ASUHAN KEPERAWATAN
SISTEM INTEGUMENT
KLIEN DENGAN MORBUS
HANSEN
Oleh
841 410 091
FITRAH JELITA
Kelas B Angkatan
2010
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN DAN
KEOLAHRAGAAN
Page | 2
bersatu membentuk sel datia langhans, bila infeksi ini tidak segera diatasi akan
terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf
dan jaringan sekitarnya.
Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan m.lepra, disamping itu
sel schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai
fagositosis. Sehingga bila terjadi gangguan imunitas tubuh basil dapat bermigrasi
dan beraktifitas sehingga akan mengurangi aktivitas regenerasi saraf yang
berakibat akan menimbulkan kerusakan saraf yang progresif.
4. KLASIFIKASI
Tujuan klasifikasi yaitu untuk menentukan rejimen pengobatan, prognosis dan
komplikasi serta untuk perencanaan opersional. Jenis klasifikasi yang umum :
a. Klasifikasi ridley Jopling (1962) untuk penelitian :
1. Tuberkuloid tuberculoid (TT)
2. Boerderline tuberculoid (BT)
3. Boerderline boerderline (BB)
4. Boerderline lepromatous (BL)
5. lepromatosa lepromatosa (LL)
b. Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988)
1. Pausibasilar (PB) tipe kering termasuk kusta tipe TT dan BT, BTA
negative.
Mempunyai 1-5 lesi, hipopigmentasi/eritema, distribusi pada lesi kulit,
tidak merata, sensasi hilang dengan jelas dan kerusakan saraf hanya satu
cabang saraf.
Page | 4
2. Multibasilar (MB) tipe basah, termasuk kusta tipe BB, BL dan LL, BTA
Positif.
Mempunyai lebih dari 5 lesi, distribusi lebih simetris, hilangnya sensasi,
kerusakan saraf pada banyak cabang saraf.
5. MANIFESTASI KLINIS
Diagnose dapat ditegakkan jika ada 3 gejala utama :
1. Bercak kulit mati rasa. Bercak hipopigmentasi/eritematosa, mendatar
(makula) atau meninggi (plakat), mati rasa pada bercak bersifat
total/sebagian saja terhadap rasa sentuh, rasa suhu, rasa nyeri.
2. Penebalan saraf tepi dapat disertai rasa nyeri dan kelemahan otot
3. Ditemukannya basil tahan asam pada pemeriksaan laboratorium
6. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
Lakukan dengan penerangan yang baik observasi adanya makula, nodul,
jaringan parut, penebalan pada kulit, alopesia. Klien diminta untuk
memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul, tertawa, untuk mengetahui
saraf wajah
2. Palpasi
Kelainan kulit, nodul, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan
dan kaki. Kelainan saraf catat bila ada nyeri tekan dan penebalan saraf,
perhatikan jangan klien sampai klien kesakit pada waktu saraf diraba. Cara
pemeriksaan saraf :
Bandingkan saraf bagian kanan dan kiri
Membesar atau tidak
Apakah ada berubahan bentuk
Pada perabaan keras atau kenjal
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Bakterioskopis
Page | 5
clear zone ) yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannya
tidak patologik. Bisa dijumpai sel virchow dengan banyak basil. Pada tipe
borderline terdapat campuran unsur unsur tersebut.
Sel virchow adalah histiosit yang dijadikan M.leprae sebagai tempat
berkembangbiak dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.
c. Pemeriksaan Serologis
Kegagalan pembiakan dan isolasi kuman mengakibatkan diagnosis serologis
merupakan alternatif yang paling diharapkan. Pemeriksaan serologik, didasarkan
terbentuk antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae.
Pemeriksaan
serologik
adalah
MLPA (Mycobacterium
Leprae
Particle
Page | 8
KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak
dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. pekerjaan, alamat menentukan
tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. karena pada
kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan
ekonomi lema
b. Riwayat Penyakit Sekarang
biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya
lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang
gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada
organ tubuh
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi
lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan
oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 25 tahun. jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus
hansen akan tertular.
e. Riwayat Psikososial
klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar
masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan,
sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami
gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi
yang diderita.
f. Pola Aktivitas Sehari-Hari
aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
g. Pemeriksaan Fisik
Page | 9
keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada
tipe i, reaksi ringan, berat tipe ii morbus hansen. lemah karena adanya gangguan
saraf tepi motorik.
sistem penglihatan. adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata
anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan
kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika
ada infeksi akan buta. pada morbus hansen tipe ii reaksi berat, jika terjadi
peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. sedangkan
pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.
sistem pernafasan. klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan
terdapat gangguan pada tenggorokan.
1. sistem persarafan:
kerusakan fungsi sensorik
kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa.
alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka,
sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
kerusakan fungsi motorik
kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lamalama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. jari-jari tangan dan
kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi
(kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat
dirapatkan (lagophthalmos).
kerusakan fungsi otonom
terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan
sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan
akhirnya dapat pecah-pecah.
2. sistem muskuloskeletal.
adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau
kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
3. sistem integumen
Page | 10
Page | 11
DIAGNOSA
TUJUAN / KRITERIA
KEPERAWATAN
HASIL
Kerusakan integritas Tujuan :
kulit
yang Setelah
berhubungan
lesi
dan
inflamasi
dengan tindakan
RASIONAL
keperawatan
berangsur-angsur
1.
Menunjukkan
terjadinya komplikasi.
pada jaringan sekitar
4. Bersihan lesi dengan sabun 4. Kulit yang terjadi lesi
2.
regenerasi jaringan
Mencapai
penyembuhan tepat
perawatan
yang
dengan tindakan
khusus
dilakukan
penjalaran nyeri
2. Observasi tanda-tanda vital
keperawatan
3. Ajarkan
dan
anjurkan
perlu
untuk
proses
penyembuhan
1. Observasi lokasi, intensitas dan 1. Memberikan informasi
rasa Tujuan :
Kriteria :
Gangguan
dasar
sembuh.
inflamasi
dilakukan
INTERVENSI
membantu
dalam
untuk
memberikan
intervensi.
Page | 12
proses
jaringan
dan
berangsur-angsur
hilang
Kriteria :
1. Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
proses
inflamasi
Intoleransi
yang
dengan
fisik
hilang
aktivitas Tujuan :
berhubungan Setelah
dilakukan
kelemahan tindakan
keperawatan
kelemahan
teratasi
fisik
dan
dapat
aktivitas
dapat dilakukan.
dapat
mempengaruhi
konsisten,
diawali
Kriteria :
1. Pasien
nyaman
pada ekstremitas
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, 2. Oedema dapat
aktifitas
perawatan
mengencangkan
jaringan,
otot/ sendi
untuk 4. Meningkatkan
kekuatan
dan
Page | 13
melakukan aktivitas
sehari-hari
2. Kekuatan otot penuh
diri)
berhubungan
yang Setelah
kehilangan
tubuh
dilakukan
dengan tindakan
keperawatan
dapat
fungsi secara
berfungsi
optimal
dan
terdekat
pada latihan
Pasien menyatakan
diri
Memasukkan
perubahan
pasien
2. Terima
frustasi,
untuk
aktif
dalam
dalam
perubahan
dan
akui
ekspresi
ketergantungan
memerlukan
tiba-tiba.
Ini
dukungan
dalam
dan
perbaikan optima
kemarahan. Perhatikan perilaku 2. Penerimaan perasaan
menarik diri.
3. Berikan
harapan
parameter
penerimaan situasi
2.
situasi
sebagai
memberikan
menyusun
kesempatan
tujuan
dan
untuk
rencana
penguatan
dapat
terjadinya
perilaku
koping positif
5. Meningkatkan ventilasi perasaan
Page | 14
Page | 15
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan
ke-XII, Depkes Jakarta
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media
Aeuscualpius, Jakarta.
Juall,
Lynda, Rencana
Asuhan
Keperawatan
Dan
Dokumentasi
Page | 16