Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH KEGANASAN ORGAN-ORGAN REPRODUKSI

(KANKER SERVIKS, KANKER ENDOMETRIUM,OVARIUM)

DISUSUN OLEH :

Imanuel rato nono 2120001


Olivia vilomena siwi 2120002
Moh akram luku 2120006
Maria o.nona altriks 2119010
Ursula angelista 2119011

PRODI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH

TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha


Esa atas berkat dan limpaha rahmatNya sehingga kami dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul Makalah
Keganasan Organ-Organ Reproduksi ( Kanker Serviks,
Kanker Endometrium, Ovarium )

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat


tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai
pihak tantangan itu bisa teratasi dan penyusun boleh menyelesaikan
makalah dengan tepat waktu. Olehnya itu, kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan baik sistematika penulisan maupun isi dari
makalah. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam penyusunan
makalah selanjutnya kami boleh memperbaiki kesalahan
sebelumnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat


kepada kita sekalian terutama bagi mahasiswa (i) STIK GIA
MAKASSAR
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ca mamae sering ditemukan diseluruh dunia dengan
insidens relative tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan. Dari
600.000 kasus ca mamae baru yang didiagnosis setiap
tahunnya sebanyak 350.000 diantaranya ditemukan di Negara
maju, sedangkan 250.000 di Negara yang sedang berkembang
(Moningkey, 2000). Ca mamae merupakan jenis kanker yang
mayoritas terjadi pada wanita, dengan perbandingan laki-laki
dan wanita 1:100. Di Amerika lebih dari 212.000 wanita
didiagnosis kanker payudara setiap tahun, dan sekitar 41.000
dari kasus tersebut meninggal setiap tahunnya (Lemon&Burke,
2008).
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diterbitkan
pada 2007 menyebutkan bahwa sebanyak 7,6 juta jiwa
meninggal pada tahun 2005 akibat kanker dan 84 juta lainnya
akan meninggal dalam jangka waktu 10 tahun ke depan.
Menurut WHO, setiap tahun jumlah penderita ca mamae
bertambah sekitar 7 juta. Survey terakhir di dunia
menunjukkan setiap 3 menit ditemukan penderita kanker
payudara dan setiap 11 menit ditemukan seorang perempuan
meninggal akibat ca mamae.
Insiden ca mamae relative cukup tinggi, menempati urutan
kedua setelah keganasan mulut Rahim dalam deretan 10
keganasan terbanyak di Indonesia, rata-rata penderita kanker
payudara adalah 10 jiwa dari 100.000 perempuan, dan terdapat
kesan terjadi peningkatan insiden sebagai refleksi perubahan
pola hidup dan makanan masyarakat Indonesia. Jumlah
penderita kanker payudara tertinggi ada di DKI Jakarta
berjumlah 1200 lebih, disusul Jawa Tengah dan provinsi-
provinsi lain di pulau Jawa. (Depkes RI, 2007)
Umur penderita kanker payudara yang termuda adalah 20-
29 tahun, yang tertua 80-89 tahun, dan terbanyak berumur 40-
49 tahun, yaitu 130 kasus (Prawirohardjo, 2008).
Secara epidemiologi, orang melihat tendensi penyakit ini
familial, artinya seorang wanita dengan ibu penderita kanker
payudara mempunyai kemungkinan lebih banyak mendapat
kanker payudara daripada wanita-wanita dari ibu yang tidak
menderita penyakit tersebut. Wanita yang infertil juga lebih
tinggi kemungkinan mendapat kanker payudara  daripada
wanita yang fertil (Prawirohardjo, 2008).
Berdasarkan data di atas, maka makalah ini akan
membahas mengenai kanker payudara dimulai dari definisi
hingga pemeriksaan dini kanker payudara.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1) Apa definisi kanker payudara?
2) Bagaimana etiologi kanker payudara?
3) Bagaimana tanda dan gejala kanker payudara?
4) Bagaimana pencegahan kanker payudara?
5) Bagaimana pemeriksaan dini kanker payudara?

3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan
yang hendak dicapai, yaitu mahasiswa dapat mengetahui:
1) Definisi kanker payudara.
2) Etiologi kanker payudara.
3) Tanda dan gejala kanker payudara.
4) Pencegahan kanker payudara.
5) Pemeriksaan dini kanker payudara.
6) Devenisi ca serviks
7) Etelogi ca serviks
8) Tanda dan gejala ca serviks
9) Pemeriksaan penujang ca serviks
Penatalaksanaan ca serviks
10) Eteologi endometrium
11) Faktor resiko endometrium
12) Manifestasi klinis endometrium
13) Klasifikasi histopatologi endomatrium
14) Klasifikasi stadium endomatrium
15) Diagnosis endomatrium
16) Penatalaksanaan endomatrium
17) Defenisi kanker ovarium
18) Epidemiologi
19) Klasifikasi
20) Etiologi
21) Manifistasi klinis
22) Patofisiologi
23) Phatway
24) Komplikasi
25) Pemeriksaan diagnostik
26) Penatalaksanaan
27) Diagnosa keperawatan yang dapat muncul
28) Kekerasan terhadap perempuan
29) Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan
30) Faktor-faktor yang mendorong terjadinya tindakan
kekerasan dalam rumah tangga
31) Dampak kekerasan terhadap kesehatan reproduksi
32) Isu tentang kekerasan dalam rumah tangga
33) Implikasi keperawatan yang dapat di berikan untuk
menolong kaum perempuan dari tidak kekerasan dalam rumah
angga

4. Manfaat
Sebagai bahan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan menambah wawasan mengenai kanker payudara reproduksi
kanker serviks, kanker endometrium, ovarium dan kekerasan
terhadap perempuan
BAB II
KONSEP DASAR

1. Pengertian

Kanker  adalah suatu kondisi ketika sel telah kehilangan


pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga menjadi
pertumbuhannya tidak normal. Kanker payudara (Carcinoma
Mammae) ini merupakan salah satu jenis tumor ganas yang
telah tumbuh dalam jaringan payudara. Kanker bisa mulai
tumbuh di kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak,
maupun jaringan ikat pada payudara (Smart, 2010).
Menurut Ramli (1994) Kanker payudara adalah neoplasma
ganas, suatu pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang
tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltratif dan
destruktif, serta dapat bermetastase. Tumor ini tumbuh
progresif, dan relatif cepat membesar. Pada stadium awal tidak
terdapat keluhan sama sekali, hanya berupa fibroadenoma atau
fibrokistik yang kecil saja, bentuk tidak teratur, batas tidak
tegas, permukaan tidak rata, dan konsistensi padat dan keras
(Ramli,1994).

2. Etiologi

Tidak ada satupun penyebab spesifik dari kanker payudara;


sebaliknya serangkaian faktor genetik, hormonal, dan,
kemungkinan kejadian lingkungan dapat menunjang terjadinya
kanker payudara. Meskipun belum ada penyebab spesifik
kanker payudara yang diketahui, para peneliti telah
mengidentifikasikan sekelompok faktor risiko. Hal yang harus
selalu diingat adalah, bahwa hampir 60% wanita yang
didiagnosa kanker payudara tidak mempunyai faktor risiko yang
teridentifikasi kecuali hanya lingkungan hormonal mereka.
Dengan demikian, semua wanita dianggap berisiko untuk
mengalami kanker payudara selama masa kehidupan mereka.
Faktor-faktor risiko kanker payudara mencakup : (Brunner &
Suddarth, 2002)

a. Genetik. Riwayat pribadi tentang kanker payudara. Risiko


mengalami kanker payudara pada payudara sebelahnya
meningkat hampir 1% setiap tahun.
b. Kelamin. Hanya 1% angka kejadian kanker payudara pada laki-
laki
c. Menarke dini. Risiko kanker payudara meningkat pada wanita
yang mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun.
d. Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama.
Wanita yang mempunyai anak pertama setelah usia 30 tahun
mempunyai risiko dua kali lipat untuk mengalami kanker
payudara dibanding dengan wanita yang mempunyai anak
pertama mereka pada usia sebelum 20 tahun.
e. Menopause pada usia lanjut. Menopause setelah usia 50 tahun
meningkatkan risiko untuk mengalami kanker payudara.
f. Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan
sebelum usia 30 tahun berisiko hampir dua kali lipat.
g. Trauma. Penggunaan BH yang terbuat dari bahan kawat, akibat
terjadi benturan dari bahan tumpul, penggunaan zat
karsinogenik
h. Obesitas. Risiko terendah diantara wanita pascamenopause.
Bagaimanapun, wanita gemuk yang didiagnosa penyakit ini
mempunyai angka kematian lebih tinggi, yang paling sering
berhubungan dengan diagnosis yang lambat.
i. Mangonsumsi alkohol. Sedikit peningkatan risiko ditemukan
pada wanita yang mengkonsumsi alkohol bahkan hanya dengan
sekali minum dalam sehari. Risikonya dua kali lipat di antara
wanita yang minum alkohol tiga kali sehari. Beberapa temuan
riset menunjukkan bahwa wanita muda yang minum alkohol
lebih rentan untuk mengalami kanker payudara pada tahun-
tahun terakhirnya

3. Manifestasi Klinis
Kanker payudara dapat terjadi di bagian mana saja dalam
payudara, tetapi mayoritas terjadi pada kuadran atas. Kanker
payudara umum terjadi pada payudara sebelah kiri. Umumnya,
lesi tidak terasa nyeri, terfiksasi dan keras dengan batas tidak
teratur. Keluhan nyeri yang menyebar pada payudara dan nyeri
tekan yang terjadi saat menstruasi biasanya berhubungan
dengan penyakit payudara jinak. Namun, nyeri yang jelas pada
bagian yang ditunjuk dapat berhubungan dengan kanker
payudara pada kasus yang lebih lanjut (Brunner & Suddarth,
2002).
Sedangkan menurut Smart (2010) untuk mendeteksi gejala
dan tanda-tanda kanker payudara, dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain :
 Terdapat sebuah benjolan yang biasanya diarasakan berbeda
dari jaringan yang ada pada payudara dan sekitarnya. Benjolan
ini tidak menimbulkan rasa nyeri dan biasanya juga memiliki
bentuk pinggiran yang tidak teratur.
 Pada penderita kanker payudara yang masih pada tahap awal,
benjolan yang ada bisa digerakan dan juga dapat didorong
dengan jari tangan. Namun, pada stadium lanjut, biasanya
melekat pada dinding dada atau pada kulit sekitarnya. Untuk
stadium lanjut ini, benjolan yang ada bisa membengkak dan
juga terdapat borok pada kulit.
 Gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah adanya
benjolan atau massa di ketiak penderita, perubahan bentuk dan
ukuran penderita, serta keluarnya cairan yang abnormal dari
puting susu (berdarah, atau berwarna kuning, hijau atau
mungkin bernanah).
 Perubahan pada tekstur dan warna pada kulit di sekitar
payudara.
 Payudara tampak berwarna kemerahan.
 Kulit disekitar payudara bersisik.
 Puting susu tertarik kedalam dan terasa gatal.
 Nyeri pada payudara atau pembengkakkan pada salah satu
payudara.
 Pada stadium lanjut, bisa timbul nyeri pada tulang, penderita
mengalami penurunan berat badan, dan pembengkakkan
lengan, ulsurasi kulit.

4. Komplikasi
Menurut Carpenito (1999) dalam R. Sjamsuhidayat (2004).
Komplikasi kanker payudara:
1. Gangguan neuromuscular
2. Metastasis otak, paru, hati, vertebra, iga
3. Fibrosis payudara
4. Kematian

5. Pengobatan
Menurut Smart (2010) penanganan dan pengobatan kanker
payudara tergantung pada tipe dan stadium dari kanker
tersebut. Umumnya, seseorang akan diketahui jika dirinya telah
terkena kanker payudara setelah menginjak stadium lanjut dan
sudah cukup parah. Ada beberapa cara untuk mengatasi dan
mengobati diri dari kanker payudara, antara lain :

1) Pemeriksaan Mamograf
Pemeriksaan mamograf adalah suatu pemeriksaan payudara
dengan menggunakan alat rongten dan merupakan suatu cara
pemeriksaan yang sederhana, tidak sakit, dan hanya
memerlukan waktu sekitar 5-10 menit saja. Saat yang
dianjurkan untuk melakukan tes mamograf ini adalah saat
sesudah anda mengalami menstruasi, yaitu sekitar seminggu
setelah anda mengalami menstruasi. Wanita yang wajib
melakukan tes mamograf adalah :
a. Wanita yang telah berumur lebih dari 50 tahun.
b. Wanita yang ibu atau saudara perempuanya pernah menderita
kanker payudara.
c. Wanita yang pernah menjalani pengangkatan pada salah satu
payudaranya. Wanita yang dalam golongan ini harus berada
dalam pengawasan yang ketat dari dokter.
d. Wanita yang belum pernah mengalami anak. Ternyata, pada
golongan ini sering dijuimpai serangan kanker payudara.

2) Pemeriksaan Mamograf
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengobati atau
menangani kanker payudara ini adalah dengan melakukan
operasi kecil untuk mengambil contoh jaringan (biopsi) dari
benjolan tersebut. Jaringan tersebut kemudian akan diperiksa
melalui mikroskop di laboratorium patologi anatomi. Bila sudah
diketahui dan dipastikan bahwa benjolan tersebut adalah
kanker payudara, payudara anda harus diangkat seluruhnya
untuk menghindari penyebaran kebagian tubuh yang lain.
Istilah lain dari ini adalah Lumpectomy atau pengangkatan
benjolan. Biasanya, pengangkatan ini disertai dengan sedikit
(sangat minimal) jaringan yang sehat. Dengan cara ini,
diharapkan jaringan yang tersisa dan masih sehat akan dapat
membentuk kembali payudara secara alami.

3) Masektomi Radikal
Masektomi radikal adalah operasi pengangkatan seluruh
payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka
dan tulang iga, serta benjolan yang berada pada sekitar ketiak.
Pengangkatan ini dilakukan pada sebagian atau seluruh
payudara, termasuk otot dada dibawah payudara untuk
mencegah penyebaran kanker payudara ini agar tidak menjalar
ke organ yang lainnya.

4) Kemoterapi
Kemoterapi adalah suatu terapi yang diberikan dengan obat-
obatan tertentu yang sangat kuat efeknya (antikanker).terapi ini
bisa diberikan melalui mulut atau berupa suntikan pada
pembuluh darah. Pengobatan ini harus diberikan secara
berulang-ulang dengan siklus yang berlangsung antara tiga
sampai enam bulan. Sistem ini diharapkan mencapai target
pada pengobatan kanker yang kemungkinan telah menyebar ke
tubuh lainnya. Dampak kemoterapi ini pasien akan mengalami
mual dan muntah serta akan mengalami kerontokan pada
rambut karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat
kemoterapi.

5) Terapi Hormon
Terapi hormon, juga bisa disebut dengan “theraphy anti-
estrogen” adalah suatu sistem yang fungsinya memblok
kemampuan hormon estrogen dalam menstimulus
perkembangan kanker payudara. Metode ini juga berfungsi
untuk menghambat laju perkembangan sel kanker pada
payudara.

6) Terapi Radiasi (penyinaran atau radiasi)


Terapi radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang
terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma.
Pengobatan ini biasanya diberikan kepada pasien bersamaan
dengan lumpectomy dan masektomi. Fungsi terapi ini adalah
untuk menghancurkan sel-sel kanker agar tidak merambat ke
bagian tubuh yang tidak terinfeksi. Proses penyinaran atau
radioterapi memiliki efek yang tidak baik untuk tubuh, seperti
nafsu makan yang berkurang, badan menjadi lemah, warna
sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit
cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi.
7) Pengobatan Herciptin
Pengobatan ini adalah terapi biologis yang dikenal efektif
melawan HR2-positif pada wanita yang mengalami kanker
payudara stadium II, III, dan IV dengan penyebarannya.

8) Masektomi total
Masektomi total adalah operasi dengan mengangkat seluruh
payudara saja dan bukan kelenjar ketiak.

6. Cara pencegahan kanker payudara


Beberapa cara pencegahan kanker payudara:
 Berolahraga
Berjalan kaki 30 menit, lima kali seminggu dapat menurunkan
risiko kanker payudara hingga 18 persen menurut studi (yang
melibatkan 74 ribu wanita berumur 50 sampai 79 tahun)
 Menjaga berat badan
Semakin banyak kenaikan berat badan sejak wanita berumur
18 tahun, semakin besar risiko mengidap kanker payudara di
masa menopause. Mereka yang bertambah berat badan sampai
30 kilogram meningkatkan risikonya dua kali lipat. Kelebihan
berat badan tampaknya meningkatkan estrogen, yang
mendukung pembentukan kanker. American Cancer Society
pernah melakukan studi yang melibatkan 62 ribu wanita. Para
peneliti menemukan bahwa semakin banyak kenaikan berat
badan sejak wanita berumur 18 tahun, semakin besar risiko
mengidap kanker payudara di masa menopause. Mereka yang
bertambah berat badan sampai 30 kilogram meningkatkan
risikonya dua kali lipat. Kelebihan berat badan tampaknya
meningkatkan estrogen, yang mendukung pembentukan
kanker.
 Banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan
Pigmen karotenoid yang terdapat pada buah dan sayuran
dipercaya melindungi kanker payudara. Para peneliti
Universitas New York membandingkan sampel darah 270 wanita
penderita kanker payudara dengan sampel darah 270 wanita
sehat. Wanita yang memiliki karotenoid terendah memiliki risiko
dua kali lebih tinggi terkena kanker payudara dibandingkan
yang berkarotenoid tertinggi. Usahakan selalu menyertakan
sayur dan buah-buahan dalam menu harian Anda, terutama
wortel, tomat, semangka dan bayam.
 Banyak mengkonsumsi kedelai
Kedelai mengandung fitoestrogen yang mencegah kanker
payudara dengan membatasi efek karsinogenik dari estrogen.
Meminum segelas susu kedelai atau tiga potong tahu/tempe
setiap hari dapat melindungi Anda dari kanker payudara.
 Tidak merokok
Semakin muda wanita merokok, semakin besar peluangnya
terkena kanker payudara sebelum menopause. California
Environmental Protection Agency melaporkan bahwa merokok
pasif, terutama di kalangan wanita muda, adalah salah satu
penyebab kanker payudara. Bagi para suami atau ayah,
berhentilah merokok agar istri atau anak perempuan Anda tidak
terkena kanker payudara.

7. Pemeriksaan SADARI
Menurut Brunner & Suddarth (2002) pencegahan kanker
payudara dapat dilakukan dengan sadari :
1. Langkah I
 Berdirilah didepan cermin.
 Periksa payudara terhadap segala sesuatu yang tidak lazim.
 Perhatikan adanya rabas dari puting susu, keriput, dimpling,
atau kulit mengelupas.
 Dua tahap berikut ini dilakukan untuk memeriksa segala
perubahan dalam kontur payudara anda. Ketika anda
melakukannya, anda harus mampu untuk merasakan otot-otot
anda yang menegang.

2. Langkah II
 Perhatikan dengan baik di depan cermin ketika anda melipat
tangan anda di belakang kepala anda menekan dan tangan
anda kearah depan.
 Perhatikan setiap perubahan kontur dari payudara anda.

3. Langkah III
 Selanjutnya tekan tangan anda dengan kuat pada pinggang
anda dan agak membungkuk kearah cermin sambil menarik
bahu anda dan siku anda kearah depan.
 Perhatikan setiap perubahan kontur payudara anda.
 Beberapa wanita melakukan bagian pemeriksaan berikut ketika
sedang mandi dengan shower. Jari-jari anda akan meluncur
dengan mudah diatas kulit yang bersabun, sehingga anda dapat
berkonsentrasi dan merasakan terhadap setiap perubahan di
dalam payudara.
4. Langkah IV
 Angkat lengan kiri anda.
 Gunakan 3 atau 4 jari tangan kanan anda untuk meraba
payudara kiri anda dengan kuat, hati-hati dan menyeluruh.
 Mulailah pada tepi terluar, tekan bagian datar dari jari tangan
anda dalam lingkaran kecil,  bergerak melingkar dengan lambat
sekitar payudara.
 Secara bertahap lakukan ke arah puting susu.
 Pastikan untuk melakukannya pada seluruh payudara.
 Beri perhatihan khusus pada area diantara payudara dan
dibawah lengan, termasuk bagian bawah lengan itu sendiri.
 Rasakan adanya benjolan atau masa yang tidak lazim dibawah
kulit.
5. Langkah V
 Dengan perlahan remas puting susu dan perhatikan terhadap
adanya rabas.
 Jika anda mengeluarkan rabas dari puting susu selama sebulan
yang terjadi ketika anda sedang atau tidak melakukan
SADARI  temuilah dokter anda.
 Ulangi pemeriksaan pada payudara kanan anda.

6. Langkah VI
 Langkah 4 dan 5 harus diulangi dengan posisi berbaring.
 Berbaringlah mendatar telentang dengan tangan kiri anda
dibawah kepala anda dan sebuah batal atau handuk yang
dilipat dibawah bahu kiri anda (posisi ini akan mendatarkan
payudara anda dan memudahkan anda untuk memeriksanya).
 Gunakan gerakan sirkuler yang sama seperti yang diuraikan
diatas.
 Ulangi pada payudara kanan anda.
A. Definisi Serviks
Kanker leher rahim atau yang dikenal dengan kanker servik
yaitu keganasan yang terjadi pada serviks (leher rahim) yang
merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke
puncak liang senggama atau vagina (Depkes RI,2009).
Karsinoma serviks uteri (Ca serviks) adalah tumor ganas pada
leher rahim, merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak
diderita.Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas
pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya
pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal di sekitarnya (Lynda,2010)
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam
leher rahimatau serviks yang terdapat pada bagian terendah
dari rahim yang menempelpada puncak vagina
(Diananda,Rahma,2009)
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang
bagian squamosa columnar junction (SCJ) serviks
(Price,Sylvia,2010)
Kanker servik merupakan kanker pembunuh nomor satu
pada wanita di dunia ketiga. Cpidemiologi menunjukkan bahwa
kanker ini merupakan penyakit menular seksual
(Suharto,2009).

B. Etiologi Ca Serviks.
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui, namun ada
beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol antara
lain :
a. Umur
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita
melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker
serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu
muda.
b. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering
partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan
resiko mendapat karsinoma serviks.
c. Jumlah perkawinan.
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-
ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap
kankers serviks ini.
d. Infeksi virus.
Infeksi (HPV) Human papiloma virus yang beresiko tinggi
menyebabkan kanker leher rahim yang ditularkan melalui
hubungan seksual (sexually transmitted disease). Perempuan
biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai
tiga puluhan,walaupun kankernya sendiri baru akan muncul
10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus HPV yang berisiko tinggi
menjadi kanker adalah tipe 16,18,45,56 dimana HPV tipe 16 18
ditemukan pada sekitar 70% kasus. Infeksi HPV tipe ini dapat
mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim menjadi lesi
intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial
lesion/lLISDT), yang merupakan lesi (Yatim, faisal,2010).
e. Merokok
f. Imunosupresan
g. Diet kurang sehat dan obesitas
h. Kontrasepsi oral
i. Penggunaan IUD
j. Kehamilan Multipel
k. Kemiskinan
l. Penggunaan obat hormonal diethylstilbestrol (DES)
m. Riwayat keluarga dengan kanker serviks

C. Tanda dan Gejala Serviks.


Infeksi HPV dan kanker serviks pada tahap awal berlangsung
tanpa gejala. Bila kanker sudah mengalami progresivitas atau
stadium lanjut, maka gejalanya dapat berupa:
1. Keputihan : makin lama makin berbau busuk dan tidak
sembuh-sembuh, terkadang bercampur darah.
2. Perdarahan kontak setelah sanggama merupakan gejala serviks
75-80%.
3. Perdarahan Spontan : perdarahana yang timbul akibat
terbukanya pembuluh darah dan semakin lama semakin sering
terjadi.
4. Perdarahan pada wanita usia menopause
5. Anemia
6. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total
7. Perdarahan vagina tidak normal
a. Perdarahan di antara periode regular menstruasi
b. Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari
biasanya
c. Perdarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan
panggul
d. Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari
biasanya
e. Perdarahan pada wanita pada usia menopause
8. Nyeri
a. Rasa sakit saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri
dalam berkemih, nyeri di daerah sekitar panggul
b. Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan
terjadi pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis,
paha, dan sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut
antara lain pasien dengan :
1. Nteri panggul
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kaki
4. Penurunan berat badan
5. Anoreksia
6. Kelemahan dan kelelahan
7. Patah tulang

D. Pemeriksaan Penunjang Ca.Serviks.


Kanker serviks merupakan salah satu faktor kanker yang dapat
disembuhkan bila terdeksi pada tahap awal. Dengan demikian,
deteksi dini kanker serviks sangat diperlukkan. Menurut
Arumaniez (2010), ada beberaoa tes yang dapat dilakukan
untuk pada deteksi dini kanker serviks, yaitu sebagai berikut :

1. Pap Smear.
Tes Papinicolou smear atau disebut tes pap smear merupakan
pemeiksaan sitiologi untuk sel di area serviks wanita untuk
memeriksa tanda-tanda perubahan pada sel. Tes Pap dapat
mendeteksi displasia serviks atau kanker serviks.

Pedoman
a. Umur 21-30 tahun : tes ini dilakukan pada wanita yang berusia
21 tahun ke atas sampai usia 30 tahunanan, menggunakan
metode kaca slide, atau yang telah melakuakan hubungan
badan secara aktif dianjurkan untuk memeriksa diri. Menurut
Okirina (2014) aturan umumnya adalah tes ini dilakaukan
pertama kali 3 tahun, lalu anjuran melakukan pap semar 1
tahun sekali kini telah dikoreksi menjadi 2 tahun sekali untuk
efektivitas.
b. Umur 30-70 tahun : setiap 2-3 tahun jika 3 pap smear terkahir
normal.
c. Umur di atas 70 tahun : dapat menghentikan jika 3 pap smear
normal terakhir atau tidak ada paps dalam 10 tahun terakhir
yang abnormal. (American Cancer Society,2007 ; dalam
Ricci,2009)
Tes ini dilakukan saat tidak sedang dalam proses menstruasi,
sebaiknya pada hari ke 10- 20 setelah hari pertama menstruasi
sebelumnya. Dua hari sebelum pelaksanaan tes, pasien tidak
diperbolehkan menggunakan obat-obatan vagina,spermisida,
krim ataupun jeli, kecuali apabila diinstruksikan oleh dokter.
Pasien juga harus menghindari hubungan seksual 1-2 hari
sebelum tes dilaksanakan karena semua jelas. Setelah tes
dilakukan, pasien dapat melakukan aktivitas normalnya
kembali.

2. Tes IVA
Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) adalaah
pemeriksaan srinning alternatif Pap smear karena biaya murah,
praktis, sangat mudah untuk dilakuakan dengan peralatan
sederhana dan murah, dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
selain dokter ginekologi (Goldie, 2001: Singh,
1992:Sankaranarayana, 1998 : dikutip dalam Sinta,2012).
Tes IVA merupakan salah satu deteksi dini kanker serviks dengan
menggunakan asam asetat 3-5% pada inspekulo dan dilihat
dengan pengamatan langsung (mata telanajng) menurut
Nugroho (2010). Serviks (epitel) abnormal jika diolesi degan
asam asetat 3-5% akan berwarna putih (epitel putih)
(Smart,2010)
3. Biopsi Serviks
Sebuah penyedia layanan kesehatan mengambil sampel jaringan
atau biopsi dari serviks untuk memeriksa kanker serviks atau
kondisi lainnya. Biopsi serviks sering dilakukan selama
koloskopi.
4. Koloskopi
Sebuah tes tindak lanjut untuk tes pap abnormal. Serviks dilihat
dengan kaca pembesar yang dikenal sebagai koloskopi dan
dapat mengambil biopsi dari setiap daerah yang tidak terlihat
sehat.
5. Biopsi kerucut (come biopsy)
Bipsi serviks di mana irisan berbentuk kerucut jaringan kan
dihapus dari serviks dan diperiksa di bawah mikroskop disebut
bipsi kerucut. Biopsi kerucut dilakukan setelah tes pap
abnormal, baik untuk mengidentifikasi dan menghilangakan sel-
sel berbahaya dalam serviks.
6. CT scanner
CT Scannner membutuhkan beberapa sinar x dan komputer
mencipatakan gambar detail dari serviks dan struktur lainnya
dalam perut dan panggul. CT scan sering digunakan untuk
menentukkan pakah kanker serviks telah menyebar dan jika
demikian seberapa jauh.

7. Magnetic resonance imaging (MRI scan)


Sebuah scanner MRI menggunakan magnet bertenaga tinggi dan
komputer untuk membuat gambar resolusi tinggi dari serviks
dan struktur lainnya dalam perut dan panggul. Seperti CT scan,
MRI scan dapat digunakan untuk mencari penyebaran kanaker
serviks.
8. Tes DNA HPV
Sel serviks dapat diuji untuk kehadiran DNA dari human
papillomavirus (HPV) melalui tes ini. Tes ini dapat
mengidentifikasi pakah tipe HPV yang dapat menyebabkan
kanker serviks yang hadir.

E. Penatalaksanaan Ca.Serviks

Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,


tergantung pada
stadiumnya. Penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara
yaitu : histerektomi,
radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara
umum
berdasarkan stadium kanker serviks E :
a. Stadium 0 : konisasi (pengambilan jaringan serviks
berbentuk kerucut dengan basis pada parti, untuk tujuan
diagnostik/terapeutik)
b. Stadium IA : simple histerektomi (histerektomi total).
c. Stadium IB dan IIA : histerektomi dan chemoterapi.
Histerektomi radikal dengan limpadenektomi panggul dan
evaluasi kelenjar limfe pada aorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan)
d. Stadium III-IVB : Radiasi paliatif dan kemoterapi.
1) Definisi Endometrium

Kanker endometrium merupakan tumor ganas primer


yang berasal dari endometrium atau miometrium. Sebagian
besarnya merupakan adenokarsinoma (90%). Karsinoma
endometrium terutama adalah penyakit pada wanita
pascamenopause, walaupun 25% kasus terdapat pada wanita
yang berusia kurang dari 50 tahun dan 5% kasus terdapat pada
usia dibawah 40 tahun.
Kanker endometrium adalah neoplasma yang mempunyai
2 tipe dengan patogenesis berbeda pada masing-masing tipenya.
Tipe pertama adalah endometrioid adenocarcinoma dengan
insidensi 75% dari seluruh total kasus kanker endometrium.
Tipe pertama ini adalah estrogen dependent, dan berasal dari
atipikal endometrial hyperplasia. Sedangkan tipe kedua
biasanya mempunyai karakter histology serous atau clear cell,
tidak ada lesi prekusor, dan lebih agresif. Pada kedua tipe ini
sama-sama terjadi perubahan mutasi dari serangkaian gen. Alur
patogenesis yang berbeda dari kedua tipe menyebabkan
perbedaan pada gambaran histology keduanya.

2) Etiologi
Penyebab pasti kanker endometrium tidak diketahui.
Kebanyakan kasus kanker endometrium dihubungka
dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen secar
kronis. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah
merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim.
Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan pada hewan
percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia
endometrium dan kanker.

3) Faktor risiko
Faktor resiko reproduksi dan menstruasi.
Kebanyakan peneliti menyimpulkan bahwa nulipara
mempunyai risiko 3x lebih besar menderita kanker
endometrium dibanding multipara. Hipotesis bahwa
infertilitas menjadi factor risiko kanker endometrium
didukung penelitian-penelitian yang menunjukkan risiko
yang lebih tinggi untuk nullipara dibanding wanita yang
tidak pernah menikah.
Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan
dengan infertilitas dikaitkan dengan risiko kanker
endometrium adalah siklus anovulasi ( terekspos estrogen
yang lama tanpa progesterone yang cukup), kadar
androstenedion serum yang tinggi (kelebihan
androstenedion dikonversi menjadi estrone), tidak
mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan (sisa
jaringan menjadi hiperplastik) dan efek dari kadar
estrogen bebas dalam serum yang rendah pada nulipara.
1. Usia menarche dini (<12 tahun) berkaitan dengan meningkatnya
risiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten.
Benyak penelitian menunjukkan usia saat menopause
mempunyai hubungan langsung terhadap meningkatnya kanker
ini. Sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis kanker
endometrium adalah pascamenopause. Wanita yang menopause
secara alami diatas 52 tahun 2,4 kali lebih beresiko jika
dibandingkan sebelum usia 49 tahun.
2. Hormon.
a. Hormone endogen.
Risiko terjadinya kanker endometrium pada wanita-wanita
muda berhubungan dengan kadar estrogen yang tinggi secara
abnormal seperti polycystic ovarian disease yang memproduksi
estrogen.
b. Hormone eksogen pascamenopause.
Terapi sulih hormone estrogen menyebabkan risiko kanker
endometrium meningkat 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan
risiko ini terjadi setelah pemakaian 2-3 tahun. Risiko relative
tertinggi setelah pemakaian selama 10 tahun.
3. Kontrasepsi oral. Peningkatan risiko secara bermakna terdapat
pada pemakaian kontrasepsi oral yang mengandung estrogen
dosis tinggi dan rendah progestin. Sebaliknya pengguna
kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progestin dengan
kadar progesterone tinggi mempunyai efek protektif dan
menurunkan risiko kanker endometrium setelah 1-5 tahun
pemakaian.
4. Tamoksifen. Beberapa penelitian mengindikasikan adanya
peningkatan risiko kanker endometrium 2-3 kali lipat pada
pasien kanker payudara yang diberi terapi tamoksifen.
Tamoksifen merupakan antiestrogen yang berkompetisi dengan
estrogen untuk menduduki reseptor. Di endometrium,
tamoksifen malah bertindak sebagai factor pertumbuhan yang
meningkatkan siklus pembelahan sel.
5. Obesitas. Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker
endometrium. Kelebihan 13-22 kg BB ideal akan meningkatkan
risiko sampai 3 x lipat. Sedangkan kelebihan di atas 23 kg akan
meningkatkan risiko sampai 10x lipat.
6. Faktor diet. Perbedaan pola demografi kanker endometrium
diperkirakan oleh peran nutrisi, terutama tingginya kandungan
lemak hewani dalam diet. Konsumsi sereal, kacang-kacangan,
sayuran dan buah terutama yang tinggi lutein, menurunkan
risiko kanker yang memproteksi melalui pitoestrogen.
7. Kondisi medis. Wanita premenopause dengan diabetes
meningkatkan 2-3 x lebih besar berisiko terkena kanker
endometrium jika disertai diabetes. Tingginya kadar estrone dan
lemak dalam plasma wanita dengan diabetes menjadi
penyebabnya. Hipertensi menjadi factor risiko pada wanita
pancamenopause dengan obesitas.
8. Faktor genetik. Seorang wanita dengan riwayat kanker kolon
dan kanker payudara meningkatkan risiko terjadinya kanker
endometrium. Begitu juga dengan riwayat kanker endometrium
dalam keluarga.
9. Merokok. Wanita perokok beresiko ½ kali jika dibandingkan
yang bukan perokok (faktor proteksi) dan diperkirakan
menopause lebih cepat 1-2 tahun.
10. Ras. Kanker endometrium sering ditemukan pada wanita
kulit putih.
11. Faktor risiko lain. Pendidikan dan status sosial ekonomi
diatas rata-rata meningkatkan risiko terjadinya kanker
endometrium akibat konsumsi terapi pengganti estrogen dan
rendahnya paritas.

Risk Factors for Endometrial Cancer

Factors Influencing Risk Estimated


Relative Riska
Obesity 2–5
Polycystic ovarian syndrome >5
Long-term use of high-dose menopausal 10–20
estrogens
Early age of menarche 1.5–2
Late age of natural menopause 2–3
History of infertility 2–3
Nulliparity 3
Menstrual irregularities 1.5
Residency in North America or northern 3–18
Europe
Higher level of education or income 1.5–2
White race 2
Older age 2–3
High cumulative doses of tamoxifen 3–7
History of diabetes, hypertension, or 1.3–3
gallbladder disease
Long-term use of high-dose combination 0.3–0.5
oral contraceptives
Cigarette smoking 0.5

a
Relative risks depend on the study and referent group
employed.
From Brinton, 2004, with permission.
4) Manifestasi Klinis
Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker
endometrium adalah perdarahan pasca menopause bagi
pasien yang telah menopause dan perdarahan
intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause.
Keluhan keputihan merupakan keluhan yang paling
banyak menyertai keluhan utama.

Gejalanya bisa berupa:


 Perdarahan rahim yang abnormal
 Siklus menstruasi yang abnormal
 Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita
yang masih mengalami menstruasi)
 Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca
menopause
 Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada
wanita yang berusia diatas 40 tahun)
 Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
 Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita
pasca menopause)
 Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
 Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.

5) Klasifikasi Histopatologi
Sembilan puluh persen tumor ganas endometrium/
korpus uterus adalah adenokarsinoma. Sisanya ialah
karsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarcoma, dan
karsino-sarkoma.
6) Klasifikasi Stadium
Saat ini, stadium kanker endometrium ditetapkan
berdasarkan surgical staging, menurut The International
Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) 2010 :

Carcinoma of the Endometrium

IA         Tumor confined to the uterus, no or < ½ myometrial


invasion

IB         Tumor confined to the uterus, > ½ myometrial invasion

II          Cervical stromal invasion, but not beyond uterus

IIIA      Tumor invades serosa or adnexa

IIIB      Vaginal and/or parametrial involvement

IIIC1    Pelvic node involvement

IIIC2    Para-aortic involvement

IVA       Tumor invasion bladder and/or bowel mucosa

IVB       Distant metastases including abdominal metastases


and/or inguinal lymph nodes
7) Diagnosis
a) Pelvic exam, dokter memeriksa daerah sepanjang
kandungan apakah terdapat lesi, benjolan, atau
mengetahui daerah mana yang terasa sakit jika
diraba. Untuk daerah kandungan bagian atas
dokter menggunakan alat speculum. Teknik
pemeriksaan ini sebenarnya harus rutin dilakukan
oleh wanita untuk mengetahui kondisi vaginanya.

b) USG
Transvaginal untrasound, adalah suatu alat yang
dimasukkan ke dalam rahim dan berfungsi untuk
mengetahui ketebalan dinding rahim. Ketebalan
dinding yang terlihat abnormal akan dicek lanjutan
dengan pap smear atau biopsi. Pada pemeriksaan
USG didapatkan tebal endometrium di atas 5 mm
pada usia perimenopause. Pemeriksaan USG
dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya
keganasan endometrium dimana terlihat adanya
lesi hiperekoik di dalam kavum uteri/endometrium
yang inhomogen bertepi rata dan berbatas tegas
dengan ukuran 6,69 x 4,76 x 5,67 cm. Pemeriksaan
USG transvaginal diyakini banyak penelitian
sebagai langkah awal pemeriksaan kanker
endometrium, sebelum pemeriksaan-pemeriksaan
yang invasif seperti biopsi endometrial, meskipun
tingkat keakuratannnya yang lebih rendah, dimana
angka false reading dari strip endometrial cukup
tinggi. Sebuah meta-analisis melaporkan tidak
terdeteksinya kanker endometrium sebanyak 4%
pada penggunaan USG transvaginal saat
melakukan pemeriksaan pada kasus perdarahan
postmenopause, dengan angka false reading
sebesar 50%. USG transvaginal dengan atau tanpa
warna, digunakan sebagai tehnik skrining.
Terdapat hubungan yang sangat kuat dengan
ketebalan endometrium dan kelainan pada
endometrium. Ketebalan rata-rata terukur 3,4±1,2
mm pada wanita dengan endometrium atrofi,
9,7±2,5 mm pada wanita dengan hiperplasia, dan
18,2±6,2mm pada wanita dengan kanker
endometrium. Pada studi yang melibatkan 1.168
wanita, pada 114 wanita yang menderita kanker
endometrium dan 112 wanita yang menderita
hiperplasia, mempunyai 5 mm. Metode non-invasif
lainnya adalah sitologi  ketebalan endometrium
endometrium namun akurasinya sangat rendah.

c) Pap Smear
adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh
Georgias Papanikolaou, untuk mendeteksi kanker
rahim yang disebabkan oleh human papilomavirus.
Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di
periksa dengan mikroskop (PA). Cara untuk
mendapatkan sampel adalah dengan aspirasi
sitologi dan biopsy hisap (suction biopsy)
menggunakan suatu kanul khusus. Alat yang
digunakan adalah novak, serrated novak,
kovorkian, explora (mylex), pipelly (uniman), probet.

d) Dilatasi dan Kuretase (D&C)


Caranya yaitu leher rahim dilebarkan dengan
dilatator kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil
kuret lalau di PA-kan. Memasukkan kamera
(endoskopi) kedalam rahim lewat vagina. Dilakukan
juga pengambilan sampel untuk di PA-kan.
e) Biopsi endometrium
Endometrial biopsi, teknik pengambilan dan
pemeriksaan sampel sel jaringan rahim yang
bertujuan menemukan kanker endometrial dan
hanya dilakukan pada pasien yang beresiko tinggi.

8) Penatalaksanaan
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi
pelvis merupakan pilihan terapi untuk adenokarsinoma
endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging
surgical yang meliputi histerektomi simple dan
pengambilan contoh kelenjar getah bening para-aorta
adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma
endometrium.

 Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi
(pengangkatan rahim). Kedua tuba falopii dan
ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi
bilateral) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke
ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif)
yang mungkin tertinggal kemungkinan akan
terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh
ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam
kelenjar getah bening di sekitar tumor, maka
kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika
sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah
bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar
ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum
menyebar ke luar endometrium (lapisan rahim),
maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan
lainnya.
 Radioterapi
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi penyinaran
merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel
kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau
III dilakukan terapi penyinaran dan pembedahan.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker
endometrium menurun 20-30% dibanding dengan
pasien dengan operasi dan penyinaran. Penyinaran bisa
dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil
ukuran tumor) atau setelah pembedahan (untuk
membunuh sel-sel kanker yang tersisa). Stadium I dan
II secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada
pasien dengan risiko rendah (stadium IA grade 1 atau 2)
tidak memerlukan radiasi adjuvan pasca operasi.

 Radiasi adjuvan diberikan kepada :


 Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun,
grade III dan/atau invasi melebihi setengah
miometrium.
 Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
 Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi
terapi tersendiri (Prawirohardjo, 2006).
 Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan
untuk mengobati kanker endometrium:
 Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin
radiasi yang besar untuk mengarahkan sinar ke
daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 kali/minggu selama beberapa minggu
dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Pada radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif
yang dimasukkan ke dalam tubuh.
 Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang
kecil yang mengandung suatu zat radioaktif, yang
dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama
beberapa hari. Selama menjalani radiasi internal,
penderita dirawat di rumah sakit.

Kemoterapi

Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker.


Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang menyebar
keseluruh tubuh dan mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.

a) Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk :
Membunuh sel-sel kanker.
Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.

1. Jenis kemoterapi:

 Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan setelah operasi, dapat
sendiri atau bersamaan dengan radiasi, dan
bertujuan untuk membunuh sel yang telah
bermetastase.
 Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk
mengecilkan massa tumor, biasanya dikombinasi
dengan radioterapi.
 Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor,
yang kemungkinan kecil untuk diobati, dan
kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol
gejalanya.
 Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa
terapi berikutnya.

2.Kemoterapi kombinasi

Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.

1.Cara Pemberian Kemoterapi

 Per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian
peroral, diantaranya chlorambucil dan etoposide (VP-16).
 Intra-muskulus
Pemberian ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan
tidak diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian
dua-tiga kali berturut-turut. Yang dapat diberikan secara
intra-muskulus antara lain bleomicin dan methotreaxate.
 Intravena
Pemberian ini dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan
atau diberikan secara infus (drip). Cara ini merupakan cara
pemberian kemoterapi yang paling umum dan banyak
digunakan.
 Intra arteri
Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena
membutuhkan sarana yang cukup banyak, antara lain, alat
radiologi diagnostik, mesin, atau alat filter, serta
memerlukan keterampilan tersendiri.
 Intra peritoneal
Cara ini juga jarang dilakukan karena membutuhkan alat
khusus (kateter intraperitoneal) serta kelengkapan kamar
operasi karena pemasangan perlu narkose.

2.Cara Kerja Kemoterapi


Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus
pembelahan sel yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri
dan membentuk sel baru dan sel yang lain akan mati. Sel yang
abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak
terkontrol yang pada akhirnya akan terjadi suatu massa yang
disebut tumor.

Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap:


 Fase G0: Fase istirahat
 Fase G1: Sel siap membelah diri yang diperantarai oleh
beberapa protein penting untuk bereproduksi.
Berlangsung 18-30 jam
 Fase S: DNA sel akan dicopy,18-20 jam
 Fase G2: Sintesa sel terus berlanjut,2-10 jam
 Fase M: sel dibagi menjadi 2 sel baru,30-60 menit
Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat
kemoterapi mempunyai target dan efek merusak
bergantung pada siklus selnya. Obat kemoterapi aktif
pada saat sel bereproduksi, sehingga sel tumor yang aktif
merupakan target utama dari kemoterapi. Namun, efek
samping obat kemoterapi yaitu dapat mempengaruhi sel
yang sehat.

3.Persiapan Kemoterapi

 Darah tepi : HB, Leukosit, hitung jenis, trobosit.


 Fungsi hepar : bilirubin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase.
 Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan creatinine
clearance test (bila serum kreatinin meningkat).
 Audiogram (terutama pada pemberian cis-platinum).
 EKG (terutama pemberian adriamycin, epirubicin).

4.Syarat Pemberian Kemoterapi

 Syarat yang harus dipenuhi


 Keadaan umum cukup baik.
 Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek
samping yang akan terjadi.
 Faal ginjal dan hati baik.
 Diagnosis histopatologik.
 Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
 Riwayat pengobatan (radioterapi atau kemoterapi)
sebelumnya.
 Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb > 10 gr%,
leukosit > 5000/mm3, trombosit > 150.000/mm3.
 Syarat yang harus dipenuhi oleh pemberi pengobatan.
 Mempunyai pengetahuan kemoterapi dan menejemen
kanker pada umumnya
 Sarana laboratorium yang lengkap.

5.Efek samping:
 Pada kulit.
Alopesia.
Berbagai kelainan kulit lain.

6.Gangguan di mukosa.

 Stomatitis.
 Enteritis yang menyebabkan diare.
 Sistitis hemoragik.
 Proktitis

7.Pada saluran cerna.

 Anoreksia.
 Mual muntah.

8.Depresi sumsum tulang.

 Pansitopenia atau anemia.


 Leukopenia.
 Trombositopenia.
 Menurunnya imunitas.

9.Gangguan organ.

 Gangguan faal hati.


 Gangguan pada miokard.
 Fibrosis paru.
 Ginjal.

10.Gangguan pada saraf.

 Neuropati.
 Tuli.
 Letargi.
 Penurunan libido.
 Tidak ada ovulasi pada wanita.

2.1.5 Kemoterapi pada Kanker Endometrium


Adjuvan AP (Doxorubicin 50-60
mg/m2, Cisplatinum 60
mg/m2 dengan interval 3
minggu)
Kemoradiasi Cis-platinum 20-40
mg/m2 setiap minggu (5-6
minggu)
Xelloda 500-1000mg/hari
(oral)
Gemcitabine 300mg/m2
Paclitacel 60-80 mg/m2,
setiap minggu (5-6 minggu)
Docetaxel 20 mg/m2setiap
minggu (5-6 minggu)

Peran kemoterapi dalam pengobatan kanker endometrium


sedang dalam penelitian clinical trial fase II . Kemoterapi yang
dipakai antara lain Daxorubicin, golongan platinum,
fluorouracil, siklofosfamid, ifosfamid, dan paclitaxel. Hasil
penelitia menunjukkan kanker endometrium pasca operasi yang
diikuti kemoterapi kombinasi memiliki angka survival lebih
tinggi.Berikut ini rekomendasi pemberian kemoterapi:

Karakteristik penderita Rekomendasi

Tumor stadium lanjut atau Kemoterapi


rekuren (cisplatin/doxorubicin/paclitaxel)

Tumor stadium lanjut atau Hormonal therapy (oral progestin


rekuren dengan reseptor atau magestrol asetat)
positif dan/atau grade 1
atau 2

Tumor stadium III-IVA Operasi diikuti kemoterapi


3.1 Definisi Kanker Ovarium

Kanker ovarium merupakan keganasan yang muncul dari


ovarium; kanker yang sangat progresif; sulit didiagnosis.
Prognosis bergantung pada jenis histologi dan stadium.
Sebanyak 90% berupa tumor epitel primer. Tumor stroma dan
sel benih juga merupakan jenis tumor yang penting.
Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang
beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast
(ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat
histiologis maupun biologis yang beraneka ragam (Smeltzer &
Bare, 2002).
Terdapat pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam
masa reproduksi 30% dan 10% terpadat pada usia yang jauh
lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak
tapi juga tidak jelas / pasti ganas (borderline malignancy atau
carcinoma of low – maligna potensial) dan jelas ganas (true
malignant) (Priyanto, 2007).
Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan
maupun padat. Kanker ovarium disebut sebagai silent killer.
Karena ovarium terletak di bagian dalam sehingga tidak mudah
terdeteksi 70-80% kanker ovarium baru ditemukan pada
stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-mana
(Wiknjosastro, 1999).

3.2 Epidemiologi
Setelah kanker paru, payudara, dan kolon, kanker ovarium
primer merupakan penyebab tersering kematian akibat kanker
diantara wanita di Amerika Serikat (sekita 40% bertahan hidup
selama 5 tahun). Lebih sering terjadi setelah usia 50 tahun.
Wanita di negara industri lebih berisiko. Kanker ovarium
metastatik: lebih sering terjadi dibandingkan kanker di area lain
pada wanita yang sebelumnya mengalami kanker payudara yang
telah diobati.
Temuan kasus kanker epitel ovarium di Amerika Serikat
terdapat 22.220 kasus baru dan 16.210 kematian; Ingrris: 6734
kasus baru dan 4687 kematian. Jumlah pasien yang meninggal
akibat keganasan ini di negara-negara industri Barat lebih besar
dibandingkan jumlah semua kematian yang diakibatkan kanker
ginekologis lain jika jumlahnya disatukan.

3.3 Klasifikasi
Tahap-tahap kanker ovarium (Price, 2002):
1. Stadium I: Pertumbuhan terbatas pada ovarium.
2. Stadium II: Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium
dengan perluas pelvis.
3. Stadium III: Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium
dengan metastasis diluar pelvis atau nodus inguinal atau retro
peritoneal positif.
4. Stadium IV: Pertumbuhan mencakup satu/kedua ovarium
dengan metastasis jauh.
Sedangkan pembagian stadium kanker ovarium menurut
International Federation of Gynecologist and Obstetricians
(FIGO) 1987 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Stadium kanker ovarium
Stadium
kanker
ovarium Kategori
primer (FIGO,
1987)
Stadium I Pertumbuhan terbatas pada ovarium
Ia Pertumbuhan terbatas pada satu
ovarium, tidak ada asites yang berisi
sel ganas, tidak ada pertumbuhan di
permukaan luar, kapsul utuh.
Ib Pertumbuhan terbatas pada kedua
ovarium, tidak ada asites berisi sel
ganas, tidak ada tumor di
permukaan luar, kapsul intak.
Ic Tumor dengan stadium Ia atau Ib
tetapi ada tumor di permukaan luar
satu atau kedua ovarium, atau dengan
kapsul pecah, atau dengan asites
berisi sel ganas atau dengan bilasan
peritoneum positif.
Stadium II Pertumbuhan pada satu atau kedua
ovarium dengan perluasan ke panggul.
Iia Perluasan dan/atau metastasis ke
uterus dan/atau tuba.
Iib Perluasan ke jaringan pelvis lainnya.
Iic Tumor stadium IIa atau IIb tetapi
dengan tumor pada permukaan satu
atau kedua ovarium, kapsul pecah,
atau dengan asites yang mengandung
sel ganas atau dengan bilasan
peritoneum positif.
Stadium III Tumor mengenai satu atau kedua
ovarium, dengan bukti mikroskopik
metastasis kavum peritoneal di luar
pelvis, dan/atau metastasis ke kelenjar
limfe regional.
IIIa Tumor terbatas di pelvis kecil dengan
kelenjar getah bening negatif tetapi
secara histologik dan dikonfirmasi
secara mikroskopik adanya
pertumbuhan (seeding) di permukaan
peritoneum abdominal.
IIIb Tumor mengenai satu atau kedua
ovarium dengan implant di permukaan
peritoneum dan terbukti secara
mikroskopik, diameter tidak melebihi
2 cm, dan kelenjar getah bening
negatif.
IIIc Implan di abdomen dengan diameter
> 2 cm dan/atau kelenjar getah bening
retroperitoneal atau inguinal positif.
Stadium IV Pertumbuhan mengenai satu atau
kedua ovarium dengan metastasis
jauh. Bila efusi pleura dan hasil
sitologinya positif dimasukkan dalam
stadium IV. Begitu juga metastasis ke
parenkim liver.

3.4 Etiologi
Penyebab kanker ovarium hingga kini belum jelas, tapi faktor
lingkungan dan hormonal berperan penting dalam
patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan
tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation, Teori menyatakan bahwa terjadi
kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka
pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel
yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi
menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam
terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil
percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor
androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat
menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel
kanker ovarium.

Sedangkan faktor resiko yang dapat memicu terjadinya,


antara lain:
1. Masalah infertilitas atau nuliparitas
2. Hidup membujang
3. Usia >50 tahun
4. Pajanan terhadap asbes dan bedak.
5. Riwayat kanker payudara atau kanker rahim
6. Riwayat kanker ovarium pada keluarga (genetik)
7. Diet tinggi lemak jenuh
8. Mutasi gen BRCA (Breast Cancer) 1 dan BRCA 2

Hal-hal yang menjadi tanda dan gejala serta sering muncul


pada kasus kanker ovarium adalah:
1. Kembung
2. Peningkatan ukuran perut
3. Nyeri pelvis atau abdomen
4. Sulit makan atau merasa cepat kenyang
5. Urgensi atau sering berkemih
6. Untuk stadium lanjut ditemukan perubahan pola buang air
besar atau salah pencernaan dan penurunan berat badan yang
drastis.
Seringkali untuk tanda-tanda kembung, peningkatan ukuran
perut, sulit makan atau merasa cepat kenyang dan sering
berkemih merupakan tanda-tanda yang samar dan tidak
terdeteksi oleh dokter. Untuk memperjelas diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan fisik yakni deteksi massa adneksa pada
pemeriksaan panggul. Selain itu, pada tingkat lanjut pada
pemfis ditemukan massa panggul imobil berukuran besar,
asites yang terasa tegang, dan lingkaran usus yang melekat.
3.5 Patofisiologi

Kanker ovarium cepat menyebar per intraperitoneum melalui


pertambahan ukuran setempat atau penyebaran benih
permukaan, dan terkadang melalui aliran limfe dan aliran
darah. Metastasis ke ovarium dapat terjadi dari kanker
payudara, kolon, lambung, dan pankreas.
Tumor ganas ovarium diperkirakan sekitar 15-25% dari
semua tumor ovarium. Dapat ditemukan pada semua golongan
umur, tetapi lebih sering pada usia 50 tahun ke atas, pada
masa reproduksi kira-kira separuh dari itu dan pada usia lebih
muda jarang ditemukan. Faktor predisposisi ialah tumor
ovarium jinak. Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi,
jaringan sekitar yang menyebabkan berbagai keluhan samar-
samar. Kecenderungan untuk melakukan implantasi dirongga
perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang
menghasilkan asites (Brunner dan Suddarth, 2002).
Kanker di ovarium terdiri dari berbagai jenis dan multi
kompleks. Hal ini akan menjadi sulit dalam hal menentukan
histogenesisnya. Kanker yang berasal dari epitel, dimulai
dengan adanya inklusi epitel permukaan pada stroma yang
berkembang menjadi kista. Selain itu, letak tumor yang
tersembunyi dalam rongga perut dan sangat berbahaya itu
dapat menjadi besar tanpa disadari oleh penderita, makanya
diperlukan stadium kanker agar kita mengetahui seberapa jauh
penyebaran kanker tersebut.
Stadium kanker ovarium ditentukan berdasarkan
pemeriksaan sesudah laparatomi. Penentuan stadium dengan
laparatomi lebih akurat, oleh karena perluasan tumor dapat
dilihat dan ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi
( sitologi atau histopatologi ), sehingga terapi dan prognosis
dapat ditentukan lebih akurat.
Banyak kanker ovarium tidak menunjukkan tanda dan
gejala, terutama tumor ovarium kecil. Sebagian tanda dan gejala
akibat dari pertumbuhan, aktivitas hormonal dan
komplikasinya.
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa
menyebabkan pembesaran perut, tekanan terhadap alat
sekitarnya, disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya
dalam perut. Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat
mengakibatkan konstipasi, edema, tumor yang besar dapat
mengakibatkan tidak nafsu makan dan rasa sakit. Pada
umumnya tumor ovarium tidak mengganggu pola haid kecuali
jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke
kelenjar para aorta, medistinal dan supraclavikular. Untuk
selanjutnya menyebar ke alat-alat yang jauh terutama paru-
paru, hati dan otak, obstruksi usus dan ureter merupakan
masalah yang sering menyertai penderita tumor ganas ovarium
(Harahap, 2003).
1.6.1 Pathway

Hipotesis incessant Usia >50 tahun Hipotesis andogren Penggunaan bedak Genetik
evaluation pada genitalia
Menopause Produksi hormon Sel kanker
Kerusakan sel-sel epitel andogren (↑) Mengandung asbes bawaan
Produksi hormon (bahan mineral
ovarium saat ovulasi
estrogen (↓) penyebab kanker)
Terjadi ovulasi sebelum Di picu oleh zat
luka ovulasi sebelumnya Produksi hormon Andogren Andogren Asbes masuk ke karsinogenik
sembuh gonadotropin (↑) menstimulasi menstimulasi saluran vagina
Trauma baru pertumbuhan pertumbuhan Sel kanker
melalui uterus dan
sel ovarium sel-sel kanker aktif
Penyembuhan/ pemulihan menuju ke ovarium
pada ovarium
sel epitel yang rusak Menumpuk dan
terganggu mempengaruhi
proliferasi sel
Transformasi sel-sel epitel
menjadi sel tumor
Proliferasi sel
abnormal (↑)

KANKER OVARIUM

Pembesaran organ ovarium

Organ sekitar terdesak Penipisan sel epitel


ovarium
Pembuluh darah
Tekanan intra Organ perkemihan Usus terdesak terbuka
abdomen terdesak
Lambung terdesak Perdarahan
Saraf-saraf sekitar Kandung kemih Asam lambung (↑)
organ ovarium terdesak Menoragia
terjepit Mual dan muntah
Proses berkemih
terganggu MK. Syok
MK. Nyeri Hemoragik
MK. Kekurangan Anoreksia
Sering berkemih volume cairan dan
elektrolit

MK. Inkontinensia MK. Kekurangan


Urine intake nutrisi
3.6 Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut:
1. Asites: kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke
struktur-stuktur yang berdekatan pada abdomen dan panggul dan
melalui penyebaran benih tumor mealui cairan peritoneal ke rongga
abdomen dan rongga panggul.
2. Efusi Pleura: dari abdomen, cairan yang mengandung sel-sel ganas
melalui saluran limfe menuju pleura.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
4. Edema pada kaki
5. Obstruksi usus
6. Kakeksia berat

3.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium
a. Uji asam deoksiribonukleat mengindikasikan mutasi gen yang
diwariskan.
b. Pemeriksaan laboratorium terhadap penanda tumor (Seperti antigen
karsinoma ovarium, antigen karsinoembrionik, dan HCG) menunjukkan
abnormalitas yang dapat mengindikasikan komplikasi.
2. Pencitraan: USG abdomen, CT scan, atau ronsen menunjukkan ukuran
tumor.
3. Prosedur Diagnostik: Aspirasi cairan asites dapat menunjukkan sel yang
tidak khas.
4. Pemeriksaan Lain: Laparotomi eksplorasi, termasuk evaluasi nodus
limfe dan reseksi tumor, dibutuhkan untuk diagnosis yang akurat dan
penetapan stadium.

3.8 Penatalaksanaan
Pencegahan kimiawi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
kanker ovarium adalah dengan pemakaian kontrasepsi oral dapat
menurunkan insidensi kanker ovarium hingga 50 %.
1. Umum
a. Terapi radiasi (jarang digunakan karena dapat menyebabkan
mielosupresi, yang membatasi keefektifan kemoterapi)
b. Radioisotop sebagai terapi ajuvan
c. Diet tinggi protein
d. Makan sedikit tetapi sering.
2. Pengobatan
a. Kemoterapi setelah pembedahan
b. Imunoterapi
c. Terapi sulih hormon pada remaja putri pra-pubertas yang menjalani
salpingo-ooforektomi bilateral.
3. Pembedahan
a. Histerektomi total per abdomen dan salpingo-ooforektomi bilateral
dengan reseksi tumor.
b. Omentektomi, apendektomi, palpasi nodus limfe dengan kemungkinan
limfadenektomi, biopsi jaringan, dan bilas peritoneum.
c. Reseksi ovarium yang terkena.
d. Biopsi omentum dan ovarium yang tidak terkena.
e. Bilas peritoneum untuk pemeriksaan sitologi cairan pelvis.

3.9 Diagnosa Keperawatan yang Dapat Muncul


Berikut adalah diagnosa keperawatan yang dapat muncul dalam kasus
kanker ovairum, yakni:
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf intra abdomen
2. Inkontinensia urine berhubungan dengan kandung kemih terdesak.
3. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
aspirasi, asam lambung mengingkat.
4. Kekurangan intake nutrisi berhubungan dengan anoreksia
5. Syok Hemoragik berhubungan dengan menoragia, penipisan sel epitel
ovarium.

A. Kekerasan Terhadap Perempuan

Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap


perempuan adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap
perempuan yang berakibat atau kecenderungan untuk mengakibatkan
kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun psikologis terhadap
perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan remaja.
Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja
meng-kungkung kebebasan perempuan. Tindakan kekerasan fisik,
seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam lingkungan keluarga atau
masyarakat.
Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23
tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau pe-
rampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
Tindakan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga merupakan
salah satu bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan dan
terjadi di balik pintu tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan
penyiksaan baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang
mempunyai hubungan yang dekat.
Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi
dikarenakan telah diyakini bahwa masyarakat atau budaya yang
mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah superior
dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai
dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan
tersubordinasi. Di samping itu, terdapat interpretasi yang keliru terhadap
stereotipi jender yang tersosialisasi amat lama dimana perempuan
dianggap lemah, sedangkan laki-laki, umumnya lebih kuat. Sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Sciortino dan Smyth, 1997; Suara
APIK,1997, bahwa menguasai atau memukul istri sebenarnya merupakan
manifestasi dari sifat superior laki-laki terhadap perempuan.
Kecenderungan tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadinya
karena faktor dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di
persepsikan orang nomor dua dan bisa diperlakukan dengan cara apa
saja. Hal ini muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh
dari masa lalu, istri harus nurut kata suami, bila istri mendebat suami,
dipukul. Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada istri, ada
tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap masalah privasi,
masyarakat tidak boleh ikut campur.
Saat ini dengan berlakunya undang-undang anti kekerasan dalam
rumah tangga disetujui tahun 2004, maka tindak kekerasan dalam
rumah tangga bukan hanya urusan suami istri tetapi sudah menjadi
urusan publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut mencegah dan
mengawasi bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

B. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan


Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan
terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat)
macam:

1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam
golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik
rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan
ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas
luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan
psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional
adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau
merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam
atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari
kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa
selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis
ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.

C. Faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan dalam


rumah tangga

strauss a. murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur


masya-rakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga (marital violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan
dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk
bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami,
dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan
kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban
sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan
terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi
kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum,
mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan
mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa
punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak
melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami
kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum,
sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan
yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi
hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam
konteks harmoni keluarga.

D. Dampak kekerasan terhadap kesehatan reproduksi


Kesehatan reproduksi menurut ICPD (1994) adalah suatu keadaan
sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas
dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan
sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
Masalah kesehatan perempuan merupakan masalah penting dan
serius karena sejak dua dekade terakhir Angka Kematian Ibu (AKI) tidak
pernah turun. Berdasarkan hasil penelitian SKRT (2000) AKI sebesar 396
/ 100000, Aborsi tidak aman berkontribusi terhadap AKI : 11-17 %
(Herdayati, 2002), bisa mencapai 50 % (Azrul Azwar, 2003). Angka aborsi
2-2,3 juta/tahun (Utomo, 2001), pelaku Aborsi 87 % wanita kawin,
penyebab : 57,5 % Psikososial dan 36 % gagal KB (YKP, 2002).
Menurut Suryakusuma (1995) efek psikologis penganiayaan bagi
banyak perempuan lebih parah dibanding efek fisiknya. Rasa takut,
cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan
tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan. Namun, tidak
jarang akibat tindak kekerasan terhadap istri juga meng-akibatkan
kesehatan reproduksi terganggu secara biologis yang pada akhirnya
meng-akibatkan terganggunya secara sosiologis. Istri yang teraniaya
sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha
menyembunyikan bukti penganiayaan mereka.
Sehubungan dengan dampak tindak kekerasan terhadap kehidupan
seksual dan repro-duksi perempuan, penelitian yang dilakukan oleh
Rance (1994) yang dikutip oleh Heise, Moore dan Toubia (1995)
kekerasan dan dominasi laki-laki dapat membatasi dan membentuk
kehidupan seksual dan reproduksi perempuan. Selain itu, laki-laki juga
sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan tentang alat
kontrasepsi yang dipakai oleh pasangannya. Selanjutnya penelitian yang
dilakukan di Norwegia oleh Schei dan Bakketeig (1989) yang dikutip oleh
Heise, Moore dan Toubia (1995) juga menyatakan bahwa perempuan
yang tinggal dengan pasangan yang suka melakukan tindak kekerasan
menunjukkan masalah-masalah ginekologis yang lebih berat ketim-bang
dengan yang tinggal dengan pasangan/suami normal ; bahkan problem
gineko-logis ini bisa berlanjut dalam rasa sakit terus menerus.
Tindak kekerasan terhadap istri perlu diungkap untuk mencari
alternatif pemberdayaan bagi istri agar terhindar dari tindak kekerasan
yang tidak semestinya terjadi demi terwujudnya hak perempuan untuk
memperoleh kesehatan reproduksi yang sehat.
Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak
hamil mengalami gangguan menstruasi seperti menorrhagia,
hipomenorrhagia atau metrorhagia bahkan wanita dapat mengalami
menopause lebih awal, dapat mengalami penurunan libido,
ketidakmampuan mendapatkan orgasme, akibat tindak kekerasan yang
dialaminya.
Di seluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil mengalami
kekerasan fisik dan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat
terjadi keguguran / abortus, persalinan imatur dan bayi meninggal
dalam rahim.
Pada saat bersalin, perempuan akan mengalami penyulit persalinan
seperti hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan dengan
alat bahkan pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi
dengan BBLR, terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir
mati.
Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi
istri dalam rumah tangga diantaranya adalah perubahan pola fikir, emosi
dan ekonomi keluarga. Dampak terhadap pola fikir istri. Tindak
kekerasan juga berakibat mempengaruhi cara berfikir korban, misalnya
tidak mampu berfikir secara jernih karena selalu merasa takut,
cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak bisa
percaya kepada apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban kekerasan
memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar
dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental,
gangguan fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular.
Dampak terhadap ekonomi keluarga. Dampak lain dari tindakan
kekerasan meskipun tidak selalu adalah persoalan ekonomi, menimpa
tidak saja perempuan yang tidak bekerja tetapi juga perempuan yang
mencari nafkah. Seperti terputusnya akses ekono-mi secara mendadak,
kehilangan kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga untuk
hunian, kepindahan, pengobatan dan terapi serta ongkos perkara.
Dampak terhadap status emosi istri. Istri dapat mengalami depresi,
penyalahgunaan / pemakaian zat-zat tertentu (obat-obatan dan alkohol),
kecemasan, percobaan bunuh diri, keadaan pasca trauma dan
rendahnya kepercayaan diri.
E. Issu tentang kekerasan dalam rumah tangga
Isu penindasan terhadap wanita terus menerus menjadi perbincangan
hangat. Salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Perjuangan penghapusan KDRT nyaring disuarakan organisasi, kelompok
atau bahkan negara yang meratifikasi konvensi mengenai penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on the
Elimination of All Form of Discrimination/CEDAW) melalui Undang-undang
No 7 tahun 1984. Juga berdasar Deklarasi Penghapusan Kekerasan
Terhadap Perempuan yang dilahirkan PBB tanggal 20 Desember 1993
dan telah di artifikasi oleh pemerintah Indonesia. Bahkan di Indonesia
telah disahkan Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang ‘Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga’.
Perjuangan penghapusan KDRT berangkat dari fakta banyaknya
kasus KDRT yang terjadi dengan korban mayoritas perempuan dan anak-
anak. Hal ini berdasarkan sejumlah temuan Komisi Nasional Anti-
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dari berbagai
organisasi penyedia layanan korban kekerasan.
Tanggal 22 September 2004 merupakan tanggal bersejarah bagi
bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut, perjuangan perempuan
Indonesia, terutama yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Kebijakan
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (Jangka-PKTP), yang
merupakan gabungan LSM perempuan se-Indonesia, membuahkan hasil
disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
menjadi UU.
Kelompok mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yaitu pertama
faktor pembelaan atas kekuasaan laki-laki dimana laki-laki dianggap
sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga
mampu mengatur dan mengendalikan wanita. Kedua, faktor
Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi, dimana diskriminasi
dan pembatasan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja
mengakibatkan perempuan (istri) ketergantungan terhadap suami, dan
ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan
kekerasan. Ketiga, faktor beban pengasuhan anak dimana istri yang
tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh
anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka
suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah
tangga. Keempat yaitu faktor wanita sebagai anak-anak, dimana konsep
wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan
keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan
kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan
kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap
anaknya agar menjadi tertib, Kelima faktor orientasi peradilan pidana
pada laki-laki, dimana posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga
yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran
hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup.
Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya
legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak
dalam konteks harmoni keluarga.
Penerapan sistem itu telah meluluh-lantakkan sendi-sendi kehidupan
asasi manusia. Dari sisi ekonomi misalnya, sistem kapitalisme
mengabaikan kesejahteraan seluruh umat manusia. Sistem ekonomi
kapitalistik menitikberatkan pertumbuhan dan bukan pemerataan.
Pembangunan negara yang diongkosi utang luar negeri, dan
merajalelanya perilaku kolusi dan korupsi pada semua lini
pemerintahan, telah meremukkan sendi-sendi perekonomian bangsa. Tak
kurang 70% penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan.
Mereka tidak mampu menghidupi diri secara layak karena negara
mengabaikan pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Himpitan ekonomi
inilah yang menjadi salah satu pemicu orang berbuat nekat melakukan
kejahatan, termasuk munculnya KDRT. Banyak kasus KDRT menimpa
keluarga miskin, dipicu ketidakpuasan dalam hal ekonomi.
Dari sisi hukum, ketiadaan sanksi yang tegas dan membuat jera
pelaku telah melanggengkan kekerasan atau kejahatan di masyarakat.
Seperti pelaku pemerkosaan yang dihukum ringan, pelaku perzinaan
yang malah dibiarkan, dan lain lain. Dari sisi sosial-budaya, gaya hidup
hedonistik yang melahirkan perilaku permisif, kebebasan berperilaku dan
seks bebas, telah menumbuh-suburkan perilaku penyimpangan seksual
seperti homoseksual, lesbianisme dan hubungan seks disertai kekerasan.
Dari sisi pendidikan, menggejalanya kebodohan telah memicu ketidak-
pahaman sebagian masyarakat mengenai dampak-dampak kekerasan
dan bagaimana seharusnya mereka berperilaku santun. Ini akibat
rendahnya kesadaran pemerintah dalam penanganan pendidikan,
sehingga kapitalisasi pendidikan hanya berpihak pada orang-orang
berduit saja. Lahirlah kebodohan secara sistematis pada masyarakat. dan
kemerosotan pemikiran masyarakat, sehingga perilakupun berada pada
derajat sangat rendah.
Untuk persoalan ini, dibutuhkan penerapan hukum yang
menyeluruh oleh negara. Kalau tidak akan terjadi ketimpangan. Sebagai
contoh sulit untuk menghilangkan pelacuran, kalau faktor ekonomi tidak
diperbaiki. Sebab, tidak sedikit orang melacur karena persoalan ekonomi.
Kekerasaan dalam rumah tangga, kalau hanya dilihat dari istri harus
mengabdi kepada suami, pastilah timpang. Padahal dalam Islam, suami
diwajibkan berbuat baik kepada istri. Kekerasaan yang dilakukan oleh
suami seperti menyakiti fisiknya bisa diberikan sanksi diyat. Disinilah
letak penting tegaknya hukum yang tegas dan menyeluruh.
Menurut pasal 11 UU PKDRT, pemerintah bertanggung jawab dalam
upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dan menurut pasal 12
ayat (1) menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan
dalam rumah tangga juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun,
nyatanya, sosialisasi dan advokasi kekerasan dalam rumah tangga masih
minim. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apalagi
memahami UU PKDRT, bahkan di kalangan aparat penegak hukum
masih timbul berbagai persepsi.
Sehubungan dengan banyaknya hal baru dalam UU PKDRT yang tidak
ditemukan dalam UU lain, seperti perlindungan sementara dan perintah
perlindungan, juga adanya tindak pidana berupa jenis kekerasan lain di
luar kekerasan fisik, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang memadai
bagi aparat penegak hukum dan pekerja sosial untuk menyamakan
persepsi.
Di samping itu, diperlukan sosialisasi yang memadai bagi masyarakat
luas, terutama bagi para pihak yang berpotensi melakukan KDRT,
sebagai upaya pencegahan. Bagi pihak yang mungkin menjadi korban
KDRT, sosialisasi perlu, agar bila terjadi KDRT, ia dapat memperbaiki
nasibnya karena telah mengetahui hak-haknya.
UU PKDRT perlu direvisi pada bagian-bagian yang rancu dan perlu
penambahan jenis kekerasan, seperti kekerasan ekonomi dan kekerasan
sosial. Selain itu, diperlukan harmonisasi peraturan perundang-
undangan yang tidak sejalan dengan napas kesetaraan gender, antara
lain dengan merevisi UU Perkawinan, agar peraturan perundang-
undangan bisa saling mendukung dan tidak saling bertentangan, supaya
UU PKDRT dapat dirasakan efektivitasnya.
Penegakan hukum UU PKDRT tidak akan terlepas dari penegakan
hukum pada umumnya. Apabila negara tidak dapat menciptakan
supremasi hukum, perlindungan yang diatur dalam UU PKDRT hanya
akan berupa law in book (teori) belaka, sedangkan dalam law in action
(praktik) akan sulit terwujud. Oleh karena itu, supremasi hukum harus
ditegakkan.

F. Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum


perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga

1. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center, shelter dan


one stop crisis center.
2. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik
korban. Disini perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan
harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan
meningkatkan lingkungan sosial yang memungkinkan. Perawat berperan
penting dalam upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui
upaya pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi
lingkungan sosial budaya dan pembinaan spiritual, upaya pencegahan
sekunder dengan penerapan asuhan keperawatan sesuai permasalah-an
yang dihadapi klien, dan pencegaha tertier melalui pelatihan/pendidikan,
pem-bentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
3. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
4. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban
kekerasan.
5. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak
kekerasan dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk
mendampingi korban.
BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai kanker payudara, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar
payudara. Termasuk saluran kelenjar air susu dan jaringan
penunjangnya
2.    Etiologi kanker payudara tidak diketahui tetapi ada faktor predisposisi
yang menyertainya yaitu keturunan, usia yang makin bertambah, tidak
memiliki anak, kehamilan pertama pada usia di atas 30 tahun, periode
menstruasi yang lebih lama dan faktor hormonal.
4.    Tanda dan gejala kanker payudara adalah terdapatnya benjolan dan
kulit berubah warna, nyeri hilang timbul.
6.    Pencegahan kanker payudara terdiri dari pencegahan primer, sekunder,
dan tersier.
7.    Penanganan kanker payudara diantaranya adalah mastektomi, radiasi,
dan kemoterapi
Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat
berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat
histiologis maupun biologis yang beraneka ragam. Penyebab pasti dari penyakit ini tidak
diketahui.
Faktor yang mendorong terjadinya tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga
yaitu pembelaan atas kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan pembatasan bidang ekonomi,
beban pengasuhan anak, wanita sebagai anak-anak, dan orientasi peradilan pidana pada
laki-laki.

B.   Saran
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, maka kami sarankan
bahwa sebaiknya para wanita Indonesia melakukan pencegahan dengan
cara pendeteksian dini agar mengurangi risiko terkena kanker payudara
DAFTAR PUSTAKA

Brunner&Suddarth. 2002. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.


Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2007. Petunjuk teknis pencegahan – Deteksi dini kanker leher
rahim dan kanker payudara. Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit
tidak menular Direktorat Jenderal PP & PL, Depkes RI.
Prawirohardjo Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Edisi 2. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R., & Wim, D, J. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta : EGC
Smart, A. 2010. Kanker Organ Reproduksi. Yogyakarta : A. Plus Books.

Anda mungkin juga menyukai