LAPORAN PENDAHULUAN
1. Konsep Struma
1.1 Pengertian
Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hyperthyroidisme.
Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang
merupakan benjolan berbatas jelas dengan konsistensi yang berbeda
dengan jaringan thyroid normal tanpa gejala-gejala hyperthyroid (Dorland,
2002).
1.2 Anatomi Thyroid
Kelenjar thyroid terdiri atas dua buah lobus yang terletak di sebelah
kanan dan kiri trakea dan diikat bersama oleh secarik jaringan thyroid yang
disebut isthmus thyroid dan yang melintas trakea di sebelah depannya,
isthmus thyroid masing-masing berbentuk lonjong berukuran panjang 2,55 cm, lebar 1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar thyroid sangat
penting untuk mengatur
pertumbuhan,
pubertas,
menstrumasi,
kehamilan,
laktasi,
Tidak diketahui
Hypothyroidisme
Ringan
Sekresi TSH
meningkat dan
pertumbuhan yg
progresif
4
T3
Hormon
STRUMA NODUSA
metabolik tidak
Aktif
Meningkatkan
pelepasan TSH
MK: gangguan
citra diri
Membesarkan
Penekanan
kelenjar
thyroid
Penyempitan trakea
Viksasi pada trakea
Susah menelan
kelenjar
MK: ketidakseim-
thyroid
di
bawah
normal,
sedangkan
kelenjar
hypophysis
antibodi
autoimun
yang
beredar
dalam
sirkulasi.
Gejala
Berdasarkan Klinisnya
1. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan menjadi dua yaitu struma
difusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah difusa dan nodusa
lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
difusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan mdis sementara, nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
multinoduler
toksik).
Struma
difusa
toksik
merupakan
tersering
adalah
penyakit
grave
(gondok
kadar
hormon
thyroid
cenderung
tanpa
disertai
tanda-tanda
hyperthyroidisme
dan
kulit
pada
suatu
tempat
dengan
memakai
Dynamic
1.9.2
1.9.3
mm.
1.10 Indikasi Operasi
1.10.1 Adanya gejala keganasan.
1.10.2 Struma dengan keganasan atau potensial kearah ganas.
1.10.3 Berhubungan dengan kosmetik.
1.10.4 Menimbulkan masalah-masalah mekanis yaitu :
1.10.5 Obstruksi jalan nafas akibat kompresi trakea dan penjepitan plika
vokalis.
1. Ekstensi ke retrosternal.
2. Struma yang residif.
1.11Kontraindikasi Operasi Struma.
1. Struma toksik yang belum dipersiapkan.
2. Penderita struma dengan dekompresi kordis, diabetes dan hypertensi.
3. Struma besar dan melekat erat dengan struktur leher.
4. Carcinoma thyroid dengan vena cava superior syndrome.
1.12
Komplikasi Pembedahan
1.12.1 Badai thyroid (Thyroid storm)
1. Tanda : Hyperpireksia, takhikardia, hipotensi, perubahan
kesadaran.
2. Sering terjadi pada pasien operasi hyperthyroid akut.
3. Terjadi 6-24 jam sesudah pembedahan, bisa terjadi pada intra
operatif.
4. Dibedakan dari hipertermia maligna, feokromositoma, anestesi
inadekuat.
1.12.2 Kerusakan nerves laryngeal recurent
1 Bilateral terdapat gejala pasien tidak mampu bicara (aponia dan
2
10
1. Hipoparathyroidisme,
gejala
hypokalsemi
akut
akibat
Anamnesis
11
obat-obat
rekreasional
(heroin,
metamfetamin,
kokain).
4. Riwayat penyakit keturunan dan penyakit menular pada keluarga.
5. Riwayat kematian pada anggota keluarga diatas meja operasi.
2.1.2
Pemeriksaan fisik
12
tindakan
pembedahannya
dilakukan
secara
darurat,
13
a. Mengurangi kecemasan.
b. Mengurangi nyeri.
c. Mengurangi kebutuhan obat-obat anestesi.
d. Mengurangi sekresi saluran nafas.
e. Menyebabkan amnesia.
f. Mengurangi kejadian mual-muntah pasca operasi.
g. Membantu pengosongan lambung, mengurangi produksi asam
lambung atau meningkatkan pH asam lambung.
h. Mencegah reflex-refleks yang tidak diinginkan
Obat-obatan yang sering dipakai antara lain:
1) Sedasi
Benzodiazepin pilihan yang baik perioperatif sedasi.
i. Diazepam, dosis 0,1-0,2 mg/kgBB.
ii. Midazolam, dosis 0,07-0,1 mg/kgBB.
2) Analgesik
Analgesik yang sering digunakan adalah analgetik opioid
karena merupkan golongan analgesik yang paling kuat dan bekerja
dengan baik bersama-sama obat sedatif. Opioid pilihan untu
preedikasi antara lain:
i. Pethidin, dosis 1-2 mg/kgBB.
ii. Fentanyl, dosis1-5 mg/kgBB.
Dan disarankan untuk menghindari penggunaan morphine karena
merupakan termasuk Histamin release.
3) Anti Kolinergik
Pada operasi Istmolobectomy, anti kolinergik diberikan
bertujuan untuk mengurangi sekresi ludah, sehingga visualisasi
saat intubasi menjadi lebih baik. Selain itu, anti kolinergik
diperlukan untuk mencegah aspirasi. Obat yang digunakan adalah
Glikopirolat karena tidak menyebabkan takikardi seperti sulfas
atropin. Karena pasien dengan gangguan thyroid cenderung
takikardi.
4) Anti Emetik
14
Anestesi
umum
intravena:
anesthesia
intravena
klasik,
15
2.2.2
2.2.3
Anestesi imbang.
16
menjadi
memperlambat
pengosongan
18
d. Ketorolac
Ketorolac tromethamine adalah suatu analgetik non narkotik. Obat
ini merupakan obat anti inflamasi nonsteroid yang menunjukkan
aktifitas antipiretika yang lemah dan anti inflamasi. Ketorolac
menghambat sintesa prostaglandin dan dapat dianggap sebagai
analgetik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai reseptor
opioid.
Dosis pemberian 10-30 mg dan dapat diulang setelah 4-6 jam
sesuai kebutuhan. Sifat analgetik ketorolac setara dengan opioid
yaitu: 30 mg. Ketorolac= 1 mg, morfin= 100 mg petidin. Indikasi
ketorolac adalah untuk pengobatan jangka pendek nyeri akut,
sedang sampai berat pasca operasi.
Kontraindikasinya adalah riwayat alergi AINS, gangguan ginjal
berat, hipovolemia, penyakit serebrovaskuler, hamil, persalinan,
laktasi, gangguan koagulasi dan anak < 16 tahun.
e. Obat Pelumpuh Otot
Prinsip kerja: Menghambat transmisi dari signal di neuromuscular
junction (NMJ) yang merupakan antagonis acetilcoline reseptor.
Obat pelumpuh otot terdiri dari golongan depolar dan non depolar.
Atracurium merupakan pelumpuh otot nondepolarisasi baerikatan
dengan reseptor nikotinik kolinergik, tetapi tidak menyebabkan
depolarisasi,
hanya
menghalangi
asetilkolin
menempatinya,
19
darah
dan
laju
jantung
tidak
berubah,
60%:40%; 50%:50%.
b. Isofluran
1) Status fisik: isomer enfluran, bentuk cair, bau merangsang,
tidak mudah meledak, tekanan uap: 250, koefisien partisi darah
/ gas: 1,4, MAC: 1,2 vol %.
2) Farmakodinamik:
a) Kardiovaskular: menyebabkan depresi jantung minimal,
curah jantung dipelihara meningkatkan laju jantung, aliran
darah perifer, menurunkan tahanan vaskular sistemik,
menurunkan tekanan darah dan merupakan vasodilator
arteri koroner atau coronary steal syndrome.
b) Pernafasan:
menyebabkan
iritasi
jalan
nafas,
bronchodilator.
20
2.2.6
Intubasi Trakea
Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal
ke dalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas
mudah dibantu atau dikendalikan. Ekstubasi trakeal adalah
tidakan pengeluaran pipa endotrakeal.
Sebelum mengerjakan Intubasi Trakea, dapat diingat kata
STATICS.
S = scope, laringoskop dan stetoskop.
T = tubes, pipa endotrakeal.
A = airway tubes, pipa orofaring/nasofaring.
T = tape, plester.
C = conector, sambungan-sambungan.
S = suction, penghisap lendir.
1. Tujuan
Pembersihan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan
nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah
pemberian ventilasi dan oksigenisasi.
2. Indikasi
Tindakan resusitasi, tindakan anestesi, pemeliharaan jalan
nafas dan pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.
3. Peralatan
a. Laringoskop
Ada dua jenis laringoskop, yaitu:
1) Blade lengkung (Macintosh). Biasa digunakan pada
laringoskopi dewasa. Peganglah gagang dengan tangan
kiri. Leher pasien difleksikan dan kepala diekstensikan.
Mulut dibuka dengan jari telunjuk kanan, bibir atas
disibakkan
dengan
jempol
kanan.
Ujung
blade
21
pada
epiglotis
lebih
sering terjadi
pada
22
23
pipa
dikembangkan
dan
daun
laringoskop
5. Komplikasi
24
25
10 kg kedua
10 kg selanjutnya
2 ml/kgBB/jam
1 ml/kgBB/jam
26
Oksimeter denyut.
Pengukur tekanan darah dan NIBP.
Elektrocardiografi (EKG) kontinyu.
Stetoskop, stetoskop precordial.
Kapnograf pada gangguan LMA atau ETT.
Anestetik gas monitor jika digunakan zat anestetik volatile.
Agar lebih sistematis dan tidak terlewatkan maka pemantauan
27
28
tentukan status cairan, cek vital sign, cek perfusi jaringan, cek
kandung kemih kemungkinan distensi akibat sumbatan, cek katheter
mungkin tertekuk dan beri cairan yang cukup.
5. Bowel (sistem gastrointestinal)
Masalah yang mungkin timbul adalah: tanda-tanda peritonotis
penurunan peristaltik, mual dan muntah. Monitoring yang dilakukan
adalah: monitor hemodinamik, karena bila terjadi internal bleeding
maka kehilangan cairan atau darah sangat besar. Observasi perfusi,
lingkar abdomen juga pengeluaran drain. Tindakan yang di lakukan
adalah: koreksi cairan, atasi nyeri, cari tahu penyebab kalau perlu
relaparatomy.
6. Bone (sistem otot dan tulang)
Sering terjadi nyeri, perubahan posisi dan edema. Monitoring
dilakukan dengan memantau perfusi jaringan, SPO2, observasi
perdarahan, kalau perlu kontrol dengan foto rontgen.
2.2.9
ruang pulih atau Recovery Room atau Post Anestesia Care Unit. Idealnya
seorang pasien bangun dari anestesi secara bertahap tanpa keluhan.
Kenyataan yang sering dialami sering dijumpai hal-hal yang tidak
menyenangkan akibat stress pasca anestesi berupa:
1. Gangguan Pernapasan
Obstruksi jalan napas partial atau total biasa dialami pasien post
anestesi umum yang belum sadar karena lidah jatuh menutupi faring
atau karena edema laring. Penyebab lain adalah spasme laring akibat
rangsangan benda asing, sekret, darah dan akibat ketidakmampuan
menelan. Tindakan yang harus dilakukan adalah manufer airway
dengan head tilt, chin lift, dan jaw trush. Kemudian pasang
orofaringeal tube dan berikan bantuan O2 100%, lakukan suctioning
kalau terdengar gurgling. Peralatan untuk memantau hemodinamik
tetap terpasang termasuk saturasi O2.
2. Gelisah
29
30
31
Intervensi:
1
tempat tidur.
Stabilkan dengan baik brankar maupun meja operasi waktu
memindahkan pasien.
Pindahkan pasien secara bersamaan dengan minimal 3 orang
(logroll).
Antisipasi gerakan, jalur dan selang yang terhubung dengan
pasien selama melakukan pemindahan dan amankan pada
posisi yang tepat.
32
restrain.
Ekstremitas diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan keselamatan, sirkulasi, tekanan saraf
Intervensi:
1
intraoperasi.
Jelaskan tentang prosedur anestesi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
Terima feed back dari pasien mengenai penjelasan tindakan
perawat
benar.
Selama durante operasi, pastikan ETT tidak berubah posisi.
33
kebutuhan pasien.
5 Monitor perubahan tidal volume dan frekuensi rate pasien.
6 Monitor saturasi dan tanda vital lainnya secara periodik.
7 Lakukan pengecekan suara nafas, jantung melalui precordial.
2 Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembedahan/perdarahan.
Tujuan : selama periode anestesi, kebutuhan cairan pasien
terpenuhi.
Kriteria hasil:
1 Nadi stabil dalam rentang normal (60-120 kali/menit).
2 Tekanan darah stabil dalam rentang normal (Systole: 100-130
mmHg, diastole: 60-90 mmHg).
MAP normal (60-100 mmHg).
Produksi urin sesuai (0,5 1 cc / kg BB / jam).
Warna urin kuning jernih.
3
4
5
Intervensi:
1
2
3
4
5
6
7
3.2.3
1
34
Intervensi:
1
2
3
4
5
Barbara,
CL.,
1996,
PerawatanMedikalBedah
(SuatuPendekatan
proses
keperawatan), Bandung.
Brunner &Suddarth, 2002,Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah, alihbahasa:
WaluyoAgung., YasminAsih., Juli.,Kuncara., I.madekaryasa, EGC, Jakarta.
Carpenito,L.J.,2000, DiagnosaKeperawatanAplikasipadaPraktekKlinis,alihbahasa:
Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta.
Doenges,M.E.,
Moorhouse,
M.F.,
Geissler,
A.C.,
1993,
RencanaAsuhanKeperawatanuntukperencanaandanpendukomentasianperawatanP
asien, Edisi-3, Alihbahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.
Kuliahilmupenyakitdalam PSIK UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakitdalam
RSUP dr.Sardjito, yogyakarta.
Mansjoer, Arif,dkk, 2000. KapitaSelektaKedokteran. Jilid 1. Media Aesculapius:
Jakarta
McCloskey &Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second
edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2005-2006.
NANDA International. Philadelphia.
Price, S.A.et al, 1995,Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Buku 1, Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta.
Sundaru H. 2004 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I edisi ketiga.Penerbit
35
NIC
and
NOC
36
Project.,
1991,
Nursing
outcome