Anda di halaman 1dari 12

LAMPIRAN 2.

FEEDBACK DAN TANYA JAWAB

A. Pertanyaan Dokter Muda


1. Apa efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang ? (Dwindo Kusumo)
2. Pada pasien Sindrom Nefrotik apa saja yang perlu dipantau ? (Lucya Suling)
3. Bagaimana pemberian prednisone pada pasien ini dengan full dose ?(Nuurika Ahsana)
Jawaban :

1. Efek samping pemberian kortikosteroid jangka panjang


Lokasi Efek Samping

Sumbu HPA Krisis adrenal (atrofi korteks adrenal sehingga tidak dapat
mengatasi stres)

Metabolisme Hiperglikemia, hiperlipidemia, perlemakan hati, katabolisme


protein, perubahan Cushingoid, perubahan nafsu makan dan
meningkatnya berat badan, gangguan elektrolit, supresi
hormon gonad

Kulit dan Akne, striae atrophicans, penyembuhan luka terganggu,


Rambut hirsutisme, hipotrofi, erupsi akneiformis, purpura,
telangiektasis, alopesia

Kardiovaskular Retensi cairan, kenaikan tekanan darah, meningkatkan


aterosklerosis, aritmia, gagal jantung

Tulang dan Gangguan pertumbuhan (anak), osteoporosis, osteonekrosis


sendi skoliosis, nekrosis avaskular

Saluran Cerna Tukak lambung, hipersekresi asam lambung, pankreatitis,


perlemakan hati, ileitis regional, kolitis ulseratif, cegukan

Otot Miopati panggul/bahu, hipotrofi, fibrosis

Mata Katarak, Glaukoma

Darah Kenaikan hemoglobin, eritrosit, leukosit dan limfosit, retensi


natrium, hipokalemia

Sistem Imunitas Rentan terhadap infeksi, menekan hipersensitivitas tipe


lambat, reaktivasi tuberkulosis dan herpes simpleks,
keganasan

Lain - lain Sindrom Cushing, gangguan menstruasi, pseudotumor


serebri, nyeri kepala, gangguan seksual, impotensi,
hiperhidrosis, flushing, perubahan kepribadian (euforia,
insomnia, gelisah, mudah tersinggung, psikosis, paranoid,
hiperkinesis, kecenderungan bunuh diri), nafsu makan
bertambah

Sumber : Djuanda A, Effendi EH. Kortikosteroid sistemik. In: Menaldi SLSW, Bramono K,
Indriatmi W, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. p.408-10.

2. Pemantauan pada pasien Sindrom Nefrotik


Terapi
Dengan pemberian prednison atau imunosupresan lain dalam jangka lama, maka
perlu dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat.
Prednison dapat menyebabkan hipertensi atau efek samping lain dan siklofosfamid dapat
menyebabkan depresi sumsum tulang dan efek samping lain. Pemeriksaan tekanan darah
perlu dilakukan secara rutin. Pada pemakaian siklofosfamid diperlukan pemeriksaan
darah tepi setiap minggu. Apabila terjadi hipertensi, prednison dihentikan dan diganti
dengan imunosupresan lain, hipertensi diatasi dengan obat antihipertensi. Jika terjadi
depresi sumsum tulang (leukosit <3.000/uL) maka obat dihentikan sementara dan
dilanjutkan lagi jika leukosit ≥5.000/uL.
Tumbuh kembang
Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi sebagai akibat penyakit sindrom
nefrotik sendiri atau efek samping pemberian obat prednison secara berulang dalam
jangka lama. Selain itu, penyakit ini merupakan keadaan imunokompromais sehingga
sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi berulang dapat mengganggu tumbuh kembang
pasien.Pada semua pasien SN harus dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala
cushingoid, pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan tinggi badan setiap 6
bulan sekali.
Sumber : Pudjiadi A., Hegar B., Handryastuti S. Sindrom Nefrotik dalam Pedoman Pelayanan
Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. 2009
3. Pemberian prednisone pada pasien ini dengan full dose
Pemberian steroid full dose sesuai dengan International Study on Kidney Diseases in
Children(ISKDC) diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal
80 mg/hari dalam dosis terbagi 3 untuk menginduksi remisi)selama 4 minggu, dilanjutkan
dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m 2/hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selang
sehari (dosis alternating) selama 4-8 minggu.

Untuk pemberian dosis prednison sesuai berat badan ideal (BB terhadap TB).
Berdasarkan WHO Growth Chart Standart, pada pasien ini BB ideal nya di umur 3 tahun
dengan TB 94 cm adalah 14 kg. Untuk mengetahui dosis yang diberikan pada pasien ini
koreksi edema dengan BB actual x derajat edema (10%,20% dan 30%). Pada anak ini
didapatkan 15kg x 20%= 3. Jadi koreksi berat badan pasien 15 kg – 3 = 12kg. jadi dosis
prednisone pada anak ini 12kg x 2 mg = 24mg. Jadi pemberian prednisone 25 mg/hari 3-1-1.

Sumber : Trihono P., Alatas H. Tambunan T. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik


Idiopatik Pada Anak. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi IDAI. Edisi kedua. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2012

B. Pertanyaan dr. Enny Karyani Sp.A


1. Dasar diagnosis Sindrom Nefrotik
2. Apa etiologi Sindrom Nefrotik pada pasien ini ?
3. Cara menilai status gizi pada pasien dengan edema anasarka ?
4. Apa yang dicari saat pemeriksaan abdomen pada pasien Sindrom Nefrotik ?
5. Apa saja differential diagnosis pada kasus ? Beda edema pada Sindrom Nefrotik dan edema
pada DD lainnya
6. Sampai kapan pemberian terapi prednison pada pasien ini ?
7. Apakah pada pasien ini perlu mendapatkan terapi albumin ?
8. Bagaimana pemberian tatalaksana cairan pada pasien Sindrom Nefrotik ?

Jawaban :
1. Dasar diagnosis Sindrom Nefrotik
 Anamnesis
a. Bengkak yang berawal dari area kedua kaki dan pergelangan kaki namun dapat
terjadi pada periobita dan skrotum. Lalu dapat berlanjut menjadi edema anasarka.
b. BAK berbusa
c. Riwayat penyakit lain pada SN Sekunder seperti : Diabetes Melitus, Nefritis
Lupus, riwayat obat – obatan, riwayat keganasan, atau amyloidosis.
 Pemeriksaan Fisik
a. Edema pretibial
b. Edema Periobita
c. Edema anasarka
d. Edema skrotum
e. Edema anasarka
f. Ascites
g. Xanthelasma (Akibat hyperlipidemia)
 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
- Proteinuria massif >50 mg/kg/24 jam, rasio protein/kreatinin urin >2,5
proteinurin 24 jam >2g (esbach), proteinurin >= +2 (dipstick).
- Hiperlipidemia ( >200mg/dl)
- Hipoalbuminemia(<2,5 gr/dl)
- Hiperkoaguabilitas
- Lainnya : Darah rutin, ureum creatinin, titer ASTO, dan komplemen (untuk
melihat penyulit dan menyingkirkan DD)
b. Biopsi Ginjal
Sumber : Alwi L, Salim S., Hidayat , Kurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam : Panduan Praktik Klinis PAPDI. Interna Publishing.2017

2. Etiologi SN pada pasien ini ?


Berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi pemeriksaan
penunjang di atas, penulis menyimpulkan bahwa pasien mengalami sindrom nefrotik.
Menurut Kliegman dalam Nelson Textbook of Pediatrics ed.18 tahun 2007, pasien SN
seringkali mempunyai faktor predisposisi infeksi, biasanya pasien SN diawalai gejala
infeksi virus atau infeksi saluran kemih.12 Dalam kasus ini, penulis menduga infeksi
saluran kemih menjadi salah satu faktor kekambuhan pasien. Etiologi SN pada pasien ini
dicurigai berasal dari infeksi yang terjadi pada pasien. Didasarkan pada keterangan
anamnesis pasien sering mengalami ISPA dan keterangan dari orang tua pasien bahwa
pasien mengeluhkan keluar cairan dari telinga sebelah kiri. Serta kadar leukosit pada
pemeriksaan darah lengkap yang meningkat, yaitu sebesar 20.42 /mm3.
Sumber : Travis L. Nephrotic syndrome. Emed Journal. 2012; 3(3):154-6. Elizabeth, R. 2015.
Sindrom Nefrotik Kasus Baru Pada Anak Tahun, J Agromed Unila Volume 1 Nomor 3 Agustus
2015. Lampung: Faculty of Medicine, Universitas Lampung.

3. Cara menilai status gizi pada pasien dengan edema anasarka ?


Dalam keadaan tertentu dimana berat badan dan panjang/tinggi badan tidak dapat
dinilai secara akurat, misalnya terdapat organomegali, edema anasarka, spondilitis atau
kelainan tulang, dan sindrom tertentu maka status gizi ditentukan dengan menggunakan
parameter lain misalnya lingkar lengan atas, knee height, arm span dan lain lain.

Sumber : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik : UKK Nutrisi dan Penyakit
Metabolik. 2011

4. Apa yang dicari saat pemeriksaan abdomen pada pasien Sindrom Nefrotik ?
Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya ascites yang merupakan salah
satu tanda klinis dari kondisi hipoalbuminemia yang terjadi pada pasien dengan Sindroma
Nefrotik. Serta menilai ada tidaknya pembesaran organ intra dan ekstra abdominal.
Sumber : Alwi L, Salim S., Hidayat , Kurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam : Panduan Praktik Klinis PAPDI. Interna Publishing.2017

5. Apa saja differential diagnosis pada kasus ? Beda edema pada Sindrom Nefrotik dan
edema pada DD lainnya
DD pada kasus :
- Sebab non renal: Gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.
- Glomerulonefritis akut
- Lupus sistemik eritematosus
Diagnosis kerja : Sindroma Nefrotik.

Pada penyakit jantung bengkak diawali dari kedua tungkai karena venous return
yang berkurang dikarenakan gangguan aliran balik kejantung, pengaruh gaya gravitasi
dan tahanan perifer pada tungkai yang tinggi terutama fossa poplitea dan inguinal.
Pada gangguan hepar, bengkak ini diawali dari perut dikarenakan fibrosis pada
hepar yang mengakibatkan bendungan sehingga venous return berkurang dan terjadi
hipertensi porta, penurunan sintesa protein sehingga terjadi hipoalbuminemia yang
menurunkan tekanan osmotik intravaskular yang menyebabkan terjadinya ekstravasasi
cairan.
Pada kasus malnutrisi, bengkak terjadi diseluruh tubuh tanpa penyebab yang jelas
biasanya pada kwashiorkor atau marasmus kwashiorkor.
Pada kelainan ginjal, bengkak/sembab muncul akibat turunnya tekanan onkotik
intravaskuler dan menyebabkan ekstravasasi cairan merembes ke ruang interstisial.
Berdasarkan teori Underfilled, adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu
tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik
koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.
Biasanya bengkak dimulai dari kelopak mata atau biasa disebut edema periorbital dimana
kelopak mata merupakan jaringan yang banyak mengandung jaringan ikat longgar, selain
pada skrotum atau labia. Bengkak pada kelopak mata paling terlihat pada pagi hari
setelah bangun tidur. Hal ini dikarenakan pengaruh gaya gravitasi cairan dalam posisi
horizontal saat tidur dan kemudian bengkak pada ekstremitas pada siang harinya.
Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Jika edema
terjadi dibeberapa tempat, sering disebut sebagai edema anasarka yang merupakan edema
khas pada penyakit ginjal. Edema anasarka merujuk pada akumulasi cairan yang parah
yang tersebar luas dalam semua jaringan-jaringan dan rongga-rongga tubuh pada saat
yang bersamaan. Kelebihan cairan adakalanya berkumpul dalam apa yang disebut ruang
ketiga, yang termasuk rongga-ronga dalam perut (rongga perut atau peritoneal - disebut
asites).
Pada pasien ini bengkak dimulai dari kelopak mata yang berlanjut hingga terjadi
edema pada bagian skrotum. Hal ini menunjukan bahwa bengkak pada pasien ini
mengarah pada kelainan ginjal.
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka dibutuhkan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap, kimia darah dan urin
lengkap.Dari hasil pemerikasaan laboratorium didapatkan, albumin 2,63 g/dl, ureum 55
mg/dl, kreatinin 1,11 mg/dl, kolesterol total 433 mg/dl, protein urin +3.
Pasien ini didiagnosis Sindrom Nefrotik karena memenuhi semua kriteria
berdasarkan Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak (Ikatan
Dokter Anak Indonesia 2012)4:
- Proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+);
- Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL;
- Edema;
- Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.
Sumber :

 Y. C. Tsao. Some Recent Advances in The Investigation and Treatment of The Nephrotic
Syndrome in Children in The Bulletin of The Hongkong Medical Association . Departement
of Pediatrics, University of Hongkong. Vol.23, 1971.
 Novina, Gurnida D, Sekarwana N. Korelasi Kadar Albumin Serum dengan Persentase
Edema pada Anak Penderita Sindrom Nefrotik dalam Serangan. MKB. 2014;47(1)
 Rachmadi D. Aspek Genetik Sindrom Nefrotik Resisten Steroid. MKB. Bandung.
2010;42(1):37-44

6. Sampai kapan pemberian terapi prednison pada pasien ini ?


Pemberian terapi prednisone 60mg/m2/hari dibagi 3 kali per hari selama 4-6
minggu. Jika remisi tercapai, ( proteinuria negative selama 3 hari berturut – turut)
Prednison diturunkan ke 40 mg/m2/hari selang sehari 1x selama 4 minggu dilanjutkan
tapering off dan di stop dalam 1-2 bulan. Jika tidak tercapai remisi, berarti pasien
mengalami resisten steroid dan perlu dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal untuk
menegakkan diagnosa.
Sumber : Alwi L, Salim S., Hidayat , Kurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam : Panduan Praktik Klinis PAPDI. Interna Publishing.2017

7. Apakah pada pasien ini perlu mendapatkan terapi albumin ?


Terapi Albumin 25% diberikan bila didapatkan edema anasarka dengan deplesi volume
intravascular. Dengan dosis 0,5-1g/kgBB diikuti furosemide 1-2mg/kgBB.
Pada pasien didapatkan edema anasarka yang merupakan tanda dari terjadinya kondisi
Hipoalbuminemia dengan deplesi volume intravaskular, oleh karena itu perlu diberikan
terapi albumin.
Sumber : Garna H, Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi Sindroma Nefrotik Edisi 5.
EGC.2014

8. Bagaimana pemberian tatalaksana cairan pada pasien Sindrom Nefrotik ?


Pada pasien dengan Sindroma Nefrotik dilakukan penatalaksanaan non
farmakologis berupa Restriksi Cairan dan diit rendah garam.
Pemantauan balance cairan dilakukan pada pasien ini dengan rumus: balance
cairan = intake (output+IWL). Kemudian cara menghitung IWL pada anak adalah dengan
rumus: (30-umur anak dalam tahun) x beran badan/ hari. Pemantauan pada pasien ini
dilakuan setiap hari dalan kurun waktu tiap 6 jam.
Sumber : Garna H, Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi Sindroma Nefrotik Edisi 5.
EGC.2014

C. Pertanyaan dr. Rurin Dwi Septiana, M.Biomed, Sp.A


1. Pasien ini termasuk Sindrom Nefrotik yang mana ?
2. Bagaimana cara melakukan mantoux test pada pasien sebelum dimulai pemberian steroid ?
3. Kapan lagi dilakukan pemeriksaan urin lengkap dan albumin ?
4. Berapa nilai leukosituria pada anak laki laki yang bermakna ?
5. Terapi Bedrest pada Pasien dengan Sindrom Nefrotik sampai kapan ?
6. Alasan memberikan DD Gromeluronefritis Akut dngan SLE ?

Jawab :

1. Pasien ini termasuk Sindrom Nefrotik yang mana ?


Pada pasien dicurigai mengalami sindroma nefrotik primer. Dikatakan sindrom
nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan
pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain dan umumnya penyebabnya tidak
diketahui dengan pasti (idiopatik). Golongan ini paling sering dijumpai pada anak.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children)
menjadi :

- Sindroma Nefrotik Kelainan minimal (SNKM)


- Glomerulopati membranosa (GM)
- Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
- Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik
tipe kelainan minimal.
Untuk mendukung diagnose, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut berupa biopsy
ginjal untuk memastikan tipe Sindroma Nefrotik.
Sumber : Trihono P., Alatas H. Tambunan T. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik
Idiopatik Pada Anak. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi IDAI. Edisi kedua. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2012

2. Bagaimana cara melakukan mantoux test pada pasien sebelum dimulai pemberian
steroid ?
Prosedur Mantoux Test

- Persiapkan alat dan bahan.


- Pasien dibaringkan terlentang, posisikan lengan bawah kiri/kanan pasien dalam posisi
volar.
- Lakukan cuci tangan rutin dan gunakan handscoen steril.
- Ambil 0,1 ml (5 Tuberculin Unit) antigen PPD dengan menggunakan spoit 1 cc.
- Tentukan daerah injeksi, yaitu daerah yang bebas lesi dan jauh dari vena, kemudian
sucihamakan dengan menggunakan kapas alcohol. Jika lengan kiri tidak memenuhi
syarat, dapat diganti dengan lengan kanan.
- Injeksikan antigen PPD secara intrakutan, degan bevel menghadap ke atas, injeksikan
hingga terbentuk gelembung.
- Cabut jarum perlahan, buang ke tempat sampah tajam.

Gambar. Prosedur Mantoux Test.

Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila
ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).

Sumber : Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2012,
Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak, Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.

3. Kapan lagi dilakukan pemeriksaan urin lengkap dan albumin ?


Setalah dilakukan terapi steroid selama 4-6minggu sebagai evaluasi terapi untuk
menentukan apakah sudah terjadi remisi atau belum.
Sumber : Garna H, Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi Sindroma Nefrotik Edisi 5.
EGC.2014
4. Berapa nilai leukosituria pada anak laki laki yang bermakna ?
Leukosituria adalah tanda terjadinya inflamasi dalam saluran kemih. Leukosituria tidak
selalu disertai dengan bakteriuria pada beberapa pasien. Dikatakan bermakna bila
didapatkan leukosit >105 per lapang pandang dalam specimen midstream urin.
Pada laki laki dikatan bermakna bila didapatkan leukosit >104 per lapang pandang.
Sumber : Hasanah, Nurul. Laporan Kasus : Evaluasi Leukosituria pada Tersangka Infeksi
Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Periode Juli – Desember 2014.

5. Terapi Bedrest pada Pasien dengan Sindrom Nefrotik sampai kapan ?


Penatalaksanaan non farmakologis pada edema, salah satunya dengan bed rest/ tirah
baring. Tirah baring dilakukan dengan mengganjal kaki agar tidak tergantung dan
meninggikan kaki pada saat berbaring. Tirah baring dilakukan sampai keluhan membaik.
Sumber : Alwi L, Salim S., Hidayat , Kurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam : Panduan Praktik Klinis PAPDI. Interna Publishing.2017

6. Alasan memberikan DD Gromeluronefritis Akut dngan SLE ?


Pada pasien ini bengkak dimulai dari kelopak mata yang berlanjut hingga terjadi
edema pada bagian skrotum. Hal ini menunjukan bahwa bengkak pada pasien ini
mengarah pada kelainan ginjal.
Pada kelainan ginjal, bengkak/sembab muncul akibat turunnya tekanan onkotik
intravaskuler dan menyebabkan ekstravasasi cairan merembes ke ruang interstisial.
Berdasarkan teori Underfilled, adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu
tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik
koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.
Kemudian didapatkan riwayat keluhan ISPA berulang pada pasien, yang
merupakan faktor resiko untuk menentukan diagnosis banding. Namun untuk
menyingkirkan diagnosis banding perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang lebih
lanjut.
Sumber :
 Y. C. Tsao. Some Recent Advances in The Investigation and Treatment of The Nephrotic
Syndrome in Children in The Bulletin of The Hongkong Medical Association . Departement
of Pediatrics, University of Hongkong. Vol.23, 1971.
 Novina, Gurnida D, Sekarwana N. Korelasi Kadar Albumin Serum dengan Persentase
Edema pada Anak Penderita Sindrom Nefrotik dalam Serangan. MKB. 2014;47(1)
 Rachmadi D. Aspek Genetik Sindrom Nefrotik Resisten Steroid. MKB. Bandung.
2010;42(1):37-44

Anda mungkin juga menyukai