Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By Ny. A DENGAN


DIAGNOSA RESPIRATORY DISTRESS SINDROM (RDS)
(RSUD DOKTER SOEKARDJO

(Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners Stase


Keperawatan Anak)

Disusun Oleh :
IRMA NURMALA
321FK09039

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
TASIKMALAYA
2023

1
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan
ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. (Marmi & Rahardjo,2012).
Sindrom gawat napas RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus.
Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru. (Surasmi, dkk, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Respiratory Distress Syndrom atau
sindrom gawat nafas adalah gangguan pada sistem pernafasan yang
disebabkan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.

(Gambar 2, respiratory distress sindrom, RDS)

2. Anatomi Fisiologi Pernafasan


Sistem pernapasan termasuk hidung , rongga hidung dan sinus , faring
, laring (kotak suara),trakea (tenggorokan ) , dan saluran-saluran yang lebih
kecil yang mengarah ke pertukaran gas di permukaan paru-paru . Saluran
pernapasan terdiri dari saluran udara yang membawa udara dari dan ke
permukaan tersebut . Saluran pernapasan dapat dibagi menjadi bagian
konduksi dan bagian pernapasan . Bagian konduksi terdapat dari jalan

2
masuk udara dihidung ke rongga hidung ke bronkiolus terkecil dari paru-
paru . Bagian pernapasan termasuk saluran bronkiolus pernapasan dan
kantung udara halus , atau alveoli ( al - VE ) , di mana terjadi pertukaran gas
Sistem pernapasan termasuk saluran pernapasan dan jaringan terkait ,
organ , dan struktur pendukung . Saluran-saluran kecil ini menyesuaikan
kondisi udara dengan menyaring , pemanasan , dan melembabkan itu ,
sehingga melindungi bagian konduksi yang peka dan melindungi pertukaran
sistem pernapasan bawah dari partikel-partikel , patogen , dan lingkungan
ekstrem .( Martini et al 2012)

(Gambar 2, Anatomi pernafasan)


Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut,
rongga hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru- paru
(bronkiolus,alveolus). Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat
kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan
selaput lender. Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan
laringofaring kemudian Laring, laring berperan untuk pembentukan suara
dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan.
Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20
cincin kartilago yang terdiri dari tulangtulang rawan yang terbentuk seperti
C.
Bronkus merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer
bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier

3
dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari paru-paru
adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara berurutan adalah
bronki,bronkiolus,bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus
alveolar, Nose Nasal Cavity Oral Cavity Larynx Trakhea Pharynx Right
Primary Bronchus Lungs 8 dan alveoli. Dibagian bronkus masih disebut
pernafasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru disebut
intrapulmonary. Terakhir adalah Paru-paru yang berada dalam rongga
torak,yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya disisi
kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada
dibelakang tulang dada. Paru-paru berbentuk seperti spins dan berisi udara
dengan pembagian udara Antara Paru kanan, yang memiliki tiga lobus Dan
paru kiri dua lobus (Setiadi, 2007).
3. Etiologi
Menurut (Marmi & Rahardjo, 2012) penyebab RDS (Respiratory
Distress Syndrome) pada neonatus yaitu terdiri dari:
a) Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi
rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes
melitus, dan lain-lain.
b) Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
c) Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli,
prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
d) Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan
lain-lain.

4
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-
paru. Sementara afiksia neonatorum merupakan gangguan pernafasan
akibat ketidak mampuan bayi beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya
masalah ini disebabkan karena adanya masalah-masalah kehamilan dan
pada saat persalinan.
Menurut Suriadidan Yulianni(2010)etiologi dari RDS yaitu:
a) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang
dan pengembangan kurang sempurna.Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi
udara,sehingga pada bayi premature dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas.
b) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrate serum (saringan serum
protein),difagosit oleh makrofag.
c) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
d) Adanya kelainan di dalam dan diluar paru.Kelainan dalam paru
yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/
pneumomediastinum ,penyakit membran hialin (PMH).
e) Bayi premature atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya
produksi surfaktan.Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan
minggu ke-22,semakin muda usia kehamilan,maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi RDS.

4. Klasifikasi
Dibagi menjadi dua stadium, yaitu :
a) Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru,
edema interstisial atau elveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis,
dan kerusakan pada sel alveolar tipe I (Somantri, 2009).

5
b) Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II,
peningkatan tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru,
hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrolisis interstisial,
dan peningkatan ruang rugi ventilasi(Somantri, 2009).
Pada foto thorak menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
a) Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
b) Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran air broncogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai
ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c) Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan
paru terlihat lebih opaque (white lung) dan bayangan jantung hampir
tidak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
d) Stadium 4
Seluruh thorak sangat opaque (white lung) sehingga jnatung tidak dapat
terlihat. (Warman, Waskito, & Romadhon, 2012).

5. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan
kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang
diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai
dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke
35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan
surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir
expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :

6
1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi
kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun,
penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan
pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan
asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya
stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.Vulnus
punctum terjadi akibat penusukan benda tajam,sehingga menyebabkan
contuiniutas jaringan terputus.Pada umumya respon tubuh terhadap trauma
akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.Dalam hal ini adapeluang
besar terjadinya infeksi hebat.

7
WOC Respiratory Distress Syndrom
(RDS)
Kelahiran prematur

Peninggian tegangan di
MK: Ansietas Anatomi fisiologi belum Paru-paru belum permukaan alveolar
sempurna menghasilkan surfaktan
dalam jumlah cukup
Kolaps dan tidak
Keluarga merasa cemas, mampu menahan sisa
keluarga merasa bersalah, Respiratory Distress Syndrom (RDS) udara fungsional pada
keluarga merasa takut akhir espirasi

B1 (Breath) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bledder) B5 (Bowel) B6 (Bonel)

Produksi surfaktan
menurun Produksi surfaktan Sirkulasi pernafasan ↓ Perfusi ke organ Penurunan aliran Lemak
Ventilasi paru-
menurun menjadi terganggu vital paru-paru subkutan tipis
darah par terganggu
menyebabkan Defisiensi
Atelectasis paru menurunanya pertahanan diri
Atelectasis paru Kurangnya Suhu tubuh dan
otak menurun volume vaskuler Penggunaan energi lemah
oksigen ke udara berbeda
yang maksimal untuk
Kolaps dan tisdak jaringan bernafas
mampu menahan sisa kolabs Inskemia Pelepasan Kulit teraba Resiko infeksi
udara fungsiomal pada dingin
akhir espirasi vasopressin dan Refleks
hipoxia MK: gangguan reabsorbsi air dari
Ggn fungsi serebral menghisap lemah
perfusi jaringan duktus kolektivus
Difusi terganggu perifer
MK ; gangguan MK: Hiportermi
Penurunan kesadaran, Intake nutrisi tidak
pertukaran gas oliguria
kelemahan otot, adekuat
Ventilasi paru-paru
dilatasi pupil, kejang,
terganggu letargi
MK: Resiko MK: Defisit
Nafas periodik Ketidakseimbangan nutrisi
MK: Resiko
cairan
Cedera
MK ; pola nafas
tidak efektif 9
6. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat
tampak beberapa jam setelah kelahiran. Kasus RDS kemungkinan besar
terjadi pada bayi yang lahir prematur.
Menurut (Surasmi, dkk 2013) Gejala utama Gawat napas / distress
respirasi pada neonatus yaitu :
1) Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali
per menit)
2) Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
3) Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
4) Grunting : suara merintih saat ekspirasi
5) Pernapasan cuping hidung
Tabel 1. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilangSianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat

Menurut (Manuaba, 2012) tanda-tanda yang mungkin ditunjukkan


oleh bayi yang mengalami RDS di antaranya:
1) Napas cepat
2) Lubang hidung melebar ketika bernapas

12
3) Retraksi (Ketika bayi bernapas dengan cepat, kulit tertarik di antara
tulang rusuk atau di bawah tulang rusuk).
4) Bising saat bernapas atau mendengkur.
5) Bibir, bantalan kuku, dan kulit berwarna kebiruan karena kekurangan
oksigen, yang disebut dengan sianosis
Biasanya gejala RDS akan memburuk pada hari ketiga. Saat bayi
membaik, ia memerlukan lebih sedikit oksigen dan bantuan mekanis untuk
bernapas. Gejala RDS mungkin tampak seperti kondisi kesehatan lainnya.

7. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :


1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara
( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular :
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang
dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas
oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan
kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

13
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya
volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
2. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada respiratory distress syndrome menurut
Warman(2012), antara lain:
1) Tes Kematangan Paru
a) Tes Biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion,maka jumlah
fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi
surfaktan,sebagai tolak ukur kematangan paru.
b) Test Biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok
cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan
pembentukan gelembung oleh unsure yang lain dari cairan amnion
seperti protein,garam empedu dan asam lemak bebas.Bila
didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali
(cairan amnion:ethanol)merupakan indikasi maturitas paru
janin.Pada kehamilan normal,mempunyai nilai prediksi positip
yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal
RDS.

14
Gas darah menunjukkan asidosis metabolic dan respiratorik
bersamaan dengan hipoksia.Asidosis muncul karena atelectasis
alveolus atau over distensi jalan napas terminal.
2) Darah rutin dan hitung jenis
Leukositosis menunjukkan adanya infeksi. Neutropenia menunjukkan
infeksi bakteri. Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
3) Glukosa Darah
Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea.
4) Pulse Oximetry
Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
5) Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan reticular granular atau
gambaran ground-glass bilateral,difus,air bronchograms,dan ekspansi
paru yang jelek.Gambaran air bronchograms yang mencolok
menunjukkan bronkiolus yang terisi udara didepan alveoli yang
kolap.Bayangan jantung bias normal atau membesar.Kardiomegali
mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal,diabetes maternal,paten
tductus arteriosus(PDA),kemungkinan kelainan jantung
bawaan.Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan
ventilasi mekanik yang adekuat.

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sudarti & Fauziah. (2013)tindakan untuk mengatasi masalah
kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

15
10. Penatalaksanaan secara umum perawatan
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %
(1) Pantau selalu tanda vital
(2) Jaga patensi jalan nafas
(3) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
(1) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
(2) Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
d. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
a. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas
ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient
Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah
sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
(1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila
masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
(2) Bayi jangan diberi minum
(3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (> 18 jam)

16
(4) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk
masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan
besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
(5) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam
(6) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda
perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
(7) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai
terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI
peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras
dengan memakai salah satu cara pemberian minum.
(8) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian
O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap
tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
c. Gangguan nafas berat
(1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
(2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul
gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan
tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah
sakit rujukan.
(3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman.
(4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas
antara 30-60 kali/menit.

17
11. Penatalaksanaan secara Medis
1. Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal
(1) Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal
(2) Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal
untuk mencegah kehilangan volume selama ekspirasi
(3) Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi
(4) Fisioterapi dadaTindakan kardiorespirasi tambahan
2. Pertahankan kestabilan suhu
3. Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
4. Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin
5. Lakukankan transfusi darah seperlunya
6. Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi
7. Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan
sampel darah
8. Berikan obat yang diperlukan
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
(1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
(2) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
(3) Fenobarbital
(4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
(5) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
(6) Terapi surfaktan: surfaktan sintetik diberikan melalui sisi pada tube
endotracheal dalam 2x suntikan bolus, contoh: Exosurf, Infasurf,
Alveofact
(7) Nitric Oxide inhalasi
(8) Narkotik/benzodiazepin untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan
pada bayi, contoh: Lorazepam dan Fentanyl
(9) Sodium bicarbonat untuk metabolic acidosis
(10) Diuretik untuk mengurangi odema, perlu pertimbangkan risk : benefit.

18
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi
bisa juga berbentuk surfaktan buatan).
12. Manajemen Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Anamnesis/pengkajian
Pengkajian klien menurut Padila (2012,h.197)
a. Identitas
b. Pengkajian terhadap factorresiko
1) Maternal : Usia, riwayat kesehatan yang lalu,
perkembangan social dan riwayat pekerjaan.
2) Obsetrik : Parity, periode, kondisi kehamilan terakhir
3) Perinatal : Antenatal, informasi prenatal maternal health
(DM,jantung)
4) Intra Partumevent :
(a) Usia gestasi : Lebih dari 34 minggu sampai dengan 42
minggu.
(b) Lama dan karakteristik persalinan : Persalinan lama
pada kala I dan II KPD 24 jam.
(c) Kondisi ibu : Hipo/Hiper tensi progsif perdarahan,
infeksi.
(d) Keadaan yang mengidentifikasi fetaldisstres HR lebih
dari 120 x sampai dengan 140 x / menit.
(e) Penggunaan analgesic
(f) Metode meahirkan : Sectio Caesaria, Forsep, Vakum
2. Pengkajian Fisik
1) Eksternal : Perhatikan warna, bercak warna , kuku, lipatan
pada telapak kaki, periksa potensi hidung dengan menutup
sebelah lubang hidung sambil mengobservasi pernafasan dan
perubahan kulit.
2) Dada

19
Palpasi untuk mencari detak jantung yang terkencang,
auskultasi untuk menghitung denyut jantung, perhatikan bunyi
nafas pada setiap dada.
3) Abdomen : Verifikasi adanya abdomen yang berbentuk seperti
kubam atau tidak ada anomaly, perhatikan jumlah pembuluh
darah pada tali pusat.
4) Neurologis : Periksa tonus otot dan reaksi reflex.
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Nilai APGAR
Skor APGAR, Skor optimal harus antara 7 sampai
10.Pernafasan pada bayi baru lahir normal biasanya 30 sampai 60
x/menit.Pola periodic dapat terlihat.Bunyi napas bilateral, kadang-
kadang krekels umum pada awalnya. Silindrik torak: kartilago
xifoid menonjol, umum terjadi.
APGAR SCORE 0 1 2
Skor
Appearance Pucat Bedan merah, Seluruh
ekstermitas tubuh
biru kemerahan
Pulse Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Grimace Tidak ada Sedikit Menangis,
gerakan batuk/bersin
mimic
Activity Lumpuh Beberapa Pergerakan
fleksi ekstensi aktif
Respiration Tidak ada Lemah tidak Menangis
teratur kuat

5. Aktivitas/Istirahat
Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama, bayi tampak
semi koma saat tidur ; meringis atau tersenyum adalah bukti tidur
dengan gerakan mata cepat, tidur sehari rata-rata 20 jam.
6. Pernapasan dan Peredaran Darah
Bayi normal mulai bernapas 30 detik sesudah lahir, untuk
menilai status kesehatan bayi dalam kaitannya dengan pernapasan
dan peredaran darah dapat digunakan metode APGAR Score.
Namun secara praktis dapat dilihat dari frekuensi denyut jantung

20
dan pernapasan serta wajah, ekstremitas dan seluruh tubuh,
frekwensi denyut jantung bayi normal berkisar antara 120-140
kali/menit (12 jam pertama setelah kelahiran), dapat berfluktuasi
dari 70-100 kali/menit (tidur) sampai 180 kali/menit (menangis).
Pernapasan bayi normal berkisar antara 30-60 kali/menit
warna ekstremitas, wajah dan seluruh tubuh bayi adalah
kemerahan.Tekanan darah sistolik bayi baru lahir 78 dan tekanan
diastolik rata-rata 42, tekanan darah berbeda dari hari ke hari
selama bulan pertama kelahiran. Tekanan darah sistolik bayi sering
menurun (sekitar 15 mmHg) selama satu jam pertama setelah lahir.
Menangis dan bergerak biasanya menyebabkan peningkatan
tekanan darah sistolik.
5) Suhu Tubuh
Suhu inti tubuh bayi biasanya berkisar antara 36,5 0C-
370C.Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada aksila atau
pada rektal.
6) Kulit
Kulit neonatus yang cukup bulan biasanya halus, lembut dan
padat dengan sedikit pengelupasan, terutama pada telapak tangan,
kaki dan selangkangan.Kulit biasanya dilapisi dengan zat lemak
berwarna putih kekuningan terutama di daerah lipatan dan bahu
yang disebut vernikskaseosa.
7) Keadaan dan Kelengkapan Ekstremitas
Dilihat apakah ada cacat bawaan berupa kelainan bentuk,
kelainan jumlah atau tidak sama sekali pada semua anggota tubuh
dari ujung rambut sampai ujung kaki juga lubang anus (rektal)
dan jenis kelamin.
8) Tali Pusat
Pada tali pusat terdapat dua arteri dan satu vena
umbilikalis.Keadaan tali pusat harus kering, tidak ada perdarahan,
tidak ada kemerahan di sekitarnya.

21
9) Refleks
Beberapa refleks yang terdapat pada bayi :
 Refleks moro (refleks terkejut). Bila diberi rangsangan yang
mengagetkan akan terjadi refleks lengan dan tangan terbuka.
 Refleks menggenggam (palmergraps). Bila telapak tangan
dirangsang akan memberi reaksi seperti menggenggam.
Plantargraps, bila telapak kaki dirangsang akan memberi
reaksi.
 Refleks berjalan (stepping). Bila kakinya ditekankan pada
bidang datang atau diangkat akan bergerak seperti berjalan.
 Refleks mencari (rooting). Bila pipi bayi disentuh akan
menoleh kepalanya ke sisi yang disentuh itu mencari puting
susu.
 Refleks menghisap (sucking). Bila memasukan sesuatu ke
dalam mulut bayi akan membuat gerakan menghisap.
10) Berat Badan
Pada hari kedua dan ketiga bayi mengalami berat badan
fisiologis.Namun harus waspada jangan sampai melampaui 10%
dari berat badan lahir.Berat badan lahir normal adalah 2500
sampai 4000 gram.
11) Mekonium
Mekonium adalah feces bayi yang berupa pasta kental
berwarna gelap hitam kehijauan dan lengket. Mekonium akan
mulai keluar dalam 24 jam pertama.
12) Antropometri
Dilakukan pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, lingkar
lengan atas dan panjang badan dengan menggunakan pita
pengukur. Lingkar kepala fronto-occipitalis 34cm, suboksipito-
bregmantika 32cm, mentooccipitalis 35cm. Lingkar dada normal
32-34 cm. Lingkar lengan atas normal 10-11 cm. Panjang badan
normal 48-50 cm.

22
13) Seksualitas
Genetalia wanita ; Labia vagina agak kemerahan atau
edema, tanda vagina/himen dapat terlihat, rabas mukosa putih
(smegma) atau rabas berdarah sedikit mungkin ada. Genetalia pria
; Testis turun, skrotum tertutup dengan rugae, fimosis biasa
terjadi.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunaan energi/ kelelahan,
keterbatasan pengembangan otot (D.0005 hal. 26)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler (D.0003 ha.22)
3. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran
keateri/vema (D.009 hal.37)
4. Hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit
(D.0140 hal 302)
Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mneghisap dan penurunan
mobilitas usus (D. 0019 hal. 56)
5. Resiko Cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan (D.0136
hal.2
6. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d imanuritas (D.0040hal.294
7. Resiko Infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (D.0142hal.304)

23
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif b.d Pola Napas SLKI (L.01004 hal. 95) Manajemen jalan napas SIKI (I.01011 hal. 186)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
penurunaan energi/ kelelahan,
keperawatan selama 1x7 jam 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
keterbatasan pengembangan diharapkan pola napas efektif napas)
dengan kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,
otot (D.0005 hal. 26)
1. Dyspnea menurun skor 5 wheezing, ronkhi kering)
2. Penggunaan otot bantu napas 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
menurun skor 5 Terapeutik
3. Ortopnea menurun skor 5 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
4. Pernapasan pursed-lip menurun (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
skor 5 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
5. Pernapasan cuping hidung 3. Berikan minum hangat
menurun skor 5 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Frekuensi napas membaik skor 5 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Kedalaman napas membaik skor 5 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,

23
mukolitik, jika perlu.
2. Gangguan pertukaran gas Pola Napas SLKI (L.01004 hal. 95) Pemantauan Respirasi SIKI (I.010114 hal.247)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan
keperawatan selama 1x7 jam 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
perubahan membran alveolar- diharapkan oksigenasi atau elimasi 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
karbodioksida pada membran hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes
kapiler (D.0003 ha.22)
eveolus kafiler dalam batas normal 3. Moniitor kemampuan batuk efektif
dengan kriteria hasil: 4. Monitor adanya sputum
1. Dyspnea menurun skor 5 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
2. Penggunaan otot bantu napas 6. Palpasi kesimestrisan paru
menurun skor 5 7. Akultasi bunyi nafas
3. Pernapasan cuping hidung 8. Monitor saturasi oksigen
menurun skor 5 9. Monitor nilai AGD
4. Bunyi nafas tambahan menuurn 10. Monitor hasil x-ray toraks
5 Terapeutik
5. Pengliatan kabur menurun 1 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan
3. Gangguan perfusi jaringan Perfusi Perifer SLKI (L.02011 hal. Perawatan sirkulasi SIKI (I.02079 hal. 345)
84) Observasi
perifer b.d penurunan aliran
Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema,
keateri/vema (D.009 hal.37) keperawatan selama 1x7 jam pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-bracial index)
diharapkan perfeusi perifer efektif 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis.
dengan kriteria hasil: diabetes, perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar

24
4. Resiko Cedera berhubungan 1. Denyut nadi perifer meningkat kolesterol tinggi)
skor 5 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
dengan Hipoksia jaringan
2. Penyembuhan luka meningkat ekstermitas
(D.0136 hal.294) skor 5 Terapeutik
3. Warna kulit pucat menurun skor 3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di
5 area keterbatasan perfusi
4. Pengisian kapiler membaik skor 4. Hindari pengkuran tekanan darah pada ektremitas
5 dengan keterbatasan perfusi
5. Akral membaik skor 5 5. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada
Turgor kulit membaik skor 5 area yang cedera
6. Lakukan pencegahan infeksi
7. Lakukan perawatan kaki dan kuku
8. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mngecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
abtikoagulan, dan penurun kolesterol, Jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah
secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.
rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)

5. Hiportermi b.d belum Termoregulasi SLKI (L.14134) Manajemen nutrisi SIKI (I.14507 hal. 183)
Hal.129 Setelah di lakukan Observasi

25
terbentuknya lapisan lemak perawatan selama 1x7 jam 1. Monitor suhu tubuh
diharapkan masalah hipotermi klien 2. Indetifikasi penyebab hiportermia (mis, terpapar suhu
pada kulit (D.0140 hal 302)
teratasi, dengan kriteria: lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan
1. Akral dingin , menurun(1) hipotalamus, penurunan laju metabolisme, kekurangan
2. Kebiruan, menurun (1) lemak subkutan)
3. Energik, meningkat(5) 3. Monitor tanda dan gejala akibat hiportermia
Suhu tubuh meningkat (5) (Hiportermia ringan : takipnea, disatria, mengigil,
hipertensi, diuresis, hiportemia sedang : aritma,
hipoteensi, apatis, koagulopati, refleks menurun,
hiportemia berat : oliguria, refleks menghilang, edema
paru, asam basa abnormal )
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang hangat (mis atur suhu
rungan, inkubator)
2. Ganti pakaian atau linen klien yang basah
3. Lakukan penghatan pasif (mis selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
4. Lakukan penghatan aktif eksternl (mis kompres air
hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan
metode kanguru)
5. Lakukan penghatan akif internal (mis infus cairan
hangat, oksigen nasi hangat, lavase peritonetal
dengan cairan hangat)
6. Edukasi
1. Anjurkan makan dan minum hangat

6. Hiportermi b.d belum Eliminasi urine SLKI (L.04034 hal. Manajemen eliminasi urine SIKI (I.04152 hal. 175)
24) Observasi

26
terbentuknya lapisan lemak Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi urin atau
keperawatan selama 1x7 jam inkontenensia urin
pada kulit (D.0140 hal 302)
diharapkan eliminasi urin tidak 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
terganggu, dengan kriteria hasil: inkontenensia urin
1. Sensasi berkemih meningkat 3. Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi,
skor 5 aroma, volume, dan warna)
2. Distensi kandung kemih Terapeutik
menurun skor 5 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
3. Berkemih tidak tuntas menurun 2. Batasi asupan cairan, jika perlu
skor 5 3. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
Frekuensi BAK membaik skor 5 Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
3. Ajarkan mengambil specimen urin midstream
4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu tepat
untuk berkemih
5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
panggul/berkemihan
6. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
7. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi
7. Defisit nutrisi b.d Setelah diberikan asuhan Observasi :
keperawatan selama 3x7 jam 1. Identifikasi status nutrisi
Ketidakmampuan menghisap
diharapkan status menyusui 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
dan penurunan mobilitas usus membaik 3. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
Kriteria hasil : SLKI (L.03029 Hal. 4. Monitor berat badan
(D. 0019 hal. 56).
119) 5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

27
1. Perlekatan bayi pada payudara 6. Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan
ibu meningkat (5) dilakukan konseling menyusui
2. Tetesan/pancaran asi meningkat 7. Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama
(5) proses menyusui
3. Suplai ASI adekuat meningkat Terapeutik
(5) 1. Timbang berat badan
4. Puting tidak lecet setelah 2 2. Ukur antropometrik komposisi tubuj (mis. Indeks
minggu melahirkan meningkat massa tubuh, pengukuran pinggang dan ukuran
(5) lipatan kulit)
5. Kepercayaan diri ibu meningkat 3. Gunakan teknik mendengarkan aktif
(5) 4. Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar
5. Dukung Ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam
Tambah yg lain ttg nutrisinya menyusui
6. Libatkan sistem pendukung: suami, keluarga, tenaga
kesehatan dan masyarakat.
Edukasi
1. Ajarkan teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan
ibu
2. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
3. Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan perlekatan
(latch on) dengan benar
4. Ajarkan perawatan payudara antepartum dengan
mengkompres dengan kapas yang telah diberikan
minyak kelapa

8. Resiko Infeksi berhubungan Tingkat Infeksi SLKI (L.14137, Observasi


hal:139) - Monitor tanda-tanda dan gejala infeksi lokal dan
dengan defisiensi pertahanan
Setelah dilakukan tindakan sistemik

28
SDKI (D. 0142 hal. 304) keperawatan selama 1x7 jam Terapeutik
diharapkan derajat infeksi menurun -Batasi jumlah pengunjung
1. Demam menurn (5) -Berikan perawatan kulit pada daerah edema
2. Sianosis menurun (5) -Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
3. Kadar sel darah putih membaik Edukasi
(5) -Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4. Periode malaise menurun (5) -Ajarkan cara memeriksa luka
Periode menggigil menurun (5) -Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

29
d. Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan
pada langkah sebelumnya (intervensi).
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah
terakhir dari proses keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan
dalam rencana keperawatan.

Evidence Based Practice (EBP)


N
Hasil
o Judul Peneliti Tahun
1 Analisis Praktik Klinik Setyo, Palupi 2016 Hasil analisis menunjukan bahwa
Keperawatan pada Bayi Wahyuni, Tri adanya peningkatan pertukaran
Premature dengan Respiratory gas pada pasien yang terlihat
Distresssyndrome dengan pada kenaikan saturasi oksigen
Intervensi Inovasi Pengaturan dari sebelum dan sesudah posisi
Posisi Prone Terhadap prone serta klinis dari bayi yang
Peningkatan Pertukaran Gas di mulai membaik.
ruang NICU RSUD Taman
Husada Bontang Tahun 2016
2 Pengaruh Posisi Prone Pada Enan Sundari, 2021 Hasil yang didapatkan nilai
Balita Dengan Pneumonia Lenny Rosbi p value < 0,05 (0,000) yang
Terhadap Peningkatan Saturasi Rimbun artinya terdapat pengaruh yang
Oksigen di Ruang PICU signifikan antara saturasi oksigen
RSAB Harapan Kita Jakarta sebelum dilakukan posisi prone
dan setelah dilakukan posisi
prone pada anak dengan
pneumonia di Ruang PICU
RSAB Harapan Kita Jakarta Juni
2021. Berdasarkan hasil
penelitian diharapkan perawat
lebih mengoptimalkan perubahan
posisi (posisi prone) pada balita,
sebagai intervensi untuk
meningkatkan saturasi oksigen.
3 Analisis Praktik Klinik Setyo, 2016 Hasil analisis menunjukan bahwa
Keperawatan pada Bayi Palupi adanya peningkatan pertukaran
Premature dengan Respiratory Wahyuni, gas pada pasien yang terlihat
Distresssyndrome dengan Tri pada kenaikan saturasi oksigen
Intervensi Inovasi Pengaturan dari sebelum dan sesudah posisi
Posisi Prone Terhadap prone serta klinis dari bayi yang
Peningkatan Pertukaran Gas di mulai membaik.
ruang NICU RSUD Taman
Husada Bontang Tahun 2016

30
DAFTAR PUSTAKA

Syndrome (Jurnal). Lampung: Faculty Of Medicine Universitas Lampung.


Manuaba, C. 2012.Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri Ginekologi
Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Marmi, & Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryanti. 2015. Asuhan Neonatus & bayi. EGC, Jakarta
Pantiawati dkk.2012 .Asuhan Kebidanan 1.Jakarta:Nuha Medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Suminto, Silvia. 2017. Peranan Surfaktan Eksogen pada Tatalaksana Respiratory
Distress Syndrome Bayi Prematur (Jurnal). Jakarta: Fakultas Kedokteran
UNIKA Atma Jaya.
Evan. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien Respiratory Distress Syndrome (RDS),
diakses pada tanggal10 September 2011
http://www.ilmukeperawatanku.com/asuhan-keperawatan-pasien-
respiratory-distress-syndrome-rds.html>
Suminto, Silvia. "Peranan surfaktan eksogen pada tatalaksana respiratory distress
syndrome bayi prematur." Cermin Dunia Kedokteran 44.8 (2017): 568-
571.
PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan

31

Anda mungkin juga menyukai