Anda di halaman 1dari 27

Telaah Ilmiah

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Oleh

Eva Fitria Zumna, S.Ked


Liana Alviah Saputri, S.Ked

Pembimbing

Dr. dr. Muzakkie, SpB-SpOT, FICS

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah


Carpal Tunnel Syndrome

Oleh:
Eva Fitria Zumna, S.Ked 04054821618045
Liana Alviah Saputri, S.Ked 04054821618046

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 13 September 2016 s.d
21 November 2016

Palembang, Oktober 2016

Dr. dr. Muzakkie, SpB-SpOT, FICS

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Carpal Tunnel Syndrome” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Muzakkie, SpB-
SpOT, FICS atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan


telaah Ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1 Anatomi Pergelangan tangan ................................................................... 3
2.2 Carpal Tunnel Syndrome ........................................................................... 6
2.2.1 Definisi ........................................................................................... 6
2.2.2 Epidemiologi .................................................................................. 6
2.2.3 Etiologi ........................................................................................... 7
2.2.4 Patofisiologi .................................................................................... 8
2.2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................... 12
2.2.6 Diagnosa ........................................................................................ 13
2.2.7 Diagnosa Banding.......................................................................... 16
2.2.8 Tatalaksana .................................................................................... 16
2.2.9 Prognosis ....................................................................................... 20

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 21


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. ................................................................................................................... 13

v
BAB I
PENDAHULUAN

Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal adalah salah
satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi penyempitan pada terowongan karpal,
baik akibat edema fasia pada terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-
tulang kecil tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus dipergelangan
tangan. Carpal tunnel syndrome diartikan sebagai kelemahan pada tangan yang disertai
nyeri pada daerah ditribusi nervus medianus.1
Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan neuropati tekanan saraf medianus
terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang paling sering, bersifat
kronik, dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari, parestesia jari-jari yang
mendapat innervasi dari saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar.2 Dulu,
sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau
partialthenar atrophy.2
Beberapa penyebabnya telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin
dan lain-lain, tetapi sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya. CTS lebih umum
dijumpai pada wanita, dengan puncak usia 42 tahun (40-60 tahun). Resiko untuk
menderita CTS sekitar 10% pada usia dewasa. Sindrom ini biasanya timbul pada orang-
orang yang sering bekerja menggunakan tangan (memanipulasi tangan), seperti
memeras baju, orang yang sering bertepuk (guru TK), pengendara motor, mengetik,
olahraga taichi, sering bermain game. Ras kaukasia memiliki resiko tertinggi terkena
CTS jika dibandingkan dengan ras yang lain. Perempuan beresiko lebih tinggi
dibandingkan laki – laki dengan tingkat perbandingan sebesar 3:1 pada usia antara 45 –
60 tahun. Hanya sebesar 10% kasus CTS yang dilaporkan ditemukan pada usia yang
lebih muda di usia 30-an tahun. Kaum perempuan diduga memiliki ukurang canalis
carpi yang lebih kecil dibandingkan kaum laki – laki.
Carpal tunnel syndrome (CTS) dapat menurunkan fungsi serta dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari. Penanganan terhadap penyakit ini sangatlah penting untuk

1
mengembalikan fungsi normal dari tangan. Oleh karena itu, penting bagi dokter umum
untuk mengetahui penyakit ini dan dapat merujuk dengan tepat.

Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, epidemiologi,


etiologi, penegakan diagnose, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari Carpal tunnel
syndrome (CTS). Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan
informasi terkait keratoplasti dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang Carpal
tunnel syndrome (CTS).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pergelangan Tangan

Carpal tunnel adalah suatu terowongan fibro-osseous yang dibentuk oleh


tulang-tulang karpal dan flexor retinaculum.3,4 Komponen tulang pada carpal
tunnel membentuk suatu lengkungan,yang dibentuk oleh empat tonjolan tulang,
tulang pisiformis dan tubercle of scaphoid di proksimal dan hook of hamate dan
tubercle of trapezium di distal. Tendon palmaris longus di superfisial berjalan
anterior menuju ke flexor retinaculum untuk menyatu dengan fasia palmaris. Di
bawah fasia palmaris, suatu ligamen membentuk batas superfisial dari carpal
tunnel, yang disebut ligamen karpal transversal. Ligamen flexor retinaculum dan
karpal transversal dianggap merupakan istilah yang sama (sinonim) oleh
berbagai penulis.4,5

3
Ukuran dari terowongan ini bervariasi, dengan ukuran yang paling umum
dijumpai adalah panjang 2-5 cm dan lebar 2-3 cm. Carpal tunnel cenderung
menyempit semakin ke arah distal. Sembilan tendon ke jari-jari dan nervus
medianus berjalan di dalam flexor retinaculum dalam carpal tunnel. Terdapat
satu pembungkus synovial yang sama untuk seluruh tendon, kecuali tendon
flexor pollicis longus.3

Walaupun tampaknya carpal tunnel merupakan ruang terbuka yang


berhubungan dengan kompartemen fleksor dari lengan bawah di proksimal dan
ruang midplamar di distal, namun carpal tunnel merupakan suatu kompartemen
tertutup dan mempertahankan kadar tekanan jaringan dan cairannya sendiri.4
Persarafan tangan terdiri atas saraf radialis, medianus, dan ulnaris. Dari
ketiga saraf ini hanya saraf medianus yang melewati terowongan carpal,
sehingga pada CTS menimbulkan gangguan fungsi saraf medianus dari
terowongan carpal ke distal, walaupun rasa nyerinya dapat dirasakan sampai ke
arah proksimal di leher tempat saraf medianus berasal. Nervus medianus terbagi
menjadi 6% divisi motorik dan 94% divisi sensorik. Pada terowongan carpal, n.
medianus mungkin bercabang menjadi komponen radial dan ulnar. Komponen
radial dari n.medianus akan menjadi cabang sensorik pada permukaan palmar

4
jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. abductor pollicis brevis, m.
opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor pollicis brevis. Komponen
ulnaris dari n. medianus memberikan cabang sensorik ke permukaan jari kedua,
ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat mempersarafi
permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi
interphalangeal proksimal.
Divisi motorik berjalan ke distal telapak tangan dan mensarafi lumbrikal
I dan II. Selain itu, terdapat cabang motorik ke thenar eminence yang
menginervasi otot APB, bagian lateral dari flexor pollicis brevis dan opponens
pollicis.3,6,7 Serabut sensorik dari nervus medianus yang berjalan melalui carpal
tunnel mensarafi ibu jari bagian medial, jari telunjuk, jari tengah dan aspek
lateral jari manis.6,7

Nervus medianus merupakan struktur yang pertama terganggu dan


menimbulkan gejala jika terdapat stenosis atau peningkatan tekanan dalam
terowongan. Kondisi apapun yang menyebabkan penurunan ruang dalam
terowongan karpal atau peningkatan tekanan dalam terowongan akan
meningkatkan friksi atau gesekan antara tendon fleksor, nervus medianus dan

5
ligamen karpal transversalis. Gerakan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
yang berulang dapat menyebabkan stenosis dan peningkatan tekanan dalam
terowongan.3

2. 2. Carpal tunnel syndrome (CTS)

2.2.1. Definisi
Carpal Tunnel Syndrome adalah kumpulan gejala akibat penekanan pada
nervus medianus oleh ligamentum karpal transversal, didalam terowongan
karpal pada pergelangan tangan. Sindrom ini terjadi akibat kenaikan tekanan
dalam terowongan yang sempit yang dibatasi oleh tulang-tulang carpal serta
ligament carpi tranversum yang kaku sehingga menjebak nervus medianus (Rambe,
2004). Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median
thenar neuritis atau partial thenar atrophy.1

2.2.2 Epidemiologi
Epidemiologi CTS di USA 1-3 kasus dari 100 populasi per tahun. Insiden
mungkin meningkat menjadi 150 per 1000 subyek per tahun dengan prevalensi
rata-rata 500 kasus per 1000 subyek di populasi yang resiko tinggi. Berdasarkan
mortalitas dan morbiditas, CTS tidak lah fatal tetapi bisa menyebabkan
kerusakan saraf medianus yang irreversibel dengan konsekuensi kehilangan
fungsi tangan yang berat dan tidak bisa diterapi lagi. Untuk perbandingan rasio
nya wanita dan laki-laki 10:1. Berdasarkan usia, CTS rentan terjadi pada usia
45-60 tahun. Hanya 10% pasien yang menderita CTS pada umur dibawah 30
tahun.8
Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. CTS adalah
entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai 1.5-11. Nervus medianus
mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan
tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan.
Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi kemudian bisa juga
bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada beberapa
keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.9

6
2.2.3. Etiologi
Secara umum penyebab CTS karena faktor keturunan, pekerjaan, trauma
dan inflamasi.10 Penyebab utama CTS adalah kompresi nervus medianus di
dalam terowongan karpal. Kompresi ini berhubungan dengan peningkatan
tekanan di dalam kanalis karpal. Setiap kanal memiliki kapasitas yang tetap;
oleh sebab itu, tiap kondisi yang memprovokasi suatu perluasan di dalam kanal
akan secara langsung meningkatkan tekanan internal dan akibatnya menekan
nervus medianus.

Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap


kejadian CTS antara lain:11
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,
misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan
tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap
pergelangan tangan.
3. Pekerjaan: gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja
kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama
pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya.

7
4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya
CTS juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari simpanan zat
yang disebut mukopolisakarida.
6. Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroidi, kehamilan.
7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
8. Penyakit kolagen vaskular: artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
9. Degeneratif: osteoartritis.
10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,
hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
11. Faktor stress
12. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon
menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan CTS.

2.2.4. Patofisiologi
Pada umumnya CTS terjadi secara kronis karena faktor mekanik dan
faktor vaskuler. Faktor mekanik berupa gerakan berulang dengan kontraksi yang
kuat menimbulkan pembekakan sarung tendon dalam terowongan karpal
kemudian menimbulkan tekanan pada nervus medianus. Sedangkan faktor
vaskuler berupa tekanan yang kuat, lama, dan berulang-ulang yang akan
menyebabkan peninggian tekanan intravaskuler sehingga aliran darah
intravaskuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan
endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang
timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang
terlibat digerak-gerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan
sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi
fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi

8
atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus
medianus terganggu secara menyeluruh.

Umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor


retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan
yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan
intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti
yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia
yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan
kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan
bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi
hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut
(mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila
kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut
saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat
yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.
Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf.

9
Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu.
Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut.
Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi
Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu..
Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus
medianus akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa terbakar
dan rasa seperti di tusuk – tusuk pada daerah carpal

Stadium pada kelainan syaraf:


 Stadium I:
Timbulnya distensi kapiler intrafasikuler yang menyebabkan meningkatkan
tekanan intrafasikuler. Sehingga keadaan tersebut dapat menimbulkan konstriksi
pembuluh darah kapiler. Keadaan ini yang menyebabkan timbulnya gangguan
nutrisi serta akan terjadi hipereksitabilitas serabut saraf.
 Stadium II
Adanya kompresi pada pembuluh kapiler akan menyebabkan anoksia dan
kerusakan endotelium kapiler. Masuknya protein ke dalam jaringan akan
menyebabkan edema. Protein tidak dapat keluar melalui perineurium oleh
karena akumulasi dalam endoneurium yang mana telah menyatu dengan
metabolisme serta nutrisi aksonal.
Pada keadaan tersebbut juga diiikuti adanya proliferasi dari fibroblast serta
iskemik pada jaringan ikat yang mengalami konstriksi. Pada tahap akhir dari
kompresi saraf, akan terjadi defek pada motorik maupun sensorik.

Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan


berkurang nya aliran darah yang timbul dengan tekanan 20 – 30 mmHg. Pada
penderita CTS tekanan pada terowongan sedikitnya mencapai 33 mmHg dan
bahkan sering mencapai 110 mmHG saat pergelangan tangan pada dalam posisi
ekstensi posisi dorsofleksi ini nampaknya merupakan posisi yang meningkatkan

10
tekanan intra karpal yang paling tinggi. Tekanan sebesar 50 mmHG selama 2jam
akan menyebabkan oedema epineurium bila tekanan tersebut berlangsung
selama 8 jam maka akan mengakibatkan tekanan cairan endoneurium meningkat
sebesar 4 kali dan menghambat transport aksonal jika trauma ini terus terjadi
pada endotel kapiler maka akan semakin banyak protein yang bocor masuk
kedalam jaringan sehingga oedema makin menghebat dengan demikian
lingkaran akan terjadi.
Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak
eksudat dan oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus
perineurium. Perineurium lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena
kelenturan.

2.2.5. Manifestasi Klinis


Gejala CTS bervariasi sesuai dengan keparahan penyakit. Pada tahap
awal, pasien biasanya mengeluhkan gejala akibat keterlibatan komponen
sensorik dari nervus medianus. Gejala yang paling sering adalah nyeri yang
disertai kebas dan kesemutan pada daerah distribusi nervus medianus distal dari
pergelangan tangan. Daerah yang terlibat biasanya adalah ibu jari, jari telunjuk
dan jari tengah, dan sisi radial dari jari manis.2,5,7 Pasien mengeluhkan nyeri
pada pergelangan tangan dan lengan yang berkaitan dengan parestesi pada
tangan. Nyeri dapat terlokalisir pada pergelangan tangan, atau dapat menjalar ke
lengan bawah, lengan atau yang lebih jarang, ke bahu. Gejala-gejala dapat
diprovokasi dengan postur fleksi atau ekstensi pergelangan tangan. Paling umum
dijumpai, hal ini terjadi saat melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mengemudi
atau memegang telepon, buku atau koran.7

11
Gejala-gejala CTS sebagai berikut:
1. Sakit tangan dan mati rasa, terutama pada waktu malam hari
2. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari, telunjuk
dan jari tengah.
3. Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa ketika
menggerakkan tangan dengan cepat.
4. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan pundak.
5. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di pagi
hari.
Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya
kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat
dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis).
dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.

12
2.2.6. Diagnosa

1. Anamnesis
CTS paling sering muncul dengan keluhan nyeri, rasa kebas,
kesemutan, rasa terbakar atau kombinasi dari hal ini pada aspek palmar dari
ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan aspek radial dari jari manis.12 Gejala
subjektif yang paling umum adalah "nocturnal acroparesthesia" yang terdiri
dari rasa kesemutan yang disertai nyeri dan bahkan dapat mengganggu tidur.
Parestesia umumnya menghilang dengan mengubah posisi lengan, dengan
menggerakkannya atau mengurutnya. Parestesia dapat terjadi di siang hari
dan sering dipicu oleh posisi tertentu atau kegiatan tertentu seperti tindakan
menjahit, mengemudi, memegang telepon atau buku.13 CTS lebih sering
dijumpai pada perempuan. Meskipun demikian, CTS juga dapat dijumpai
pada laki-laki dan pada semua usia. Perlu ditanyakan ada tidaknya trauma
pada pergelangan tangan atau trauma proksimal sepanjang jalur saraf atau
akar-akarnya. Riwayat penyakit terdahulu dan sekarang yang menyertai
pasien, juga harus menjadi pertimbangan, karena dapat menjelaskan onset
timbulnya gejala dan mungkin memerlukan pengobatan selain pengobatan
lokal (misalnya, penyakit endokrin atau metabolik seperti diabetes atau
gangguan tiroid, penyakit reumatologi.13

2. Pemeriksaan fisik
Tes objektif dilakukan berdasarkan tes provokasi dan pada evaluasi
defisit motorik dan sensorik yang mungkin ada di distribusi nervus
medianus di pergelangan tangan.13 Sejumlah tes telah dikembangkan untuk
diagnosis CTS. Tidak ada satupun yang dapat berdiri sendiri. Sebagian besar
tes ini saling melengkapi satu sama lain.2
a. Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara
maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat
sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

13
b. Torniquet test: Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet
dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di
atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa.
c. Tinel's sign: Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

d. Flick's sign: Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-


gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat
dijumpai pada penyakit Raynaud.
e. Thenar wasting: Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi
otot-otot thenar.
f. Wrist extension test: Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan.

14
Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah
tes yang patognomonis untuk CTS (Tana, 2004). Penelitian terbaru oleh
Khalid A.O Al-Dabbagh (2013), dengan menggunakan prospective study
membandingkan antara 100 kasus CTS positif dan 100 orang yang tidak
mengeluhkan gejala selama 8 bulan menyatakan spesifitas dan sensitivitas
Phalen tes untuk masing-masing kasus adalah 94% dan 78%, sedangkan
hasil untuk Tinel tes berkisar 77% dan 66%. (Al-Dabbagh, 2013).
Disimpulkan bahwa phalen tes dapat dipercaya dan bias digunakan dalam
menegakkan diagnosa CTS (Widodo, 2014).

3. Pemeriksaan neurologis
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS.
b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal.
Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal
latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi
safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa
laten motorik.

4. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat
apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher
berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT
scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan
dioperasi.
5. Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

15
2.2.7. Diagnosa Banding

1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher


diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Oistribusi gangguan
sensorik sesuai dermatomnya.
2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain
otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan
dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit
telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan
yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan
tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot.

2.2.8. Tatalaksana
Terapi yang ditujukan pada carpal tunnel syndrome adalah terapi
terhadap penyakit yang mendasari keadaan tersebut atau penyakit yang
menyebabkan terjadinya carpal tunnel syndrome. Oleh karena itu sebaiknya
terapi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:14
1. Terapi langsung terhadap CTS
a. Terapi konservatif
1) Istirahatkan pergelangan tangan
2) Obat anti inflamasi non steroid
3) Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3
minggu.
4) Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg
atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam

16
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada
lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah
medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil,
suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi
dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah
diberi 3 kali suntikan.
5) Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretik
6) Vitamin B6. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa CTS terjadi
karena adanya defisiensi vitamin B6 sehingga dianjurkan pemberian
piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis
lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat
bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar
7) Fisioterapi. Dianjurkan untuk perbaikan vaskularisasi tangan.

b. Terapi operatif
Tindakan operasi pada carpal tunnel syndrome disebut neurolisis
nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pada
kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau
bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot
thenar. Indikasi relatif tindakan operasi adalh hilangnya sensibilitas
persisten.

17
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasri CTS
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus
ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS
kembali. Pada keadaan dimana CTS terjadi karena adanya gerakan tangan
yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
carpal tunnel syndrome atau mencegah kekambuhannya antara lain:
 Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral
 Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan
hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.
 Batasi gerakan tangan yang repetitif
 Istirahatkan tangan secara periodik
 Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan
memiliki waktu untuk beristirahat

18
 Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan
secara teratur

Disamping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering


mendasari terjadinya carpal tunnel syndrome seperti: trauma akut maupun
kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita
yang sering hemodialisa, myxedema akibat hipotiroid, akromegali akibat
tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen
vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan
penyakit lain yang dapat menyebabakan retensi cairan atau menyebabakan
bertambahnya isi terowongan.

19
2.2.9. Prognosis

Prognosis sindroma ini baik dan hilang dalam beberapa bulan apabila
diberikan terapi yang tepat dan edukasi yang baik serta manifestasi hanya pada
gangguan sensoris tanpa disertai gangguan motorik.9
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan
maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus
medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi
yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan
nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik. Sekalipun prognosa
CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik ,tetapi resiko untuk
kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik
konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.

20
BAB III
KESIMPULAN

Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan neuropati tekanan saraf medianus


terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang paling sering, bersifat
kronik, dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari, parestesia jari-jari yang
mendapat innervasi dari saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar.
Beberapa penyebabnya telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan
endokrin dan lain-lain, tetapi sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya. CTS lebih
umum dijumpai pada wanita, dengan puncak usia 42 tahun (40-60 tahun). Resiko untuk
menderita CTS sekitar 10% pada usia dewasa. Sindrom ini biasanya timbul pada orang-
orang yang sering bekerja menggunakan tangan (memanipulasi tangan).
Penegakan diagnose pada CTS dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan
gejala seperti sakit tangan dan mati rasa, terutama pada waktu malam hari, nyeri,
kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari, telunjuk dan jari tengah,
terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di pagi hari. Dari
pemeriksaan fisik dapat dilakukan beberapa test seperti Flick’s sign, Phalen test, Tourniquet
test, Tinnel sign, Thenar wasting dan Wrist extention test. Pada pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan EMG, kecepatan hantar saraf, X-ray dan pemeriksaan laboratorium jika
penyebab belum jelas.
Penatalaksanaan CTS dapat dilakukan secara konservatif dan pembedahan. Secara
konservatif dapat dilakukan pemasangan bidai, injeksi steroid, pemberian obat anti
inflamasi, Vitamin B6, dan fisioterapi. Pembedahan dilakukan dilakukan pada kasus yang
tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan
sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar.
Prognosis sindroma ini baik dan hilang dalam beberapa bulan apabila diberikan
terapi yang tepat dan edukasi yang baik serta manifestasi hanya pada gangguan sensoris
tanpa disertai gangguan motorik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dejong RN. The Neurological Examination Revised by AF. Haerer, 5th ed, JB
Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-9.
2. Aroori, S., Spence, R.A.J. 2008. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J.77(1):6-
17.
3. Durrant,D.H.,True,J.M. 2002. Myelopathy,radiculopathy,and peripheral
entrapment syndromes.CRC Press LLC. New York.
4. Yugueros.P., Berger,R.A. 2007. Anatomy of the carpal tunnel. In:
Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.
5. Pecina,M.,M., Nemanic,J.,K., Markiewitz.,A.,D. 2008. Tunnel
syndromes.Peripheral nerve compression syndromes. CRC Press.New York.
6. Kimura,J. 2001. Electrodiagnosis in Disease of Nerve and Muscle: Princpiles
and practice. Oxford University Press. New York.
7. Preston,D.C. 2002. Compressive and Entrapment Neuropathies of the Upper
Extremity. In: Katirji,B., Kaminski,H.J., Preston,D.C., Ruff,R.L., Shapiro,B.e.
Neuromuscular Diso
8. De krom NC, Krips child PG, Kesler AD, et al. Carpal Tunnel Syndrome:
prevalence in the general population. J.clin. 2002: 373-6.
9. Rambe, Aldy S. Sindrom Terowongan Karpal (Carpal Tunnel Syndrome).
Available at : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3459/1/penysaraf-
aldi2.pdf. Accesed on : 26 September 2016.
10. Mujianto, 2013. Cara capat mengatasi 10 besar kasus musculoskeletal dalam
praktik klinik fisioterapi. Jakarta: TIM.
rd
11. Gilroy J. Basic Neurology. 3 ed. New York: McGraw-Hill ; 2000.p.599-601.
12. Katz,J.N., Simmons,B.P. 2002. Carpal tunnel syndrome. N Engl J Med. 346
923: (1807-1812).
13. Ceruso,M., Angeloni,R., Lauri,G., Checcucci,G. 2007. Clinical diagnosis. In:
Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.
14. Walshe III. Manual of neurology therapeutics. 5th ed. Boston: little Brown and
co; 1995.p 381-2.

Anda mungkin juga menyukai