Anda di halaman 1dari 37

KASUS BUNUH DIRI KARENA

SKIZOFRENIA
Oleh:
Rahmat Darmawantoro
04054821618070
Muhammad Fakhri Altyan
04084821618221
Dedi Yanto Husada
04054821719022

Pembimbing:
dr. H. M. Zainie Hassan A. R., SpKJ(K)
DEPARTEMEN/ BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
Latar belakang
-Bunuh diri
Perlu
-Kekerasan Kedaruratan
dintervensi Psikitarik
-Gaduh segera
gelisah

Studi epidemiologi di Amerika Serikat Tingkat keinginan


bunuh diri sebesar 2,8-3,3% dari populasi umum,

Pada sejumlah studi psikologis otopsi dari sampel bunuh


diri menunjukkan terjadi bunuh diri tanpa bersamaan
dengan diagnosis psikiatri yaitu hanya sekitar 5-7%.
Sebagai ujung tombak di lapangan, peran dokter
umum sangat penting
Diperlukan keterampilan dalam penilaian dan
teknik anamnesis untuk membuat diagnosis kerja.
Dalam pelaksanaannya sering diperlukan
pemeriksaan fisik serta laboratorium yang sesuai
dan memadai.
Pendekatan Consultation-Liasion Psychiatry
bermanfaat untuk beberapa penanganan kasus-
kasus kedaruratan, seperti tindakan bunuh diri,
delirium, sindrom neuroleptik maligna, dll.
Skizofrenia
Definisi
shizein yang berarti terpisah atau
pecah, dan phren yang artinya jiwa.

Pecah / ketidakserasian antara


- Afeksi
- Kognitif
- Perilaku.

Gejala : Gejala positif, Gejala negatif, dan


Gangguan dalam hubungan interpersonal
Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit
(tak selalu bersifat kronis atau deteriorating)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan
sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang
tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted),
kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
-PPDGJ III
Etiologi
Genetik

Psikososial Neurologi

Psikoneuro Neuro
Endokrinologi Transmitter
Gambaran Klinis
Gangguan
Gejala Positif Gejala Negatif
Proses Berpikir
Waham Afek datar Asosiasi
Halusinasi Tumpul longgar (tidak
Mutisme menyambung)
Alogia Input berlebih
Withdrawal Neologisme
Kurang Terhambat
motivasi Klang Asosiasi
Anhedonia Ekolalia
Blocking Alogia
Gangguan Isi Gangguan Gangguan
Pikiran Persepsi Perilaku
Waham Halusinasi Katatonik :
Tilikan Ilusi Stupor,
gaduh
gelisah,
katalepsi.
Stereotyping
Gangguan Afek
- Kedangkalan emosi
- Paratimi dan Paramimi
Diagnosis
PPDGJ III
Sedikitnya satu gejala yang amat jelas
Thought of echo

Thought insertion or
withdrawal

Thought broadcasting
Delusion of control

Delusion of influence

Delusion of passivity

Delusion of perception

Halusinasi Auditorik

Waham yang menetap


Dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas

Arus
Halusinasi
pikiran
yang
yang
menetap
terputus

Perilaku Gejala
Katatonik negatif

Gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung


selama kurun waktu satu bulan atau lebih
Bunuh Diri
Kematian yang diniatkan dan dilakukan
oleh seseorang terhadap dirinya sendiri
atau segala perbuatan seseorang yang
dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam
waktu singkat.
Epidemiologi
Bunuh diri berperan sebesar 12% dari seluruh
kematian pada pasien skizofrenia, dan sebesar 28%
pada kematian secara umum.

Pasien dengan diagnosis skizofrenia berisiko


melakukan bunuh diri sebanyak delapan kali lipat
dibandingkan dengan masyarakat pada populasi umum.

Angka mortalitas paling tinggi terdapat pada episode


pertama atau fase awal timbulnya gangguan pada
pasien, hal ini menandakan terdapatnya persentase
insiden bunuh diri yang tinggi pada tahap awal
gangguan.3
Etiologi
Faktor Sosial
Teori Durkheim
- Egoistik
- Altruistik
- Anomik

Faktor Psikologis
Teori Freud
Teori Menninger
Teori-teori baru
Faktor Fisiologis
- Genetik
- Neurokimia
Bunuh diri terkait Skizofrenia
Pasien skizofrenia yang berisiko melakukan bunuh diri adalah
- laki-laki - tidak menikah
- tidak memiliki pekerjaan - terisolasi secara sosial
- tinggal sendiri,

Setelah dipulangkan dari rumah sakit, mengalami kesulitan-


kesulitan baru atau lama sedih dan mengalami perasaan
ketidakberdayaan dan keputusasaan depresi ide bunuh
diri.

Hanya terdapat sedikit persentase kasus bunuh diri yang


disebabkan karena adanya halusinasi perintah atau sebagai
jalan menghindari waham persekutorik.
Faktor Resiko Bunuh Diri terkait Skizofrenia

Gangguan jiwa yang sering berkaitan


dengan bunuh diri, adalah gangguan mood,
keterantungan alkohol, skizofrenia

Pencegahan : Deteksi dini


Kemungkinan bunuh diri dapat terjadi apabila:
Pasien pernah mencoba bunuh diri

Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan


maupun tidak, atau berupa ancaman: kamu tidak akan saya
ganggu lebih lama lagi (sering dikatakan pada keluarga)

Secara objektif terlihat adanya mood yang depresif atau


cemas

Baru mengalami kehilangan yang bermakna (pasangan,


pekerjaan, harga diri, dan lain-lain)

Perubahan perilaku yang tidak terduga: menyampaikan pesan-


pesan, pembicaraan serius dan mendalam dengan kerabat,
membagi-bagikan harta/barang-barang miliknya.

Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah


atau menarik diri.
Rangkuman Faktor Risiko Bunuh Diri pada Pasien Skizofrenia
Usia
Risiko lebih tinggi pada pasien dengan onset
timbulnya gejala psikotik pada usia muda.

Studi lain menunjukkan hasil bahwa sebagian


besar remaja yang melakukan bunuh diri
didiagnosis memiliki gangguan jiwa
skizofrenia.

Risiko bunuh diri pada remaja atau dewasa


muda dengan skizofrenia tiga kali lebih tinggi
dari pada orang dewasa dengan skizofrenia.
Bunuh diri pada kelompok pasien usia
muda sering seiring dengan penggunaan
berbahaya terhadap zat psikotropika dan
adanya sindrom afektif.
Situasi Tempat Tinggal
Penelitian menunjukkan hanya 20% pasien yang
melakukan bunuh diri mempunyai situasi tempat
tinggal yang nyaman.

Pada kebanyakan kasus, kesepian merupakan masalah


yang sering diperhatikan.

Hal ini menunjukkan bahwa tinggal bersama dengan


orang lain mungkin merupakan suatu faktor protektif.

Risiko bunuh diri meningkat pada pasien yang


memiliki rasa takut akan kehilangan pasangan atau
posisi sosial.
Subtipe Skizofrenia
Penelitian Farberow dkk mengajukan tiga subtipe
bunuh diri pada penderita skizofrenia:
(1) orang yang tidak menerima dan yang sangat
menolak untuk dirawat inap;
(2) pasien yang merasa puas dengan bunuh diri di
luar rumah sakit sebagai konsekuensi dari konflik
yang penuh tekanan dan ambivalensi lingkungan
rumah
(3) pasien yang tidak puas dan tidak memiliki
tempat lain untuk pergi namun tampaknya telah
kehilangan kepercayaan dalam potensi terapeutik
rawat inap.
Dua tipe klinis lain dari bunuh diri pada
penderita skizofrenia:
Tipe I ditandai dengan onset penyakit dini
bersamaan dengan kesulitan awal dalam adaptasi
psikososial

Tipe II ditandai oleh onset penyakit lama dimana


pasien sering menunjukkan premorbid kapasitas
fungsional yang tinggi. Namun, karena keseriusan
dari penyakit mereka, mereka mengalami
penurunan mobillitas dalam psikososial dan
profesional.
Halusinasi Perintah
Halusinasi perintah pasien mendengar suara yang secara
eksplisit menginstruksikan mereka untuk terlibat dalam
suatu tindakan spesifik.

Seringkali halusinasi perintah ini bersifat bunuh diri, sehingga


menempatkan individu yang rentan terhadap bunuh diri
memiliki risiko yang lebih besar lagi.

Pasien dengan halusinasi (terlepas dari jenisnya) memiliki


kemungkinan yang sama dengan yang tidak mengalami
halusinasi untuk melakukan bunuh diri.
Penelitian Zisook dkk. melaporkan hal yang sama, di mana
pasien dengan halusinasi perintah dan yang tidak memiliki
halusinasi perintah, tidak jauh berbeda jumlahnya dalam hal
percobaan bunuh diri ataupun adanya riwayat mencelakakan
diri atau tindakan impulsif
Gejala Afektif pada Pasien Skizofrenia dan
Bunuh Diri
Depresi, sebagai mood atau sindrom, sering
terjadi dan terdapat pada penderita skizofrenia,
namun depresi juga sering kurang didiagnosis dan
diobati.
Depresi dianggap sebagai faktor risiko utama
untuk perilaku bunuh diri di seluruh populasi.
Peneliti telah menyatakan depresi dapat menjadi
faktor pemberat atau pemicu perilaku bunuh diri
di antara individu yang berisiko, termasuk individu
dengan skizofrenia. Sebagai tambahan, banyak
peneliti telah mengidentifikasi mood depresif dan
keputusasaan sebagai komponen penting dari
perilaku bunuh diri.
Riwayat Percobaan Bunuh Diri Sebelumnya
Riwayat percobaan bunuh diri menunjukkan adanya
peningkatan risiko bunuh diri karena hal ini
merupakan prediktor kuat terhadap percobaan
bunuh diri di kemudian hari.

Demikian pula dengan sejarah membahayakan diri


sendiri atau kejahatan kekerasan merupakan faktor
risiko yang relevan untuk bunuh diri selanjutnya
pada pasien dengan episode pertama psikosis,
dimana keduanya mencakup beberapa tingkat
impulsivitas, yang berhubungan dengan peningkatan
risiko bunuh diri
GAF Scale
Skizofrenia dikaitkan dengan penurunan
signifikan fungsi pekerjaan yang bisa
dimulai sejak dini pada fase prodromal
penyakit. Selain itu, individu dengan ide
bunuh diri dilaporkan mengalami defisit
fungsional dan GAF Scale yang rendah
Insight
Beberapa domain insight dapat meningkatkan
risiko bunuh diri seperti kesadaran akan
gangguan jiwa, dan juga beberapa faktor lain
seperti wanita, durasi psikosis yang tidak
diobati lebih lama, dan depresi komorbid
dapat meningkatkan hubungan antara bunuh
diri dan insight.

Pada intinya, insight yang baik berkaitan


dengan risiko bunuh diri jika insight tersebut
mengarah ke keputusasaan.
Panduan Wawancara dan Psikoterapi
Pada waktu wawancara, pasien mungkin secara spontan
menjelaskan adanya ide bunuh diri. Bila tidak, tanyakan
langsung.

Mulailah dengan menanyakan:


- Apakah anda pernah merasa ingin menyerah saja?
- Apakah anda pernah merasa bahwa lebih baik kalau
anda mati saja?

Tanyakan isi pikiran pasien:


- Berapa sering pikiran ini muncul?
- Apakah pikiran tentang bunuh diri ini meningkat?
Panduan Wawancara dan Psikoterapi
Selidiki :
- Apakah pasien bisa mendapatkan alat dan cara untuk
melaukan rencana bunuh dirinya?
- Apakah mereka sudah mengambilkah aktif, isalnya
mengumpulkan obat?
- Seberapa pesimiskah mereka?
- Apakah mereka bisa memikirkan bahwa kehidupannya
akan membaik?
Evaluasi dan tatalaksana
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat
di rumah (di tempat kejadian) dan atau di Unit Gawat
Darurat di rumah sakit, di bagian penyakit dalam atau
bedah
Luka / keracunan Atasi terlebih dahulu
Bila sudah teratasi Evaluasi psikiatrik
Psikoterapi dan Antidepresan.
Psikofarmaka
Krisis karena baru ditinggal biasanya akan
berfungsi lebih baik setelah mendapat
tranquilizer ringan, tertama bila tidurnya
terganggu.
Golongan benzodiazepine, misalnya lorazepam
3x1 mg per hari selama 2 minggu. Resepkan
sedikit saja dan pasien harus kontrol dalam
beberapa hari
Pada pasien dengan skizofrenia dan
gangguan skizoafektif :
Clozapine lebih unggul dibandingkan
olanzapine,
Pada pasien yang resisten neuroleptik serta
pasien yang responsif terhadap neuroleptik,
dan pada laki-laki dan perempuan, kedua obat
tersebut tidak berbeda secara keseluruhan
dalam khasiatnya mengurangi psikopatologi,
gejala positif dan negatif, atau depresi.
Non-Farmakologis
Kebutuhan akan dukungan empati dalam
mengurangi risiko bunuh diri.
Intervensi seperti pelatihan keterampilan sosial,
rehabilitasi kejuruan dan pekerjaan yang
mendukung sangat penting dalam pencegahan
bunuh diri pada pasien skizofrenia Terapi yang
bersifat suportif dan berorientasi pada kenyataan.
Pasien didorong untuk mendiskusikan masalah
tentang obat-obatan dan efek sampingnya serta
masalah isolasi sosial, uang dan stigma.
Namun, pendekatan psikososial mempunyai nilai
yang terbatas pada pasien dengan psikotik akut
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai