Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Surgical
di Ruang OK di Rumah Sakit Panti Nirmala Malang
Disusun Oleh :
NIM. 1900703001110
KELOMPOK 3A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
ANATOMI TIROID
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua bagian
lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran
panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid
sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja
setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan
menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap
molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh
kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan
T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium. Gambar anatomi
tiroid dapat dilihat di bawah ini.
Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme
energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh
dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah
sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap
glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal
sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan
kematangan neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4). Bentukaktif ini
adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormoneT4 di perifer,
dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodidaanorganik yang diserap
dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zatini dipekatkan kadarnya
menjadi 30-40 kali yang afinitasnya sangat tinggi di jaringantiroid. Yodida anorganik
mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnyamenjadi bagian dari tirosin yang
terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin(MIT) atau diyodotirosin (DIT). Senyawa
atau konjugasi DIT dengan MIT ataudengan DIT yang lain akan menghasilkan T3 atau T4,
yang disimpan dalam koloidkelenjar tiroid.
DEFENISI
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar
tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga
mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan
disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi
serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang
besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
KLASIFIKASI
Berdasarkan Fisiologisnya
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme
mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat
pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut
rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.
c. Hipertiroidisme:
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang
merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi
ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun,
nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak
napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian
atas mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
Berdasarkan Klinisnya
a. Struma Toksik:
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara
klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik) Struma diffusa toksik
(tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave
(gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak
ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama
berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
EPIDEMIOLOGI
Orang: Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005
struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan
435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3
2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki
(8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40 tahun
berjumlah 65 orang (34,03 %).
FAKTOR RISIKO
Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki namun
dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak ada. Struma
dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua akan
meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan
imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.
Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang sekali
mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik adalah di
Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak
menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa,
Bali dan Sulawesi.
ETIOLOGI
Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang
terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan. Agent kimia penyebab struma
adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu hormogenesis tiroid.
Goitrogen menyebabkan membesarnya kelenjar tiroid seperti yang terdapat dalam
kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin dalam rumput liar. Goitrogen juga
terdapat dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium, phenylbutazone,
aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium secara berlebih.
Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang merupakan
salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus anak-anak yang
sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis
berat serta operasi di tempat lain di mana sebelumnya tidak diketahui. Adanya
hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi setelah 5-25 tahun kemudian.
PATOFISIOLOGI
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent),
proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang
didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh
obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya
struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).
MANIFESTASI KLINIS
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada
pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat
pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran,
jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta
untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher
dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan
menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
b. Pemeriksaan Medis
Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes
fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur
kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat
diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar
tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada
pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal
penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif
(RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan
mengubah yodida.
Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas).
Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di
layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya
kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan
yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan
karsinoma.
Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam
kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang
utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi
kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang
kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.
Pemeriksaan Lain
Tes fungsi paru dapat dilakukan bila ada gejala klinis kompresi trachea. Perubahan
karakteristik kompresi trachea ekternal asimptomatik dapat dideteksi dengan flow-volume
loop tracings. Laringoscop direct dapat juga digunakan untuk mengetahui kompresi trachea.
Penilaian Resiko Keganasan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak
, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
- Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak.
- Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun,
- Gejala hipo atau hipertiroidisme
- Nyeri berhubungan dengan nodul
- Nodul lunak, mudah degerakan
- Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.
PENATALAKSANAAN STRUMA
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain
sebagai berikut :
1. Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat
diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan
untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil
atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar
hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang
terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat
diketahui keadaan fungsi tiroid.
2. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar
tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka
pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50%. Yodium radioaktif
tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap
jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau
kelainan genetic. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang
harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah
operasi, sebelum pemberian obat tiroksin
3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk
menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk
mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid.
Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan
metimasol/karbimasol.
KOMPLIKASI STRUMA
Rencana tindakan/intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 –
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
2) Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya
gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia.
3) Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang
rendah.
4) Memantau kadar kalsium dalam serum.
5) Kolaborasi pemberian terapi dengan tim medis.
TIROIDEKTOMI
Pengertian
Klasifikasi Tiroidektomi
Mekanisme Tiroidektomi
Mekanisme kerja hormon tiroid ada yang bersifat genomik melalui pengaturan
ekspresi gen, dan non genomik melalui efek langsung pada sitosol sel, membran dan
mitokondria. Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai berikut,
hormon tiroid yang tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke dalam inti sel
dan berikatan dengan reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan
reseptor tersebut, tetapi ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada T4.
Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA melalui jari-jari “zinc” dan
meningkatkan atau pada beberapa keadaan menurunkan ekspresi berbagai gen yang
mengkode enzim yang mengatur fungsi sel.
Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor α pada kromosom 17 dan gen
reseptor β pada kromosom 3. Dengan ikatan alternatif, setiap gen membentuk paling
tidak dua mRNA yang berbeda, sehingga akan terbentuk dua protein reseptor yang
berbeda. TRβ2 hanya ditemukan diotak, sedangkan TRα1, TRα2 dan TRβ1 tersebar
secara luas. TRα2 berbeda dari ketiga reseptor yang lain, yaitu tidak mengikat T3 dan
fungsinya belum diketahui. Reseptor thyroid (TR) berikatan dengan DNA sebagai
monomer, homodimer dan heterodimer bersama dengan reseptor inti yang lain. Dalam
hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali lebih kuat daripada T4. Hal
ini disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma kurang erat, tetapi terikat lebih
erat pada reseptor hormon thyroid.
Patofisiologi Tiroidektomi
Nyeri dapat terjadi dari edema jaringan yang disebabkan karena terputusnya saraf
simpatis dari kerusakan jaringan yang terjadi akibat tindakan tiroidektomi. Dari insisi yang
dilakukan pada tindakan ini akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Kurangnya
pengetahuan pasien dan keluarga dapat terjadi karena kurangnya informasi dalam
perawatan luka setelah tindakan pembedahan dilakukan. Seseorang yang telah
melakukan tiroidektomi akan mengalami hambatan dalam berkomunukasi karena terjadi
kerusakan pada langireal yang menyebabkan perubahan tekanan atau penyaringan
suara, suara menjadi lemah, ketidak mampuan untuk berbicara. Resiko cedera dapat
terjadi akibat gangguan produksi hormon yang menurun.
Pencegahan Tiroidektomi
1. Menggunakan garam beryodium untuk membantu pencegahan terjadinya gondok
yang sifatnya endemic.
2. Jangan mengkonsumsi makanan yang bisa mengurangi hormon tiroksin,
misalnyaadalahkol, kacang kedelai, kacang tanah, bayam, stroberi, dan kacang polong.
3. Lakukanlah operasi untuk mencegah terjadinya gondok semakinmembesar.
Pengobatan Tiroidektomi
- Pre-Operasi
Pengobatan yang tepat dapat dilakukan pada pasian pre-oprerasi pada tiroidektomi
adalah :
1. Kadar hormon tiroid harus diupayakan dalam keadaan normal.
6. Ajarkan cara mengurangi peregangan pada luka operasi akibat rangsangan batukn
dengan menahan di bawah, insisi dengan kedua tangan.
7. Beri tahu pasien kemungkinan suara menjadi serak setelah operasi jelaskan
bahwa itu adalah hal yang wajar dan dapat kembali sepertisemula.
- Pasca Operasi
Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien pasca operasi pada tiroidektomi adalah
:
3. Bila sadar, berikan posisi semi fowler, apabila memindahkan klien hindarkan
penekanan pada daerah insisi.
4. Berikan obat analgesic sesuai program terapi.
5. Gunakan penghisap oral atau trachea sesuai kebutuhan.
6. Monitor komplikasi yang terjadi pada pasca operasi tiroidektomi.
Anatomi
Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus (kiri dan kanan)dihubungkan melalui isthmus,
dan kadang-kadang terdapat lobuspiramidalis, berwarna coklat terang, kenyal. Lokasinya
terdapat padaanterior leher, vertebra CV-TI, berat 15-20g, panjang 4-5cm, lebar 2cm,
tebal 2- 4cm. Tebal isthmus 2-6 mm. Dikelilingi dua kapsul, yaitutrue capsule dan false
capsule (perithyroid sheath, surgical capsule ). Pada sisi posterior melekat erat pada
trakea dan laring.
Topografi
Topografi kelenjar tiroid adalah sebagai berikut :
1. Disebelah anterior terdapat m. infrahyoideus, yaitu m.sternohyoideus,
m.sternothyroideus, m.thyrohyoideus danm.omohyoideus.
2. Disebelah medial terdapat larynx, pharynx, trachea dan oesophagus, lebih ke bagian
profunda terdapat nervus laryngeus superior ramus externus dan di antara
oesophagus dan trachea berjalan nervus laryngeus recurrens. Nervus laryngeus
superior dan nervus laryngeus recurrens merupakan percabangan dari nervus vagus.
Pada regio colli, nervus vagus mempercabangkan ramus meningealis, ramus
auricularis, ramus pharyngealis, nervus laryngeus superior, ramus cardiacus superior,
ramus cardiacus inferior,nervus
laryngeus reccurens dan ramus untuk sinus caroticus dan carotid body.
3. Disebelah postero-lateral terletak carotid sheath yang membungkus a.caroticus
communis, a.caroticus internus, vena jugularis interna dan nervus vagus. Carotid
sheath terbentuk dari fascia colli media, berbentuk lembaran pada sisi arteri dan
menjadi tipis padasisi venajugularis interna. Carotid sheath mengadakan perlekatan
pada tepi foramen caroticum, meluas ke caudal mencapai arcus aortae. Fascia colli
media juga membentuk fascia pretrachealis yang berada di bagian profunda otot-otot
infrahyoideus. Pada tepi kelenjar thyroid, fascia itu terbelah dua dan membungkus
kelenjar thyroid tetapi tidak melekat pada kelenjar tersebut, kecuali pada bagian di
antara isthmus dan cincin trachea.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L Y, 2001, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC : Jakarta
Doengoes, dkk, 2000, Nursing Care Plans : Guideline For Planning And Dokumentating
Care. EGC : Jakarta.
Hidayat, Syamat, dkk, 1997. Edisi Revisi Buku Ilmu Ajar Bedah,EGC : Jakarta.