Kelompok 10
DI SUSUN OLEH :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Asma”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Sistem Pencernaan di STIK Muhammadiyah Pontianak.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
BAB II Pembahasan
2.1 Definisi 5
2.3 Etiologi dan Patofisiologi 5
2.4 Manifestasi Klinis 8
2.5 Penatalaksanaan Medis 9
2.6Pemeriksaan Diagnostik 10
2.7 Komplikasi 12
2.8Asuhan Keperawatan Asma 13
2.9Diagnosis Keperawatan 14
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan 18
3.2Saran 18
Daftar Pustaka 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat
inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.
Beberapa Faktor risiko untuk timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara
lain: riwayat keluarga, tingkat social ekonomi rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi
tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok.
Asma bronkial dikelompokkan menjadi dua subtype intrinsik dan ekstrinsik, namun
terminologi ini telah ditinggalkan dan saat ini dikenal sebagai asma bronkial atopi dan non
atopi berdasarkan adanya tes kulit yang positif terhadap alergen dan ditemukan adanya
peningkatan imunoglobulin (Ig) E dalam darah. Sekitar 80% penderita asma bronkial adalah
asma atopi dan telah dibuktikan bahwa bahwa tes kulit mempunyai korelasi yang baik dengan
parameter-parameter atopi.
1.2Rumusan Masalah
1.3Tujuan Penulisan
Agar Mahasiswa Mengetahui dan menjelaskan apa ituAsma , cara menanganinya dan
bagaimana Rencana keperawatannya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah
bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan
asma (Ngastiyah, 2005).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyimpitan jalan napas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan ( The
American Thoracis Society, 1962 ).
Asmaadalah penyakit yang menyebabkan otot-otot di sekitar saluran bronchial
(saluran udara) dalam paru-paru mengkerut, sekaligus lapisan saluran bronchial mengalami
peradangan dan bengkak (Espeland, 2008).
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa
bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2009).
Etiologi
Klasifikasi Asma berdasarkan etiologi di bagi menjadi 2 yaitu
1. Asma Bronkhial Tipe Atopik ( Ekstrinsik )
a. Hiperreaktivitas bronchus merupakan bronchus yang mudah sekali mengerut
( konstriksi ) bila terpapar dengan bahan/factor dengan kadar yang rendah
yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa misalnya
aleryen ( inhalan dan kontaktan), polusi,asap rokok, bau-bauan yang tajam,
dan lainnya baik yang berupa iritan maupun iritan.
Saat ini telah diketahui bahwa hiperrektivitas bronchus disebabkan oleh
inflamasi bronchus yang kronis. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil
ditemukan dalam jumlah besar pada cairan bilas yang kronis. Sel-sel inflamasi
5
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar pada cairan bilas bronchus
klien dengan asma bronchial sebagai bronchitis kronis eosinofilik.
Hiperreaktivitas berhubungan dengan beratnya derajat penyakit. Secara klinis,
adanya hiperreaktivitas bronchus dapat dibuktikan dengan dilakukan uji
provokasi yang menggunakan metakolin atau histamine.
b. Mukosa dan dinding bronchus pada klien dengan asma akan terjadi edama.
Terjadi infiltrasi pada sel radang terutama eosinofil dan terlepasnya sel silia
menyebabkan adanya getaran silia dan mucus di atasnya. Hal ini membuat
salah satu daya pertahanan saluran pernapasan menjadi tidak berfungsi lagi.
Pada kilen dengan asma bronchial juga ditemukan adanya penyumbatan
saluran pernapasan oleh mucus terutama pada cabang-cabang bronchus.
c. Akibat dari bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronchus, serta
hipersekresi mucus menyebabkan terjadinya penyempitan pada bronchus dan
percabangannya, sehingga akan menimbulkan rasa sesak, napas berbunyi
( wheezing), dan bantu yang produktif.
d. Adanya stressor baik fisik maupun psikologis.
Akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang aksis HPA.
Aksis HPA yang terangsang akan meningkatkan adenocorticotropic hormone (
ACTH ) dan kadar kortisol dalam darah. Penigkatan kortisol dalam darah akan
menyupresi imunoglobin A ( IgA ). Penurunan Ig A menyebabkan
kemampuan untuk melisiskan sel radang menurun, reaksi tersebut direspos
oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronchus sehingga
menimbulkan asma bronchial.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut, pada saat ini penyakit asma secara klinis dianggap
sebagai penyaki bronkhospasme yang reversible. Secara patofisiologi, asma juga dianggap
sebagai suatu hiperreaksi bronchus dan secara patologi sebagai suatu peradangan saluran
pernapasan.
2. Asma Bronkhial Tipe Non-Atoik ( Intrinsik )
Asma nonalergenik ( Asma Intrinsik ) terjadi bukan karena penapasan alergen tetapi
terjadi akibat beberapa factor pencetus seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas,
olahraga atau kegiatan jasmani yang berat dan, tekanan jiwa atau stress psikologis.
Faktor Pencetus Serangan Asma Bronkhil
Factor-faktor yang menimbulkan serangan asma bronchial atau sering disebut dengan
factor pencetus adalah :
6
1. Alergen
Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dinamakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu rumah,tengau debu rumah (Dermatophagoides
pteronissynus), spora jamur,bulu kucing,bulu binatang,beberapa makanan laut,dan
sebagainya.
2. Infeksi saluran pernafasan
Inspeksi saluran pernafasan disebabkan oleh virus. Virus Influenza merupakan salah
satu factor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronchial.
Diperkirakan,dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbuklan oleh
infeksi saluran pernafasan (Sundaru,1991)
3. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma,karena banyak orang yang
mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronchial, factor ini
berperan mencetus serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadian.
Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus,1994)
4. Olahraga/ kegiatan jasmani yang berat
Sebagai penderita asma bronchial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan
olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah duan
jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma, Serangan asma kerena
kegiatan jasmani (exercise induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas
fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitive atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin,salisilat,beta blocker,kodien, dan sebagainya.
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabri/kendaraan,asap
rokok,asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau
yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan pencetus yang menyumbang 2-15% klien
dengan asma bronchial (sundaru,1991).
7
2.1 PATOFISOLOGI
8
menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai
beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang
ada yang fatal, kadan terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut
“Status Asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup( Smeltzer & Bare,2002).
a) Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma, (Karnen
B;1998).
d) Laboratorium.
(1) Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat
hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen B.;1998).
(2) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel –
sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa
antibiotik,(Arjadiono T.;1995).
9
(3) Sel eosinofil
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat
hipoksia atau hiperkapnea,(Arjadiono T.;1995).
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya
proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain, (Karnen B.;1998).
f) Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini
karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung
kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asthma.
10
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
11
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
2.5 KOMPLIKASI
Berbagai kompikasi menurut Mansjoer ( 2008 ) yang mungkin timbul adalah :
1. Pheumothoraks
Phemothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila
terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru
yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastimum.
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh
trauam fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada.
3. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
4. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
asangat dangkal.
5. Gagal Napas
Gagal napas dapat terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dari saluran
pernapasan di paru-paru yang kecil ( bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
12
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lender ( dahak ). Akibatnya penderita
merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lender yang
berlebihan,atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit
oleh adanya lendir.
BAB III
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data.
2) Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada
penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan
implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan
pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat
menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan
emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor
pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk
mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji
tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis. (Antony
C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).
13
pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan
darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
6) Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan
sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat
berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan
hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan
seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).
14
nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas
yang dialami klien, (Hudak dan Gallo;1997)
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna
bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam
melaksanakannya.
15
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi
konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami
klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun
akan semakin tinggi.
8) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir
lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,
ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut
16
di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994, Laura A.
Talbot; 1995).
c) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat
trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun
hilang kesadaran.(Laura A.Talbot;1995).
d) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres
yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot
; 1995)).
e) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan
fungsi olfaktori (Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995)
g) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid
serta penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).
h) Thorak
(1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.(Karnen
B.;1994, Laura A.T.;1995).
17
(2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus
(Laura A.T.;1995).
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah. (Laura A.T.;1995).
(4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan
Wheezing. (Karnen B .;1994).
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas
dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang
meningkat serta adanya pulsus paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A.
T.;1995).
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi
karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta
adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak dan Gallo;1997, Laura
A.T.;1995).
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi
pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma,(Laura
A.T.;1995).
9. Analisa data
18
menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa
adalah pernyataan masalah keperawatan.
10 . Diagnosa Keperawatan .
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan
atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan
untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada
pada tanggung jawabnya, (Lismidar ; 1992).
2.9 DiagnosaKeperawatan
1. Ketidakefektifanbersihanjalannapas yang
berhubungandenganadanyabronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema
mukosadandindingbronkus, sertasekresi mucus yang kental.
2. Resikotinggiketidakefektifanpolanapas yang
berhubungandenganpeningkatankerjapernapasan, hipoksemiadanancamangagalnapas.
3. Gangguanpertukaran gas yang berhubungandenganserangansamamenetap
4. Gangguanpemenuhannutrisi: kurangdarikebutuhantubuh yang
berhubungandenganpenurunannafsumakan,
5. Gangguan ADL yang berhubungandengankelemahanfisikumum, keletihan.
6. Cemas yang berhubungandenganadanyaancamankematian yang dibayangkan
(ketidakmampuanuntukbernapas )
7. Kurangnyapengetahuan yang berhubungandenganinformasi yang
tidakadekuatmengenai proses penyakitdanpengobatan.
19
RencanaIntervensi
BAB III
20
Penutup
3.1Kesimpulan
Asma adalah suatu gangguan pada saluran Bronkial yang mempunyai cirri-ciri
Bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakeo bronchial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh factor Beberapa
Faktor risiko untuk timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara lain: riwayat
keluarga, tingkat social ekonomi rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi tempat
tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca, mahasiswa dan calon perawat dapat
memahami tentang makalah Asuhan Keperawatan Asma. Karena didalam Keperawatan
Asma sangat berguna untuk mengetahui pengertian,etiologi,patologi,manifestasi
klinis,pengobatan,komplikasi, dan rencana keperawatan dalam melakukan pengkajian
Asuhan Keperawatan.
DAFTAR PUSAKA
21
Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Salemba Medika: Jakarta
Images ( www.google.com )Di Askek Pada Tanggal 22 October 2014 Jam 17.25 Wib
Kee, Jocye L. dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses
Keperawatan.Jakarta : EGC.
Hudak,C.M dan B.M.Gallo.1997.Keperawatan Kiritis : Pendekatan Holistik. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Ignatavicius, Donna D. Dan Marylin V. Bayne. 1991. Medical Surgical Nursing: A Nursing
Process Approach. Vol. 2. Philadelphia: B Saunders W. Company.
Smeltzer, S.C dan B.G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan AsmaBronkial. CV
Infomedika Jakarta.
22