Anda di halaman 1dari 8

CARA MENCEGAH HAZARD PSIKOSOSIAL BERUPA STRESS

KERJA PADA PERAWAT


Niken Malinda Putri
nikenmalindaputri01@gmail.com

Latar Belakang

Kesehatan kerja merupakan suatu unsur kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan
kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
efisiensi dan produktivitas kerja. Sedangkan, keselamatan kerja merupakan suatu sarana
utama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian berupa
luka atau cidera, cacat atau kematian, kerugian harta benda, kerusakan peralatan atau mesin
dan kerusakan lingkungan secara luas.
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa setiap
tenaga kerja memiliki hak untuk mendapat perlindungan bagi keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional. Isi dalam pasal 23 undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan menyatakan bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka rumah sakit sebagai salah satu tempat kerja juga
wajib untuk menyelenggarakan kesehatan kerja bagi para pekerjanya agar terhindar dari
potensi bahaya yang ada di rumah sakit.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan secara kompleks. Pelayanan di
rumah sakit melibatkan berbagai macam fungsi pelayanan, penelitian, pendidikan serta
berbagai tindakan dan disiplin medis. Salah satu tempat kerja yang berisiko adalah Rumah
Sakit, hal ini karena rumah sakit memiliki potensi terjadinya penyakit infeksi terhadap para
karyawan, pasien, bahkan pengunjung. Beberapa contoh penyakit infeksi yang dapat terjadi
di Rumah Sakit adalah TB, Hepatitis B, Hepatitis C, dan bahkan berisiko terinfeksi
HIV/AIDS.
Selain penyakit-penyakit infeksi, di rumah sakit juga memiliki risiko atau bahaya lain
yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, seperti kecelakaan (meliputi kejadian
ledakan, kebakaran, kecelakaan yang diakibatkan adanya masalah pada instalasi listrik, serta
faktor-faktor yang dapat menimbulkan cidera lainnya), radiasi, paparan bahan kimia beracun
dan berbahaya, gasgas anastesi, gangguan terkait psikis dan ergonomi. Semua potensi bahaya
tersebut di atas, jelas dapat mengganggu dan menimbulkan rasa kurang aman dan nyaman
bagi pekerja di RS, pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan RS. (KEPMENKES
N0.432 Tahun 2007). Yang menjadi fokus utama dalam kajian ini adalah risiko dan bahaya
psikososial berupa stress kerja pada perawat dan cara mengatasi atau mencegahnya.
Setiap pekerjaan pasti memiliki risiko dan potensi bahaya yang nantinya dapat
berpengaruh terhadap tenaga kerja. Risiko dan potensi bahaya tersebut dapat berupa
gangguan baik fisik maupun psikis. Gangguan psikis yang tidak segera diatasi dapat
menimbulkan terjadinya stres kerja. Stres kerja biasanya muncul sebagai bentuk reaksi
emosional dan fisik terhadap tuntutan dari dalam ataupun dari luar organisasi. Stres kerja
adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjaan.

Metode

Metode yang saya gunakan dalam membuat kajian ini adalah dengan metode literasi.
Metode literasi adalah metode dengan membaca. Saya membaca berbagai literatur seperti
jurnal, e-jurnal maupun buku atau e-book. Dari literature yang saya baca saya dapat
memahami apa itu hazard psikososial, faktor-faktor yang mempengaruhi bahaya psikososial
yang terkhusus pada stress kerja yang dialami perawat, dampak dari bahaya psikososial serta
cara pencegahannya.

Hasil

Saya dapat mengetahui bahwa Selain penyakit-penyakit infeksi, di rumah sakit juga
memiliki risiko atau bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit,
seperti kecelakaan (meliputi kejadian ledakan, kebakaran, kecelakaan yang diakibatkan
adanya masalah pada instalasi listrik, serta faktor-faktor yang dapat menimbulkan cidera
lainnya), radiasi, paparan bahan kimia beracun dan berbahaya, gasgas anastesi, gangguan
terkait psikis dan ergonomi.
Hazard psikososial dapat berupa gangguan psikis. Gangguan psikis yang tidak segera
diatasi dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Stres kerja biasanya muncul sebagai bentuk
reaksi emosional dan fisik terhadap tuntutan dari dalam ataupun dari luar organisasi. Stres
kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami perawat dalam
menghadapi pekerjaan.
Hasil yang saya dapat dari literature yang saya baca bahwa hazard psikososial atau
bahaya psikososial yang terjadi pada perawat dapat berdampak bagi pasien, karena emosi
yang tidak dapat dikendalikan berdampak negatif terhadap pelayanan asuhan keperawatan
yang artinya juga berdampak pada kesehatan pasien maupun citra rumah sakit.
Dari jurnal yang saya baca bahwa rumah sakit sebagai salah satu tempat kerja juga
wajib untuk menyelenggarakan kesehatan kerja bagi para pekerjanya agar terhindar dari
potensi bahaya yang ada di rumah sakit. Yang artinya bahaya psikososial yang dialami
perawat dapat di cegah oleh penyelengaraan kesehatan yang disediakan rumah sakit.
Sebagai perawat yang professional yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan
seharusnya dapat mengatasi stress kerja yang dialaminya dengan cara strategi coving berupa
strategi coping yang berfokus pada masalah dan strategi coping yang berfokus pada emosi
dan strategi coping berfokus masalah merupakan proses seseorang untuk dapat memfokuskan
pada masalah atau situasi spesifik yang telah terjadi, sambil mencoba menemukan cara untuk
mengubahnya atau menghindarinya di kemudian hari.
Perawat yang dapat mengatasi psikososialnya pastinya akan melaksanakan pekerjaan
dengan baik dan terhindar dari hazard psikososial yang dapat menganggu aktivitas perawat
itu sendiri serta berdampak negatif terhadap kesehatan pasien dan citra rumah sakit.

Pembahasan

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat profesi
dan padat modal. Pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan,
penelitian dan juga mencakup berbagai tindakan maupun disiplin medis. Rumah Sakit adalah
tempat kerja yang memiliki potensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Bahan mudah
terbakar, gas medik, radiasi pengion, dan bahan kimia merupakan potensi bahaya yang
memiliki risiko kecelakaan kerja. Oleh karena itu, Rumah Sakit membutuhkan perhatian
khusus terhadap keselamatan dan kesehatan pasien, staf dan umum (Sadaghiani, 2001 dalam
Omrani dkk., 2015).
Hazard adalah keadaan, perubahan atau tindakan yang berpotensi meningkatkan risiko
insiden pada pasien. Keadaan diartikan sebagai setiap faktor yang berhubungan atau
mempengaruhi proses insiden keselamatan pasien, baik personal atau agent ( substansi, objek
atau sistem yang menyebabkan perubahan ). Hazard adalah situasi yang menimbulkan risiko
ancaman baik terhadap kehidupan, kesehatan, properti, atau lingkungan. Kebanyakan hazard
bersifat potensial, jika hazard menjadi “aktif” dapat menciptakan situasi darurat yang sering
disebut insiden. Hazard dan kerentanan berinteraksi bersama-sama untuk menciptakan risiko.
Berdasarkan statusnya hazard diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) dormant, situasi
yang memiliki potensi untuk menjadi berbahaya, (2) armed, orang, properti, atau lingkungan
berada dalam bahaya potensial, (3) active, sebuah hazard yang telah benar-benar terjadi dan
menjadi suatu insiden berbahaya. Seringkali kondisi aktif ini disebut bukan sebagai “bahaya
aktif”, tetapi sebagai kecelakaan, kejadian darurat, atau bencana. Ilustrasi sederhana dari
konsep ini adalah harimau yang ada dalam kandang yang merupakan hazard. Orang dan
lingkungan yang berada di sekitar kandang harimau disebut armed karena berpotensi
mengalami cedera ketika harimau terlepas. Ketika kandang harimau tersebut terbuka maka
status hazard menjadi aktif. Pada pelayanan kesehatan, NORUM merupakan hazard dengan
pasien dan petugas yang mempunyai kemungkinan berinterasi dengan obat tersebut sebagai
armed. Ketika terjadi kekeliruan pemberian obat karena NORUM, maka hazard tersebut
menjadi aktif.
Berdasarkan jenisnya hazard juga dapat diklasifikasikan menjadi kondisi (unsafe
conditions) dan tindakan (unsafe acts) yang tidak aman. Kondisi tidak aman,
menggambarkan kondisi fisik yang meliputi alat, material, dan lingkungan kerja yang tidak
aman sehingga berpotensi menimbulkan insiden. Peralatan, mesin, material, situasi kerja atau
lingkungan kerja yang tidak aman sehingga dapat menimbulkan kecelakaan. Di samping
kondisi fisik, tindakan, perilaku, atau metode kerja yang tidak aman seperti tergesa-gesa, jam
kerja yang panjang, kurangnya cek-ricek juga bisa berpotensi menimbulkan insiden
keselamatan pasien. Pemahaman hazard ini menjadi dasar dalam mengidentifikasi potensi
kegagalan (failure mode).
Psikososial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
kondisi sosial seseorang dengan mental/emosinya. Dari katanya, istilah psikososial
melibatkan aspek psikologis dan sosial, misalnya hubungan antara ketakutan yang dimiliki
seseorang (psikologis) terhadap bagaimana caranya berinteraksi dengan orang lain di
lingkungan sosialnya. Salah satu elemen yang penting di tingkatan psiososial adalah
perkembangan mengenai persamaan ego, suatu perasaan sadar yang kita kembangkan melalui
interaksi sosial.
Bahaya psikososial didefinisikan oleh International Labour Organization mengacu
pada interaksi antara dan di antara lingkungan kerja, isi pekerjaan, kondisi organisasi dan
kapasitas pekerja, kebutuhan, budaya, pertimbangan ekstra-pekerjaan pribadi yang dapat,
melalui persepsi dan pengalaman, mempengaruhi kesehatan, kinerja kerja dan kepuasan kerja
(WHO, 1984). Bahaya psikososial mungkin aspek-aspek dari desain dan manajemen
pekerjaan, dan konteks sosial dan organisasinya yang memiliki potensi untuk menyebabkan
kerusakan psikologis atau fisik (Cox & Griffiths, 2005). Sejumlah model ada di Eropa dan di
tempat lain untuk penilaian risiko yang terkait dengan bahaya psikososial (disebut risiko
psikososial) dan dampaknya terhadap kesehatan dan keselamatan karyawan dan kesehatan
organisasi (dalam hal, antara lain, produktivitas, kualitas produk dan layanan dan iklim
organisasi umum).
Risiko psikososial berjalan seiring dengan pengalaman stres terkait pekerjaan. Stres
yang berhubungan dengan pekerjaan adalah tanggapan yang mungkin dimiliki orang ketika
disajikan dengan tuntutan pekerjaan dan tekanan yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan
kemampuan mereka dan yang menantang kemampuan mereka untuk mengatasi (WHO,
2003). Studi longitudinal dan tinjauan sistematis telah menunjukkan bahwa stres di tempat
kerja dikaitkan dengan penyakit jantung, depresi, dan gangguan muskuloskeletal (MSD) dan
ada bukti yang konsisten bahwa tuntutan pekerjaan yang tinggi, kontrol yang rendah, dan
ketidakseimbangan upaya-imbalan merupakan faktor risiko untuk kesehatan mental dan fisik
(mis. Johnson et al., 1996; Kivimäki dkk., 2006; Melchoir et al., 2007; Rosengren dkk., 2004;
Stansfeld & Candy, 2006; Tennant, 2001), sehingga menyebabkan ketegangan lebih lanjut
pada publik pengeluaran untuk peningkatan biaya perawatan kesehatan.
Lingkungan kerja, tugas pekerjaan dan faktor organisasi merupakan perwakilan dari
masalah pekerjaan. Reaksi pekerja tergantung pada faktor-faktor seperti kemampuan mereka,
kebutuhan, harapan, budaya dan kehidupan pribadi. Faktor-faktor manusia ini dapat berubah
seiring waktu mencerminkan adaptasi di antara pengaruh-pengaruh lainnya. Interaksi negatif
antara kondisi kerja dan faktor manusia dapat menyebabkan gangguan emosional, masalah
perilaku, dan perubahan biokimia dan neurohormonal, menghadirkan tambahan risiko
penyakit mental dan fisik. Efek merugikan pada kepuasan kerja dan kinerja kerja juga bisa
diharapkan. Keseimbangan optimal antara faktor manusia dan kondisi pekerjaan akan
menunjukkan situasi psikososial di tempat kerja memiliki pengaruh positif, terutama yang
berkaitan dengan kesehatan.
Menurut penelitian dari National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) yang merupakan Lembaga Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja
menetapkan bahwa perawat merupakan salah satu profesi yang memiliki risiko tinggi
terhadap stres. Berdasarkan hasil survey Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun
2006 bahwa 50,9% perawat Indonesia mengalami stres kerja dengan gejala sering merasa
pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat akibat beban kerja yang tinggi.5Sedangkan
menurut American National Association for Occupational Health (ANAOH) kejadian stres
kerja pada perawat berada di urutan paling atas pada empat puluh pertama kasus stres pada
pekerja. penelitian Selye (dalam Basuki) menunjukkan alasan profesi perawat mempunyai
risiko tinggi terpapar oleh stres adalah karena perawat memiliki tugas dan tanggung jawab
yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia.Beban kerja yang berlebihan pada
perawat dapaBerbagai situasi dan tuntutan kerja yang di alami perawat dapat menjadi sumber
potensial stres kerja.Stres kerja perawat kamar bedah disebabkan mendapat tekanan waktu
dan harus berpengalaman tinggi dalam melaksanakan prosedur yang kompleks serta memiliki
kompetensi dan menguasai teknologi baru. Perawat harus memiliki memori, kognitif, dan
skill yang tinggi.Perawat dituntut agar meningkatkan kemampuannya dan jika kemampuan
tersebut terus-menerus dipergunakan maka dapat menyebabkan stres.t memicu timbulnya
stres dan burnout. Meskipun seluruh tenaga profesional di rumah sakit memiliki risiko stress,
namun para perawat memiliki tingkat stress yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan
pendapat peranperawat di Indonesia yang ditegaskan pada Pasal 63 Ayat 1 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyebutkan bahwa sesungguhnya
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengendalian,
pengobatan, dan/atau perawatan. Perawat bekerja pada lingkungan dimana ia bertanggung
jawab menentukan kualitas dan keamanan perawatan pasien. Apabila perawat mengalami
stress kerja dan stress tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan membahayakan pasien
(Yana, 2014).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengalaman stress pada individu, yakni: variabel
dalam kondisi individu (meliputi umur, tahap kehidupan, jenis kelamin, temperamen, faktor-
faktor genetik, intelegensia, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik);
karakteristik kepribadian (seperti introvert-ekstravert, stabilitas emosi secara umum, tipe
kepribadian ‘ketabahan’ (hardiness), locus of control, kekebalan, ketahanan); variabel sosial-
kognitif (meliputi dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang
dirasakan); Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi
dalam jaringan sosial; Strategi coping.Coping atau kemampuan mengatasi masalah adalah
proses yang digunakan oleh seseorang dalam menangani tuntutan yang menimbulkan stress.
Coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara
tuntutan (baik dari individu maupun dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang
mereka miliki.
Dua jenis coping yang dilakukan individu apabila menghadapi masalah atau stress
yaitu strategi coping yang berfokus pada masalah dan strategi coping yang berfokus pada
emosi. Strategi coping berfokus masalah merupakan proses seseorang untuk dapat
memfokuskan pada masalah atau situasi spesifik yang telah terjadi, sambil mencoba
menemukan cara untuk mengubahnya atau menghindarinya di kemudian hari (Rustiana dan
Cahyati, 2012). Contoh tindakan yang dilakukan perawat dalam mengatasi stressnya seperti
beristirahat, merilexkan pikiran, merokok, melakukan kegiatan yang disenangi seperti
bermain game dan lain sebagainya.

Penutup

Kesimpulan
Cara perawat dalam mengatasi masalah stress kerjanya adalah dengan menggunakan strategi
coping. Coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang
ada antara tuntutan (baik dari individu maupun dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya
yang mereka miliki. Dua jenis coping yang dilakukan individu apabila menghadapi masalah
atau stress yaitu strategi coping yang berfokus pada masalah dan strategi coping yang
berfokus pada emosi. Strategi coping berfokus masalah merupakan proses seseorang untuk
dapat memfokuskan pada masalah atau situasi spesifik yang telah terjadi, sambil mencoba
menemukan cara untuk mengubahnya atau menghindarinya di kemudian hari.
Saran
Perlunya perawat memahami karakteristik pekerjaan sehingga secara psikologis sudah siap
melaksanakan pekerjaan dengan iklas.

Daftar Pustaka

Budiyanto., A, J. M. R., & J, M. L. U. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja
Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bethesda Gmim Tomohon. Jurnal
KESMAS, 8(3), 1-4.

Dewi, E. M. (2019). Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Central Sterile Supply
Departement Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Journal of Industrial Hygiene and
Occupational Health, 3(2), 146-147.

Fathi, A., & Simamora, R. H. (2019, March). Investigating nurses’ coping strategies in their workplace
as an indicator of quality of nurses’ life in Indonesia: a preliminary study. In IOP conference series:
Earth and Environmental science (Vol. 248, No. 1, p. 012031). IOP Publishing.

Indragiri, S. (2018). Manajemen risiko K3 Menggunakan Hazard Identification Risk Assessment And
Rsk Control (HIRARC). Jurnal Kesehatan, 9(1), 39-41

Mantiri, E. Z. R. A., Odi, R. P., & Sylvia, M. (2020). Faktor Psikologi Dan Perilaku Dengan Penerapan
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Indonesian Journal of Public Health
and Community Medicine, 1(3), 19-20.
Mongdong, S. R., Paul, A. T. K., & Febi, K. K. (2019). Gambaran Pelaksanaan Program Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) Di Rsud Maria Walanda Maramis Kabupaten Minahasa
Utara. Jurnal KESMAS, 8(7), 46-47.

Purnama, D. A., M, F. S., & Fatmawaty, M. (2017). Gambaran Faktor Psikososial Terhadap Kinerja
Pada Petugas Kesehatan di Puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
106-107

Putri, O. Z., Teungku, M. A. B. R. H., & Heru, S. K. (2017). Analisis Risiko Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Pada Petugas Kesehatan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Akademik UGM.
Jurnal Kesehatan, 10(1), 2-3.

Sasanti, S. D., & Zahroh, S. (2016). Personality Berpengaruh terhadap Terjadinya Stress
KerjaPerawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kota Salatiga. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia, 11(1), 67-70.

Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety Programs Through Clinical
Preceptor Models. Medico Legal Update, 20(3), 553-556.

Supriydi., & Fauzi, R. (2017). Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Risiko Pada Divisi Boiler
Menggunakan Metode Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (HIRARC). Journal of
Industrial Hygiene and Occupational Health, 1(2), 161-163.

Wardhani, V. (2017). Buku Ajar – Manajemen Keselamatan Pasien. Malang: UB Pess.

Anda mungkin juga menyukai