Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

INSTRUMEN PENELITIAN

Oleh :

NAMA : ARDIANSYAH
NIM : PO7120319039

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang mana berkat limpahan


rahmat-Nya kami selaku penulis dapat menyusun makalah yang berjudul
“Instrumen Penelitian” ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
beserta keluarga dan sahabatnya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan


dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu
bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga
bantuan dari pihak yang telah mendukung kami mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan


baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.

Akhir kata semoga tugas ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Palu, 13 oktober 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penelitian dapat diartikan sebagai suatu proses penyelidikan secara


sistematis yang ditujukan pada penyediaan informasi untuk menyelesaikan
masalah. Sebagai suatu kegiatan sistematis penelitian harus dilakukan
dengan metode tertentu yang dikenal dengan istilah metode penelitian,yakni
suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu. Cara ilmiah ini harus didasari ciri-ciri keilmuan yaitu rasional,
empiris, dan sistematis. Dalam kegiatan penelitian, keberadaan instrumen
penelitian merupakan bagian yang sangat integral dan termasuk dalam
komponen metodologi penelitian karena instrumen penelitian merupakan
alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu
masalah yang sedang diteliti. Instrumen itu alat, sehingga instrumen
penelitian itu merupakan alat yang digunakan dalam penelusuran terhadap
gejala-gejala yang ada dalam suatu penelitian guna membuktikan kebenaran
atau menyanggah suatu hipotesahipotesa tertentu. Suatu intrumen yang baik
tentu harus memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Untuk memperoleh
instrumen yang baik tentu selain harus diujicobakan, dihitung validitas dan
realibiltasnya juga harus dibuat sesuai kaidahkaidah penyusunan instrumen.
Menyusun instrumen merupakan suatu proses dalam penyusunan alat
evaluasi karena dengan mengevaluasi kita akan memperoleh data tentang
objek yang diteliti. Oleh karena itu, menyusun instrumen merupakan
langkah penting dalam prosedur penelitian yang tak dapat dipisahkan antara
yang satu terhadap yang lainnya. Hal ini dilakukan karena untuk menjaga
kesinambungan data yang dikumpulkan dengan pokok permasalahan yang
dibuat dalam rangka pengujian terhadap hipotesa-hipotesa yang dibuat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis Instrumen Penelitian


Bentuk instrumen berkaitan dengan metode pengumpulan data,
misalnya metode wawancara yang instrumennya pedoman wawancara.
Metode angket atau kuesioner, instrumennya berupa angket atau
kuesioner. Metode tes, instrumennya adalah soal tes, tetapi metode
observasi, instrumennya bernama chek-list.
Menyusun instrumen pada dasarnya adalah menyusun alat
evaluasi, karena mengevaluasi adalah memperoleh data tentang sesuatu
yang diteliti, dan hasil yang diperoleh dapat diukur dengan
menggunakan standar yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.
Dalam hal ini terdapat dua macam alat evaluasi yang dapat
dikembangkan menjadi instrument penelitian, yaitu tes dan non-tes.
a. Bentuk Instrumen Tes
Tes dapat berupa serentetan pertanyaan, lembar kerja, atau
sejenisnya yang dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, bakat, dan kemampuan dari subjek penelitian. Lembar
instrumen berupa tes ini berisi soal-soal tes yang terdiri atas butir-
butir soal. Setiap butir soal mewakili satu jenis variabel yang diukur.
Berdasarkan sasaran dan objek yang diteliti, terdapat
beberapa macam tes, yaitu:
1. Tes kepribadian atau personality test, digunakan untuk
mengungkap kepribadian seseorang yang menyangkut konsep
pribadi, kreativitas, disiplin, kemampuan, bakat khusus, dan
sebagainya,
2. Tes bakat atau aptitude test, tes ini digunakan untuk mengetahui
bakat seseorang,
3. Tes inteligensi atau intelligence test, dilakukan untuk
memperkirakan tingkat intelektual
4. seseorang,
5. Tes sikap atau attitude test, digunakan untuk mengukur berbagai
sikap orang dalam
6. menghadapi suatu kondisi,
7. Tes minat atau measures of interest, ditujukan untuk menggali
minat seseorang terhadap sesuatu,
8. Tes prestasi atau achievement test, digunakan untuk mengetahui
pencapaian seseorang setelah ia mempelajari sesuatu.
Ada juga jenis tes yang sering digunakan sebagai alat pengukur,
yaitu:
1. Tes lisan, yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan secara
lisan tentang aspek- aspek yang ingin diketahui keadaannya dari
jawaban yang diberikan secara lisan pula
2. Tes tertulis, yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan
secara tertulis tentang aspek- aspek yang ingin diketahui
keadaannya dari jawaban yang diberikan secara tertulis pula. Tes
tertulis ini dibedakan dalam bentuk tes essay (essay test) dan tes
objektif.
Bentuk instrumen ini dapat dipergunakan salah satunya dalam
mengevaluasi kemampuan hasil belajar siswa, tentu dengan
memperhatikan aspek aspek mendasar seperti kemampuan dalam
pengetahuan, sikap serta keterampilan yang dimiliki baik setelah
menyelesaikan salah satu materi tertentu atau seluruh materi yang
telah disampaikan.
b. Bentuk Instrumen Non Tes
Instrument non tes adalah alat ukur untuk memperoleh informasi
hasil belajar non tes terutama digunakan untuk mengukur perubahan
tingkah laku yang berkenaan dengan ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotor terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat
dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik daripada apa yang akan
diketahui dan dipahaminya. Dengan kata lain alat pengukuran seperti
itu terutama berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati
daripada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat
diamati dengan indera.
1. Angket atau Kuisioner
Angket atau Kuesioner adalah metode pengumpulan data,
instrumennya disebut sesuai dengan nama metodenya. Bentuk
lembaran angket dapat berupa sejumlah pertanyaan tertulis,
tujuannya untuk memperoleh informasi dari responden tentang
apa yang ia alami dan ketahuinya.
Bentuk kuesioner yang dibuat sebagai instrumen sangat
beragam, seperti:

Kuesioner terbuka, responden bebas menjawab dengan


kalimatnya sendiri, bentuknya sama dengan kuesioner isian.
Contoh pertanyaan angket terbuka Les apa saja yang pernah
Anda ikuti yang menunjang kompetensi belajar Anda?
Tuliskan apa, di mana, dan berapa lama!

Jawab:

No Jenis Les Tempat Les Berapa Hari


.

1. ……………… ……………………… ………………


… …

2. ……………… ……………………… ………………


… …

3. ……………… ……………………… ………………


… …

4. dan seterusnya kira-kira 5-7 nomor


1) Kuesioner tertutup, responden tinggal memilih jawaban yang
telah disediakan, bentuknya sama dengan kuesioner pilihan
ganda
Contoh pertanyaan angket tertutup:
Pernahkan Anda memperoleh les (belajar tambahan) yang
menunjang kompetensi Anda? Jawab: a. Pernah ….b. Tidak
Jika pernah, les tentang apa saja? (dapat memberikan centang
lebih dari satu)
a) pelajaran IPA
b) pelajaran IPS
c) bahasa asing
d) matematika
e) minat dan bakat
2) Kuesioner langsung, responden menjawab pertanyaan seputar
dirinya
3) Kuesioner tidak langsung, responden menjawab pertanyaan
yang berhubungan dengan orang lain
4) Check list, yaitu daftar isian yang bersifat tertutup, responden
tinggal membubuhkan tanda check pada kolom jawaban yang
tersedia
Contoh:
Berikan tanda silang tepat pada kolom yang menunjukkan
kebiasaan Anda melakukan pekerjaan di rumah yang tertera di
bawah ini.

No Jenis kegiatan Dikerjakan Dikerjakan Dikerjakan


dirumah oleh anda bersama pembantu
1. Menyiapkan
sarapan
2. Membersihkan
rumah
3. Mencuci
pakaian sendiri
4. Mencuci sprei,
korden dan
seterusnya
5. Mencuci alat
alat makan dan
seterusnya

5) Skala bertingkat, jawaban responden dilengkapi dengan


pernyataan bertingkat, biasanya menunjukkan skala sikap yang
mencakup rentang dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju
terhadap pernyataannya.

Setelah bentuk kuesioner ditetapkan, langkah selanjutnya


adalah membuat pertanyaan dengan mempertimbangkan jumlah
pertanyaan agar tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, yang
penting disesuaikan dengan indikator yang ditetapkan. Kemudian
tidak menanyakan hal yang tidak perlu misalnya nomor telpon
responden yang jelas tidak akan di oleh dalam penelitian.

Dalam menata tampilan pada lembar kuesioner, perlu


diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan keindahan,
kemudahan mengisi, dan kemudahan memeriksa jawaban. Oleh
karena itu diperlukan kreativitas untuk membuat tampilan
kuesioner menjadi enak dibaca, seperti penggunaan garis-garis
dan kotak pada hal-hal yang dianggap penting, penggunaan
warna-warna dan hiasan, serta meletakkan kelompok pertanyaan
tentang identitas pengisi, pengantar, dan pertanyaan inti pada
tempat yang berbeda.

2. Bentuk Instrumen Interview


Suatu bentuk dialog yang dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara
(interviewer) dinamakan interview atau wawancara. Instrumennya
dinamakan pedoman wawancara atau inter view guide. Pada
dasarnya wawancara dapat dikelompokkam kedalam jenisnya
yaitu wawancara terstruktur dan wanwancara tidak terstruktur.
Wawancara Terstruktur merujuk pada situasi dimana
pewawancara mengajukan pertanyaan yang sudah ditetapkan
sebelumnya dengan kategori jawaban terbatas pada setiap
responden. Wawancara terstruktur kurang fleksibel dalam
pengajuan pertanyaan maupun jawaban sehingga diperlukan
beberapa pedoman dalam pelaksanaannya, diantaranya
pewanawancara harus memainkan peran yang netral dan
mengembangkan hubungan seimbang dalam arti bersikap tidak
formal dan akrab tetapi juga bersikap direktif dan impersonal.
Beberapa kesalahan dapat diakibatkan oleh perilaku responden,
tipe kuesioner dan teknik dalam mengajukan pertanyaan.
Wawancara Tidak Terstruktur merujuk pada situasi
dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada
terwawancara tanpa harus membawa lembar pedomannya. Syarat
wawancara seperti ini adalah pewawancara harus tetap mengingat
data yang harus terkumpul. Wawancara seperti ini lebih bersifat
informal. Pertanyaan yang diajukan mengenai pandangan hidup,
sikap, keyakinan subjek, atau tentang keterangan lainnya. Teknik
wawancara ini tidak dapat segera dipergunakan untuk pengukuran
mengingat responden mendapat kebebasan untuk menjawab
sesuka hatinya dan pertanyaan yang diajukan pewawancara dapat
menyimpang dari rencana semula. Namun, wawancara semacam
ini dapat membantu menciptakan dan menjelaskan dimensi-
dimensi yang ada di dalam topik yang sedang dipersoalkan.
Kekuatan wawancara terletak pada keterampilan seorang
pewawancara dalam melakukan tugasnya, ia harus membuat
suasana yang tenang, nyaman, dan bersahabat agar sumber data
dapat memberikan informasi yang jujur. Narasumber harus dibuat
terpancing untuk mengeluarkan informasi yang akurat tanpa
merasa diminta secara paksa, ibaratnya informasi keluar seperti
air mengalir dengan derasnya.
Tes ini sangat tepat dilakukan oleh peneliti yang ingin
mendapatkan informasi terkini terkait dengan berbagai kejadian,
seperti ketika seorang guru sekolah dasar ingin mendapatkan
gambaran menyeluruh tentang keinerja salah seorang guru di
sekolah tertentu, maka lakkukan dengan wawancara diantaranya
dengan kepala sekolah, dengan teman sejawat serta wawancara
dilakukan dengan sebagian siswa yang telah mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan guru terkait.
Pada bentuk instrument wawancara ini menurut Irawati
dalam Sedarmayanti dan Syarifudin (2011 : 85) memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dalam melakukan
pengumpulan data melalui wawancara antara lain :
1) Memperoleh data secara langsung dari responden
2) Memperoleh data secara lebih rinci
3) Pewawancara dapat membaca pesan non-verbal dari responden

Kekurangan dalam melakukan pengumpulan data melalui


wawancara antara lain :

1) Memerlukan waktu lama


2) Kerahasiaan data kurang terjamin
3) Dapat dipengaruhi oleh bias yang dilakukan oleh
pewanwancara
3. Bentuk Instrumen Observasi
Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai
pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan
seluruh indera untuk mendapatkan data. Jadi observasi merupakan
pengamatan langsung dengan menggunakan penglihatan,
penciuman, pendengaran, perabaan, atau kalau perlu dengan
pengecapan. Instrumen yang digunakan dalam observasi dapat
berupa pedoman pengamatan, tes, kuesioner, rekaman gambar,
dan rekaman suara.
Instrumen observasi yang berupa pedoman pengamatan,
biasa digunakan dalam observasi sistematis dimana si pelaku
observasi bekerja sesuai dengan pedoman yang telah dibuat.
Pedoman tersebut berisi daftar jenis kegiatan yang kemungkinan
terjadi atau kegiatan yang akan diamati. Sebagai contoh,
observasi yang dilakukan di sebuah sekolah, objek yang akan
diamati ditulis dalam pedoman tersebut secara berurutan dalam
sebuah kolom yang akan di tally, isi daftarnya adalah berbagai
peristiwa yang mungkin terjadi di sekolah tersebut seperti: kepala
sekolah memberi pengarahan kepada guru-guru, guru piket
mengisi materi pada kelas yang pengajarnya berhalangan hadir,
petugas administrasi mengisi buku induk siswa, penjaga sekolah
memelihara peralatan kebersihan sekolah, murid-murid
berseragam rapih, dan sebagainya. Bekerja dengan pedoman
pengamatan seperti ini dinamakan system tanda (sign system),
data yang didapatkan berupa gambaran singkat (snapshot)
mengenai situasi warga sekolah dalam suatu hari tertentu.
Ada lagi satu bentuk instrumen observasi yang dinamakan
kategori sistem, yaitu sistem pengamatan yang membatasi pada
sejumlah variabel. Hal yang diamati terbatas pada kejadian-
kejadian yang termasuk dalam kategori variabel, di luar itu, setiap
kejadian yang berlangsung tidak diamati atau diabaikan saja.
Contoh, pengamatan terhadap kinerja kepala sekolah, maka
kejadian yang diamati dan ditally adalah kepala sekolah datang ke
sekolah tepat waktu, kepala sekolah mengamati proses belajar
mengajar, kepala sekolah membuat rancangan program
peningkatan kualitas guru dan murid, dan sebagainya. Hasil
pengamatan menyimpulkan bahwa kepala sekolah tersebut
memiliki kinerja yang baik atau buruk.
Selain bentuk instrumen berupa pedoman pengamatan,
terdapat juga instrument observasi dalam bentuk tes yang
digunakan untuk mengamati aspek kejiwaan. Kemudian bentuk
kuesioner yang diberikan kepada responden untuk mengamati
aspek-aspek yang ingin diselidiki, dan rekaman gambar serta
rekaman suara yang digunakan sebagai penyimpan sumber data,
dimana sumber data dapat diamati lebih lama bahkan berulang-
ulang sesuai kebutuhan.
Observasi atau metode pengamatan mempunyai sifat dasar
naturalistic yang berlangsung dalam konteks natural (asli) dari
kejadian, pelakunya berpartisipasi secara wajar dalam interaksi,
dan observasi ini menelusuri aliran alamiah dari kehidupan sehari
hari. Dalam metode observasi yang sering menjadi persoalan
adalah adanya bagaimana karakter peneliti yang sangat berfariasi
sesuai dengan tingkatan dilingkungannya yang mempunyai
hubungan di antara peneliti dan subjeknya. Oleh karena itu
peneliti dapat memilih focus penelitihannya pada kelompok yang
sesuai dengan minat dan kemampuannya sehingga peneliti
menempatkan diri secara sadar pada suatu lokasi tertentu guna
mengamati perilaku subjek atau hal alami di sekitarnya. Peneliti
dapat menggunakan seluruh indranya dan menerapkan budaya
atau akal budinya untuk mengungkap apa yang sebenarnya ada
disubjek dan lokasi penelitian.
Dalam metode obserfasi memiliki 4 peran (Gold, 1958; Adler
dalam Denzin; 1994; dalam Sedarmayanti dan Syarifuddin :
2011 : 76) :
- Partisipan sebagai pengamat artinya keterangan yang
diperlukan oleh peneliti dapat diperoleh dari partisipan atau
subjek, subjek melakukan pengamatan sebagai mana pengamat
melakukan pengamatan.
- Pengamat sebagai partisipan artinya pengamat ikut berada
ditengah keberadaan subjek penelitian tetapi bukan merupakan
bagian dari subjek.
- Pengamat penuh, artinya peneliti hanya melakukan
pengamatan. Peran ini untuk mencari keseimbangan antara
keterlibatan dan keterpisahan, keakraban dan keterasingan,
kedekatan dan kesenjangan antara peneliti dengan yang diteliti.

4. Bentuk Instrumen Skala Bertingkat atau Rating Scale


Bentuk instrumen dengan skala bertingkat lebih
memudahkan peneliti untuk mengetahui pendapat responden lebih
mendalam tentang variabel yang diteliti. Rating atau skala
bertingkat adalah suatu ukuran subjektif yang dibuat berskala.
Yang harus diperhatikan dalam pembuatan rating scale adalah
kehati-hatian dalam membuat skala, agar pernyataan yang
diskalakan mudah diinterpretasi dan responden dapat memberikan
jawaban secara jujur. Untuk mengantisipasi ketidakjujuran
jawaban dari responden, maka perlu diwaspadai beberapa hal
yang mempengaruhinya. Menurut Bergman dan Siegel dalam
Suharsimi (2002) dalam Aedi (2010 : 7), faktor yang berpengaruh
terhadap ketidakjujuran jawaban responden adalah a)
persahabatan, (b) kecepatan menerka, (c) cepat memutuskan, (d)
jawaban kesan pertama, (e) penampilan instrumen, (f) prasangka,
(g) halo effects, (h) kesalahan pengambilan rata-rata, dan (i)
kemurahan hati.
5. Bentuk Instrumen Dokumentasi
Bentuk instrumen dokumentasi terdiri atas dua macam yaitu
pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau
kategori yang akan dicari datanya, dan check-list yang memuat
daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Perbedaan antara
kedua bentuk instrumen ini terletak pada intensitas gejala yang
diteliti. Pada pedoman dokumentasi, peneliti cukup menuliskan
tanda centang dalam kolom gejala, sedangkan pada check-list,
peneliti memberikan tally pada setiap pemunculan gejala. Apabila
terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal
membubuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai.
Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan
dalam daftar variabel peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.
Instrumen dokumentasi dikembangkan untuk penelitian
dengan menggunakan pendekatan analisis isi. Selain itu
digunakan juga dalam penelitian untuk mencari bukti-bukti
sejarah, landasan hukum, dan peraturan-peraturan yang pernah
berlaku. Subjek penelitiannya dapat berupa buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian,
bahkan benda-benda bersejarah seperti prasasti dan artefak.

B. Persyaratan Instrumen yang Baik


Menurut Punaji Setyosari (2012: 200), suatu penelitian akan
memberikan nilai tinggi apabila digarap dengan sistematis dan
cermat. Hasil atau data penelitian itu sangat tergantung pada jenis
alat (instrumen) pengumpul datanya. Kualitas data selanjutnya
menentukan kualitas penelitian itu sendiri. Oleh sebab itu, hal yang
perlu kita cermati adalah alat atau instrumen pengambil data
penelitian. Mutu hasil penelitian mudah diragukan karena alat atau
instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data kurang dapat
dipercaya. Oleh sebab itu, alat atau instrumen penelitian itu haruslah
memiliki tingkat kepercayaan dan sekaligus data itu memiliki tingkat
kesahihan. Hal-hal yang perlu diperhaikan dalam menyusun tes
berkaitan dengan masalah reliabilitas tes dan validitas tes.
a. Reliabilitas Instrumen
Menurut Sumadi Suryabrata (2008:60), reliabilitas instrumen
merujuk kepada konsistensi hasil perekaman data (pengukuran) jika
instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang sama
dalam waktu berlainan, atau jika instrumen itu digunakan oleh orang
atau kelompok orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau dalam
waktu yang berlainan.
Punaji Setyosari (2012 : 201) mengemukakan bahwa ada empat
cara yang biasa dipakai untuk menentukan suatu realiabilitas. Keempat
cara tersebut meliputi : 1) tes-retes (test-retest reliability); 2) format
berselang-seling (alternate-form reliability); 3) tes belah dua (split-half
reliability); dan 4) Kuder-Richardrson (Kuder-Richardson reliability).
1. Reliabilitas Tes Ulang (Tes-Retes)
Tes-retes ini adalah cara untuk mengukur realibilitas dengan
memberikan tes kepada orang yang sama dengan tes yang sama
pula lebih dari satu kali kesempatan kumudian hasil tes dari orang
yang sama dibandingkan dengan hasil tes yang diberikan
berikutnya. Hubungan hasil yang telah diperoleh dihitung melalui
rata-rata skor tes untuk menghasilkan koofisien korelasi. Koefisien
ini berfariasi mulai dari 0 (hubungan Nol) hingga 1 (hubungan
sempurna). Koefisien menunjukkan indikasi bahwa tes tersebut
mengukur stabilitas dan menggambarkan karakteristik pengambilan
tes bukannya variable dan sifat-sifat temporer. Reabilitas tes-retes
memberikan keuntungan yaitu hanya memerlukan 1 macam bentuk
tes. Kelemahannya, hasil tes ini dapat dipengaruhi oleh
pelaksanaan dan ingatan peserta tes.
2. Reliabilitas Tes Bentuk Selang Seling
Bentuk ini memerlukan 2 bentuk tes yang sepadan atau
parallel satu sama lain baik isi maupun cara kerjanya. Bentuk ini
ditentukan oleh pelaksanaan suatu tes pada orang yang sama dan
hasil hitungan korelasi antara skor yang dimiliki oleh setiap orang
pada kedua bentuk tersebut. Untuk memenuhi reliabilitas ini perlu
disediakan dua macam tes yang setara misalnya untuk mengukur
kemampuan kognitif maka dua jenis tes ini mengukur kemampuan
kognitif level pengetahuan. Sebagai contoh tes 1 berbunyi : ibu
kota provinsi Jawa Barat adalah …. (jawaban : Bandung) . Tes 2
berbunyi : Gedung sate terletak di ….. (jawaban : Bandung).
3. Reliabilitas Tes Belah Dua
Tes belah dua ini dilakukan dengan memilah butir tes
menjadi nomor butir tes ganjil dan nomor genap, dapat juga
dilakukan dengan memilih jumlah soal tes menjadi 2 bagian,
kemudian mengorelasikan skor-skor yang diperoleh. Tes belah dua
ini mensyaratkan jumlah tes yang banyaknya genap.
Langkah ini menghasilkan skor taksiran yang oleh Tuckman
disebut sebagai split-half reliability. Teknik ini memungkinkan
peneliti menentukan apakah separuh tes mengukur kualitas yang
sama atau karakteristik yang sama. Koefisien korelasi yang
diperoleh (r1) dan dimasukkan dalam formula Spearman-Brown
untuk menghitung keseluruhan reliabilitas tes (r2).

Keterangan :
r2 = reliabilitas terkoreksi

r1 = reliabilitas tak terkoreksi

n = jumlah bagian

4. Reabilitas Kuder-Richardson
Apabila butir-butir tes diberi skor a atau b (misalnya benar
atau salah) pada suatu tes dipakai satu karakteristik atau kualitas
dalam arti bahwa butir-butir tes tersebut semuanya mengukur
karakteristik atau kualitas yang sama dapat ditentukan dengan cara
menguji skor- skor butir teks secara individual bukan sebagian atau
seluruhnya, maka digunakan formula Kuder-Richardson. Rumus
Kuder-Richardson dikenal dengan K-R formula 21 yaitu :

rK – R21 = Koefisien
reliabilitas Kuder-
Richardson n = Jumlah
butir dalam tes
X = Skor rata-rata tes

s2 = Varian tes ( Ukuran Variabilitas )


5. Menguji Reliabilitas
Sebelum tes benar-benar dilaksanakan, perlu dilakuakn uji
reliabilitas tes. Tujuannya untuk memperoleh informasi apakah tes
tersebut memenuhi syarat reliabilitas atau tidak. Untuk mengujinya,
ada dua cara yaitu reliablitas internal dan reliabilitas eksternal.
Reliabilitas internal diuji dengan cara mengolah hasil tes
yang berbeda baik dari tes yang berbeda maupun tes yang sama.
Reliabilitas ini diperoleh melalui satu kali tes kemudian datanya
dianalisis dengan teknik, misalnya menggunakan rumus Spearman-
Brown, Flanagan, Rulon, K-R20 dan K-R21, dengan metode Hoyt
dan rumus Alpha.
Reliabilitas secara eksternal diperoleh dengan teknik parallel
dan teknik ulang. Teknik parallel dipakai dengan cara memberikan
dua pasang tes yang memiliki tingkat kesukaran yang sama kepada
sekolompok responden. Hasil kedua tes itu kemudian dikorelasikan.
Teknik ulang dipakai dengan cara memberikan tes kepada
sekelompok subjek kemudian hasilnya dicatat. Selang beberapa
waktu kemudian, tes itu diberikan lagi kepada sekelompok subjek
yang sama dan hasilnya dicatat. Hasil kedua tes itu kemudian
dikorelasikan.
b. Validitas Instrumen
Validitas instrumen didefinisikan sebagai sejauh mana instrumen
itu merekam atau mengukur apa yang dimaksudkan untuk direkam atau
diukur. Artinya, instrument itu dapat mengungkapkan data dari variable
yang dikaji secara tepat. Intrumen yang valid atau sahih memiliki
validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah.
Menurut Nunnaly, 1978 dalam Badrun (2009: 3) bahwa ada tiga
tipe validitas, yakni:
(1) validitas prediktif, (2) validitas isi, dan (3) validitas konstruk.
Validitas prediktif atau ada juga yang menyebut dengan validitas
kriteria merujuk pada hubungan antara skor-skor suatu instrument
pengukuran dengan suatu variable (criteria) luar yang mandiri dan
dipercaya dapat mengukur langsung tingkah laku atau cirri-ciri yang
akan diselidiki. Validitas ini menggunakan teknik impiris yaitu
didasarkan pada kondisi di lapangan atau hasil pengamatan.
Validitas isi suatu instrumen adalah sejauhmana butir-butir dalam
instrumen itu mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan
kawasan isi obyek yang hendak diukur (aspek representasi) dan sejauh
mana butir-butir itu mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur
(aspek relevansi). Validitas isi suatu instrumen ditentukan dengan cara
mencocokkan apakah butir-butir yang ada di instrumen itu sudah
mewakili komponen-komponen yang akan diukur atau belum. Untuk
menentukan validitas isi, peneliti harus telah membuat kerangka isi atau
kisi tes. Untuk menentukan validitas isi ini diperlukan adanya ahli
siding studi, ahli pengukuran dan pakar ayng memiliki keahlian relevan
dengan bidang kajian. Kajian secara cermat dan kritis dari para pakar
ini yang dijadikan landasan untuk menentukan validitas.
Validitas konstruk adalah validitas yang menunjukkan sejauhmana
instrumen mengungkap suatu trait atau konstruk teoritik yang hendak
diukurnya. Pengujian validitas konstruk merupakan proses yang terus
berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep yang akan diukur.
Untuk itu prosedur validasi konstruk diawali dari suatu identifikasi dan
batasan mengenai variabel yang hendak diukur dan dinyatakan dalam
bentuk konstruk logis berdasarkan teori mengenai variable tersebut.
Dari teori ini ditarik suatu konskuensi praktis mengenai hasil
pengukuran pada kondisi tertentu, dan konskuensi inilah yang akan
diuji. Apabila hasilnya sesuai dengan harapan maka instrumen itu
dianggap meiliki validitas konstruk yang baik.
Secara ringkas cara memvalidasi dan mengestimasi instrumen
dapat dilihat pada instrumen berikut.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menyusun instrumen pada dasarnya adalah menyusun alat evaluasi,
karena mengevaluasi adalah memperoleh data tentang sesuatu yang diteliti,
dan hasil yang diperoleh dapat diukur dengan menggunakan standar yang
telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Dalam hal ini terdapat dua
macam alat evaluasi yang dapat dikembangkan menjadi instrument
penelitian, yaitu tes dan non-tes.
Hasil atau data penelitian itu sangat tergantung pada jenis alat
(instrumen) pengumpul datanya. Kualitas data selanjutnya menentukan
kualitas penelitian itu sendiri. Oleh sebab itu, hal yang perlu kita cermati
adalah alat atau instrumen pengambil data penelitian. Mutu hasil penelitian
mudah diragukan karena alat atau instrumen yang dipakai untuk
mengumpulkan data kurang dapat dipercaya. Oleh sebab itu, alat atau
instrumen penelitian itu haruslah memiliki tingkat kepercayaan dan
sekaligus data itu memiliki tingkat kesahihan. Hal-hal yang perlu
diperhaikan dalam menyusun tes berkaitan dengan masalah reliabilitas tes
dan validitas tes.
DAFTAR PUSTAKA

Aedi, Nur. 2010. Bahan Belajar Mandiri Metode Penelitian Pendidikan.


Bandung : UPI. Badrun Kartowagiran. Penyusunan Instrumen Kerja
SMK-SBI. Makalah disampaikan dalamn Workshop Evaluasi Kinerja
SMK-SBI. P4TK Matematika Yogyakarta. 14 November 2009.
Sedarmayanti dan Syarifudin. 2011. Metodologi Penelitian. Bandung : CV.
Mandar Maju. Setyosari, Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan
Pengembangan. Jakarta :
Kencana

Anda mungkin juga menyukai