harus diperhatikan dalam merawat pasien anak-anak pada proses anastesi, hal tersebut
dikarenakan meningkatnya risiko efek samping pada waktu peralihan dari dua waktu
tersebut.1-4 Menariknya, pola praktik rutin seputar ekstubasi sadar (awake extubation) pada
anak-anak sebagian besar jarang diperhatikan, dan hanya terdapat sedikit penelitian yang
dapat menjadi acuan dokter dalam mengelola ekstubasi sadar pada pasien anak-anak setelah
dilakukan anestesi umum. Sebagian besar penelitian melihat prediktor keberhasilan ekstubasi
pada anak-anak, yang didefinisikan sebagai ekstubasi tanpa perlu dilakukan intervensi atau
reintubasi segera, penelitian tersebut dilakukan dengan metode analisis kohort retrospektif
pada pasien yang berisiko tinggi seperti operasi pembedahan jantung atau pencangkokan hati.
Umumnya, studi-studi ini lebih berpusat pada faktor-faktor spesifik seperti waktu bypass dan
jumlah darah yang perlu ditransfusikan daripada karakteristik perilaku sadar yang lebih
umum seperti membuka mata atau tingkat instalasi anestesi.
Sejumlah penelitian lain telah difokuskan ekstubasi pada anak-anak di neonatal atau pediatrik
intensif
unit perawatan.8-10 Dalam semua penelitian ini, kegagalan adalah yang paling
dan bukan hanya kesalahan perhitungan kedalaman anestesi saat ekstubasi. Sebagai
akibatnya, wawasan apa pun diperoleh dari mereka
dokter dapat bervariasi secara signifikan dan sering mencerminkan bias pengalaman dan
pelatihan. Beberapa dokter telah berusaha
mengurangi kerumitan dalam mengevaluasi waktu ekstubasi dengan baik ekstubasi pasien
dalam atau menunda ini
keputusan ke ruang pemulihan. Namun, kemampuan dokter untuk menilai dengan benar
waktu optimal untuk melakukan ekstubasi pada pasien anak yang terbangun setelah anestesi
inhalasi masih