TINJAUAN PUSTAKA
Hilangnya kontiunitas pada rahang bawah (Mandibula) dan dapat berakibat fatal
bila tidak ditangani dengan benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada
manusia dan fungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi. Faktor etiologi
1. Anatomi Mandibula
kranii dengan adanya temporo-mandibula joint (TMJ) dan disanggah oleh otot-
otot mengunyah. Mandibula terdiri dari korpus berbentuk tupal kuda dan sepasang
angulus mandibula. Pada permukaan luar garis tengan corpus mandibula terdapat
sebuah rigi yang menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama
perkembangan yaitu simfisis mandibula. Foramen mental dapat dilihat dibawa
Dari lubang ini keluar arteri, vena, dan nervus alveolaris. Fraktur
mandibula sangat penting di hubungkan dengan adanya adanya otot yang berorigo
atau berinsersio pada mandibula ini. Otot tersebut adalah otot elevator, otot
dilakukan oleh arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis. Pergerakan dalam
musculus pterigoideus medialis. Selain itu juga ada otot-otot tambahan yang juga
2. Fisiologi mengunyah
Kejadian cidera mandibula yang menojol pada tulang wajah sering terjadi. Hal
tersebut di sebabkan oleh posisi mandibula yang menonjol pada tulang wajah .
Mandibula merupakan tulang rahang yang umum menerima bentur, baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Benturan yang keras dapat menyebabkan
fraktur pada mandibula tersebut . Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontiunitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya (smeltzer S.C & Bare
B,G, 2001) atau setiap retak atau patah tulang yang utuh (Reeves C,J, Roux G &
R, 2001).
27,5%, ramus 4%, prosessu skoronaideu 2%, prosessus alveolar 7,4% (Iswadi
2007).
gigi geligi, dan TMJ. Adanya makanan yang masuk kedalam rongga mulut untuk
baik secara langsung maupun tidak langsung serta pembuluh darah dan saraf yang
2.1.3 Patofiologi
tekanan (Apley, A. Graham 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
konteks, marrow dan juga jaringan lunak yang membungkus tulang rusuk.
dirongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
ilfiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
wajah, hal ini disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari cranium.
pembengkakan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gab, tidak
ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang
Selain hal itu mungkin juga terjadi tremus. Evaluasi radiografis pada mandibula
mencakup foto polos, bila perlu dilakukan foto waters, CT scan dan pemeriksaan
2.1.4 Etiologi
beberapa investigasi seperti jordan, Nigeria, New zealand, Denmark, Yunani, dan
menjadi penyebab paling umum (Heardman, T.H. 2012). Fraktur mandibula dapat
terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri atau kecelakaan kerja,
Menurut servei pada Distrik of columbia Hospital, dari 540 kasus fraktur,
69% kasus akibat kekrasan fisik (perkelahian), 27% akibat kecelakaan lalulintas,
12% akibat kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga dan 4% sebab
patologi (Smeltzer & Bare. 1996). Setiap pukulan keras pada muka
terhadap kekuatan impact adalah lebih besar dibangdingkan dengan tulang wajah
2.1.5 Klasifikasi
yang terjadi dapat pada satu dua atau lebih pada regio mandibula ini.
diketahui karena akan menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan
adanya gigi, penyatuan fraktur dapat dilkukan dengan jalan pengikat gigi
1. fraktur kelas 1 : gigi terdapat 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas ini
3. fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di dua sisi fraktur, pada keadaan ini
menjadi :
1. Fraktur uniteral biasanya hanya tunggal, tetapi kadang menjadi lebih dari satu
fraktur yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini terjadi
ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut angulus dan bagian leher
kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan angulus yang
berlawanan.
umumnya fraktur ini terjadi karena trauma tepat mengenai titk tengah dagu
langsung yang cukup keras pada daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan
kena peluru saat perang, dalam sehari-hari, fraktur ini sering terjadi pada
yang berlebihan. Kadang fraktur pada proses koronoid terjadi karena adanya
Pathway Fraktur
Trauma langsung dan
trauma tidak langsung,
kondisi stress, maupun
patologik pada tulang.
Close fracture
Open
Perdarahan
Pengumpulan darah
(Hematoma)
Devitaslisasi(HB)
Dilatasi pembulu
Tekanan kapiler
otot naik
Histamin menstimulasi
Spasme otot
Vasokontriksi
pembuludarah
Metabolisme
anaerob
atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas. Jika penderita
mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika
3 Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung
tulang bila rahang digerakan laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa
mulut dan daerah sekitar fraktur, perubahan pada daerah fraktur akibat
2007)
4 Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat
hematom, edema pada jaringan lunak. Jika terjadi obstruksi hebat saluran
nafas harus segera dilakukukan trakeostomi, selain itu juga dapat terjadi
anasthesi pada satu sisi bibir bawah, pada gusi atau gigi di mana terjadi
2.1.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan
penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma
ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkian fraktur patologis tetap perlu
dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain
maupun pada orang yang lebih mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga
steroid yang lama maupun meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan
atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat anestesi (Ulrich dkk., 2009).
kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan
2) Palpasi: Nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi:
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle
terganggu.
yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah
ke kapiler.
untuk memperjelas suatu diagnosa klinis serta untuk mengetahui letak fraktur.
view.Biasanya bila foto kurang memberikan informasi yang cukup, dapat juga
menilai gangguan neurologi, selain itu CT scan dapat juga digunakan sebagai
Bila perlu dilakukan foto waters dan panoramik. Untuk pencitraan wajah
digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah tidak terganggu atau
disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak olah struktur tulang dasar
(followup) penderita guna menentukan apakah sudah terlihat kalus, posisi fragmen
c. Foto Panoramik
dari detail anatomi pada sisi kontralateral. Radiografi panoramik dikenal juga
2.1.9 Penatalaksanaan
fraktur secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction),
fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah
dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang
a. Teknik dari reduksi secara tertutup dan fiksasi dari fraktur mandibula memiliki
gigi yang stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk memberikan
fiksasi maxillomandibula antaraloop Ivy, telah berhasil. Arch bar dengan kabel
Setiap screw dari maxillofacial set dapat digunakan sebagai lag screw. Arch
Gunning Splints juga telah digunakan pada kasus ini karena memberikan
fiksasi dan dapat diberikan asupan makanan. Pada kasus fraktur kominutif,
anatomis dan fungsi. Pada sebuah penelitian menemukan bahwa 13,7% dari
16,1% mengalami maloklusi dari gigi yang tetap pada garis fraktur. Beberapa
literatur lain menyatakan pemberian antibiotik yang adekuat pada gigi non
1) Gigi yang utuh dalam garisfraktur harus dibiarkan jika tidak menunjukkan
c) FrakturCondylarBilateral.
d) Fraktur padaedentulousmandibula
2.1.10 Komplikasi
paling sering terjadi (Thapliyal, 2007). Tulang mandibula merupakan daerah yang
ataupun non-union, hal ini akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak
nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang TMJ oleh karena
perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dankanan. Hal ini
tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot sekitar
wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial pain). Terlebih jika pasien
tidak normal. Kondisi inilah yang banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang
al.,2012).
Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang
baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang
tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Maloklusi yang berat pada mandibula
2012).
Periode pasca operasi kemudian dimulai ketika klien tiba di kamar rumah
sakit atau unit perawatan pasca bedah. Karena perawat dapat mengantisipasi,
perawatan klien secara sistematis. Penilaian selama periode ini meliputi fungsi
operasi, dan nyeri adalah masalah umum. Instruksi pra operasi dan pasca
operasi termasuk mengajarkan klien untuk bernafas dalam dan batuk, dan cara
pembedahan perut atau dada memiliki kesulitan yang lebih besar untuk
insentif.
dari spasme diafragma intermiten dan dapat terjadi setelah operasi, terutama
operasi perut. Mereka mungkin ringan dan bertahan hanya beberapa menit.
tegak. Untuk mencegah hal ini (dan bahaya jatuh), perawat membantu klien
dengan imobilitas. Ketika klien berbaring diam dalam waktu lama tanpa
menggerakkan kaki, darah dapat mengalir lamban melalui vena (stasis vena).
darah dengan inflamasi minimal atau tidak ada (flebotrombosis). Kedua kondisi
ini paling umum di ekstremitas bawah. Jika gumpalan bergerak dalam aliran darah
kaki. Perawat juga tidak menempatkan bantal di bawah lutut atau betis klien
dan berbagai analgesik pasca operasi biasanya dipesan. Nyeri pasca operasi
kecemasan dan emosi. Jika disertai dengan rasa takut yang hebat, tingkat rasa
sakit dapat meningkat. Klien harus menerima penghilang rasa sakit dan
Kebutuhan akan obat pereda nyeri tergantung pada jenis dan luasnya operasi,
dan klien. Nyeri yang tidak hilang dengan pengobatan dapat menandakan
mengambil cairan oral. Itu Perawat memonitor laju aliran cairan IV dan
atau kekurangan cairan dan memberi tahu dokter tentang tanda-tanda tersebut.
Banyak klien mengeluh haus pada awal pasca operasi periode pemulihan.
aktivitas usus dapat berlanjut mual dan muntah. Obat nyeri juga dapat
kembali dan klien mentolerir cairan bening, perawat membantu klien untuk
penuh, padat diet) sering tergantung pada jenis operasi, kemajuan klien, dan
cedera integritas kulit. Awalnya klien mungkin memiliki luka atau tiriskan
dalam alat pembalut luka atau pengisap luka portabel. Ada tiga jenis alat luka:
juga mencatat reaksi apa pun terhadap pita atau pembalut tersebut. Fase
jaringan yang rusak dan gumpalan darah. Fase ini berlangsung 1 hingga 4 hari.
Fase kedua adalah fase proliferatif, di mana kolagen diproduksi dan jaringan
granulasi terbentuk. Itu terjadi lebih dari 5 hingga 20 hari. Fase terakhir
disebut sebagai fase pematangan atau renovasi dan berlangsung dari 21 hari
hingga beberapa bulan dan bahkan 1 hingga 2 tahun. Selama fase ini, kekuatan
tarik luka meningkat melalui sintesis kolagen oleh fibroblas dan lisis oleh
enzim kolagenase.
Perawat secara ketat memonitor klien untuk tanda dan gejala infeksi luka, seperti
drainase purulen; demam dan kedinginan; sakit kepala; dan anoreksia. Perawatan
infeksi luka termasuk antibiotik, perawatan luka, dan langkah-langkah untuk
infeksi situs bedah (SSI) untuk hampir 20% infeksi didapat di rumah sakit
(Daniels, 2007).
Komplikasi lain dari penyembuhan luka adalah dehiscence dan pengeluaran isi.
Dehiscence luka adalah pemisahan tepi luka tanpa tonjolan organ. Pengeluaran isi
terjadi ketika luka benar-benar terpisah dan organ menonjol. Komplikasi ini
membantu klien ke posisi duduk di samping tempat tidur. Jika klien menjadi
pusing lebih lama dari pada sesaat, perawat mengembalikan klien ke posisi
terlentang. Ketika klien bisa berdiri, perawat membantu dan mendukung klien.
Perawat terus membantu dengan ambulasi sampai klien dapat berjalan tanpa
operasi. Untuk klien ini, perawat melakukan kegiatan seperti ambulasi dan
dibatasi. Pada awalnya, klien mengalami mati rasa dan perasaan berat di daerah
yang dianestesi. Meyakinkan klien bahwa mati rasa adalah tipikal dan akan
mereda segera mungkin diperlukan. Kecuali dipesan sebaliknya, klien yang telah
menerima anestesi spinal tetap rata selama 6 hingga 12 jam. Jika diizinkan,
perawat mengubah klien dari sisi ke sisi setidaknya setiap 2 jam. Ketika anestesi
merasakan sakit di daerah operasi. Klien yang mengalami sakit kepala setelah
anestesi spinal mungkin harus tetap berbaring dalam waktu yang lama.
makanan padat. Penyebab sembelit ini termasuk tidak aktif, diet, dan analgesik
pergerakan usus dan memberi tahu dokter tentang kedua masalah tersebut.
Distensi perut terjadi akibat akumulasi gas (flatus) di usus karena kegagalan
operasi, khususnya operasi perut bagian bawah dan panggul. Trauma operatif
kesulitan berkemih. Jika klien memiliki kateter yang tinggal di dalam, perawat
sering memantau keluaran urin. Jika klien tidak memiliki kateter, perawat
menilai kemampuan klien untuk membatalkan dan mengukur output urin. Jika
klien tidak dapat membatalkan dalam waktu 8 jam setelah operasi, perawat
memberi tahu dokter kecuali ada perintah kateterisasi. Tanda dan gejala
gaya hidup, dan faktor lainnya. Perawat menilai apa yang dialami klien dan
waktu tertentu setelah prosedur dan untuk melanjutkan obat resep dan
waktu yang tepat untuk mulai mengambil obat penghilang rasa sakit, karena
mereka mungkin memiliki efek aditif dengan obat penenang yang diberikan.
Untuk klien yang telah menjalani operasi rawat jalan, unit bedah
menggunakan kriteria hasil untuk menentukan apakah kondisi klien stabil dan
apakah ia dapat dengan aman meninggalkan rumah sakit atau pengaturan rawat
Mudah terangsang.
Bisa berbicara.
Dapat duduk tanpa bantuan.
Cukup terhidrasi
berikut ini:
a. Risiko untuk pembersihan jalan napas yang tidak efektif terkait dengan
untuk operasi
e. Gangguan integritas kulit terkait dengan sayatan bedah dan saluran air
f. Termoregulasi yang tidak efektif terkait dengan lingkungan bedah dan agen
anestesi
g. Risiko gizi tidak seimbang, kurang dari kebutuhan tubuh terkait dengan
operasi
h. Risiko konstipasi terkait efek obat, operasi, perubahan pola makan, dan
imobilitas
j. Risiko cedera terkait dengan prosedur / posisi bedah atau agen anestesi
Intervensi
Kaji TTV
Monitor pernapasan
Beri O2
Rasional
Intervensi
Monitor skala nyeri dan observasi tanda non verbal dari ketidaknyamanan
Ajarkan pada klien dan keluarga tentang penggunaan analgetik dan efek
sampingnya
Intervensi
atau pusing
pemberian O2
menahan bab/bak
Jelaskan penggunaan, dosis, efek samping pengobatan kepada
adekuat
paru sekunder karena rasa sakit, dan penurunan mobilitas bergabung untuk
atelektasis (kolaps alveolar; ekspansi paru yang tidak sempurna), pneumonia, dan
hipoksemia (Rothrock, 2007 ). Atelektasis tetap menjadi risiko bagi pasien yang
tidak bergerak dengan baik atau ambulasi atau yang tidak melakukan latihan
pernapasan dalam dan batuk atau menggunakan spirometer insentif. Tanda dan
gejalanya meliputi penurunan bunyi napas di area yang terkena, radang, dan
batuk. Pneumonia ditandai oleh kedinginan dan demam, takikardia, dan takipnea.
Batuk mungkin ada atau tidak ada dan mungkin atau mungkin tidak produktif.
berkembang; kondisi ini paling sering terjadi pada pasien usia lanjut yang tidak
mungkin sedikit peningkatan suhu, denyut nadi, dan laju pernapasan, serta batuk.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya kusam dan kresek di dasar paru-paru. Jika
adalah subakut dan episodik. Hipoksemia subakut adalah tingkat saturasi oksigen
serebral, iskemia miokard, dan henti jantung. Risiko hipoksemia meningkat pada
dideteksi oleh oksimetri nadi yang mengukur saturasi oksigen darah. Faktor-faktor
ekstremitas dingin, tremor, fibrilasi atrium, kuku akrilik, dan cat kuku hitam atau
tidak).
Tindakan pencegahan dan pengenalan tanda dan gejala yang tepat waktu
yang perlu dimobilisasi dengan latihan batuk dan pernapasan dalam. Ketika
sumbat lendir menghalangi salah satu bronkus seluruhnya, jaringan paru di luar
mendorong pasien untuk sering berbalik, menarik napas dalam-dalam, batuk, dan
menggunakan spirometer insentif setidaknya setiap 2 jam. Latihan paru ini harus
dimulai segera setelah pasien tiba di unit klinis dan berlanjut sampai pasien
dipulangkan. Bahkan jika dia tidak sepenuhnya terbangun dari anestesi, pasien
Pembedahan yang hati-hati pada tempat sayatan perut atau dada membantu pasien
analgesik diberikan untuk memungkinkan batuk yang lebih efektif, dan oksigen
atau yang telah menjalani operasi intrakranial (karena risiko peningkatan tekanan
intrakranial), serta pada pasien yang telah menjalani operasi mata (karena risiko
umum, meningkatkan semua fungsi tubuh. Pasien didorong untuk keluar dari
tempat tidur sesegera mungkin (yaitu, pada hari operasi, atau selambat-lambatnya
hari pertama pasca operasi). Praktik ini sangat berharga dalam mencegah
Tidak adanya rasa sakit sama sekali di daerah sayatan bedah mungkin tidak terjadi
selama beberapa minggu, tergantung pada lokasi dan sifat operasi, tetapi intensitas
nyeri pasca operasi secara bertahap mereda pada hari-hari berikutnya. Sekitar
sepertiga dari pasien melaporkan nyeri parah, sepertiga nyeri sedang, dan
sepertiga sedikit atau tanpa rasa sakit. Ini tidak berarti bahwa pasien dalam
nyeri tergantung pada lokasi sayatan, sifat prosedur bedah, tingkat trauma bedah,
jenis anestesi, dan rute pemberian. Persiapan pra operasi yang diterima oleh
dokter meresepkan obat atau dosis yang berbeda untuk mengatasi berbagai tingkat
rasa sakit. Perawat mendiskusikan opsi – opsi ini dengan pasien untuk
menentukan obat terbaik. Perawat menilai efektivitas obat secara berkala, mulai
30 menit setelah pemberian, atau lebih cepat jika obat tersebut diberikan oleh