Anda di halaman 1dari 72

PREDIKTOR LESI INTRAKRANIAL PADA PASIEN DENGAN

FRAKTUR TRAUMA MANDIBULA DI RSUP SANGLAH


DENPASAR

PASCAL SAMUEL NATIGOR


NIM 1871022011
BAB I
Pendahuluan
LATAR BELAKANG
Fraktur Trauma Mandibula penting dalam Trauma Kraniofasial hampir 50 % dari seluruh
fraktur wajah (Koshy et al.2010)

Fraktur Trauma Mandibula Paling sering dalam fraktur maksilofasial(Coulthard.2013)

Mandibula  tulang wajah paling besar dan kuat namun paling sering fraktur 2-3x lebih sering
dari midface (Mansuri.2013) (Perry.2011)

Os Mandibula lokasinya menonjol, meningkatkan kemungkinannya terpapar faktor resiko.


(Hupp.2014)

Penelitian sebelumnya:
Fawzy&Sudjatmiko(2007)  ratarata 14,3 kasus fraktur maksilofasial setiap bulannya; 31,4%
disertai cedera otak serius. fraktur mandibula yang tersering (31,30%), diikuti oleh fraktur
maksila (23,48%).
fraktur tulang wajah sepertiga tengah mengurangi resiko terjadinya cedera otak yang lebih
berat, sementara fraktur mandibula menambah resiko terjadinya cedera otak yang lebih berat.
(King.2004)
Mengapa menarik untuk dibahas?
Disipasi energi berkurang dan lebih
banyak gaya ditransmisikan ke Sebagian Besar Ahli Bedah tidak
Insiden penurunan kesadaran yang
kubah tengkorak, sehingga menyadari fakta tersebut, bahwa
dilaporkan terkait dengan patah
mengakibatkan insiden yang lebih tidak akan menutup kemungkinan
tulang wajah berkisar dari 10,8%
tinggi penurunan kesadaran pada adanya cedera kepala tertutup yang
hingga 55% (Hackl et al.2001)
populasi pasien fraktur mandibula dapat mengancam nyawa pasien.
(Lee et al.1987)

Persentase
Sirius-Dan terbesar
Inaoka, et(46,5%) pada umurrata-rata
al menunjukkan 21 – 30.umur
88,4%
dari pasien adalah angulus
laki-laki dan 11,6% adalah
perempuan.
55,8%fraktur
hanya frakturmandibula 26,35 tahun
pada angulus mandibula
dengan range 16(Roselyn.2018)
– 55 tahun. (Roselyn.2018
(Roselyn.2018) )
Adanya Karakteristi
jaringan k
lunak biomekanik

Kepadatan
Arah gaya tulang dan
massa
Pola
fraktur
mandibula Struktur
Jumlah gaya anatomi
yang lemah
Menurut Olson, et al, fraktur angulus mandibula menyumbang 24,5% dari keseluruhan fraktur
pada mandibula. Pada penelitian lainnya oleh Atilgan, et al terdapat 13% pasien fraktur angulus
mandibula dari keseluruhan 532 pasien fraktur mandibula.Setelah kondilus, angulus mandibula
merupakan daerah paling sering terjadinya fraktur mandibula. (Roselyn.2018)
Mengapa menarik untuk dibahas?
Faktor – faktor prediktor 
1. Usia
2. Penyebab cidera
3. Lokasi fraktur

Hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu dalam


pembuatan keputusan klinis segera dan memberikan
inform consent yang realistis tentang keadaan pasien
kepada keluarga pasien.
RUMUSAN MASALAH
Apakah usia dapat digunakan sebagai prediktor terjadinya lesi intrakranial pada pasien
fraktur trauma mandibula?

Apakah lokasi trauma di mandibular dapat digunakan sebagai prediktor terjadinya lesi
intrakranial pada pasien fraktur trauma mandibula ?

Apakah penyebab cedera dapat digunakan sebagai prediktor terjadinya lesi intrakranial
pada pasien fraktur trauma mandibula?
TUJUAN PENELITIAN
• Tujuan umum :
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kaitan
faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya lesi intrakranial akut pada
pasien dengan trauma mandibula di RSUP Sanglah Denpasar.
• Tujuan khusus :
1. Untuk membuktikan usia sebagai prediktor lesi intrakranial akut
pada pasien trauma mandibula
2. Untuk membuktikan penyebab cedera sebagai prediktor lesi
intrakranial akut pada pasien trauma mandibula
3. Untuk membuktikan lokasi fraktur sebagai prediktor lesi
intrakranial akut pada pasien trauma mandibula
MANFAAT PENELITIAN
• Manfaat akademik :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kaitan fraktur mandibula lesi intrakranial dengan Marshall score di
RSUP Sanglah Denpasar
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi penelitian
selanjutnya dalam bidang terkait.

• Manfaat praktis :
Dengan mengetahui kaitan faktor-faktor tersebut dengan terjadinya lesi
intrakranial akut, diharapkan dapat menjadi acuan untuk mendeteksi
secara dini pasien yang memiliki risiko terjadinya lesi intrakranial akut
pada trauma mandibula, sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat
dan dapat mengurangi terjadinya kecacatan fungsional atau kematian.
BAB II
Tinjauan
Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
• Anatomi Mandibula

Gambar 1. Anatomi tulang mandibula


Sumber : Koshy,2010
ANATOMI MANDIBULA

Gambar 2. Otot-otot Penggerak mandibula


Sumber : Bailey 2014 ; Wexler, 2014
ANATOMI MANDIBULA

Gambar 2. Otot-otot Penggerak mandibula


Sumber : Bailey 2014 ; Wexler, 2014
2.2 Epidemiologi dan Etiologi Fraktur
Mandibula
• Fraktur mandibula salah satu fraktur tersering di daerah
wajah.
• Daya tahan mandibula terhadap kekuatan benturan lebih besar
dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. 70% hingga 85%
patah tulang rahang bawah terjadi pada pria, dengan mayoritas
individu berusia 20an dan 30an
jatuh
• Penyebab:
kecelakaan lalu lintas

patah tulang patologis

luka tembak

cedera yang berhubungan dengan olahraga dan industri

(Koshy.2010)(Odono.2020)
2.2 Epidemiologi dan Etiologi Fraktur Mandibula
Variasi tergantung status sosial ekonomi pasien dan populasi.

negara maju
negara
kasus
berkembang
penyerangan dan
kecelakaan lalu
kekerasan
lintas
interpersonal

Etiologi
2.2 Epidemiologi dan Etiologi Fraktur
Mandibula

Tabel 1. Jumlah fraktur mandibula berdasarkan anatomi

(Stacey.2006)(Odono.2020)(Munante.2015)
2.3 Biomekanika Fraktur Mandibula
Aspek yang terlibat dalam penatalaksanaan fraktur mandibula selain dari aspek fungsi,
estetika, juga terdapat aspek biomekanik. Mandibula memiliki mobilitas dan gaya yang sangat
banyak biomekanika penting.
Terdapat beberapa titik lemah pada tulang mandibula antara lain foramen mentale,
angulus mandibula tempat gigi molar III terutama yang erupsinya sedikit, kolum condilus
mandibula terutama bila trauma dari depan langsung mengenai dagu maka gayanya akan
diteruskan kearah belakang..

Gambar 5. (Kiri) Garis osteosintesis yang ideal menurut Champy, (Kanan) Arah resultan gaya kompresi dan gaya regang pada fraktur
mandibula
Sumber: Goodday, 2013
Tujuan stabilisasi dan instrumentasi  oklusi yang baik
dan sesegera mungkin bisa berfungsi.
Prinsip osteosintesis mandibula meletakkan
instrumentasi pada sisi “tension site” bila digerakkan 
elastisitas gaya menimbulkan kompresi dan mempercepat
kesembuhan.
Pada Korpus Mandibula, kekuatan tarikan dari otot
mastikasi menciptakan regangan di sepanjang prosesus
alveolaris yang terletak di superior kanalis mandibularis, dan
menciptakan kompresi pada margo inferior mandibula.
Fraktur korpus mandibula, zona kompresi menjaga tetap
terjadi kontak, tetapi zona regangan akan memisahkan bagian
superior dari korpus mandibula. Kekuatan regangan ini
dinetralkan dengan menggunakan fiksasi (Reddy.2019)
Resultan gaya terbesar pada benturan mandibula terjadi
Gambar 6. Tension site (-) pada alveolar dam compression site (+) pada margo paling besar pada simfisis mandibulaperlu diaplikasikan 2
inferior .Sumber: Wijayahadi, 2006
mini-plates dengan jarak 4-5 mm untuk menetralisir momen
puntir. Konsep biomekanik mandibula mirip dengan busur
panah, bagian terkuat adalah pada pertengahan atau bagian
simfisis. Sementara bagian terlemah berada pada kondilus di
kedua sisi. .(Reddy.2019)(Stacey.2006)
2.5 Diagnosis Fraktur Mandibula
• Penegakan diagnosis  anamnesis secara lengkap, pemeriksaan fisik dan
pencitraan.
• Pasien harus dinilai sesuai Advanced Trauma Life Support (ATLS). Cedera
yang mengancam jiwa harus dikenali dan ditangani dengan tepat. Tahu
mekanisme cedera jenis trauma  berkaitan dengan pola fraktur.
• Anamnesis: adanya fraktur sebelumnya, mekanisme cedera, termasuk arah
kekuatan atau gaya akan mempengaruhi jumlah dan lokasi fraktur, apakah ada
keluhan maloklusi, apakah ada nyeri yang terkait, terutama di daerah cervikal
• Poin penting dalam anamnesis adalah termasuk adanya fraktur sebelumnya,
mekanisme cedera, termasuk arah kekuatan atau gaya akan mempengaruhi
jumlah dan lokasi fraktur, apakah ada keluhan maloklusi
2.5 Diagnosis Fraktur Mandibula
• apakah ada nyeri yang terkait, terutama di daerah cervikal.
• Cedera fisik karena pukulan  fraktur angulus yang lebih tinggi
karena pukulan lateral ke mandibula, sedangkan pada kecelakaan lalu
lintas  fraktur parasimfisis, symphysis, corpus, dan condylar.
(Odono, 2020)

Gambar 11. Ekimosis dasar mulut pada pasien dengan fraktur simfisis
Sumber: Goodday, 2013
2.5 Diagnosis Fraktur Mandibula
• Penentu intervensi bedah atau tidak status oklusi, abnormal pada lebih dari
80% fraktur mandibula.
• perubahan oklusi  sugestif baik adanya fraktur mandibula atau hemartrosis
sendi temporomandibula.
• Pasien yang sadar harus ditanyai "bagaimana rasanya saat anda menggigit?” Jika
"halus" atau "normal", sangat kecil kemungkinannya ada fraktur yang berpindah.
• Pasien harus ditanyai juga apakah mereka mengalami paresthesia atau anestesi
pada bibir dan dagu. Mati rasa pada daerah yang dipersarafi oleh saraf alveolar
inferior setelah trauma menunjukkan adanya fraktur di bagian distal foramen
mandibula di corpus mandibula. Walaupun terasa seperti normal,belum tentu
menghilangkan adanya fraktur. Rasa sakit yang semakin parah juga meningkatkan
kecurigaan kemungkinan adanya fraktur.
2.5 Diagnosis Fraktur Mandibula
• Pemeriksaan fisik lengkap, mulai dari inspeksi, palpasi, sensasi, dan rentang gerak (ROM), juga harus
dilakukan. Pemeriksaan fisik harus menentukan status gigi pasien, area nyeri tekan, krepitasi, mobilitas
mandibula pada bidang horizontal dan vertikal serta di dalam tulang itu sendiri, cedera mukosa, dan
maloklusi yang jelas.
• Trauma wajah terkait dan cedera yang terjadi bersamaan dengan daerah anatomi lain juga harus dicari.
Untuk meraba lokasi fraktur mandibula harus dimanipulasi secara bimanual,dilakukan evaluasi false
movement dengan kedua ibu jari pada gigi (intraoral) dan jari di batas inferior mandibula.
• Empat tanda klasik peradangan seperti nyeri, bengkak, kemerahan dan panas lokal, merupakan
indikasi fraktur mandibula.
• Gigi patah, gusi bengkak, laserasi, gigi goyang, trismus dan maloklusi adalah pemeriksaan intraoral
yang umum terkait dengan fraktur mandibula. Jika cedera terjadi setelah beberapa hari, nyeri dan
pembengkakan mungkin terjadi akibat proses inflamasi dan ekimosis di sekitar fraktur mungkin
berpindah ke daerah fasia. Ekimosis sublingual adalah tanda patogenik yang paling umum dari fraktur
mandibula, terutama pada fraktur daerah simfisis, parasimfisis, atau corpus (Pickrell, 2017)
2.5 Diagnosis Fraktur Mandibula

Gambar 12. Pemeriksaan Temporomandibular Joint


Sumber : Neelima, 2016

Gambar 13. Evaluasi False Movement pada fraktur mandibula


Sumber: Wijayahadi, 2006
2.5 Diagnosis Fraktur Mandibula

Gambar 14. Algoritme Evaluasi Radiografi suspek Fraktur Mandibula


Sumber : Stacey, 2006
ANATOMI KEPALA
• Kulit kepala  SCALP
• Tulang tengkorak
• Meningen
• Durameter
• Selaput arakhnoid
• Pia meter
• Otak
• Cairan serebrospinal
• Vaskularisasi otak
ASPEK KLASIFIKASI CIDERA
PATOFISIOLOGI KEPALA

Cidera primer

Kerusakan otak dipengaruhi 2 Morfologii


Mekanisme cedera
cedera
Berat cedera kepala
kepala
kepala
tahap :

Cidera sekunder
MORFOLOGI CIDERA
KEPALA LESI INTRAKRANIAL AKUT

ICH
Fraktur
mandibula Lesi
intrakranial SDH SAH

EDH
PENUNJANG DIAGNOSTIK FAKTOR RISIKO

Ct scan Penyeba Lokasi


X-Ray Usia
kepala b cidera fraktur
MARSHALL SCORE
Kaitan trauma mandibula dengan cedera
kepala
• Trauma mandibula seringkali dihubungkan dengan cedera kepala,
namun kaitannya tidak terdokumentasi dengan baik.
• Zou,et al (2016)  hanya fraktur mandibula resiko yang rendah
terhadap cedera otak traumatika, terutama jika fraktur yang terjadi
adalah fraktur multiple. Fraktur multiple mandibula  mekanisme
pelindung, mengurangi kekuatan benturan yang lebih besar dan
menghasilkan lebih sedikit sisa energy yang akan ditransmisikan ke
dasar tengkorak. Fraktur pan fasial resiko paling tinggi cedera otak
traumatika.
• Fawzy dan Sudatmiko (2007) di RSCM Jakarta menemukan rata-rata
14,3 kasus fraktur maksilofasial setiap bulannya; 31,4% diantaranya
disertai cedera otak serius. Penelitian tersebut menemukan fraktur
mandibular yang tersering (31,30%), diikuti oleh fraktur maksila
(23,48%).
• Tanuhendrata dkk, ( 2016) yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado  semakin berat derajat fraktur maksilofasial,
semakin besar kemungkinan terdapat penurunan nilai GCS, yang
dihubungkan dengan daya yang terjadi terlalu besar dan melewati
batas maksimum toleransi tulang dan menimbulkan efek pada otak.
• Hauget et al 1/3 pasiendengan fraktur wajah memiliki beberapa
bentuk cedera neurologis. Namun tinjauan literatur menyeluruh
menyebutkanfrekuensi cedera neurologis berkaitan dengan fraktur
tulang wajah hingga 76%.
• Lee et al fraktur wajah penurunan risiko cedera otak traumatis.
• Keenan et alFraktur wajah membantu mencegah cedera otak
traumatis.
• Risiko cedera intrakranial pada fraktur tulang wajah meningkat
hampir 10 kali lipat, dan risiko untuk otak cedera, termasuk gegar
otak, berlipat ganda.(Sciences.2018)
Kaitan Lokasi Fraktur mandibula sebagai
prediktor terjadinya lesi intrakranial
Kaitan Usia Dengan Lesi Intrakranial
• Khan et all, mayoritas korban adalah usia muda orang dewasa dengan
usia rata-rata 20-30 tahun.
 fakta bahwa kelompok usia ini diakui sebagai fase kemandirian
pribadi yang besar, kegembiraan sosial, mobilitas yang intens,
mengemudi yang ceroboh di jalan, dan paparan kekerasan. Selain itu,
kelompok umur ini mewakili golongan masyarakat yang aktif secara
ekonomi lebih terpapar faktor risiko trauma maksilofasial.
Kaitan Mekanisme Fraktur Dengan Lesi
Intrakranial

Kecelakaan lalulintas masih merupakan etiologi utama dari lesi intrakranial yang terkait fraktur maksilofasial
tanpa mengabaikan penyebab lain seperti kekerasan dan jatuh dari ketinggian karena peningkatan jumlah
kendaraan, jalan yang dirawat dengan buruk, infrastruktur yang tidak memadai saat digunakan sabuk
pengaman dan helm, dan kurangnya penegakan aturan lalu lintas dan regulasi.
BAB III
Kerangka Berpikir,
Konsep, dan Hipotesis
KERANGKA BERPIKIR
Pasien dengan fraktur mandibula, salah satu
masalah yang sering muncul adalah lesi intrakranial.
Lesi intrakranial penting untuk dideteksi atau
Trauma diklasifikasikan resikonya sejak awal untuk
Mandibula penatalaksanaan yang lebih intensif. Diketahuinya
sejak awal itu akan berpengaruh terhadap prognosis
yang lebih baik.
Beberapa variabel yang dapat digunakan
sebagai prediktor lesi intrakranial pada pasien
fraktur trauma mandibula adalah umur (Khan et al),
lokasi fraktur dan penyebab trauma (Gupta et al)
Fraktur tulang
CT Scan :
tengkorak  Jadi sebelumnya variabel ini sudah ada, peneliti
penunjang
perdarahan merasa perlu mengkaitkan variabel yang ada pada
diagnostik
intrakranial populasi pasien fraktur mandibula dengan
terjadinya lesi intrakranial dengan berdasarkan
kriteria Marshall Score yang merupakan aplikasi
dalam penemuan klinis di lapangan.
KONSEP PENELITIAN
HIPOTESIS PENELITIAN

Usia dapat digunakan sebagai prediktor lesi intrakranial akut pada pasien fraktur trauma mandibula

Lokasi fraktur dapat digunakan sebagai prediktor lesi intrakranial akut pada pasien fraktur trauma
mandibula

Penyebab cedera dapat digunakan sebagai prediktor lesi intrakranial akut pada pasien fraktur trauma
mandibula
BAB IV
Metodologi Penelitian
RANCANGAN PENELITIAN
• Desain penelitian: Studi kohort retrospektif
• Penelitian ini berawal dari penilaian faktor yang terdiri dari usia, lokasi
fraktur dan penyebab cedera. Selanjutnya dinilai terjadinya lesi
intrakranial.
• Secara keseluruhan pengamatan tersebut dilakukan berdasarkan data
rekam medis.

• Penelitian akan dilakukan di IGD RSUP Sanglah Denpasar. Subjek


akan diikutsertakan sebagai sampel dalam kurun waktu satu tahun
antara 1 Januari 2021 sampai dengan 31 Desember 2021, atau
sudah memenuhi jumlah sempel penelitian.
SUMBER DATA
Populasi penelitian
• Menggunakan data sekunder yang berasal dari Rekam Medik
• Populasi target : pasien fraktur trauma mandibula
• Populasi terjangkau : pasien fraktur trauma mandibula yang yang datang berobat
Januari-Desember 2021.

Keterangan:
P1 = proporsi terjadinya lesi intrakranial pada pasien fraktur trauma mandibula yang mengalami
faktor prediktor = 0.7 (Sciences, D. (2018).
P2 = proporsi terjadinya lesi intrakranial pada pasien fraktur trauma mandibula yang tidak
mengalami faktor prediktor = 0.35 (Sciences, D. (2018), Cerwinzki,dkk, 2008)

didapatkan hasil jumlah sampel minimal adalah 31 orang. Dengan mempertimbangkan angka drop
out 10% sehingga jumlah sampel adalah 62 orang.
CARA PEMILIHAN SAMPEL
• Rekam medis yang termasuk inklusi dan eksklusi bulan januari 2021
– desember 2021 dijadikan sampel.
• Dilakukan secara consecutive sampling
• Kriteria inklusi :
Semua rekam medik pasien fraktur trauma mandibula
Rekam medik periode januari 2021 – Desember 2021 di RSUP Sanglah Bali

• Kriteria eksklusi :
Rekam medik tidak jelas / hilang / rusak / sobek / basah)
Catatan yang mencantumkan variable yang diteliti tidak lengkap
Riwayat penyakit lainnya ( tumor otak, meningitis, stroke, penyakit vaskular
di otak)
VARIABEL PENELITIAN

Variabel
tergantung >< lesi
intrakranial akut

Variabel bebas ><


usia, lokasi
fraktur, penyebab
cedera
Definisi Operasional
1.Lesi Intrakranial akut
Lesi Intrakranial adalah suatu kondisi adanya lesi di kranial di pasien dengan fraktur trauma mandibula yang
diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan Kepala dan dilakukan penilaian klasifikasi Skoring
Marshall. Jika didapatkan klasifikasi Skoring Marshall Kelas I maka tidak didapatkan lesi intrakranial.Jika
didapatkan klasifikasi Skoring Marshall Kelas II atau lebih maka dikatakan didapatkan lesi intra kranial.
•Skoring Marshall Kelas II ditandai dengan tampaknya sisterna dengan garis tengah bergeser 0-5mm. Tidak ada lesi
densitas >25ml. Dapat termasuk fragmen tulang dan benda asing.
•Skoring Marshall Kelas III, ditandai dengan edema, Ditandai dengan hilang atau penekanan sisterna. Pergeseran garis
tengah 0-5mm. Tidak tampak lesi densitas >25ml
•Skoring Marshall Kelas IV, ditandai dengan pergeseran garis tengah >5mm. Tidak tampak lesi densitas >25ml.
•Evakuasi Lesi Masa,dimana semua lesi dengan tindakan operasi
•Non evakuasi lesi masa, lesi densitas >25ml, tanpa evakuasi operasi
Lesi intrakranial akut didapatkan satu atau lebih kondisi yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal
dan cedera otak difus. cedera otak fokal terdiri dari perdarahan epidural atau epidural haematoma (EDH),
perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH), perdarahan intra serebral atau intracerebral
haematoma (ICH), perdarahan subarahnoid traumatika atau subarachnoid hemorrhage (SAH), Sementara,
cedera otak difus terdiri dari cedera akson difus (diffuse axonal injury), kontusio serebri, edema serebri, dan
iskemia serebri.
2.Usia
Usia pasien dihitung sejak tahun lahir yang tertera di kartu tanda pengenal sampai dengan
waktu operasi dilakukan. Variabel ini akan dikaji dalam bentuk data kategori yang dibagi
menjadi di atas 16 tahun dan di bawah 16 tahun. Alat ukur yang digunakan untuk variabel ini
adalah kalender, yaitu melihat tanggal, bulan dan tahun lahir.
3.Penyebab Cedera
Penyebab Cedera adalah keadaan / situasi yang menyebabkan terjadinya cedera. Variabel ini
akan dikaji dalam bentuk data kategori yang dibagi menjadi Kecelakaan Lalulintas dan Non
Kecelakaan Lalulintas
4.Lokasi Cedera
Lokasi cedera dibagi berdasarkan anatomi mandibula dimana lokasi fraktur dibagi menjadi
yaitu simphisis dan non simphisis (ramus, angulus,corpus,proc coronoideus,dentoalveolaris)
HUBUNGAN ANTAR VARIABEL
Usia

Lesi Intrakranial
Penyebab cedera pada fraktur
trauma mandibula
Lokasi Fraktur

Tumor otak,
meningitis, stroke,
penyakit vaskular
di otak
ALUR PENELITIAN
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
STATISTIK

Analisis Univariabel

Analisis Multivariabel
BAB V
Hasil
Penelitian
Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian ini melibatkan 62 subjek penelitian yang


mengalami fraktur trauma mandibula dengan lesi
intrakranial dan memenuhi kriteria inklusi penelitian
Karakteristik Subyek Penelitian
Variabel Hasil (n=62)
Usia (tahun) (mean (min-maks) 27 (±12-69)
Jenis kelamin n (%)  
Laki-laki 48 (77.4%)
Perempuan 14 (22.6%)
Penyebab Trauma n (%)  
Kecelakaan Lalulintas 49 (79.0%)
Bukan Kecelakaan Lalulintas 13 (21.0%)
Lokasi Fraktur n (%)
Simphisis 37 (59.7%)
Non Simphisis 25 (40.3%)
Lesi Intrakranial n (%)
Ada 15 (24.2%)
Tidak 47 (7.8%)
Hasil Uji Hubungan Usia dengan Lesi Intrakranial

Lesi Intrakranial 95%CI


Variabel Positif Negatif P-value RR Lower Upper
n (%) n (%)
Kelompok Usia            
>16 tahun 13 (22.4%) 45 (77.6%) 0,244* 0,448 0,151 1.334
≤ 16 tahun 2 (50.0%) 2 (50.0%)        
       
*Tidak berhubungan signifikan secara statistik
Hasil Uji Hubungan Lokasi Fraktur Mandibula dengan
Lesi Intrakranial
Lesi Intrakranial 95%CI
Variabel Positif Negatif P-value RR Lower Upper
n (%) n (%)
Lokasi Fraktur            
Mandibula
Simphisis 14 (37.8%) 23 (62.2%) 0,002* 9.5 1.327 67.443
Non Simphisis 1 (4.0%) 24 (96.0%)        
       

*Berbeda signifikan secara statistik


Hasil Uji Hubungan Penyebab Cedera dengan Lesi
Intrakranial
Lesi Intrakranial 95%CI
Variabel Positif Negatif P-value RR Lower Upper
n (%) n (%)
Penyebab Fraktur            
Kecelakaan 14 (28.6%) 35 (71.4%) 0,111* 3.714 0.537 25.703
Lalulintas
Bukan Kecelakaan 1 (7.7%) 12 (92.3%)        
Lalulintas
       

*Tidak berhubungan signifikan secara statistik


Hasil Analisis Data Faktor Predikor Lesi Intrakranial

Variabel P-value CI 95%


Usia >16tahun 0.327 0.106 – 2.113
Lokasi Fraktur 0.024  1.372 – 19.583
Simphisis
Penyebab 0.179  0.526 – 31.196
Cedera KLL
BAB VI
Pembahasan
Karakteristik Sampel Penelitian
• Dari pembahasan dimulai dari struktur anatomi tulang mandibula yang berupa tulang
yang kompak dan sangat dekat dengan tengkorak, sehingga diyakini dapat meneruskan
energi dari trauma yang menyebabkan Gerakan akselerasi dan deselerasi pada otak.
• Sehingga pada beberapa kasus ditemukan terjadinya lesi intrakranial akut pada
populasi pasien fraktur trauma mandibula. Terdapat banyak kasus cedera kepala di
berbagai belahan dunia. Cedera kepala akibat trauma merupakan penyebab utama
morbiditas, mortalitas, serta kecacatan, dan berhubungan dengan dampak sosial
ekonomi yang signifikan baik di negara berkembang atau belum berkembang.
Karakteristik Usia Penderita Fraktur Trauma Mandibula

Khan et al, mayoritas korban adalah


• Penelitian ini: sebagian besar berusia
usia muda orang dewasa dengan usia
> 16 tahun. (mandibula)
rata-rata 20,3 tahun. (maksilofasial)

Saboori, Lee, dan Latip


menunjukkan hubungan yang
bermakna antara usia tua dan lesi Pasien berusia 20-an adalah kelompok
otak. Hal ini karena pada usia tua usia yang paling terpengaruh,yang
berisiko terjadi lesi fokal karena atrofi diikuti oleh umur belasan dan 30-an.
otak dan mudah robeknya bridging (WonJung et al,2014) (maksilofasial)
vein pada usia tua.(Narayan.2000).
(kraniofasial)
Usia sebagai Prediktor Lesi Intrakranial Akut pada Pasien Fraktur Trauma
Mandibula

Berdasarkan hasil analisis chi square pada penelitian ini didapatkan


nilai p sebesar 0.244 (P Value > 0.05) dengan nilai RR yakni 0.448.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa usia tidak dapat digunakan
sebagai faktor prediktor lesi intrakranial karena tidak bermakna
secara statistik.
Namun belum ada yang meneliti kaitan usia dengan kejadian lesi
intrakranial pada pasien fraktur trauma mandibula
Kaitan usia sebagai Prediktor Lesi Intrakranial pada Pasien Fraktur Trauma
Mandibula

Insiden cedera kepala terutama


• Trauma kepala lebih sering terjadi pada kelompok umur
dialami orang yang berumur produktif antara 15- 44 tahun
dibawah 35 tahun (Ainsworth, (Badan Penelitian dan
2015). Pengembangan Kesehatan,
2013)

Cedera kepala dikatakan sering


ditemukan pada usia 15 sampai
24 tahun (Hudak & Gallo,
2010)
Karakteristik Penyebab Fraktur Penderita Fraktur Trauma Mandibula

Gupta et al ,Kecelakaan lalulintas masih merupakan


etiologi utama dari lesi intrakranial yang terkait
fraktur maksilofasial tanpa mengabaikan penyebab
• Penelitian ini: dari total 62 lain seperti kekerasan dan jatuh dari ketinggian
karena peningkatan jumlah kendaraan, jalan yang
sampel, 49 orang dengan dirawat dengan buruk, infrastruktur yang tidak
kecelakaan lalu lintas memadai saat digunakan sabuk pengaman dan
helm, dan kurangnya penegakan aturan lalu lintas
dan regulasi. (Sciences,2018)

Faktor etiologi paling umum


dari fraktur mandibula adalah
cedera eksternal,
penyerangan, kegiatan
olahraga, dan kecelakaan
mobil. Kecelakaan sebab lain.
(Won-Jung et al.2014)
Penyebab Fraktur sebagai Prediktor Lesi Intrakranial
Akut pada Pasien Fraktur Trauma Mandibula

Berdasarkan hasil analisis chi square didapatkan nilai p sebesar


0.824 (P Value > 0.05), dapat disimpulkan bahwa penyebab fraktur
tidak berhubungan dengan lesi intrakranial
Jadi penyebab fraktur bukan merupakan prediktor lesi intrakranial
akut pada pasien fraktur trauma mandibula ,artinya kecelakaan
maupun non kecelakaan memiliki proporsi yang sama besarnya
berisiko menyebabkan lesi intrakranial.
Namun belum ada yang meneliti kaitan Penyebab Fraktur dengan
kejadian lesi intrakranial pada pasien fraktur trauma mandibula
Kaitan Penyebab Cedera sebagai Prediktor Lesi Intrakranial pada Pasien Fraktur
Trauma Mandibula
• prevalensi kejadian trauma kepala
Walaupun tulang maksilofasial
sebesar 8,2% dengan urutan penyebab
meredam kekuatan dari dampak trauma,
cedera terbanyak adalah jatuh 40,9%,
namun beberapa lokasi fraktur dan
kecelakaan sepeda motor 40,6%, cedera
mekanisme dari cedera berat dapat
akibat benda tajam dan tumpul 7,3%,
memperburuk lesi intrakranial, namun
transportasi darat lainnya 7,1% dan
belum tentu menyebabkan lesi
jatuh 2,5 % (Badan Penelitan dan
intrakranial.
Pengembangan Kesehatan RI, 2013).

Jenis cedera maksilofasial, yang paling


umum  fraktur mandibula , lokasi
tersering fraktur simphisis yang banyak
ditemukan pada kasus kecelakaan lalu lintas
baik pada fraktur multipel yang banyak
pada kendaraan bermotor dan fraktur
tunggal yang sering ditemukan pada
kecelakaan sepeda, meskipun belum
diketahui alasan mengapa hal ini bisa
terjadi. (Shinnosuke,2020)
Karakteristik Lokasi Fraktur Penderita Fraktur Trauma Mandibula

Fawzy dan Sudatmiko (2007) di RSCM


Jakarta menemukan rata-rata 14,3 kasus
fraktur maksilofasial setiap bulannya;
• Penelitian ini: sebagian besar Lokasi
31,4% diantaranya disertai cedera otak
Fraktur pada simphisis 59.7%
serius. Penelitian tersebut menemukan
(mandibula)
fraktur mandibula yang tersering
(31,30%), diikuti oleh fraktur maksila
(23,48%). (maksilofasial)

Tanuhendrata et al. 2016.Semakin berat


derajat fraktur maksilofasial, semakin
besar kemungkinan terdapat penurunan
nilai GCS, yang dihubungkan dengan
daya yang terjadi terlalu besar dan
melewati batas maksimum toleransi
tulang dan menimbulkan efek pada
otak.) (maksilofasial)
Lokasi Fraktur sebagai Prediktor Lesi Intrakranial Akut
pada Pasien Fraktur Trauma Mandibula

Berdasarkan hasil analisis chi square didapatkan nilai p sebesar


0.002 (P Value < 0.05), dapat disimpulkan bahwa lokasi fraktur
merupakan faktor prediktor lesi intrakranial, lokasi fraktur pada
simphisis memiliki risiko lebih tinggi 9.5 kali terjadinya lesi
intrakranial dibandingkan dengan pada lokasi fraktur selain
simphisis dengan RR sebesar 9.5.
Namun belum ada yang meneliti kaitan Penyebab Fraktur dengan
kejadian lesi intrakranial pada pasien fraktur trauma mandibula
Kaitan Lokasi Fraktur sebagai Prediktor Lesi Intrakranial pada Pasien Fraktur
Trauma Mandibula

Dikarenakan tulang mandibula merupakan tulang yang paling kuat


dibandingkan dengan tulang maksilofasial yang lain. Sehingga,
apabila terjadi suatu fraktur pada mandibula membutuhkan energi
trauma yang besar. Dan karena mandibula langsung berhubungan
dengan kranial pada temporomandibular joint, memungkinkan
rambatan dari trauma pada mandibula tersebut berpengaruh langsung
pada intrakranial (Arthur K Adamo, 2013).

Temuan kunci dari eksperimen


(1) setiap arah gaya menimbulkan fraktur pada daerah yang berdekatan
dengan lokasi tumbukan;
(2) Pada lokasi benturan pada ramus dan simphisis menghasilkan lebih
banyak garis fraktur daripada benturan pada corpus mandibula. Oleh karena
itu, Dalam kasus yang melibatkan fraktur mandibula multipel, lokasi
benturan tidak dapat diperkirakan hanya berdasarkan lokasi fraktur. (Goots
et al,2022).
Keterbatasan Penelitian
(1) Penelitian ini berlokasi di satu situs dengan karakteristik subjek penelitian
yang terbatas;
(2) Penelitian ini hanya mengamati faktor risiko terjadinya lesi intrakranial, tidak
diamati faktor risiko pada pasien-pasien dengan jenis trauma kombinasi yang
mungkin akan memberikan hasil yang berbeda dibandingkan penelitian ini;
(3) Penelitian ini juga tidak mempertimbangkan intervensi dan durasi pre-hospital
yang juga dapat mempengaruhi derajat keparahan cedera kepala pasien;
(4) Cutt off umur yang cukup rendah sehingga hasil analisa statistik sulit untuk
dibaca;
(5)Spesifikasi penyebab cedera terbatas non kecelakaan dan kecelakaan.
BAB VII
Simpulan dan
Saran
SIMPULAN
1. Usia tidak dapat digunakan sebagai prediktor lesi intrakranial akut pada fraktur
trauma mandibula
2. Penyebab fraktur tidak dapat digunakan sebagai prediktor lesi intrakranial akut
pada pasien fraktur trauma mandibula
3. Fraktur mandibula pada simfisis memiliki proporsi risiko yang lebih besar 9.5 kali
terhadap munculnya lesi intrakranial dibandingkan yang bukan pada nonsimfisis.
SARAN
1. Pasien- pasien fraktur trauma mandibula dengan lesi intrakranial akut
(24.3%) sebaiknya diobervasi dan dievaluasi lebih ketat untuk
mencegahnya komplikasi
2. Pasien-pasien fraktur trauma mandibula yang ditemukan fraktur pada
simphisis sebaiknya dipertimbangkan untuk dirujuk ke rumah sakit dengan
penunjang bedah saraf yang lengkap karena terbukti beresiko tinggi terjadi
lesi intrakranial yang masih memungkinkan memerlukan tindakan operasi.
3. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat menyempurnakan penelitian
ini dari segi metodologi penelitian sehingga dapat meneliti beberapa faktor
lainnya yang berpotensi sebagai prediktor lesi intrakranial akut pada fraktur
trauma mandibula.
MATUR SUKSMA

Kabut Desa Pinggan Kintamani

Anda mungkin juga menyukai