Anda di halaman 1dari 25

Telaah Ilmiah

KERATITIS

Oleh
Liana Alviah Saputri, S.Ked

Pembimbing
dr. H. Rusdianto, Sp. M. (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah

Keratitis

Oleh:
Liana Alviah Saputri, S.Ked
04054821618046

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 30 Juni 2016 s.d 8
Agustus 2016

Palembang, Juli 2016

dr. H. Rusdianto, Sp. M. (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul Keratitis ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik
senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Rusdianto, Sp.M(K)
atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan
telaah Ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea..................................................................3
2.2 Keratitis.......................................................................................................6
2.3.1 Definisi.............................................................................................6
2.3.2 Etiologi.............................................................................................6
2.3.3 Patofisiologi.....................................................................................7
2.3.4 Klasifikasi........................................................................................8
2.3.5 Gejala klinis....................................................................................11
2.3.6 Diagnosa.........................................................................................14
2.3.7 Pemeriksaan penunjang..................................................................15
2.3.8 Penatalaksanaan.............................................................................16
2.3.9 Komplikasi.....................................................................................17
2.3.10 Prognosis........................................................................................18

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................19


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Diagram skematik dari mata manusia..........................................................1
2. Lapisan Kornea............................................................................................6
3. Keratitis Bakterial......................................................................................14
4. Keratitis Pungtata superfisial.....................................................................14

v
BAB I
PENDAHULUAN

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Karena itu kornea harus tetap
jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan sinar.
Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat menimbulkan
gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil),
bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.1,2
Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis
merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis
yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena
alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman
lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.3
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi
keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial.
Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis,
keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk
klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis nurmularis
dan keratitis neuroparalitik.3
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri tersering
seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus
aeroginosa, dan Moarxella.4
Gejala umum keratitis adalah visus turun mendadak, mata merah, rasa silau,
dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-
jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis
pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang
terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan
berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen
sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai

1
menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat agar
tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang terutama
pada pasien yang masih muda.1,2,3
Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan
prognosis dari keratitis. Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk
memberikan informasi terkait keratitis dan menjadi salah satu sumber bacaan
tentang keratitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea adalah area sirkular di bagian anterior dari lapisan fibrosa bola
mata atau sklera. Area ini berfungsi penting dalam proses refraksi cahaya.
Kornea merupakan bagian depan transparan mata yang menutupi iris, pupil, dan
ruang anterior. Kornea ini disisipkan kedalam sklera pada limbus, lekukan
melingkar pada sambungan ini disebur sulcus scleralis.2
Kornea, dengan ruang anterior dan lensa, membiaskan cahaya, dengan
kontribusi kornea kurang lebih dua-pertiga dari total daya optik mata. Pada
manusia, kekuatan bias kornea adalah sekitar 43 dioptri. Sementara kornea
memberikan kontribusi terbesar dari kekuatan focus mata, fokusnya adalah
tetap. Kelengkungan lensa, di sisi lain, dapat disesuaikan untuk "menyetel"
fokus tergantung pada jarak objek. Istilah medis yang berkaitan dengan kornea
seringkali diawali dengan awalan "kerat-" dari kata Yunani , tanduk.5

Gambar 1. Diagram skematik dari mata manusia


Kornea memiliki ujung saraf yang sensitif terhadap sentuhan, suhu dan zat
kimia, sentuhan kornea menyebabkan refleks involunter untuk menutup kelopak

3
mata. Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang didapat dari
percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan supra
koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan
melepaskan selubung schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan
didaerah limbus. Karena transparansi adalah sangat penting, kornea tidak
memiliki pembuluh darah, melainkan menerima nutrisi melalui difusi dari cairan
air mata melalui permukaan luar dan aqueous humor melalui permukaan dalam,
dan juga dari neurotrophins yang disediakan oleh serabut saraf yang
menginervasinya. 5,6
Pada manusia, kornea memiliki diameter sekitar 11,5 mm dan ketebalan
0,5-0,6 mm di pusat dan 0,6-0,8 mm di pinggiran. Transparansi, avaskularitas,
kehadiran sel imun imatur setempat, dan keistimewaan imunologinya membuat
kornea jaringan yang sangat istimewa. Kornea tidak memiliki suplai darah,
mendapat oksigen secara langsung melalui udara. Oksigen pertama larut dalam air
mata dan kemudian berdifusi seluruh kornea untuk tetap sehat. Berbatasan dengan
sclera oleh limbus kornea.5,6
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi
relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih
berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-
sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan
mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan
langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air dari stroma kornea
superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi .
Kornea manusia memiliki lima lapisan, dari anterior posterior lima lapisan
kornea manusia adalah:

4
1. Epitelium kornea Tidak memiliki lapisan keratin, terdiri atas 5-6 lapis sel,
yang menyusun 10% dari seluruh ketebalan kornea. Gambaran mitosis
biasanya terlihat pada lapisan basal, terutama di bagian perifer kornea,
menunjukkan tingginya kapasitas sel epital kornea dalam proses regenerasi
dan perbaikan.6
2. Lapisan Bowman
Membran basal epitel yang sangat tebal, jernih, aselular, yang merupakan
bagian stroma yang berubah.2 Lapisan bowman berfungsi untuk menjaga
stabilitas dan kekuatan kornea, dan memberi perlindungan terhadap stroma
dari infeksi.6
3. Stroma kornea
Stroma adalah bagian tebal, yang terdiri atas sekitar 60 lapis kolagen paralel
yang menyusun 90% ketebalan kornea.bagian ini tersusun atas jalinan
lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 um dan tinggi 1-2
um yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan
sejajar dengan permukaan kornea, dank arena ukuran dan kerapatannya
menjadi jernih secara optic. Diantara lapisan kolagen, terdapat sel keratosit.2
4. Membran Descement
Lapisan posterior stroma yang terikat pada struktur tebal yang terdiri atas
serat kolagen.membran descement ini memiliki tampilan yang homogen
dengan mikroskop cahaya, tetapi tampak berlapis-lapis dengan mikroskop
electron akibat perbedaan struktur antara bagian pra- dan pascanasalnya.2
5. Endothelium Kornea
Endothelium kornea hanya mempunyai satu lapis sel, tetapi lapisan ini
berperan besar dalam mempertahankan desturgesensi stroma kornea. Endotel
kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring
dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud
pembesarandan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel.
Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.2

5
Gambar 2. Lapisan Kornea

Gambar 2. Lapisan Kornea

2.2. Keratitis
2.2.1. Definisi
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya
kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata
merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang
dalam atau injeksi siliar. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis yang
terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial.3

2.2.2 Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam, seperti infeksi bakteri, virus
maupun jamur (virus herpes simpleks merupakan penyebab tersering),
kekeringan kornea, pajanan cahaya yang terlalu terang, benda asing, reaksi alergi
terhadap kosmetik, debu, polusi atau bahan iritan lainnya, kekurangan vitamin A
dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik.

6
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, Atypical Mycobacteria dan
Moraxella. Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang
dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada
tahap awal. Jika pengobatan antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari
mata memperoleh pemulihan visual yang baik.7
Mayoritas kasus yang ditemukan di masyarakat adalah keratitis bakteri
yang teratasi dengan pengobatan empirik dan tidak memerlukan kultur bakteri.
Apusan kornea untuk kultur dan tes sensitivitas diindikasikan untuk ulkus
kornea dengan ukuran yang besar, berlokasi di sentral kornea, mencapai daerah
stroma.8

2.2.3 Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea
(dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma
dan penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh
lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks
berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang
membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi
secara cepat dan lengkap.
Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma
yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi
dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur.
Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen kornea bakterial, pathogen-
patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang
immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.9
Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea
superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, mulai dari lesi pada

7
kornea yang selanjutnya agen patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi
pada daerah struma kornea respon tubuh berupa pelepasan antibodi yang akan
menginfiltrasi lokasi invasi agen pathogen. Hasilnya,akan tampak gambaran
opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan
memberikan gambaran infiltrasi kornea.
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang
akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan) dan selanjutnya agen
pathogen akan menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan mengalami
atropi dan melekat pada membarana descement yang relatif kuat dan akan
menghasilkan descematocele yang dimana hanya membarana descement yang
intak. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement
terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforate dan
merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan
gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.
Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau
keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan
bola mata involunter. Rasa nyeri ini diperberat oleh gerak palpebra (terutama
palpebral superior) dan biasanya menetap sampai sembuh.2
Korena berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas
cahaya, lesi kornea umumnya mengaburkan penglihatan, terutama bila letaknya
di pusat. Fotofobia pada penyakit kornea merupakan akibat kontraksi iris
meradang yang nyeri. Dilatasi pembuluh darah adalah fenomena reflex yang
timbul akibat iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada
kebanyakan penyakit kornea, hanya minimal pada keratitis herpes karena terjadi
hiperestesia pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostic penting.2

2.2.4 Klasifikasi
Terdapat bermacam-macam pembagian dari keratitis yaitu:

8
1. Menurut penyebabnya :
a. Keratitis bakterial
Bakteri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :
Streptokokus pneumonia
Pseudomonas aeroginosa
Streptokokus hemolitikus
Moraxella liquefaciens
Klebsiella pneumoniae
b. Keratitis viral
Virus lain yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :
Herpes simpleks
Herpes zoster
Variola (jarang)
Vacinia (jarang)
c. Keratitis jamur
Jamur - jamur yang biasa ditemukan pada keratitis, diantaranya :
Candida
Aspergilin
Nocardia
Cephalosporum
d. Keratitis lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak mata
tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga mata terpapar dan terjadi
kekeringan pada kornea dan konjungtiva yang memudahkan terjadinya
infeksi. Dapat dikarenakan parese Nervus VII. 2
e. Keratitis neuroparalitik akibat kerusakan Nervus V
Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf
trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai
kekeringan kornea. Gangguan saraf ke-5 ini dapat terjadi akibat Herpes
zoster, tumor fosa posterior kranium dan keadaan lainnya. Pada keadaan

9
anestesi kornea kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi dari luar. Hal
ini dapat menyebabkan kornea mudah terjadi infeksi sehingga
mengakibatkan terbentuknya ulkus kornea.2
f. Keratokonjungtivitis sika
Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan
ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:
a. Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya blefaritis menahun
b. Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjorgen, alakrimal
kongenital, obat diuretik, atropin, dan usia tua.
c. Defisiensi komponen musin: defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom
Stevens Johnson.
d. Penguapan yang berlebihan, misalnya pada keratitis neuroparalitik, hidup
di padang gurun, keratitis lagoftalmus.
e. Karena parut pada kornea.

2. Menurut tempatnya :
a. Keratitis superfisial
Keratitis epitelial
Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan
keratitis serta pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan
yang terlibat (misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan
pada epitel sangat bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai
erosi kecil-kecil, pembentukan filament, keratinisasi partial dan lain-lain.
Lesi-lesi ini juga bervariasi pada lokasinya di kornea. Semua variasi ini
mempunyai makna diagnostik yang penting.2
Keratitis subepitelial
Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat
subepitelial pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan
adenovirus 8 dan 19). Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata
telanjang namun dapat juga dikenali pada pemeriksaan biomikroskopik
terhadap keratitis epitelia.2

10
Keratitis stromal
Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang
menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai
penebalan kornea, pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan
yang dapat berakibat perforasi; dan vaskularisasi.
b. Keratitis profunda
Keratitis interstitial
Merupakan keratitis yang ditemukan pada jaringan yang lebih dalam,
yaitu keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi.
Terjadi akibat alergi, infeksi lues, dan tuberkulosis.
Keratitis sklerotikans
Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea, terlokalisasi,
berbatas tegas unilateral yang menyertai radang sklera atau skleritis.
Kadang-kadang mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih
menyerupai sklera. Diduga terjadi karena perubahan susunan serat
kolagen yang menetap.
Keratitis disiformis
Disebut juga keratitis sawah karena banyak mengenai petani.
Keratitis memberikan kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di
jaringan kornea. Diduga merupakan reaksi alergi ataupun imunologik
terhadap virus Herpes simpleks. Stromanya edema di daerah sentral yang
berbentuk cakram, tanpa infiltrasi berarti dan biasanya tanpa
vaskularisasi. Edemanya mungkin cukup untuk membuat lipatan-lipatan
pada membran descemet.2

2.2.5 Gejala Klinis


Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis. Pasien
dapat mengeluhkan adanya pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia,
penurunan visus, sensasi benda asing, iritasi okuler dan blefarosspasma dan
kadang juga di temukan hipopion pada kamera anterior.3

11
Gambar 3. Keratitis Bakterial 10
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi
epithelia multiple sebanyak 1 50 lesi (rata rata sekitar 20 lesi didapatkan).
Lesi epithelial yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa
kumpulan bintik bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung
berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak
apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun
loup setelah diberi flouresent.3

Gambar 4. Keratitis Pungtata Superfisial 11

No. Jenis keratitis Bentuk keratitis


1. Keratitis stafilokok Erosi kecil-kecil terputus fluorescin; terutama
sepertiga bawah kornea

12
2. Keratitis herpetic Khas dendritik (kadang-kadang bulat atau
lonjong) dengan edema dan degenerasi
3. Keratitis varicella-zoster Lebih difus dari lesi HSK; kadang-kadang linear
(pseudosendrit)
4. Keratitis adenovirus Erosi kecil-kecil terpulas fluorecein; difus namun
paling mencolok di daerah pupil
5. Keratitis sindrom SjorgenEpitel rusak dan erosi kecil-kecil, pleomorfik,
terpulas fluorescein; filament epithelial dan
mukosa khas; terutama belahan bawah kornea
6. Keratitis terpapar akibat Erosi kecil-kecil tidak teratur, terpulas
lagoftalmus atau fluorescein; terutama di belahan bawah kornea
eksoftalmus
7. Keratokonjungtuvitis Lesi mirip-sinsisium, yang keruh dan berbercak-
vernal bercak kelabu, paling mencolok di daerah pupil
atas. Kadang-kadang membentuk bercak
epithelium opak
8. Keratitis trofik-sekuele Edema epitel berbercak-bercak; difus namun
HS, HZ dan destruksi terutama di fissure palpebrae, pukul 9-3
ganglion gaseri
9. Keratitis karena obat- Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan
terutama antibiotika edema seluler berbintik-bintik; lingkaran epitel
spectrum luas
10. Keratitis superficial Focus sel-sel epithelial sembab, bulat atau
punctata (SPK) lonjong; menimbul bila penyakit aktif
11. Keratokonjungtivitis Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein di sepertiga
limbic superior atas kornea; filament selama eksaserbasi;
hiperemi bulbar, limbus berkeratin menebal,
mikropanus
12. Keratitis rubeola, rubella Lesi tipe virus seperti pada SPK; di daerah pupil
dan parotitis epidemika
13. Trachoma Erosi epitel kecil-kecil terpulas fluorescein pada
sepertiga atas kornea
14. Keratitis defisiensi Kekeruhan berbintik kelabu sel-sel epitel akibat
vitamin A keratinisasi partial; berhubungan dengan bintik-

13
bintik bitot

Pada Keratitis Pneumokokus muncul 24-48 jam setelah inokulasi, ulkus


berbatas tegas, kelabu, cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat
infeksi ke sentral. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi
kornea sekitar ulkus sering bening, ada hipopion.
Pada Keratitis Pseudomonas ulkus berawal sebagai infiltrat kelabu atau
kuning. Lesi ini cenderung cepat menyebar ke segala arah. Terdapat hipopion
dan infiltrat dan eksudat berwarna hijau kebiruan
Pada Keratitits Streptokokus khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi
ke arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan,
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke
dalam dan menyebabkan perforasi.2
Pada keratitis Moraxella akan menimbulkan ulkus lonjong indolen yan
umumnya mengenai kornea bagian inferior dan meluas ke stroma setelah
beberapa hari. Biasanya tidak ada hipopion, atau bila ada hanya sedikit; korena
disekitarnya umumnya jernih. Biasanya terjadi pada pasien peminum alcohol,
diabetes atau dengan penyebab imunosupresi lainnya.2
Tanda klinis yang dapat membantu penegakan diagnosis keratitis jamur
filamentosa adalah ulkus kornea yang bercabang dengan elevasi, batas luka yang
iregular dan seperti kapas, permukaan yang kering dan kasar, serta lesi satelit.
Tampilan pigmentasi coklat dapat mengindikasikan infeksi oleh jamur
dematiaceous. Keratitis jamur juga dapat memiliki tampilan epitel yang intak
dengan infiltrat stroma yang dalam.
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi
tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks.
Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien, akan tetapi
reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.9

2.2.6 Diagnosis
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau

14
(fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang kornea ini
biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisial dan interstisial atau profunda. Keratitis superfisial termasuk lesi
inflamasi dari epitel kornea dan membrane bowman superfisial.12
Sangat penting untuk dilakukan penegakan diagnosis morfologis pada
pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan
dengan melihat tanda-tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial,
perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari penebalan epitel, Punctate
Epitelial Erosion (PEE), dan lecet kornea untuk pseudodendrites. Dapat menjadi
reaksi traumatis sekunder dan alergi terhadap lensa kontak. Pada keratitis
stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang
bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke
epitel kornea.9
Pemeriksaan fisik pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada
keratitis melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan
inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam
pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah
loup dan dengan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya
refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh
kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat
terlihat. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan
dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.3,4

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin
sangatlah penting dalam menghindari penurunan penglihatan secara permanen.
Diagnosis melalui pemeriksaan penunjang dari setiap jenis infeksi keratitis pada
dasarnya meliputi langkah-langkah berikut:
1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan dengan
mengambil apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan inokulasi media kultur

15
untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak yang digunakan juga harus
diambil dan di kultur untuk memastikan sumber dari bakteri atau jamur.
2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang diambil
untuk mendeteksi bakteri.
3. Biopsi kornea.

2.2.8 Penatalaksanaan
Berhenti memakai lensa kontak, jika dicurigai terjadi infeksi pada
kornea, pasien harus menjalani pemeriksaan menyeluruh oleh dokter mata
sesegera mungkin untuk menyingkirkan ulkus kornea. Jika tidak ada akses yang
tepat ke dokter mata, ambil apusan/smear dan kultur dari apusan ulkus dengan
spatula kecil, mulai antibiotik spektrum luas topikal dengan cakupan gram
negatif seperti fluorokuinolon (misalnya, ofloxacin atau ciprofloxacin) 6 sampai
8 kali per hari dan cycloplegic tetes, jangan menggosok mata dan segera ke
dokter mata. Pengobatan empiris harus sesuai dengan anjuran dokter mata.9
Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artifisial
seringkali adekuat pada kasus-kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat
mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata.
Mereka tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih,
pembilas dan dilusi dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel
superfisial untuk membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan
mucin dari air mata.9 Tergantung dari keparahan gejala pada pasien, air mata
artifisial dengan viskositas berbeda (dari tetes mata hingga gel viskositas tinggi)
diresepkan pada pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada
keratitis akibat pemaparan (exposure keratitis), gel atau krim dengan viskositas
yang tinggi digunakan karena waktu retensinya yang panjang.3
Antibiotik sistemik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat
infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin
maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan
pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di
kornea hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat
mencapai titik kenyamanan.3

16
Antibiotik topikal spektrum luas digunakan pada pengobatan awal.
Untuk keratitis yang parah di berikan dosis loading setiap 5 sampai 15 menit
untuk jam pertama dan diikuti oleh aplikasi setiap 15 menit sampai 1 jam pada
jam berikutnya. Pada keratitis yang kurang parah, rejimen terapi dengan dosis
yang kurang frekuen terbukti efektif. Agen Cycloplegic digunakan untuk
mengurangi pembentukan sinekia dan untuk mengurangi nyeri dengan cara
merelaksasi iris.
Terapi pembedahan, emergency keratoplasty diindikasikan untuk
mengobati suatu descemetocele atau ulkus kornea perforasi pada daerah nekrosis
yang luas dan memerlukan flap konjungtiva untuk mempercepat penyembuhan.
Stenosis atau penyumbatan dari sistem lakrimal yang lebih rendah yang
mungkin mengganggu penyembuhan ulkus harus dikoreksi melalui
pembedahan.1
Sesegera mungkin melakukan pemeriksaan tes bakteriologis dan tes
resistansi untuk mendapatkan hasil yang lebih dini, agar dokter segera
melakukan terapi empiris pada agen patogen. Pada keadaan keratitis yang tidak
berespon dengan pengobatan mungkin agen patogen tersebut belum
diidentifikasi secara positif, pasien tidak menggunakan antibiotik yang
dianjurkan dokter, agen patogen tersebut resisten terhadap antibiotik, ataukah
keratitis ini tidak disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh salah satu patogen berikut:
1.Herpes simplex virus, 2.Jamur, 3. Acanthamoeba, atau agen patogen langka
seperti 4. Nocardia atau mycobacteria.1
2.2.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat menyertai keratitis, antara lain:
1. Hipopyon: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan
uveal anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma dan PMNLs bermigrasi
melalui iris ke kamera anterior.
2. Penyembuhan membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi sebelumnya.
Sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , makula dan leukoma.
Leukoma di stroma, dengan mata telanjang bias dilihat
Makula di subepitel, dengan senter bias dilihat
Nebula di epitel, dengan slit lamp atau dengan loupe bisa dilihat

17
3. Ulkus kornea
4. Descemetocele
Membran descemet yang tahan terhadap kolagenolisis dan mengalami
perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior membran kornea. Kondisi
ini lebih umum sebagai sekuel keratitis virus.
5. Perforasi

2.2.10 Prognosis
Prognosis visual pada keratitis bergantung pada beberapa faktor dibawah ini: 11
Virulensi mikroorganisme yang terlibat
Luas dan lokasi ulkus kornea
Hasil vaskularisasi dan/atau deposit kolagen.

18
BAB III
KESIMPULAN

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis biasanya diklasifikasikan
dalam lapis yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial.
Penyebab keratitis bermacam-macam, seperti infeksi bakteri, virus maupun
jamur (virus herpes simpleks merupakan penyebab tersering), kekeringan kornea,
pajanan cahaya yang terlalu terang, benda asing, reaksi alergi terhadap kosmetik, debu,
polusi atau bahan iritan lainnya, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa kontak
yang kurang baik. Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, Atypical Mycobacteria dan Moraxella.
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien yang
datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau (fotofobia) dan
merasa kelilipan (blefarospasma). Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kornea dibawah slitlamp, jika tidak tersedia dapat digunakan kaca
pembesar dan pencahayaan yang terang. Pemulasan flouresent dapat memeprjelas lesi
epitel superfisial yang tidak mungkin terlihat bila tidak dipulas. Pemeriksaan penunjang
berupa biakan dari apusan kornea untuk mengetahui jenis bakterinya guna terapi yang
tepat dan adekuat.
Penatalaksaan keratitis harus dilakukan segera untuk mencegah komplikasi yang
tidak diinginkan. Faktor risiko sebisa mungkin disingkirkan, pemberian antibiotik sesuai
jenis bakteri penyebabnya, pemberian artificial tears, sikloplegik, kortikosteroid, dan
pembedahan jika sudah terjadi perforasi. Prognosisnya tergantung pada beberapa hal,
diantaranya virulensi mikroorganisme, luas dan letak defek, dan hasil vaskularisasi
dan/atau deposit kolagen.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San


Fransisco 2008-2009. p. 179-90
2. Roderick B. Kornea. Dalam: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta :
EGC. 2009. p. 125-49.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010. p.113116.
4. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2 nd edition.
Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
5. Tortora GJ, Derrikson B. Principles Of Anatomy And Physiology. Denve. John
Wileys Sons Inc. 2009
6. Mescher AL. Junqueiras Basic Histology Twelfth Edition. The Mc-Graw Hill
Companies. Bloomington: 2010.
7. Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis Of Clinical Opththalmology : Cornea. 2 nd Edition.
Pennsylvania : Wills Eye Institute; 2003. P168-73.
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology A Rapid Treatment Guide. Mc Graw-Hill. 2002.
9. Tasman W, Jaeger EA. Duanes Ophtalmology. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2007
10. Bacterial Keratitis. Available at:
http://www.artisanoptics.com/services/eye_diseases___conditions/bacterial_kera
titis/ . Accessed on July 29th, 2016.
11. Keratitis Punctata Thygesons superficial punctate keratitis. Available at:
https://www.superstock.com/stock-photos-images/824-21804 . Accessed on July
29th, 2016.
12. Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis of Clinical Opththalmology : Cornea. 2 nd edition.
Pennsylvania : Wills Eye Institute; 2003. P168-73.
13. Lopez FHM. Bacterial Keratitis. August 28th, 2014. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview . Accessed on July 29th,
2016.

Anda mungkin juga menyukai