Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus
dan jaringan interstitial. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh seperti kondisi
gizi buruk pada balita, tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya
kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.
Gizi buruk merupakan akibat dari konsumsi makanan yang tidak
memadai dari protein dan energi, baik karena kekurangan asupan makanan
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal atau karena kebutuhan untuk
pertumbuhan lebih besar daripada yang disediakan. Gizi buruk dibagi dalam
tiga bentuk. Marasmus (nonedematous) akibat kekurangan energi,
kwashiorkor (edematous) karena kekurangan protein, dan marasmus
kwashiorkor karena kekurangan energi dan protein.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014, jumlah balita gizi
buruk di Indonesia mencapai 32.521 balita. Kejadian pneumonia pada gizi
buruk adalah sebesar 20% dari keseluruhan komplikasi yang timbul dari
pasien dengan gizi buruk.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan awal pada
kasus bronkopneumonia dengan marasmus?

1.3 Tujuan Umum


Mengetahui cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan awal pada
kasus bronkopneumonia dengan marasmus.

1
1.4 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi bronkopneumonia dan marasmus.
2. Mengetahui tanda dan gejala klinis anak dengan pneumonia dan
marasmus.
3. Mengetahui cara penatalaksanaan anak dengan pneumonia dan marasmus.

1.5 Manfaat
1. Menambah pengetahuan tentang pneumonia dan marasmus pada balita.
2. Dapat dijadikan sumber informasi referensi dalam diagnosis dan
penatalaksanaan kasus pneumonia dan marasmus pada balita.

BAB II

2
STATUS PASIEN

2.1 IDENTIFIKASI
Nama : An. GBY
Umur / Tanggal Lahir : 1 tahun 2 bulan/ 24 Februari 2015
Jenis kelamin : laki-laki
Nama Ayah : Tn YD
NamaIbu : Ny IN
Alamat : Jl. Ki Angkar Mungkur Lr. Asri, Seberang Ulu II,
Kota Palembang
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Dikirim oleh : Instalasi Gawat Darurat
MRS : 7 Mei 2016 Pukul 17.00 WIB

2.2 ANAMNESA
Tanggal : 9 Mei 2016
Diberikan oleh : Ibu penderita (Alloanamnesis)

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


1. Keluhan Utama : Sesak napas
2. Keluhan Tambahan : Batuk dan pilek
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sekitar 7 hari sebelum masuk RS penderita batuk (+), pilek (+),
demam (+) tidak terlalu tinggi, mual (-), mutah (-), BAB dan BAK tidak
ada keluhan.
Sehari sebelum masuk RS, pendeita mulai sesak napas (+), sesak
tidak dipngaruhi posisi, aktivitas dan cuaca, penderita dibawa ke IRD RS
Muhammadiyah dan kemudian rujuk ke IRD RSMH.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT

3
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Aterm
Partus : SC atas indikasi presentasi muka
Tempat : RS Muhammadiyah
Ditolong oleh : dokter spsialis kandungan
Tanggal : 24 Februari 2015
Berat badan : 2700 gram
Panjang badan : Ibu lupa
Lingkar kepala : Ibu lupa

2. Riwayat Makan
ASI : Lahir 5 bulan, jika rewel, 1 payudara setiap menyusu
Susu Botol : 5 sekarang, jika rewel, @ 30cc
Bubur Nasi : 5 sekarang, 3x/hari, @ 3-4 sdm
Nasi Tim : -
Nasi Biasa : -
Daging :-
Tempe :-
Tahu :-
Sayuran : -
Buah : Sejak usia 10 bulan, jarang
Lain-lain :
Kesan : Asupan nutrisi kurang
Kualitas : Kurang

3. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Umur Umur Umur
BCG 2 bln
DPT 1 2 bln DPT 2 - DPT 3 -
HEPATITIS B 1 0 bln HEPATITIS B 2 - HEPATITIS B 3 -
Hib 1 - Hib 2 - Hib 3 -
POLIO 1 - POLIO 2 - POLIO 3 -
CAMPAK - POLIO 4 -
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

4. Riwayat Keluarga
Perkawinan : Pertama
Umur : 29 tahun (Ibu) dan 34 tahun (Ayah)

4
Pendidikan : S1 (Ibu) dan SMA (Ayah)
Penyakit yang pernah diderita : R/ ibu menderita asma,
R/ ayah batuk-batuk (TB (-)),
R/ bibi menderita TB

5. Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama : 10 bulan
Berbalik : belum bisa
Tengkurap : belum bisa
Merangkak : belum bisa
Duduk : belum bisa
Berdiri : belum bisa
Berjalan : belum bisa
Berbicara : belum bisa
Kesan : Perkembangan terlambat

6. Riwayat Perkembangan Mental


Isap Jempol :-
Ngompol :-
Sering Mimpi :-
Aktivitas : sedang
Membangkang : -
Ketakutan :-
Kesan : Perkembangan mental terlambat

7. Penyakit yang pernah diderita


R/ batuk, pilek, dan demam yang berulang sejak usia 3 bulan, sering
berobat ke Puskesmas.
R/ berat badan tertinggi 5,5 kg (usia 14 bulan), BBL 2,7, berobat ke
SpA dan dirujuk ke poli gizi RSMH tapi tidak dating.

5
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Sesak
Kesadaran : Compos mentis
BB : 5,5 kg
TB : 64 cm
Status Gizi : Gizi kurang
BB/U : < (-3) SD gizi buruk
TB(PB)/U : < (-3) SD perawakan sangat pendek
BB/TB(PB) : < (-3) SD sangat kurus
Lingkar Kepala : 48 cm 0 (-2) SD normal
Edema (-), sianosis (-), dispnue (+-), anemia (-), ikterus (-), dismorfik
(-)
Suhu : 39,2 oC
Respirasi : 54 x/menit Tipe Pernapasan : Vesikuler
TekananDarah : . mmHg
Nadi : 148 x/ menit, Isi/kualitas : Cukup
Regularitas : Reguler
Kulit : Baggy pants (+), edema (-), petekie (-)

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (+/+)
Hidung : Napas cuping hidung (+)
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-), bercak
keputihan (-)
Gigi : Karies (-)
Lidah : Pucat (-), hiperemis (-), atrofi papil (-)
Faring/ Tonsil: simetris, uvula di tengah, hiperemis (-), T1/T1

6
Leher
Inspeksi : Massa (-)
Palpasi : Pembesaran KGB (-)

Thorak
Inspeksi : Simetris, retraksi (+) interkostal dan subkostal
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
a. Paru-paru
Auskultasi : Vesikuler (+), ronki basah halus nyaring (+/+),
wheezing (-).
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
b. Jantung
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Ginjal : Nyeri tekan (-)

Ekstremitas: akral hangat, baggy pants (+)

Status neurologis
Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai Tungkai Lengan Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Sedang Sedang Sedang Sedang
Kekuatan 3 3 3 3
Tonus eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -

7
Reflek fisiologis Normal Normal Normal Normal
Reflek patologis - - - -

Gejala rangsang meningeal: Kaku kuduk (-), Brudzinski I dan II (-),


Kernig (-)
Fungsi sensorik Belum dapat dinilai
Nervi craniales Belum dapat dinilai

2.4 RESUME
Pasien an GBY, laki-laki, 1 tahun 2 bulan datang dengan keluhan
sesak napas dan keluhan tambahan batuk, pilek.
Sekitar 7 hari sebelum masuk RS penderita batuk (+), pilek (+),
demam (+) tidak terlalu tinggi, mual (-), mutah (-), BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Sehari sebelum masuk RS, pendeita mulai sesak napas (+), sesak
tidak dipngaruhi posisi, aktivitas dan cuaca, penderita dibawa ke IRD RS
Muhammadiyah dan kemudian dirujuk ke IRD RSMH.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum sesak, kesadaran compos
mentis, berat badan 5,5 kg, panjang badan 64 cm, status gizi kurang,
pernapasan 54 x/menit, nadi 148 x/ menit, suhu 39,2 oC, baggy pants (+).
Pada pemeriksaan keadaan spesifik, napas cuping hidung (+), retraksi (+)
intercostal dan subcostal, rhonki basah halus nyaring (+) pada kedua
lapangan paru.

2.5 DAFTAR MASALAH


1. Sesak napas
2. Batuk, pilek
3. Berat badan susah naik

2.6 DIAGNOSIS BANDING


1. Bronkopneumonia dan marasmus kondisi V
2. Bronkiolitis dan marasmus kondisi V
3. TB dan marasmus kondisi V

8
2.7 DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia dan marasmus kondisi V

2.8 PENATALAKSANAAN
a. Pemeriksaan Anjuran
1. Pemeriksaan radiologi: foto thorak posisi AP, lateral
2. Pemeriksaan laboratorium: darah rutin lengkap, CRP, LED
3. Tes mantoux

b. Terapi ( Suportif Simptomatis-Kausatif)


Non Farmakologis
- O2 nasal 2 L/menit
- IVFD D5 NS gtt 15 mikro/menit

Farmakologis
- Inj. Ampisilin 3x750 mg IV
- Inj. Gentamisin 2x16 mg IV

c. Diet
Kebutuhan kalori:
Pada hari ke-3 rawat maka kebutuhan kalori pada fase transisi (F100)
adalah:
7 x 100 = 700 kkal

d. Monitoring
- Tanda vital
- Acceptability
- Tolerance
- Efficacy

e. Edukasi

9
1. Memberi informasi pada keluarga cara menyajikan makanan yang
bersih dan sehat sesuai kebutuhan.
2. Membantu anak menjaga asupan nutrisi yang baik.
3. Mengajak kerja sama kepada keluarga untuk rajin kontrol kesehatan
anak pasca perawatan

b. Prognosis
- Qua ad vitam : dubia ad bonam
- Qua ad functionam :dubia ad bonam
- Qua ad sanationam :dubia ad bonam

2.9. FOLLOW UP

Tanggal Jam CATATAN KEMAJUAN (S/O/A) RENCANA TATALAKSANA


10-05-2016 S : Demam(+), sesak (+),pucat (+), batuk (+) P:
06.30 WIB O: - O2 nasal 2 L/menit
Keadaan Umum : sesak - IVFD D5 NS gtt 5
- Sens: compos mentis makro/menit
o
- T: 37,7 C. - Inj. Ampisilin 3x400 mg (4)
- Nadi: 128 x/mnt
- Inj. Gentamisin 2x16 mg (4)
- RR: 52 x/mnt
- Tatalaksana marasmus
- SpO2: 92% dengan O2 nasal
kondisi V
Keadaan Spesifik:
- Kepala: NHC (+), conj. anemis (-), sklera
ikterik (-)
- Leher: Pembesaran KGB (-)
- Thoraks: simetris, retraksi (+) interkostal dan

10
subcostal
- Cor: Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
- Pulmo: vesikuler (+) normal, rbhn (+),
wheezing (-)
- Abdomen: datar, lemas, bising usus (+)
normal, hepar teraba 2 cm bac, lien tidak
teraba
- Ekstremitas: akral hangat, pucat (+)

A: Bronkopneumonia + marasmus kondisi V +


anemia ec. Def. Fe DD/ severe infection

11-05-2016 S : Demam(-), sesak (+), pucat (+)


06.30 WIB O: P:
Keadaan Umum : lemah - O2 nasal 2 L/menit
- Sens: compos mentis - IVFD D5 NS gtt 5
o
- T: 36,8 C. makro/menit
- Nadi: 110 x/mnt, - Inj. Ampisilin 3x400 mg (5)
- RR: 43 x/mnt,
- Inj. Ceftriaxone 1x500 mg
- SpO2: 98% dengan O2 nasal
IV (1)
Keadaan Spesifik:
- Tatalaksana marasmus
- Kepala: NCH (-), conj. anemis (-), sklera
kondisi V
ikterik (-)
- Leher: Pembesaran KGB (-)
- Thoraks: simetris, retraksi (+) interkostal dan
subcostal
- Cor: Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-),
gallop (-)

11
- Pulmo: vesikuler (+) normal, rbhn (+),
wheezing (-)
- Abdomen: datar, lemas, bising usus (+)
normal, hepar teraba 2 cm bac, lien tidak
teraba
- Ekstremitas: akral hangat, CRT< 3

A: Bronkopneumonia + marasmus kondisi V +


anemia ec. severe infection DD/ Def. Fe + CHD
asianotik ec. Susp VSD + susp. hipotiroid

12-05-2016 S : Demam (+), pucat (+), sesak (+)


06.30 WIB O:
Keadaan Umum : lemah P:
Sens: compos mentis - O2 sungkup 5 L/menit
T: 38,5 oC. - IVFD D5 NS gtt 15
Nadi: 108 x/m, mikro/menit
RR: 60 x/m, - Inj. Ampisilin 3x750 mg IV
SpO2: 94% dengan O2 sungkup (6)
Keadaan Spesifik: - Inj. Ceftriaxone 1x600 mg
- Kepala: NCH (+), conj. anemis (-), sklera IV (2)
ikterik (-)
- Tyrax 1 x 50 mcg PO
- Leher: Pembesaran KGB (-)
- Tarivid otic tetes telinga 2 x
- Thoraks: simetris, retraksi (+) interkostal dan
3 tetes ADS
subcostal, epigastrik
- Rencana transfusi PRC 2 x
- Cor: Bunyi Jantung I-II normal, murmur (+)
75 cc
sistolik gr. III /6 ICS III-IV LPS continue,
- Tatalaksana marasmus
gallop (-)
kondisi V
- Pulmo: vesikuler (+) meningkat, rbhn (+),
wheezing (-)
- Abdomen: datar, lemas, bising usus (+)
normal, hepar teraba 2 cm bac, lien tidak

12
teraba
- Ekstremitas: akral hangat, pucat (+)

A: Bronkopneumonia + Marasmus kondisi V +


Failure to thrive + Anemia ec. severe infection
+ MR ringan + TR ringan + Hipotiroid sekunder
+ OMSK + Atrofi serebri

13-05-2016 S : Demam tinggi(+), pucat (+), sesak (+)


06.30 WIB O:
Keadaan Umum : lemah
Sens: compos mentis P:
T: 39,3 oC. - O2 sungkup 5 L/menit
Nadi: 140 x/m, - IVFD D5 NS gtt 15
RR: 60 x/m, mikro/menit
SpO2: 92% dengan O2 sungkup - Inj. Ampisilin 3x750 mg IV
Keadaan Spesifik: (7)
- Kepala: NCH (+), conj. anemis (+), sklera - Inj. Ceftriaxone 1x600 mg
ikterik (-) IV (3)
- Leher: Pembesaran KGB (-)
- Tyrax 1 x 50 mcg PO
- Thoraks: simetris, retraksi (+) interkostal dan
- Tarivid otic tetes telinga 2 x
subcostal, epigastrik
3 tetes ADS
- Cor: Bunyi Jantung I-II normal, murmur (+)
- Transfusi PRC 2 x 75 cc
sistolik gr. III /6 ICS III-IV LPS continue,
- Tatalaksana marasmus
gallop (-)
kondisi V
- Pulmo: vesikuler (+) meningkat, rbhn (+),
wheezing (-)
- Abdomen: datar, lemas, bising usus (+)
normal, hepar teraba 2 cm bac, lien tidak
teraba
- Ekstremitas: akral hangat, pucat (+)

A: Bronkopneumonia + Marasmus kondisi V +

13
Failure to thrive + Anemia ec. severe infection
+ MR ringan + TR ringan + Hipotiroid sekunder
+ OMSK + Atrofi serebri

14-05-2016 S : Demam tinggi(+), pucat (+), sesak (+)


09.00 WIB O:
Keadaan Umum : lemah
Sens: compos mentis
T: 38,5 oC. P:
Nadi: 120 x/m, - O2 sungkup 5 L/menit
RR: 60 x/m, - IVFD D5 NS gtt 15
SpO2: 96% dengan O2 sungkup mikro/menit
Keadaan Spesifik: - Inj. Ampisilin 3x750 mg IV
- Kepala: Conj. anemis (+), NCH (-), sklera (8)
ikterik (-) - Inj. Ceftriaxone 1x600 mg
- Leher: Pembesaran KGB (-) IV (4)
- Thoraks: simetris, retraksi (+) interkostal dan
- Tyrax 1 x 50 mcg PO
subcostal, epigastrik
- Tarivid otic tetes telinga 2 x
- Cor: Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-),
3 tetes ADS
gallop (-)
- Transfusi PRC 2 x 75 cc
- Pulmo: vesikuler (+) normal, rbk (+),
- Tatalaksana marasmus
wheezing (-)
kondisi V
- Abdomen: datar, lemas, bising usus (+)
normal, hepar teraba 2 cm bac, lien tidak
teraba
- Ekstremitas: akral hangat, pucat (+)

A: Bronkopneumonia + Marasmus kondisi V +


Failure to thrive + Anemia ec. severe infection
+ MR ringan + TR ringan + Hipotiroid sekunder
+ OMSK + Atrofi serebri

14
-

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bronkopneumonia
2.1.1 Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang
berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.

2.2 Etiologi
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk
pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali,
sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
a. Pada neonatus: Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).

15
b. Pada bayi:
- Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
- Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
- Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
c. Pada anak-anak:
- Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
- Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
- Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
d. Pada anak besar dewasa muda :
- Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatis
- Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis

1.3 Faktor Risiko


Beberapa faktor meingkatkan risiko kejadian dan derajat pneumonia,
antara lain:
- Defek anatomi bawaan - Tidak mendapat ASI
- Defisit imunologi - Imunisasi tidak lengkap
- Polusi - Adanya saudara serumah yang
- GER (gastroesophageal reflux)
menderita batuk
- Aspirasi
- Kamar tidur yang terlalu padat
- Gizi buruk
- Berat badan lahir rendah penghuni

1.4 Klasifikasi
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi naas dan
retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di Negara
berkembang. Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang
buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO:
a. Bayi kurang dari 2 bulan:
- Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat
- Pneumonia sangat berat: tidak mau mnetek/minum, kejag, letargis,
demam atau hipotermi, bradipnea atau pernapasan ireguler
b. Anak umur 2 bulan sampai 5 tahun:

16
- Pneumonia ringan: napas cepat
- Pneumonia berat: retraksi
- Pneumonia sangat berat: tidak tidak mau mnetek/minum, kejag,
letargis, malnutrisi

1.5 Patofisiologi
Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi,
aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga
terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah
putih keluar dari darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli
yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan
infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.
Kadang-kadang seluruh lobus bahkan seluruh paru menjadi padat
(consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan dan sisa-sisa sel.
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing
dan bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi
virus akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan
reseptor sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di
alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus
pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap
sel epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus
ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus
menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul
dengan infiltrasi sel-sel PMN.
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu:
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel

17
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman
atau penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari

18
infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga
unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk,
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

1.6 Diagnosis
1. Anamnesis
- Batukyang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan
dahak purulen bias berdarah
- Sesak napas
- Demam
- Kesulitan makan/minum
- Tampak lemas
- Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma
2. Pemeriksaan fisis
- Penilain keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi dilakukan
sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak gelisah dan
rewel.
- Gejala distress pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal, batuk,
krepitasi.
- Suara napas vesikuler meningkat sampai bronchial.
- Suara napas tambahan ronkhi basah halus nyaring.
- Demam dan sianosis
- Pada anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukan gejala
pneumonia yang klasik.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada
anak dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa
komplikasi
- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita
pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan
membingungkan

19
- Pemeriksaan foto dada- follow up hanya dilakukan bila didapatkan
adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia
berat, gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respons
terhadap antibiotik
- Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab
b. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu
dilakukan untuk membantu menentukan pemberian antibiotik
- Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas
yang baik direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan
pneumonia yang berat
- Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien
rawat jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap
dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai menderita
pneumonia bakterial
- Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk
mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika
fasilitas tersedia
- Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika
fasilitas tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan
mulainya pemberian antibiotik
- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase
akut lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan
tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin
- Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak
dengan riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa
c. Pemeriksaan Lain
Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya
dilakukan pemeriksaan pulse oxymetry.

1.7 Diagnosis banding


- Bronkopneumonia
- Bronkiolitis akut
- Payah jantung
- Sepsis

20
1.8 Penatalaksanaan Bronkopneumonia
- Pemberian oksigen, dimonitoring dengan pulse oxymetri
- Pemberian cairan dan kalori sesuai dengan berat badan, peningkatan suhu
dan satus hidarsi
- Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap mulalui
selang nasogastrik, orogastrik maupun oral.
- Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
- Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
- Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan
dugaan penyebab. Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila
tidak ada perbaikan klinis dilakukan penggantian antibiotik sampai anak
dinyatakan sembuh.
- Lama pemberian antibiotik tergantung: kemajuan klinis penderita, hasil
laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab, Stafilokokus (6 minggu
parenteral), Haemophylus influenzae/Streptococcus pneumonia (10 14
hari)
- Pada keadaan immunokompromis (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka,
fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai
saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik:
cephalosporin generasi 3. Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia
karena jamur
Imunoglobulin

1.9 Komplikasi
- Pleuritis
- Efusi pleura/ empiema
- Pneumotoraks
- Piopneumotoraks

21
- Abses paru
- Gagal nafas

1.10 Edukasi
- Menjelaskan mengenai gejala dan penyebab penyakit
- Menjelaskan mengenai pemberian antibiotic, dosis, dan efek samping
- Menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
- Menjelaskan perlunya pemberian imunisasi, ASI yang adekuat serta
asupan gizi cukup
- Menjauhkan anak dari polusi udara dan asap rokok

1.11 Prognosis
- Ad vitam: dubia ad bonam
- Ad sanationam: dubia ad bonam
- Ad fugsionam: dubia ad bonam

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien an GBY, laki-laki, 1 tahun 2 bulan datang ke IRD RSMH pada


tanggal 7 Mei 2016 dengan keluhan sesak napas dan keluhan tambahan batuk dan
pilek. Batuk dan pilek yang dialami pasien sudah sering terjadi sejak pasien
berusia 3 bulan. Pasien sering berobat ke puskesmas, namun membaik sesaat dan

22
kambuh kembali. Berat badan dikeluhkan tidak naik-naik, berat badan pasien
terbesar adalah saat sekarang yaitu 5,5 kg. Kedua hal tersebut menunjukan bahwa
pasien sering mengalami infeksi saluran pernapasan yang berulang dan keadaan
gizi buruk.
Sekitar 7 hari sebelum masuk RS batuk dan pilek kembali kambuh yang
disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, pasien belum sesak. Sehari
sebelum masuk RS pasien mulai sesak.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum sesak, kesadaran compos mentis,
berat badan 5,5 kg, panjang badan 64 cm, status gizi kurang, pernapasan 54
x/menit, nadi 148 x/ menit, suhu 39,2 oC, baggy pants (+). Pada pemeriksaan
keadaan spesifik, napas cuping hidung (+), retraksi (+) intercostal dan subcostal,
rhonki basah halus nyaring (+) pada kedua lapangan paru.
Pada pemeriksaan foto thorak didapatkan gambaran bahwa terdapat
peningkatan corakan bronkovaskuler, terdapat infiltrate perihiler kanan, kiri dan
parakardial kanan, serta sudut costohrnicus lancip. Hal ini member kesan
bronkopneumonia.
Pasien didiagnosis bronkopneumonia dan marasmus kondisi V. Diagnosis
ini ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada hari ke-

Terapi yang diberikan pada saat ini adalah


- O2 sungkup 5 L/menit
- IVFD D5 NS gtt 15 mikro/menit
- Inj. Ampisilin 3x750 mg IV (8)
- Inj. Ceftriaxone 1x600 mg IV (4)
- Tyrax 1 x 50 mcg PO
- Tarivid otic tetes telinga 2 x 3 tetes ADS
- Transfusi PRC 2 x 75 cc
- Tatalaksana marasmus kondisi V

23
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru dan
Saluran Napas FK Unair. Surabaya: 2001.
Arpitha G, Rehman MA, Ashwitha G. Effect of severity of malnutrition on
pneumonia aged 2m-5y at a tertiary care center in Khammam, Andhra

24
Pradesh: A Clinical Study. Scholars J of Applied Med Sci. 2014; 2(6E):
3199- 203.
Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC:
Jakarta. 2000.
Debnath M, Singh S, Agrawat A, Dubey GP. Infectious diseases among
malnourished children: Neurocognitive Performance. World J of Pharm Sci.
2015; 3(2): 224-31.
Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta. 2002.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Data dan Informasi Tahun 2014
(Profil Kesehatan Indonesia). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia; 2015.
Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis
& Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2006.
Price SA, Wilson LM. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes
(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4. Penerbit
EGC, Jakarta, 1995; hal: 709-712.
Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia: Jakarta. 2004.
Said, M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editor.
Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2010. hlm. 350365
Shefia NA. Family medicine approach of the children aged 1 years with
bronchopneumonia and mild malnutrition. J Medulla Unila. 2014; 3(2): 80-
8.

25

Anda mungkin juga menyukai