Anda di halaman 1dari 26

TUGAS BLOK IX

SENSORI PERSEPSI
KATARAK

DISUSUN OLEH
NAMA KELOMPOK

NIM

GALANG EKA PRATAMA

11110179

NURTANTI EKA W.

11110198

LENY WAHYU S.

11110162

AHMAD WACHIDUS SOFA

11110188

JERNY BAOK NENOK

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES SATRIA BHAKTI NGANJUK
2013

BAB I
TINJAUAN TEORI
KATARAK
A. DEFINISI
1. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa Inggris Cataract,
dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut
bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
2. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau
akibat kedua-duanya.
3. Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. (Vaughan,2009)
4. Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. (Brunner &
Suddart,2001)
5. Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. (Sidarta Ilyas,2004)
6. Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau
kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua
orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000). Biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
B. ETIOLOGI
Katarak dapat terjadi akibat :
1. Kelainan bawaan/ kongenital
2. Proses penuaan
Prevalensi katarak pada individu berusia 65 74 tahun adalah sebanyak
50%, prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
3. Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes mellitus, galaktosemi dan
distrofi miotonik.
4. Genetik dan gangguan perkembangan

5. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin


6. Bahan toksik : kimia dan fisik
7. Bermacam-macam penyakit mata seperti glaucoma, ablasi retina, uveitis dan
retinitis pigmentosa
8. Keracunan beberapa jenis obat seperti eserin 0.25 0.5%, kortikosteroid
ergot, antikolinesterase topical
9. Kelainan kaca mata minus yang dalam
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subyektif. Biasanya pasien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan
fungsional sampai derajat tertentu . temuan obyektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop.
2. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukan
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya berwarna hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu
atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun, dan
ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi (kaca mata) yang
sangat tebalpun tak akan memperbaiki penglihatan.
D. PATOFISIOLOGI
1. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona central terdapat
nucleus, di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsul anterior dan posterior. Pada lensa katarak secara karakteristik
terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan
mengurangi transparansinya. Perubahan protein pada lensa mengakibatkan
perubahan warna lensa menjadi coklat kekuningan. Di sekitar

opasitas

terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas

pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna


nampak seperti kristal salju pada jendela.
2. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multiple, memanjang dari badan
silier ke sekitar daerah lensa mengakibatkan penglihatan distorsi. Perubahan
kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagolasi, sehingga
mengakibatkan

pandangan

berkabut.Salah

satu

teori

menyebutkan

terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa yang
mengakibatkan patahnya serabut lensa yang tegang sehingga mengganggu
transmisi sinar.
3. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim tertentu mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim ini akan menurun dengan
bertambahnya usia.
4. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak
antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet
dan malnutrisi.
E. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan Penyebabnya
a. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing
pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan
petasan merupakan penyebab yang sering. Lensa menjadi putih segera
setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam
struktur lensa.
b. Katarak toksika
Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu lama baik secara sistemik
maupun dalam bentuk obat tetes mata dapat meneyebabkan kekeruhan
lensa. Obat-obat lain yang diduga menyebabkan katarak antara lain :
phenotiazine, chlorpromazine, obat tetes miotik kuat seperti phospholine
iodine.

c. Katarak komplikata
Katarak dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraocular yang
mempengaruhi fisiologis lensa. Katarak biasanya berawal dari daerah
subkapsular posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa.
Penyakit intraokuler yang sering berkaitan antara lain uveitis kronik atau
rekuren, glaucoma, retinitis pigmentosa dan ablation retinae. Katarak ini
biasanya unilateral. Katarak komplikata juga dapat disebabkan akibat
gangguan sistemik seperti diabetes mellitus, distrofi miotonik, dermatitis
atopic, hipoparatiroidisme, galaktosemia dan sindrom Lowe, Werner dan
down.
2. Berdasarkan Usia
a. Katarak congenital
Katarak yang sudah terlihat pada usia kurang dari 1 tahun
b. Katarak juvenile
Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
c. Katarak senile
Katarak setelah usia 50 tahun (Ilyas,1999)
F. JENIS-JENIS KATARAK
1.

Katarak kongenital
a. Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Sewaktu
dalam kandungan, terbentuknya lensa adalah minggu ke lima sampai ke
delapan usia kehamilan. Pada masa ini belum terbentuk kapsul
pelindung, sehingga virus bisa masuk ke dalam jaringan lensa. Seluruh
lensa buram, tampak abu-abu putih.
b. Penyebab katarak kongenital :
1) Mungkin herediter dengan atau tanpa penyakit mata atau penyakit
sistemik lain.
2) Infeksi teratogenik yang diderita ibu saat kehamilan seperti campak
jerman, cacar air, penyakit gondong, hepatitis dan poliomyelitis.

3) Infeksi maternal selama masa kehamilan seperti pada infeksi


toksoplasmosis
4) Ibu hamil penderita diabetes melitus
5) Kelainan genetik seperti Trisomi 21, galaktosemia dan sindrom
Lowe
c. Katarak kongenital digolongkan menjadi 2 macam katarak :
1) Kapsulolentikuler dimana pada golongan ini termasuk katarak
kapsuler dan katarak Polaris
2) Katarak lentikuler termasuk dalam golongan ini katarak yang
mengenai korteks atau nucleus lensa.
d. Jenis-jenis katarak kongenital :
1) Katarak nuklear
2) Katarak zonular
3) Katarak bentuk kumparan
4) Katarak polar anterior dan posterior
5) Katarak piramidal
e. Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa
nistagmus dan strabismus
f. Tindakan pengobatan adalah operasi, operasi dilakukan bila refleks
fundus tidak tampak, biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat
dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda. Tindakan bedah pada
katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi
linier, ekstraksi dengan aspirasi.
g. Pengobatan katarak kongenital tergantung pada :
1) Katarak totak bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan
secepatnya segera setelah katarak terlihat.
2) Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah
terlihat atau segera sebelum terjadiny juling; bila terlalu muda akan
mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera.

3) Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang


buruk, karena mudah sekali terjadi ambliopia; karena itu sebaiknya
dilakukan pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata
segera dengan latihan beban mata.
4) Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif
sehingga sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika,
bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya
tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan pembedahan,
biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.
2. Katarak Rubela
a. Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus.
b. Terdapat 2 bentuk kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer
jernih seperti mutiara dan kekeruhan diluar nuclear yaitu korteks
anterior dan posterior atau total.
c. Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubella
dapat dengan mudah menular melalui barier plasenta. Virus ini dapat
masuk atau terjepit di dalam vesikel lensa dan bertahan di dalam lensa
sampai 3 tahun.
3. Katarak Juvenil
a. Kekeruhannya halus dan bulat, umumnya timbul pada usia
tigapuluhan
b. Katarak

ini

perkembangannya

lamban

dan

biasanya

tidak

mengganggu penglihatan.
c. Jika kekeruhan ini menyatu akan berbentuk cincin di perifer yang
disebut katarak koronaria, apabila tipis dan kebiru-biruan disebut
katarak serulea.
d. Biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik
dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, distrofi miotonik,
katarak traumatic dan katarak komplikata.
4.

Katarak Senil
a. Biasanya timbul pada usia 50 tahun

b. Secara klinik dikenal dalam 4 stadium yakni insipient, imatur, matur


dan hiper matur
c. Pada stadium awal (katarak insipiens) mungkin ada celah-celah
kekeruhan di bagian perifer atau berbentuk baji (kuneiform). Keadaan
ini bisa diperburuk dengan adanya katarak nuklear yang merupakan
lanjutan daripada sklerosis nuclear fisiologis. Dengan berlanjutnya
pertumbuhan katarak, tajam penglihatan menjadi terganggu (katarak
imatur). Katarak dikatakan matur bila lensa sudah keruh seluruhnya
sehingga fundus tidak dapat dilihat lagi. Di antaranya ada stadium
intemusen yaitu stadium membengkaknya lensa dan edema lensa. Pada
akhirnya katarak matur berubah menjadi stadium hipermatur, yaitu
korteksnya mencair sehingga intinya mengambang turun ke dasar
kantong kapsul. Pada stadium ini mungkin terjadi reaksi fakolitik dan
glaukoma. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul
yang tebal maka korteks akan memperlihatkan bentuk menjadi
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks
lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni.

d. Perbedaan katarak insipien, imatur , matur dan hipermatur


Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan lensa

Normal

Bertambah

Normal

Berkurang (air+masa

(masuk)
Iris

Normal

Terdorong

lensa keluar)
Normal

Tremulans

Bilik mata depan

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Sudut bilik mata

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Shadow test

Negatif

Positif

Negatif

Pseudopos

Penyulit

Glaukoma

Uveitis + glaukoma

e. Katarak senile dibagi menjadi 2 jenis yakni


1) Katarak kortikal
Kekeruhan korteks lensa perifer berbentuk ruji roda yang
dipisahkan oleh celah-celah air. Meningkatnya cairan yang masuk
ke dalam lensa mengakibatkan terjadinya separasi lamellar dan
akhirnya terjadi kekeruhan korteks berwarna abu-abu putih yang
tidak merata.
2) Katarak nuklear
Kekeruhan inti embrional dan inti dewasa yang berwarna
kecoklatan. Korteks anterior dan posterior relative jernih dan masih
tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini bisa menyebabkan terjadinya
miopia berat yang memungkinkan penderita membaca jarak dekat
tanpa memakai kaca mata koreksi seperti seharusnya (second sight)
5.

Katarak Brunesen
a. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama
pada nukleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes
mellitus dan myopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik
daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang
berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak
kortikal posterior.

6.

Katarak diabetes
a. Diakibatkan karena adanya penyakit diabetes mellitus.
b. Terbagi dalam 3 bentuk :
1) Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata,
pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa
berkerut. Bila

dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa,

kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal
kembali
2) Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi
katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow
flake atau bentuk piring subkapsular
3) Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.
G. PEMERIKSAAN KATARAK
1. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi
terbaik serta menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi
atau Schiotz
4. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan
tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan
pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah
sesuai dengan visus pasien.
a. Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12,
tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus
masih mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari 50
tahun.
b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12
6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks
fundus masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran
seperti katarak subkapsularis posterior.
c. Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30
3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang
berwarna keabu-abuan.
d. Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 1/60, tampak
nukleus berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai

e. Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih
jelek. Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna
kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan
disebut juga sebagai Brunescence cataract atau black cataract.
5.

Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan

6.

Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain


pada mata selain katarak

7.

Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien


akan dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam
penglihatan setelah operasi.

H. PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan dengan membersihkan lensa mata yang keruh
2. Katarak tidak dapat dibedah dengan sinar
3. Hasil bedah katarak sangat baik, 90% pasien pasca bedah dapat
mempergunakan matanya seperti sedia kala
4. Ada dua jenis operasi katarak yakni Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
dan Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK).
5. EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi
dan

mudah

diputus.

Pada

EKIK

tidak

akan

terjasi

katarak

sekunder.kontraindikasi EKIK adalah pada pasien < 40 tahun yang masih


mepunyai ligament hialoidea kapsuler. Penyulit yang sering terjadi:
astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmus dan perdarahan.EKIK sekarang
jarang dilakukan karena tersedianya teknik bedah yang lebih canggih.
6. EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan
tersebut. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linier, aspirasi dan
irigasi. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katark sekunder, yakni terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa

lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari
EKEK.
7. Salah satu penemuan terbaru pada EKEK adalah Fakoemulsi. Cara ini
memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan
menggunakan alat ultrasound frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan
korteks lensa menjadi partikel kecil yang kemudian diaspirasi melalui alat
yang sama yang juga memberikan irigasi kontinu. Dengan teknik ini waktu
penyembuhan menjadi lebih pendek dan penurunan insiden astigmatisme
pasca operasi.
8. Pada mata yang telah dikeluarkan lensanya akibat katarak, pasien akan
menggalami penglihatan yang tidak jelas dan perlu lensa pengganti dan
mata tidak dapat melihat dekat atau berakomodasi. Karena itu pasien
memerlukan sebuah lensa pengganti / koreksi. Koreksi ini dapat dilakukan
dengan metode : kaca mata apakia, lensa kontak atau implant lensa
intraokuler (IOL)
9. Kaca mata apakia
a. Keuntungan : dapat mengambil alih fungsi lensa mata yang dikeluarkan,
kaca mata merupakan alat penglihatan yang aman dan harga yang tidak
terlalu mahal.
b. Kerugian : adanya perasaan asing sewaktu memakainya, kaca mata
terlalu tebal dan berat, benda akan terlihat melengkungg, terlihat benda
lebih besar 30% dari ukuran sesungguhnya, pada waktu melihat harus
selalu menggerakkan kepala karena melihat dengan bagian tengah lensa,
akibatnya terjadi penyempitan lapang pandangan, serta terdapat bagian
yang tidak terlihat pada lapang pandangan 40-60%.
10. Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, dengan pembesaran
5% - 10%, tidak menimbulkan aberasi sferis, tak ada penurunan lapang
pandang dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
Kelemahan tenik ini adalah penyimpanan yang selamanya harus bersih
dan kalau bisa steril, pemakaian sukar pada usia lanjut dan diperlukannya

ketrampilan pasien dalam hal memasang, melepaskan dan merawat lensa


kontak secara bersih.
11. IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke dalam
mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran normal,
menghilangkan

efekoptikal

lensa

afakia

yang

menjengkelkan

dan

ketidakpraktisan lensa kontak .


Ada beberapa bentuk IOL :
a. Lensa bilik mata yang ditempatkan di depan iris dengan kaki
penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata
b. Lensa dijepit pada iris yang kakinya tidak terletak pada sudut bilik mata
c. Lensa bilik mata belakang yang diletakkan pada kedudukan lensa
normal di belakang iris.
I. PEDOMAN DALAM PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan
6/12, yaitu pemberian kacamata dengan koreksi terbaik.
2. Jika visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untuk
melakuklan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada
indikasi medis lain untuk operasi, pasien dapat dilakukan operasi
katarak.
3. Tatalaksana katarak dengan visus terbaik kurang dari 6/12 adalah
operasi katarak berupa EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi + IOL
dengan mempertimbangkan ketersediaan alat, derajat kekeruhan katarak
dan tingkat kemampuan ahli bedah.
4. Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan
peralatan bedah mikro, dimana pasien dipersiapkan untuk implantasi
IOL
5. Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta pengukuran
biometri A-scan
6. Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran IOL
dapat ditentukan berdasar anamnesis ukuran kacamata yang selama ini
dipakai pasien. IOL standar power +20.00 dioptri, jika pasien

menggunakan kacamata, power IOL standar dikurangi dengan ukuran


kaca mata. Misalnya pasien menggunakan kaca mata S -6.00 maka
dapat diberikan IOL power +14.00 dioptri.
7. Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus
secara berurutan) sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan resiko pasca
operasi (endoftalmitis) yang bisa berdampak kebutaan.
J. PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN
1. Sebelum pembedahan :
a. Pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan kondisi
kesehatan umum pasien
b. Dilakukan pemeriksaan mata untuk mencegah penyulit pembedahan
seperti adanya infeksi, glaucoma serta penyakit mata lain yang dapat
menimbulkan penyulit sewaktu pembedahan
2. Sesudah pembedahan :
a. Hal yang dianjurkan : memakai dan meneteskan obat seperti yang
dianjurkan, memakai penutup mata seperti yang dinasehatkan, tidak
melakukan pekerjaan berat, tidak membungkuk terlalu dalam.
b. Hal yang tidak boleh dilakukan : menggosok mata, bungkuk terlalu
dalam, membaca berlebihan dari biasanya, mengejan keras sewaktu
buang air besar, berbaring ke sisi mata yang baru dibedah dan
menggosok gigi pada minggu pertama.
K. PERAWATAN

YANG

DITUJUKAN

PADA

KEMUNGKINAN

PENYEBAB
1. Jaga kesehatan ibu saat hamil, jangan terjadi infeksi virus (rubella) dan
toksoplasma
2. Pada proses menua jaga kesehatan dengan baik
3. Penyakit diabetes dikontrol dengan baik
4. Hati-hati memakai obat yang dapat mempercepat timbulnya katarak
5. Jaga mata dan dapatkan perawatan yang baik pada penyakit mata yang ada

L. KOMPLIKASI PEMBEDAHAN
1. Luka yang tidak sempurna menutup
2. Edema kornea
3. Inflamasi dan uveitis
4. Atonik pupil
5. Papillary captured
6. Kekeruhan kapsul posterior
7. TASS (toxic anterior segment syndrome)
8. Ablasio retina
9. Endoftalmus
10. Sisa massa lensa

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KATARAK


A. PENGKAJIAN
1. Riwayat
a. Riwayat penyakit trauma : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,
penyakit diabetes mellitus, hipotiroid, uveitis, glaucoma.
b. Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak.
c. Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,
berkendaraan.
2. Pengkajian umum
a. Usia.
b. Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid.
3. Pengkajian khusus mata
a. Dengan pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas
putih) pada lensa.
b. Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut.
c. Penurunan tajam penglihatan (miopia).
d. Bilik mata depan menyempit.
e. Tanda glaucoma (akibat komplikasi).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra dan
post operasi) adalah :
1. Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.

2. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian


operasi.
3. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular
(TIO), perdarahan, kehilangan vitreous.
4. Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
5. Gangguan

perawatan

diri

yang

berhubungan

dengan

penurunan

penglihatan, pembatasan aktivitas pasca operasi.


6. Resiko

ketidakefektifan

penatalaksanaan

regimen

terapeutik

yang

berhubungan dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.


Intervensi :
Rencana tindakan yang mungkin dapat diterapkan pada klien dengan katarak
meliputi :
Dx. 1
Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan
tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


klien melaporkan atau memeragakan kemampuan yang lebih
baik

untuk

proses

rangsang

penglihatan

dan

mengkomunikasikan perubahan visual.


Kriteria hasil

Klien mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi


fungsi penglihatan.
Klien mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternative
untuk meningkatkan penerimaan rangsang penglihatan.

Intervensi

1. Kaji ketajaman penglihatan klien.


R/ Mengidentifikasi kemampuan visual klien.
2. Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber rangsangan.
R/ Memberikan keakuratan penglihatan dan perawatanya.
3. Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan :
a. Orientasikan klien terhadap ruang rawat.

b. Letakan alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata
yang lebih sehat.
c. Berikan pencahayaan cukup.
d. Letakan alat di tempat yang tepat.
e. Hindari cahaya menyilaukan.
f. Anjurkan penggunaan alternative rangsang lingkungan yang dapat
diterima: auditorik, taktil.
R/ Meningkatkan kemampuan persepsi sensori.
Dx. 2
Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian
operasi.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil

: - Klien mengungkapkan kecemasan hilang atau minimal.


-Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi.

Intervensi

1. Jelaskan gambaran kejadian pre dan paska operasi, manfaat operasi, dan
sikap yang harus dilakukan klien selama masa operasi.
R/ Meningkatkan pemahaman tentang gambaran operasi untuk menurunkan
ansietas.
2. Jawab pertanyaan khusus tentang pembedahan.
R/ Meningkatkan kepercayaan dan kerjasama.
3. Berikan waktu untuk mengekspresikan perasaan.
R/ Berbagi perasaan membantu menurunkan tegangan.
4. Informasikan bahwa perbaikan penglihatan tidak terjadi secara langsung,
tetapi bertahap sesuai penurunan bengkak pada mata dan perbaikan kornea.
R/ Informasi tentang perbaikan penglihatan bertahap diperlukan untuk
mengantisipasi depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan
memberikan harapan akan hasil operasi.
Dx. 3

Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular


(TIO), perdarahan, kehilangan vitreous.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


tidak terjadi cedera mata pasca operasi.

Kriteria hasil

: a. Klien dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan


cedera.
b. Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan
resiko cedera.

Intervensi :
1. Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktifitas dan pembalutan mata.
R/ Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang diperlukan.
2. Tempatkan klien pada tempat tidur yang rendah dan ajurkan untuk
membatasi pergerakan mendadak atau tiba-tiba serta menggerakan kepala
berlebih.
R/ Istirahat mutlak diberikan hanya beberapa menit hingga satu atau dua
jam paska operasi atau satu malam jika ada komplikasi.
3. Bantu aktifitas selama fase istirahat.
R/ Mencegah atau menurunkan resiko komplikasi cedera.
4. Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan
cedera.
R/ Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan
struktur mata paska operasi:
g. Mengejan (valsalva maneuver)
h. Menggerakan kepala mendadak
i. Membungkuk terlalu lama
j. Batuk
5. Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri
mendadak setiap 6 jam pada awal operasi atau seperlunya.
R/ Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata menonjol, nyeri
mendadak, hyperemia serta hipopion mungkin menunjukan cedera mata

paska operasi.Apabila pandangan melihat benda mengapung (floater) atau


tempat gelap mungkin menujukan ablasio retina.

Dx. 4
Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.

Kriteria hasil

: - Klien mendemonstrasikan tehnik penurunan nyeri.


- Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.

Intervensi :
1. Kaji derajat nyeri setiap hari.
R/ Normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari lima hari setelah
operasi dan berangsur menghilang. Nyeri dapat meningkat karena
peningkatan TIO 2-3 hari paska operasi.Nyeri mendadak menunjukan
peningkatan TIO massif.
2. Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap hari atau segera
saat terjadi peningkatan nyeri mendadak.
R/ Meningkatkan kolaborasi ; memberikan rasa aman untuk peningkatan
dukungan psikologis.
3. Anjurkan klien untuk tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat
memprovokasi nyeri.
R/ Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri seperti gerakan tibatiba, membungkuk, mengucek mata, batuk, mengejan.
4. Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
R/ Menurunkan ketegangan, mengurangi nyeri.
5. Lakukan tindakan kolaboratif untuk pemberian analgesic topical atau
sistemik.
R/ Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.
Dx. 5

Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan,


pembatasan aktivitas pasca operasi.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.

Kriteria hasil

:a. Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan


kebutuhan diri.
b. Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara
bertahap.

Intervensi :
1. Terangkan pentingnya perawatan diri dan pembatasan aktivitas selama fase
paska operasi.
R/ Klien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur pada 2-3 jam pertama
paska operasi atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan
total diperlukan bagi klien.
2. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
R/ Memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3. Secara bertahap, libatkan klien dalam memenuhi kebutuhan diri.
R/ Upaya melibatkan klien dalam aktivitas perawatan dirinya dilakukan
bertahap dengan berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas tidak memicu
peningkatan TIO dan menyebabkan cedera mata. Kontrol klinis dilakukan
dengan menggunakan indicator nyeri mata pada saat melakukan
aktivitas.Umumnya 24 jam paska operasi, individu boleh melakukan
aktivitas perawatan diri.
Dx. 6
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan
dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


perawatan rumah berjalan efektif.

Kriteria hasil

:1. Klien mampu mengidentifikasi kegiatan keperawatan


rumah (lanjutan) yang diperlukan.

2. Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien


dalam melakukan perawatan.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.
R/ Sebagai modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang
perawatan di rumah.
2. Terangkan aktivitas yang diperbolehkan dan dihindari (minimal untuk 1
minggu) untuk mencegah komplikasi post operasi.
R/ Aktivitas yang diperbolehkan :
a. Menonton televise, membaca tetapi jangan terlalu lama.
b. Mengerjakan aktivitas biasa (ringan dan sedang).
c. Mandi waslap, selanjutnya dengan bak mandi atau pancuran (dengan
bantuan).
d. Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi,
condongkan kepala sedikit kebelakang saat mencuci rambut.
e. Tidur dengan perisai atau pelindung mata logam pada malam hari,
mengenakan kacamata pada siang hari.
f. Aktivitas dengan duduk.
g. Mengenakan kaca mata hitam untuk kenyamanan.
h. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai.
R/ Aktivitas yang dihindari :
a. Tidur pada sisi yang sakit.
b. Menggosok mata, menekan kelopak mata.
c. Mengejan saat defekasi.
d. Memakai sabun mendekati mata.
e. Mengangkat benda lebih dari 7 kg.
f. Melakukan hubungan seks.
g. Mengendarai kendaraan.
h. Batuk, bersin, muntah.
i. Menundukan kepala sampai bawah pinggang.

3. Terangkan berbagai kondisi yang perlu dikonsultasikan.


R/ Kondisi yang harus segera dilaporkan :
a. Nyeri pada dan disekitar mata, sakit kepala menetap.
b. Setiap nyeri yang tidak berkurang dengan obat pengurang nyeri.
c. Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan : inflamasi
dan cairan dari mata.
d. Nyeri dahi mendadak.
e. Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput
pada lapang penglihatan, kilatan cahaya, percikan atau bintik
didepan mata, kalau di sekitar sumber cahaya.
4. Terangkan cara penggunaan obat-obatan.
R/ Klien mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).
5. Berikan kesempatan bertanya.
R/ Meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman
serta hal-hal yang mungkin belum dipahami.
6. Tanyakan kesiapan klien paska hospitalisasi.
R/ Respon verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan
hospitalisasi.
7. Identifikasi kesiapan keluarga dala perawatan diri klien paska hospitalisasi.
R/ Kesiapan keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam
perawatan, pembagian peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi
pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Vaughan et al. 2009. Oftalmologi Umum. Jakarta. EGC


Ilyas Sidarta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta. CV.Sagung Seto
Brunner et al. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta. EGC
Hollwich Fritz. 1993. Opthalmology. Jakarta. Binarupa Aksara
NS522 Hardy J (2009) Supporting patients undergoing cataract extraction
surgery. Nursing Standard. 24, 14, 51-56. Date of acceptance: September
11 2009.

Anda mungkin juga menyukai