi kebisingan).
b. Ansietas (D.0080)
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam,
diharapkan ansietas menurun dengan kriteria hasil:
a) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
b) Perilaku gelisah menurun
c) Perilaku tegang menurun
2) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu,
stresor)
b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik
a) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
c) Pahami situasi yang membuat ansietas
d) Dengarkan dengan penuh perhatian
e) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
g) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang

Edukasi
a) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
b) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika perlu
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h) Latih Teknik relaksasi

Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
c. Resiko jatuh (D.0143)
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam,
diharapkan tingkat jatuh menurun dengan kriteria hasil:
a) Jatuh saat berdiri menurun
b) Jatuh saat berjalan menurun
c) Jatuh saat dikamar mandi menurun
d) Jatuh dari tempat tidur menurun
2) Intervesi
Pencegahan jatuh (I.14540)
a) Hitung resiko jatuh dengan menggunakan skala
b) Monitor kemampuan perpindah dari tempat tidur ke kursi roda
atau sebaliknya
c) Gunakan alat bantu berjalan (kursi roda atau walker)
d) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
e) Anjurkan latihan keseimbangan
f) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
d. Nyeri akut (D.0077)
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam,
diharapkan gangguan rasa nyaman (nyeri) menurun dengan
kriteria hasil:
a) Pasien mengatakan nyeri berkurang
b) Skala nyeri 1
c) Meringis menurun
2) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan
c) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
e. Resiko infeksi (D.0142)
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam,
diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil:
a) Kemerahan menurun
b) Nyeri menurun
2) Intervensi
Pencegahan infeksi (I.14539)
a) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
b) Batasi jumlah pengunjung
c) Berikan perawatan kulit pada area edema
d) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
e) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
f) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
g) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
h) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan
perlindungan bagi klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari klien serta dalam memahami
tingkat perkembangan klien. (Hidayat, 2008)

E. EVALUASI
Evaluasi respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan dan
pencapaian hasil yang diharapkan adalah tahap akhir dari proses keperawatan.
Fase evaluasi diperlukan untuk menentukan sejauh mana tujuan perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan (Hidayat,2008)
Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat,
yaitu evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara
bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan sesuai kontrak pelaksanaan
dan evaluasi sumatif yang bertujuan menilai secara keseluruhan terhadap
pencapaian diagnosa keperawatan apakah rencana diteruskan, diteruskan
sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi, atau dihentikan (Hidayat,
2008).
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 2.


Jakarta:Salemba Medika.

NANDA. (2009-2011). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC

Sidarta. Ilyas (2009). Ihtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Tamsuri, Anas. (2011). Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. Jakarta: EGC

Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi I, Jakarta Selatan

Tim pokja SLKI DPP PPNI, 2019, Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
I, Jakarta Selatan

Tim pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi I, Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai