Anda di halaman 1dari 53

Laporan kasus

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Disusun Oleh:
Rahmat Darmawantoro 04054821618070
Atika Amaliah 04084821719184

Pembimbing:
dr. Billy Indra Gunawan, Sp.S

BAGIAN / DEPARTEMEN NEUROLOGI


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Hernia Nukleus Pulposus

Oleh :
Rahmat Darmawantoro 04054821618070
Atika Amaliah 04084821719184

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.

Palembang, September 2017

dr. Billy Indra Gunawan, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Hernia Nukleus Pulposus.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Neurologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Billy Indra Gunawan, Sp.S selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Dalam hal ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga
laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, September 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 3
Identifikasi ............................................................................................. 3
Anamnesis ............................................................................................. 3
Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 4
Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 12
Diagnosis .............................................................................................. 12
Penatalaksanaan .................................................................................... 13
Prognosis .............................................................................................. 13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 14
Definisi ................................................................................................ 14
Epidemiologi ........................................................................................ 15
Etiologi ................................................................................................ 16
Faktor Risiko ........................................................................................ 17
Patofisiologi .......................................................................................... 17
Patologi ................................................................................................. 21
Klasifikasi ............................................................................................. 22
Manifestasi Klinis ................................................................................. 25
Diagnosis Banding................................................................................ 28
Diagnosis ............................................................................................. 30
Penatalaksanaan .................................................................................... 36
Prognosis ............................................................................................. 41
BAB IV ANALISIS KASUS .............................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bahasa kedokteran Inggris, pinggang dikenal sebagai low back.


Secara anatomik pinggang adalah daerah tulang belakang L-1 sampai seluruh
tulang sakrum dan otot-otot sekitarnya. Tulang belakang lumbal sebagai unit
1
struktural dalam berbagai sikap tubuh dan gerakan ditinjau dari sudut mekanika.
Daerah pinggang mempunyai fungsi yang sangat penting pada tubuh manusia.
Fungsi penting tersebut antara lain, membuat tubuh berdiri tegak, pergerakan, dan
melindungi beberapa organ penting. Peranan otot-otot erektor trunksi adalah
memberikan tenaga imbangan ketika mengangkat benda. Dengan menggunakan
alat petunjuk tekanan yang ditempatkan di dalam nukleus pulposus manusia,
tekanan intradiskal dapat diselidiki pada berbagai sikap tubuh dan keadaan. Sebagai
standar dipakai tekanan intradiskal ketika berdiri tegak.

Tekanan intradiskal yang meningkat pada berbagai sikap dan keadaan itu
diimbangi oleh tenaga otot abdominal dan torakal. Hal ini dapat diungkapkan oleh
penyelidikan yang menggunakan korset toraks atau abdomen yang bisa
dikembungkempiskan yang dikombinasi dengan penempatan alat penunjuk tekanan
di dalam lambung. Hasil penyelidikan tersebut mengungkapkan bahwa 30% sampai
50% dari tekanan intradiskal torakal dan lumbal dapat dikurangi dengan
mengencangkan otot-otot torakal dan abdominal sewaktu melakukan pekerjaan dan
dalam berbagai posisi.1 Kontraksi otot-otot torakal dan abdominal yang sesuai dan
tepat dapat meringankan beban tulang belakang sehingga tenaga otot yang relevan
merupakan mekanisme yang melindungi tulang belakang. Secara sederhana,
kolumna vertebralis torakolumbal dapat dianggap sebagai tong dan otot-otot torakal
serta lumbal sebagai simpai tongnya.

Hernia Nukleus Pulposus merupakan salah satu dari sekian banyak Low
Back Pain akibat proses degeneratif. Penyakit ini banyak ditemukan di
masyarakat, dan biasanya dikenal sebagai loro boyok. Biasanya mereka

1
mengobatinya dengan pijat urat dan obat-obatan gosok, karena anggapan yang salah
bahwa penyakit ini hanya sakit otot biasa atau karena capek bekerja. Penderita
penyakit ini sering mengeluh sakit pinggang yang menjalar ke tungkai bawah
terutama pada saat aktifitas membungkuk (sholat, mencangkul). Penderita
mayoritas melakukan suatu aktifitas mengangkat beban yang berat dan sering
membungkuk. 1,2

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identifikasi
Nama : Ny. YBY
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 34 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum Kawin
Alamat : Jl. Tanah Mas, Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin
MRS : 07 Februari 2017
Rekam Medis : 992229

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 16 Maret 2017 di poli neurologi Rumah
Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Jenis anamnesis yang dilakukan yaitu
alloanamnesis dan autoanamnesis. Pasien yang diambil merupakan pasien rawat
jalan.
Pasien datang ke poliklinik neurologi Rumah Sakit Mohammad Hoesin
karena mengalami kejang berulang.
7 bulan SMRS, penderita mengalami kejang berupa kaku pada lengan
kanan yang kemudian menjalar ke lengan dan tungkai kiri dan menjalar ke seluruh
tubuh lalu pasien terjatuh. Frekuensi kejang sebanyak 2-3 x sehari dengan pola
serupa. Serangan biasanya timbul saat penderita kelelahan dan kurang tidur. Durasi
kejang 2-5 menit. Interval waktu antar muncul kejang tidak menentu, dan penderita
sadar penuh antar kejang. Sebelum kejang penderita mengaku tidak merasakan
gejala apapun. Saat kejang pandangan penderita kosong ke depan, lengan kanan
kaku dan penderita masih dapat mendengar suara di sekelilingnya, kemudian kaku

3
menjalar ke lengan dan tungkai kiri dan menjalar ke seluruh tubuh, kemudian
penderita terjatuh dan tidak dapat merespon orang lain. Kedua mata mendelik ke
atas, lidah tidak tergigit, mulut tidak mengeluarkan busa, dan penderita tidak
mengompol. Setelah kejang, pasien tertidur selama kurang lebih 10 menit,
kemudian terbangun dan sadar seperti biasa. Kejang muncul ketika pasien sedang
beraktivitas. Mual dan muntah tidak ada, jantung berdebar-debar tidak ada,
berkeringat dingin tidak ada, pandangan kabur tidak ada, dan pucat tidak ada. Tidak
ada kelemahan sesisi tubuh. Tidak ada gangguan sensibilitas. Tidak ada bicara pelo.
Penderita dapat menyampaikan isi pikiran baik dengan lisan, tulisan, dan isyarat.
Riwayat kejang demam 1 kali saat berusia 4 bulan durasi kurang lebih 5-10
menit. Riwayat sakit kepala sebelumnya ada sejak 7 bulan yang lalu, dengan
intensitas ringan dan berdenyut, hilang timbul, terasa seperti diikat, frekuensi dan
durasi yang tidak menentu. Riwayat trauma kepala tidak ada. Riwayat imunisasi
lengkap. Riwayat kehamilan, persalinan, dan tumbuh kembang normal. Riwayat
stroke tidak ada. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat berobat ke dokter 10
hari yang lalu di puskesmas Banyuasin karena kejang dan dirujuk ke RSMH,
diberikan obat oleh dokter dan kejang berhenti, tetapi pasien lupa nama dan tidak
membawa obat yang diberikan. Riwayat kejang berulang dalam keluarga tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Internus
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Suhu : 36,8 C
Pernafasan : 20/menit
Nadi : 72/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Skala Koma Glasgow : 15 (E4M6V5)

2.3.2 Keadaan Spesifik

4
Kepala dan leher : Konjungtiva palpebra pucat (-), tidak ada tanda trauma,
tidak ada bekas suntikan, tidak ada perdarahan
Thorax
Paru : I:Statis dan dinamis simetris kanan = kiri, RR = 20
x/menit
P:Stem fremitus kanan= kiri
P:Sonor di kedua lapang paru
A: Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Jantung :I :Ictus kordis tidak terlihat
P:Ictus kordis tidak teraba
P:Batas jantung normal
A:Bunyi jantung I-II normal,HR = 72 x/menit,murmur(-),
gallop(-)
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibial (-)
Genitalia : Tidak diperiksa

2.3.3 Status Psikiatrikus


Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada

2.3.4 Status Neurologikus


KEPALA
Bentuk : Normochepali Deformitas : (-)
Ukuran : normal Fraktur : (-)
Simetris : simetris Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : (-) Pulsasi : (-)

LEHER

5
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hiposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

N. Optikus Kanan Kiri


Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S

Anopsia Tidak ada Tidak ada


Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculi Tidak ada Tidak ada
Papil edema Tidak ada Tidak ada
Papil atrofi Tidak ada Tidak ada
Perdarahan retina Tidak ada Tidak ada

N.Occulomotorius, Trochlearis, & Kanan Kiri


Abducens
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada

6
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugate Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Pupil
- Bentuk
- Diameter Bulat Bulat
- Isokor/anisokor 3 mm 3 mm
- Midriasis/miosis Isokor Isokor
- Refleks cahaya Tidak ada Tidak ada
Langsung + +
Konsensuil + +
Akomodasi + +

N. Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Refleks kornea Ada Ada
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N. Fasialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris
- Menutup mata Lagophtalmus (-)
- Menunjukkan gigi Tidak ada kelainan
- Lipatan nasolabialis Tidak ada kelainan
- Bentuk muka

7
Istirahat Simetris
Berbicara/bersiul Tidak ada kelainan
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak ada kelainan
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chvosteks sign -

N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Tidak ada kelainan
Detik arloji Tidak ada kelainan
Tes Weber Tidak ada lateralisasi
Tes Rinne +

N. Vestibularis Tidak ada


Nistagmus Tidak ada
Vertigo

N. Glossopharingeus dan N. Vagus Kanan Kiri


Arcus pharingeus Simetris
Uvula Di tengah
Gangguan menelan Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak ada
Denyut jantung Tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah Tidak ada kelainan
- Batuk Tidak ada kelainan
- Okulokardiak Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus Tidak ada kelainan

8
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak ada kelainan

N. Accessorius
Mengangkat bahu Simetris
Memutar kepala Tidak ada hambatan

N. Hypoglossus Normal
Menjulurkan lidah Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disatria

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps Normal Normal
- Radius Normal Normal
- Ulnaris Normal Normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner Tidak ada Tidak ada
- Leri - -
- Meyer - -

TUNGKAI Kanan Kiri

9
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Klonus
- Paha Tidak ada Tidak ada
- Kaki Tidak ada Tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR Normal Normal
- APR Normal Normal
Refleks patologis
- Babinsky Tidak ada Tidak ada
- Chaddock Tidak ada Tidak ada
- Oppenheim Tidak ada Tidak ada
- Gordon Tidak ada Tidak ada
- Schaeffer Tidak ada Tidak ada
- Rossolimo Tidak ada Tidak ada
- Mendel Bechterew Tidak ada Tidak ada
Refleks Kulit Perut
- Atas Tidak ada kelainan
- Tengah Tidak ada kelainan
- Bawah Tidak ada kelainan
- Reflek cremaster -

SENSORIK : Tidak ada kelainan


FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada

10
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kaku kuduk : Tidak ada
Kerniq : Tidak ada
Lasseque : Tidak ada
Brudzinsky
- Neck : Tidak ada
- Cheek : Tidak ada
- Symphisis : Tidak dilakukan
- Leg I : Tidak ada
- Leg II : Tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Disdiadokinesia : Tidak ada
Disemetri : Tidak ada
Romberg Test : Negatif
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada

11
Alexia : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Hasil
CT Scan Kepala ICH (-)
Infark (-)
SOL (-)

2.5 Diagnosis
Diagnosis Klinik : Bangkitan parsial komplek menjadi umum
sekunder
Diagnosis Topik : Serebri
Diagnosis Etiologi : Epilepsi idiopatik

2.6 Penatalaksanaan

12
A. Nonfarmakologis
- Edukasi pasien (mengenai penyakitnya, hindari faktor pencetus,
dan rutin kontrol serta minum obat secara teratur)
- Saran pemeriksaan EEG dan MRI
B. Farmakologis
- Asam Valproate ER 1 x 500 mg (per oral)
- Asam Folat 1x1 (per oral)

2.7 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.Definisi
Dalam bahasa Inggris kedokteran, pinggang dikenal sebagai Low Back,
secara anatomi pinggang adalah daerah tulang belakang L1 sampai tulang sacrum
dan otot-otot sekitarnya. Daerah pinggang mempunyai fungsi penting pada tubuh
manusia, yaitu membuat tubuh berdiri tegak, untuk pergerakan, dan melindungi
beberapa organ penting yang ada didalamnya. Peranan otot-otot erektor truski
adalah memberikan tenaga imbangan ketika mengangkat benda (Sidharta Priguna,
1999).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang
sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral
radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat
akut, kronik atau berulang (Reni H. Masduchi, 2011).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan
lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus)
mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus
pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke
dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf (Kevin, 2011;
Barbara C.Long, 1996).

14
Penyakit HNP ini bisa terjadi pada seluruh ruas tulang belakang, mulai dari
tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thorakal, lumbal atau sacrum). Herniasi
diskus dapat terjadi pada dua sisi, tetapi lebih sering terjadi pada satu sisi. Keluhan
nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat ke satu sisi. Daerah
sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan, semisal di leher maka akan terjadi
migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi penjepitan di tulang ekor, maka
akan terasa sakit seperti otot ketarik pada bagian paha atau betis, kesemutan, sakit
pinggang yang menjalar ke tungkai bawah sesuai dengan distribusi dermatof saraf
yang terkena terutama pada saat aktifitas mengangkat beban yang berat dan
membungkuk, bahkan bisa sampai pada kelumpuhan. Penderita penyakit ini sering
mengeluh hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, namun juga
dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tetapi kasusnya jarang terjadi. HNP
dapat terjadi pada semua usia, rata-rata 35 - 45 tahun (Sidharta Priguna, 1999; Reni
H. Masduchi, 2011; Kevin, 2011).

3.2.Epidemiologi
Di Amerika hampir 80% dari populasi dewasa pernah mengalami nyeri
pinggang dalam kehidupannya (Bose K, Lee EH, 1986). Dari poliklinik unit
penyakit saraf RSCM Jakarta dilaporkan bahwa penderita nyeri pinggang bawah
pada tahun 1976 sebanyak 5,8% (Judana et all, 1983). Dari poliklinik rematologi
RS Sutomo Surabaya pada tahun 1980 sebanyak 17,7% (Effendi et all, 1980). Dari
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta (Suharso et all, 1985)
melaporkan penderita nyeri pinggang bawah yang datang berobat ke RSUP Dr.
Sardjito sebanyak 190 penderita, 43 diantaranya adalah penderita nyeri pinggang
bawah yang disertai nyeri radikuler, ditinjau dari keseluruhan penderita baru
(3,75%) maka 190 penderita nyeri pinggang bawah adalah merupakan sebagian
kecil saja (5,63%). Tidak dijumpai nyeri pinggang bawah pada pada anak 6-10
tahun, kemudian diikuti 41-50 tahun, kemudian 31-40 tahun dan 51-60 tahun.
Tahun 1986 didapatkan dari 49 orang penderita nyeri pinggang belakang sebanyak
19 orang menderita HNP (45,24%).

15
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 S1 kemudian pada C5-C6 dan
paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan
remaja tetapi kejadiannya meningkat setelah umur 20 tahun. Dengan insidens
hernia lumbosakral lebih dari 90% sedangkan hernia servikalis sekitar 5-10%
(Ratih astarida, 2009).

3.3.Etiologi
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi karena
terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada
posisi gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang akan
terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup besar
akan terjadi robekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang melingkari nucleus
pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia nucleus
pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi pada pasien
tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang lemah (locus
minoris resistentiae).

16
Contoh kejadian sehari-hari yang dapat membuat terjadinya HNP adalah
sebagai berikut:
Mengambil benda yang jatuh dilantai.
Mengejar bola yang cukup jauh dengan ayunan langkah yang tidak akurat
saat tennis.
Mengepel lantai.
Tergelincir saat berjalan.
Melompat.
Mengambil sesuatu di atas lemari.
Membungkuk tiba-tiba.
Tiba-tiba berlari mengejar sesuatu.
Berpijit dan punggungnya di injak-injak.
Beberapa contoh kejadian sehari-hari diatas kadang-kadang begitu saja
terjadi, tidak disengaja. Sehingga unsur ketidak sengajaan dan tiba-tiba memainkan
peran yang menonjol tercetusnya HNP (Achdiat Agus, 2009).
Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra
karena salah posisi, mengangkat, pembentukan osteophyte, degenerasi dan
degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan
berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga
annulus (Reni H. Masduchi, 2011).

3.4.Faktor Risiko (Yulvitrawasih, 2011)


Faktor risiko yang tidak dapat dirubah
a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.
b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.
c. Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.

Faktor risiko yang dapat dirubah

a. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik
barang-barang serta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada

17
punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti
supir.
b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan
yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
e. Batuk lama dan berulang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.


b. Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.
c. Keterampilan pekerja.
d. Peralatan kerja beserta keamanannya.

3.5.Anatomi dan Fisiologi


Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah dan diantara
ruas-ruas dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram sehingga tulang
belakang dapat tegak dan membungkuk. Dan disebelah depan dan belakangnya
terdapat kumpulan serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang
belakang. Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas :

Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil dan lubang ruasnya
besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut foramen
transversalis. Ruas pertama disebut atlas yang memungkinkan kepala
mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoit (aksis) yang
memungkinkan kepala berputar ke kiri dan kekanan.
Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju durinya
panjang dan melengkung.

18
Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat, taju
durinya agak picak. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut promontorium.
Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu sehingga
menyerupai sebuah tulang.
Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan menjadi sebuah tulang
yang disebut os koksigialis. Dapat bergerak sedikit karena membentuk
persendian dengan sacrum.

Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu :

Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di


antaranya.

19
Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas
lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis,
ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum
flavum, serta kapsul sendi.

Korpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai
beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk konvek dari arah
samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies superior berbentuk
konkaf pada lumbal 4-5
Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus
menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan ke
arah lateral yang disebut procesus spinosus.
Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila
dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran
yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis
Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi
aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :

20
ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap
diskus dan anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan
ekstensi.
Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian
posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi
untuk mengontrol gerakan fleksi.
ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang berfungsi
melindungi medulla spinalis dari posterior.
ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi
mengontrol gerakan fleksi. (Kapandji, 1990; Snel S. Richard, 1997).

21
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior.
Bila dilihat dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau
lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun
masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah
merupakan satu struktur yang elastis, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan
diskus yang memungkinkan gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang.
Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal
berlingkup gerakan yang sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk
toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih
besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil (Langran,
2006; Jong Syamsuhidayat).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra
yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi
sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan
korpus vertebra yang berdekatan.
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra
sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi
fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus dipisahkan dari tulang yang
diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Discus
intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal
sampai lumbal atau sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan
peredam kejut (shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian
utama yaitu:

Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:


Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang
konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan
menyerupai gulungan per (coiled spring)
Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
Daerah transisi.

22
Nucleus pulposus
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin,
nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-
sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan
pembuluh-pembuluh kapiler.
Vertebral endplate
Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk
batas atas dan bawah dari diskus (Muki Partono, 2009).
Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada
nucleus disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya
vertebral end plates. Serabut-serabut annulus fibrosus mempunyai kemampuan
cukup untuk bergerak fleksi dan ekstensi sehingga memungkinkan perubahan
bentuk dari nukleus pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus dimungkinkan
oleh karena adanya (1) kelenturan, (2) kemampuan memanjang dan (3) adanya
lubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lemabaran annulus (Reni H. Masduchi,
2011).
Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai
sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan
berperan menahan tekanan atau beban.
Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus
adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah :

Ligamentum longitudinal anterior


Ligamentum longitudinal posterior
Corpus vertebrae dan periosteumnya
Ligamentum supraspinosum
Fasia dan otot
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang
terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital

23
magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis
terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :

8 pasang saraf servical.


15 pasang saraf thorakal.
5 pasang saraf lumbal.
5 pasang saraf sacral.
1 pasang saraf cogsigeal.
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian
yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea
mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna
lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv.
Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).
Sumsum tulang belakang berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa
saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh.
Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang
diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini
dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh
pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher.
Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan
fungsi (Langran, 2006).

24
3.6. Klasifikasi
Macnabs Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI menjadi :
Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati batas
diskus tetapi anulus tetap intak.
Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan yang tidak komplit.
Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum
longitudinalis posterior.

25
Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus
fibrosus yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos pulposus
yang berada didalam diskus dan telah berada dalam kanal.

Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :

Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan


gangguan pada banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau nielopati
apabila mengenai medula spinalis.
Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan
dengan menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah tersebut,
misal HNP vertebra L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar saraf L5.
Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung bawah.
Mengenai akar saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5 akan mengenai
akar saraf L4 (Reni H. Masduchi, 2011).

Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :

Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka
pada posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non
trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nucleus pulposus
pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus dapat diam di
tempat atau ditunjukkan atau dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal
yang sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan
nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya atau jumbainya dan
melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus
menonjol keluar sampai anulus atau menjadi extruded dan melintang sebagai
potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus
pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya terjadi pada satu sisi
atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai sebuah

26
serabut atau beberapa serabut saraf. Tonjolan yang besar dapat menekan
serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.
Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan
kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal
menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun
atau menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5
dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar
posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini
menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali dengan beberapa gejala
dan mengacu pada kerusakan kulit.
Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-
gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia
dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat
kejang paraparese, kadang-kadang serangannya mendadak dengan
paraparese.

3.7. Patofisiologi
Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya
atau merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang
merenggang, sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang.
Prolapsus discus intervertebralis, hanya yang terdorong ke belakang yang
menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat serabut saraf
spinal serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus discus intervertebralis
akan menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian pinggang, bahkan dapat
menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah (Sufitni, 1996).
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus
pulposus bersama beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen
intervertebralis. Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat
daripada ligamentum longitudinalis posterior, maka herniasi diskus hampir selalu

27
terjadi ke arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut biasanya
menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan badan diskus,
walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar menembus
ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam kanalis
spinalis. Perubahan morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah
memisahnya lempeng tulang rawan dari korpus vertebra di dekatnya.
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.
Karena adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan
timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya
menunggu waktu dan bisa terjadi pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat
diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang
belakang di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis
vertebralis. Sobekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika.
Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus
pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang
berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral.
Tidak akan ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada
tingkat L2, dan terus ke bawah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi
yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna
anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebral ini mengalami lisis,
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

28
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif dengan
bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai
dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air
dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastis.

29
Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering
terkena, terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur
diskus lumbal yang lebih tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif.
Karena hubungan anatomis pada vertebra lumbal, protrusi diskus biasanya
menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di bawahnya. Jika terdapat
fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks yang muncul di atas diskus yang
mengalami herniasi.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:

Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-
S1.
Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan
pada sendi L5-S1.
Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum
longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus.
Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.

Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu
perubahan yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan
menekan akarakar saraf spinal. Pada umumnya herniassi paling besar
kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih banyak bergerak (Perbatasan
Lumbo Sakralis dan Servikotoralis).

Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5
sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks
saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui
foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan
kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan

30
intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif
kecil (Partono Muki, 2009; Sylvia,1991).
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau
tidak langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan komprensi hebat
dan herniasi nucleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari
jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum
longitudinal maka terjadilah herniasi.
Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida
dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan
pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus.
Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat)
kartilago dapat cidera.

3.8. Manisfestasi Klinis

Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang terkena. Gejala
klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan
nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut
menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar terkena akan timbul
gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus berat

31
dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan
Achilles (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan
miksi, defekasi dan fungsi seksual.
Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga
menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis
kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun akan
semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk, meregangkan
badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan menghilangkan sakit
yang diderita.
Keluhan awal biasanya nyeri punggung bawah (low back pain) yang
onsetnya perlahan-lahan, bersifat tumpul atau terasa tidak enak, sering intermitten,
walaupun kadang-kadang nyeri tersebut onsetnya mendadak dan berat. Nyeri ini
terjadi akibat regangan ligamentum longitudinalis posterior, karena diskus itu
sendiri tidak memiliki serabut nyeri. Nyeri tersebut khas yaitu diperhebat oleh
aktivitas dan pengerahan tenaga serta mengedan, batuk, atau bersin. Nyeri ini
biasanya menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan tungkai
yang sakit difleksikan. Sering terdapat spasme refleks otot-otot paravertebra yang
menyebabkan nyeri dan membuat pasien tidak dapat berdiri tegak secara penuh.
Ada jenis yang akut dan ada jenis yang berlangsung perlahan. Jenis yang
berlangsung perlahan kadang-kadang lebih lama sembuhnya. Nyeri bersifat tumpul
dan semakin bertambah bila pinggang bergerak, ketika berjalan pasien akan
memiringkan tubuh ke arah badan yang sehat semata-mata bertujuan untuk
membuka ruang lebih luas bagi bagian ruas tulang belakang yang bermasalah.
Setelah periode waktu tertentu, timbul nyeri pinggul dan sisi posterior atau
posterolateral paha serta tungkai sisi yang terkena, yang biasanya disebut skiatika
atau iskialgia. Ada kalanya pasien mengeluh nyeri pada tepi luar telapak kaki (S1)
dan tepi luar betis dan paha dalam (L3-L4-L5). Ini semua bergantung pada radian
saraf pinggang yang terkena dorongan dari nucleus pulposus yang merosot tersebut.
Pasien tidak tahan duduk lama apalagi bila duduk bersila. Sebentar-sebentar pasien
akan menjulurkan kaki, gejala ini sering disertai rasa baal dan kesemutan yang
menjalar ke bagian kaki yang dipersarafi oleh serabut sensorik radiks yang terkena.

32
Kekuatan otot tungkai pada umumnya tidak terlalu terganggu, namun sensasi raba
mungkin dapat berkurang.
Pada keadaan yang tidak lazim dimana protrusi diskus sentral terjadi dengan
adanya kanalis spinalis yang sempit pada regio lumbal, kompresi kauda ekuina
dapat timbul, dengan paraparesis dan hilangnya tonis sfingter. Sindrom klaudikasio
palsu telah dilaporkan dengan nyeri tungkai bila beraktivitas, akibat sekunder dari
kompresi intermitten kauda ekuina (Achdiat Agus, 2009; Mansjoer Arif et all).
Tanda dan gejala yang spesifik pada berbagai jenis HNP adalah (Ratih
astarida, 2009) :

a. Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan
periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan
tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-
kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan
atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar
kedalam bokong dan tungkai. Low back pain ini disertai rasa nyeri yang menjalar
ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil
sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.
Sindrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari:
Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki.
Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks.
b. Hernia Servicalis
Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis).
Atrofi di daerah biceps dan triceps.
Refleks biceps yang menurun atau menghilang.
Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
c. Hernia thorakalis
Nyeri radikal.

33
Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.

3.9.Pemeriksaan Fisik
Secara klinis dapat dilakukan beberapa gerakan seperti:
a. Tes Lasegue
Tes Lasegue disebut juga tes Straight Leg Raising (SLR) test. Caranya
adalah dengan membaringkan pasien dan kemudian satu tungkai lurus diatas
pembaringan meja periksa dan satu tungkai diangkat keatas. Pasien akan menjerit
kesakitan pada saat tungkai diangkat tinggi sebelum mencapai sudut 70 derajat.
Pada keadaan seperti ini dikatakan tes Laseque positif. Bila tes Lasegue positif
maka hampir dapat dikatakan HNP positif. Bila tungkai kanan diangkat terasa sakit
maka disebut tes Lasegue kanan positif berarti lesi HNP di kanan. Sebaliknya bila
tes Lasegue kiri yang positif maka lesi HNP ada di sisi kiri pula.

b. Tes Braggard
Tes Braggard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Laseque namun
ketika tungkai diangkat maka telapak kaki pasien di dorong kuat keatas (dorsofleksi
maksimal), maka akan terasa nyeri sepanjang tungkai.

34
c. Tes Siccard
Tes Siccard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Braggard namun
dengan ibu jari di dorong maksimal ke arah atas (dorsofleksi maksimal) dan akan
terasa nyeri sepanjang tungkai.

Ada tes lain yaitu tes Patrick dan contra Patrick tetapi justru tes ini untuk
menunjukkan bahwa penyebab nyeri pinggang bukan HNP tetapi suatu proses
arthritis. Tes yang lain adalah Valsalva, dimana pasien diminta untuk menahan
nafas. Bila terasa nyeri di pinggang dan menjalar ke tungkai disebut tes Valsalva
positip dan HNP positip. Tes Naffziger adalah dengan menekan vena jugularis jika
setelah ditekan terasa nyeri bertambah berarti terdapat HNP (Achdiat Agoes, 2009;
Mansjoer Arif et all).

3.10. Pemeriksaan Penunjang (Achdiat Agoes, 2009; Mansjoer Arif et all)


Diagnosis herniasi discus antar vertebra sering dibuat hanya berdasarkan
anamnesis dan dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik. Perasat-perasat untuk

35
evaluasi seperti mengangkat tungkai dan berjalan jinjit di atas tumit juga
bermanfaat untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti dari hernia nukleus pulposus yaitu :
a. Foto pinggang polos
Foto pinggang polos kadang-kadang sudah menunjukkan indikasi HNP bila
sudut ruas tulang belakang miring kesalah satu sisi. Pada umumnya bila pasien
cenderung memiringkan tubuh ke kiri maka berarti HNP di kanan. Foto polos
vertebra tidak lagi dilakukan sesering masa sebelum CT-scan. Kadang-kadang
pemeriksaan ini bermanfaat untuk menyingkirkan anomali atau deformitas
kongenital, penyakit reumatik tulang belakang, tumor metastatik atau primer.
Pada penyakit diskus, foto ini normal atau memperlihatkan perubahan
degeneratif dengan penyempitan sela intervertebra dan pembentukan osteofit.
b. Foto caudografi
Foto caudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke dalam rongga
subarakhnoid yang dimasukkan dengan jarum pungsi lumbal antara L3-L4, L4-
L5 atau L5-S1. Setelah kontras dimasukkan maka dilakukan foto dan akan
terlihat pada foto ada bagian yang tidak terisi kontras yaitu daerah yang terkena
HNP (filling defects). Foto ini sangat populer pada tahun 1980 an namun dengan
masuknya tehnik CT Scan dan MRI (magnetic resonance imaging) mulai
berkurang permintaan untuk foto caudografi ini.
c. Foto MRI
MRI mampu memperlihatkan daerah yang terkena HNP dengan jelas
tanpa pasien merasa kesakitan, hanya proses foto cukup lama dan biaya besar.
MRI terutama bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis atau kauda
ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti bila dibandingkan dengan CT scan dalam
hal mengevaluasi gangguan radiks saraf.
d. Kadar serum kalsium, fosfat, alkali, dan asam fosfatase, serta kadar gula harus
diperiksa pada setiap pasien sebab penyakit tulang metabolik, tumor metastatik,
dan mononeurotis diabetik dapat menyerupai penyakit diskus intervertebra.
e. Punksi lumbal

36
Walaupun cairan serebrospinal dapat memperlihatkan peningkatan kadar
protein ringan dengan adanya penyakit diskus, punksi lumbal biasanya hanya
kecil manfaatnya untuk diagnostik. Jika terdapat blok spinal total, kadar protein
dapat meningkat sedikit dengan manuver Queckendstedt yang abnormal.
f. Pemeriksaan neurofisiologis
EMG dapat normal pada penyakit diskus, atau potensial fibrilasi dan
gelombang tajam positif dapat dijumpai pada otot-otot yang dipersarafi radiks
yang terkena setelah beberapa minggu.
g. Mielografi
Bila diagnosis sindrom diskus sudah pasti, dan tidak ada kemungkinan
tumor kauda ekuina atau beberapa kelainan lain, mielografi tidak perlu
dilakukan kecuali operasi dipertimbangkan. Mielografi untuk menentukan
tingkat protrusi diskus.
h. Diskografi,namun manfaatnya belum begitu jelas karena hasilnya sulit
ditafsirkan. Malahan, prosedur ini dapat merusak diskus intervertebra.

3.11. Diagnosis (Partono Muki, 2009; Mansjoer Arif et all)


Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum,
pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Ada adanya riwayat
mengangkat beban yang berat dan berulang kali, timbulnya low back pain.
Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.

a. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana mulai
timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita
diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat
trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Perlu
juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri
radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle anestesi.

b. Pemeriksaan klinik umum

37
Inspeksi dapat di mulai saat penderita jalan masuk ke ruang pemeriksaan. Cara
berjalan (tungkai sedikit di fleksikan dan kaki pada sisi sakit di jinjit), duduk (pada
sisi yang sehat). Palpasi, untuk mencari spasme otot, nyeri tekan, adanya skoliosis,
gibus dan deformitas yang lain.

c. Pemeriksaan neurologik,
Pemeriksaan sensorik.
Pemeriksaan motorik adalah dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau
fasikulasi otot.
Pemeriksaan tendon.
Pemeriksaan yang sering dilakukan.
Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tesbragard, tes
Sicard).
Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava).
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari:
Elektromiografi (EMG) bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena dan
sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi atau tahap kompresi.
Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)
Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati

Pemeriksaan Radiologi
Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi diskus intervetebralis
sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit
Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI
Untuk membuktikan HNP dan menetukan lokasinya. MRI merupakan standar baku
emas untuk HNP.

3.12. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Konservatif

38
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi
fisik pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung secara
keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat
dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik.
Dengan cara ini, lebih dari 95% penderita akan sembuh dan kembali pada aktivitas
normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat perawatan
lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan. Terapi konservatif
meliputi ;
Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal,lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan
menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke
aktifitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan
menyandarkan punggung,l u t u t d a n p u n g g u n g b a w a h p a d a p o s i s i
sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan
memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang
meradang.
b. Medikamentosa
Analgetik dan NSAID.
Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot.
Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analge tik biasa.
P e m a k a i a n jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan.
Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun
dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
c. Terapi Fisik
Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak
terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan
traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam
kecepatan penyembuhan.

39
Diatermi atau kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot.
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat
edema.Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan
untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai
penyangga korsetdapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi spasme.
Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung
seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa
kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara
fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan ja ringan
lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan
tendon sehingga aliran darah semakin meningkat.
Proper Body Mechanics
P a s i e n p e r l u m e n d a p a t p e n g e t a h u a n m e n g e n a i s i k a p t u b u h ya n g
baik u n t u k mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. B eberapa
prinsip dalam menjaga posisipunggung adalah sebagai berikut:
o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung
tegak danlurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
o Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung
didekatkan ke pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan
u n t u k m e n g a n g k a t p a n g g u l d a n berubah ke posisi duduk. Pada saat
akan berdiri tumpukan tangan pada pahauntuk membantu posisi berdiri.
o Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser
posisipanggul.
o S a a t d u d u k , l e n g a n m e m b a n t u m e n ya n g g a b a d a n . S a a t a k a n
b e r d i r i b a d a n diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
o Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok,punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut.

40
Dengan p u n g g u n g l u r u s , b e b a n d i a n g k a t d e n g a n c a r a m e l u r u s k a n
k a k i . B e b a n ya n g diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan
dada.
o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kakiharus berubah posisi secara bersamaan.
o Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wcd u d u k sehingga memudahkan gerakan dan tidak
m e m b e b a n i p u n g g u n g s a a t bangkit.

d. Pembedahan
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga
nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus
berdasarkanalasan yang kuat yaitu berupa:

Defisit neurologik memburuk.


Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
Paresis otot tungkai bawah
d.1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
d.2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada
kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula
dan radiks.

41
d.3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d.4. Disektomi dengan peleburan.
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk mengur
angi tekanan terhadap nervus. Discectomy dilakukan untuk memindahkan
bagian yang menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2 3
hari tinggal dirumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari
pertama setelah operasi untuk mengurangi resiko pengumpulan darah. Untuk
sembuh total memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus
yang harus ditangani jika ada masalah lain selain herniasi diskus.
Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan dan mungkin memerlukan
waktu yang lebih lama untuk sembuh (recovery).
d.5. Microdisectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan
fragmen of nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan
raydan chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (ya
ng disebut c h y m o p a p a i n ) ke dalam herniasi diskus untuk
melarutkan substansi gelatin ya n g menonjol. Prosedur ini
merupakan salah satu alternatif disectomy pada kasus -kasus tertentu.

42
3.13. PROGNOSA (Mansjoer, Arif et all, 2007)
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi
konservatif.
Sebagian kecil berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
Pada pasien yang dioperasi : 90% membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%.

3.14. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus adalah atrofi otot-otot
ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi tergantung dari radix saraf
yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4 menyebabkan atrofi pada
m.quadriceps femoris, lesi pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada
m.gastroknemius dan m.soleus. Atrofi yang tidak mendaptkan rehabilitasi akan
menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior (Sufitni, 1996).

3.15. PENCEGAHAN (Yulvitrawasih, 2011)


Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya herniasi
nucleus pulposus yaitu mengurangi aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat
barang yang berat atau selalu membungkuk terutama bagi orang lanjut usia.
Bila terjadi fraktur atau dislokasi harus ditangani sesegera mungkin untuk
menghindari komplikasinya terhadap diskus intervertebralis yang pada akhirnya
memperbesar kemungkinan untuk mengalami herniasi nukleus pulposus.
Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan sbb :
Pegangan harus tepat.
Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi
lurus.
Punggung harus diluruskan.

43
Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan
gerakan. Dengan mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh
belakang diluar.
Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan
mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:
Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi
momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu hindari
manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut.

44
45
3.16. DIAGNOSIS BANDING
a. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang
berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.
b. Spondylolisthesis
Spondylolisthesis adalah kelainan yang disebabkan perpindahan ke depan (masuk;
tergelincir) satu bodi vertebra terhadap vertebra di bawahnya. Tersering L4-L5.
c. Spondylosis
Spondylosis adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya suktur dan
fungsi normal spinal. Walaupun peran proses penuaan adalah penyebab utama,
lokasi dan percepatan degenerasi bersifat individual. Proses degeneratif pada regio
cervical, thorak, atau lumbal dapat mempengaruhi discus intervertebral dan sendi
facet.

46
d. Arthiritis.
e. Anomali colum spinal. (Kalim et al, 1996)

47
BAB IV
ANALISIS KASUS

DAFTAR PUSTAKA

Bose K, Lee EH. 1986. Symtomatic Treatment of Lower Back Pain. Med.
Progress; 13 (10):25-30.
Effendi Z & Santosa CH. 1980. Low Back Pain di Poliklinik Rematologi RS
Dr Sutomo. Surabaya: Naskah lengkap Simposium Low Back Pain.
Jong, Syamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Judana A & Diwirjo S. 1983. Peranan Neurologi dalam masalah Low Back
Pain. Jakarta: Simposium Nyeri Pinggang Bawah. Fakultas Kedokteran UI.
Kapandji, I. A. 1990. The Physiologi of Joints; Volume three. Churchill
Livingstone, USA.
Kevin. 2011. Hernia Nucleus Pulposus (Saraf terjepit). Available at
http://Klinik Ortopedi Singapura.htm. diakses tanggal 25 November 2011.
Langran, Mike. 2006. Spinal Injuries. Available at http://www.ski-
injury.com/spinal1.htm. diakses tanggal 25 November 2011.
Mansjoer, Arief, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Penerbit FK UI.
Partono M. 2009. Mengenal Nyeri pinggang. available at
http://mukipartono.com/mengenalnyeri-pinggang-hnp.htm. diakses tanggal 25
November 2011.
Ratihastarida. 2009. Hernia Nukleus Pulposus. Available at http://
patofisiologi-hernia-nucleus-pulposus.html. diakses tanggal 25 November 2011.
Sidharta Priguna. 1999. Neurologi Klinis Dasar. Edisi IV. Jakarta: PT Dian
Rakyat. 87-95.
Snell, S.Richard. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran;
Bagian Ketiga. Alih Bhasa Jan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan.

48
Sufitni. 1996. Diagnosis topik neurologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC.
Suharso & Harsono. 1985. Epidemiologi Nyeri Pinggang Bawah di
Poliklinik Saraf RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Simposium Nyeri
Pinggang Bawah Pertemuan regional II.
Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP. available at http://rumah-sakit-islam-
cempaka-putih-Index2.php.htm. 2011. diakses tanggal 25 November 2011.

49

Anda mungkin juga menyukai