Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TIROIDEKTOMI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Dasar

Disusun Oleh :
Friska Catur Wulandari
JNR. 0210149

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2021
I. Definisi
Kelenjar tiroid terletak di leher, dibawah kartilago krikoid dan
berbentuk huruf H (Black & Hawks 2018). Kelenjar tiroid menghasilkan
tiga jenis hormone yang berbeda, yaitu tiroksin (T4), trodotironin (T3) yang
keduanya disebut dengan satu nama, hormone tiroid dan kalsitonin. Panjang
kelenjar tiroid kurang lebih 5 cm dengan lebar 3cm dan berat sekitar 30 gr.
Kelenjar tiroid pada wanita lebih besar dibanding laki-laki. (Brunner &
Suddarth, 2016)
Benjolan pada kelenjar tiroid merupakan gejala yang sering
ditemukan pada kelainan kelenjar tiroid, secara klinis mudah dikenal, dan
sebagian besar penderita datang di poliklinik dengan keluhan benjolan di
leher bagian depan. Tumor tiroid merupakan pertumbuhan abnormal dari
kelenjar tiroid, dimana dapat berupa tumor jinak ataupun tumor ganas
seperti tipe papiler, folikular, medular, atau tipe anaplastic. (Adham &
Aldino, 2019)
Tindakan bedah terutama dilakukan pada kanker tiroid yaitu
tiroidektomi, dapat juga diindikasikan pada pembesaran jinak kelejar tiroid
bila sudah menyebabkan penekanan pada trakea, esophagus dengan keluhan
sesak nafas, rasa tercekik dan gangguan menelan. (Pasaribu, 2017)

II. Anatomi dan Fisiologi


Kelenjar Tiroid merupakan organ berbentuk seperti kupu-kupu
yang terletak di anterior dari trakea pada cincin trakea kedua sampai ketiga.
Kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yang dihubungkan oleh isthmus pada bagian
tengah nya. Setiap lobus berukuran panjang 3-4 cm, lebar 2 cm, dan
tebalnya hanya beberapa millimeter Ishtmus tingginya 12-15 mm terkadang
terdapat lobus piramidalis di midline, superior dari isthmus. Berat tiroid
sehat hanya sekita 25 gram dan tidak teraba dari luar. (dr.Suyatno 2014)
Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid :
a. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3)
berikatan dengan reseptornya di inti sel.
b. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga
pembentukkan ATP (adenosin trifosfat) meningkat.
c. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
d. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada
masa janin.

Jaringan tiroid memiliki dua jenis sel yang memproduksi hormon.


Sel olikuker memproduksi hormone tiroid, yang berperan untuk
mempengaruhi denyut jantung, suhu tubuh dan tingkat energy. Sedangkan
sel C (sel parafolikuler) memproduksi kalsitosin yang membantu
mengendalikan kadar kalsium dalam darah.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid yaitu triiodothyronin
(T3) dan tetraiodo-thyronine (T4) . Hormon ini berfungsi mengatur sistem
metabolisme tubuh. Produksi hormone tiroid diatur oleh otak melalui
thyotoprin Releasing Hormone (TRH) dan Thyroid Stimulating Hormone
(TSH) . Hormon TRH diproduksi hipotalamus, sedangkan TSH diproduksi
oleh hipofisis (pituitary gland).
Jika TSH meningkat maka kelenjar tiroid dapat memproduksi
hormone T3 (triiodothyronin) dan T4 (tetraiodo-thyronine) meningkat. Hal
sebaliknya terjadi bila TSH menurun , tetapi kerja TSH juga diatur oleh
kadar hormone tioid (T3 dan T4) yang berada di dalam darah. Jika kadar T3
dan T4 berlebihan dalam darah, maka akan memberikan efek negative
terhadap hipotalamus dan hipofisis sehingga kadar TSH akan menurun,
sehingga sel-sel folikuler kelenjar tiroid mengurangi produksi hormone T3
dan T4 dan sebaliknya. Inilah yang disebut negative feed back mechanism.
Lebih dari 99% T4 dan 98% T3 dalam sirkulasi berkaitan dengan protein
yaitu TGB (Thyroxxin Binding Globulin), TBP (Throxin Binding
Prealbumin) dan albumin. Sisanya dalam bentuk bebas (Free T4). Kadar
Free T4 inilah yang berdampak pada gejala klinis hipertiroid atau hipotiroid.
TSH dan Free T4 merupakan indicator utama dari fungsi kelenjar tiroid.

III. Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala pada pasien untuk dilakukan tindakan tiroidektomi
(Pasaribu, 2017 ) :
1. Adanya benjolan dileher bagian depan dapat berupa nodul tunggal,
multi nodul atau diffuse, dimana bila penderita disuruh menelan akan
ikut bergerak keatas.
2. Jika struma nodosa cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
3. Pasien dengan hipertiroid dengan gejala takikardi, gelisah, berkeringat,
tidak tahan cuaca dingin dan kelelahan.
4. Rasa tidak nyaman di area leher yang menjalar hingga telinga.
5. Suara serak atau kesulitan berbicara dengan suara normal.
6. Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada bagian leher dan
dapat diemukan selama pemeriksaan fisik.

IV. Etiologi
Menurut Rehman, Hutchison & Basile (2016) etiologi adanya
struma dengan dilakukannya tiroidektomi diantaranya :
1. Kenaikan sekresi hormone TSH (Tiroid Stimulating Hormon) dari
kelenjar hipofise anterior disebabkan berkurangnya sekresi hormone T3
dan T4 dari kelenjar tiroid oleh karena kurangnya intake iodium
sehingga menyebabkan keabnormalan pada kelenjar tiroid sehingga
berubah menjadi kanker.
2. Penyinaran (radiasi ion) pada daerah kepala, leher, dada bagian atas
terutama anak-anak yang pernah mendapatkan terapi radiasi di leher
dan mediastinum.
3. Faktor genetik. Adanya riwayat keturunan dari keluarga.
Sedangkan etiologi berdasarkan fisiologis struma nodusa dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat. Struma nodosa atau struma semacam ini biasanya tidak
menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi
secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
2. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan structural atau fungsional kelenajr tiroid
sehingga sintesis dari hormone tiroid menjadi berkurang. Kegagalan
dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari
hormone. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan,
sensitive terhadap udara dinginm dementia, sulit konsentrasi, gerakan
lamban, kosntipasi, kulit kasar, rambut rontok, menstruasi berlebihan
dan pendengaran terganggu.
3. Hipertiroidisme
Disebut juga dengan Graves yang dapat didefinisikan sebagai respon
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolic hormone tiroid
yang berlebihan. Keaddaan ini dapat timbul spontan atay adanya sejenis
antibody dalam darah yang merangsanng kelenajr tiroid, sehingga tidak
hanya produksi hormone yang berlebih tetapi ukurang kelenajr tiroid
menjadi besar.gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu
makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan dan sesak nafas.
Selain itu terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, exoftalmus, diare, haid tidak tratur, rambut rontok dan
atrofi otot.

V. Patofisiologi dan Pathway


Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormone tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap
usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh
kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi bentuk yang akif
sehingga akan distimulasikan oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH)
kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel
koloid. Senyawa yag terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk
tiroksin (T4) dan molekul triodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan
pengaturan umpan balik negative daris sekresi TSH dan bekerja langsung
pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormone metabolic yang
tidak aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T3 daan T4, ukuran folikel menajdi lebih besar dan kelenjar
tiroid dapat bertambah sekita 300 – 500 gr.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesi, pelepasan
metabolism tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negative meingkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Biasanya
tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Sebab dengan adanya pertumbuhan
berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuaali
benjolan di leher. Sebaagian besar penderita dengan struma nodusa dapat
hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodusa
tidak menganggu pernafasan karena menonjol kebagian depan, sebagian lain
dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesaran bilateral.
Menurut Lewinski (2012) struma nodusa memiliki beberapa
stadium, yaitu:
Derajat 0 : Tidak teraba pada pemeriksaan
Derajat 1 : Teraba pada pemeriksa dan terlihat ketika kepala ditegakkan
Derajat 2 : Benjolan mudah terlihat pada posisi kepala normal
Derajat 3 : Benjolan terlihat pada jarak jauh
Pathway
 Karsinoma tiroid
 Grave
 Hipertiroidisme
 hiperparatiroidisme

Gangguan hormonal Kelainan metabolic Pencemaran air tanah goitrogen Defiensi yodium
 Masa pertumbuhan kongenital oleh Pb
 Kehamilan
 Laktasi
 Penggunaan KB Menghambat pembentukan
hormonal Menghambat sintesa hormone tiroid
hormone tiroid

↑kadar TSH Gangguan sekresi tiroksin Hipotiroidisme

↑kerja kelenjar tiroid Gangguan ventilasi spontan Kelelahan

Hyperplasia tiroid Tiroidektomi Nyeri akut

Risiko infeksi
Menekan esophagus & trakea
Suara parau

Obstruksi jalan nafas Suara parau Disfagia Disfagia

Hipotirodisme
Bersihan jalan nafas Gangguan
tidak efektif komunikasi Intake Gangguan
verbal inadekuat menelan

Risiko deficit nutrisi


VI. Komplikasi
1. Gangguan menelan atau bernafas.
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga penyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).
3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga
tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.
4. Perdarahan
Akibat perdarahan timbul hematom yang dapat mengadakan penekanan
pada laring, timbul dyspnea. Lakukan eksplorasi.
5. N. Rekkurens dapat terpotong, terikat, trauma operasi sehingga
menimbulkan gangguan temprorer. Post operasi : suara baik sesudah 2-
6 minggu menjadi serak disebabkan oleh sikatrik yang menjepit
N.rekkurens
6. Edema Laring
Sebagai akibat manipulasi pada trakea atau akibat endotrakeal tube,
tindakan trakeotomi bawah.
7. Trakeomalasia
Trakea melembek dan menempel pada dinding trakea belakang.
8. Hormonal
Kelenjar Paratiroid ikut terangkat , sehingga timbul tetani.

VII. Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Pasaribu, 2017) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mengetahui tiroidektomi berupa :
1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi kelenjar tiroid dan
adanya tanda tumor dengan memeriksa TSH, T3, T4, Tiroglobulin dan
Kalsitonin.
2. Pemeriksaan tiroid scan untuk mengetahui anatomi dan fungsi dari
kelenjar tiroid.
3. Pemeriksaan aspirasi jarum halus untuk mempunyai ketepatan untuk
mengetahui beberapa kelainan tiroid.
4. Foto x-ray. Pemeriksaan untuk mengetahui obstruksi trakea karena
penekanan tumor dan melihat klasifikasi pada massa tumor. Apabila
pasien ada keluhan dispagia, maka foto barium meal perlu untuk
melihat adanya infiltrasi tumor pada esophagus.
5. Foto polos leher untuk mengetahui anatomi kelenjar tiroid.
6. USG untuk mengetahui anatomi kelenjar tiroid.
7. CT Scan untuk melihat perluasan tumor, namun tidak dapat
membedakan secara pasti antara tumor ganas atau jinak pada kasus
tumor tiroid.
8. MRI untuk mengetahui anatomi kelenjar tiroid.

VIII. Pengobatan
Penatalaksanaan struma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Penatalaksanaan Konservatif
1. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini
diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon
TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin
diberikan hormone tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar
tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
2. Terapi Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi
pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien
yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat
mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan
resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif
diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di
rumah sakit, obat ini biasanya diberikan empat minggu setelah
operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
b. Penatalaksanaan Operatif
1. Tiroidektomi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan
tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan
misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik,
indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai. Tindakan
pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid
adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi
subtotal akan menyisakan jaringan atau pengangkatan 5/6 kelenjar
tiroid,sedangkan tiroidektomi total, yaitu pengangkatan jaringan
seluruh lobus termasuk istmus. Tiroidektomi merupakan prosedur
bedah yang relative aman dengan morbiditas kurang dari 5 %.
2. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan
pemeriksaan sidik tiroid ulang. Apabila nodul mengecil, terapi
dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan membesar dilakukan
biopsy atau operasi.
3. Biopsy aspirasi jarum halus dilakukan pada kista tiroid hingga
nodul kurang dari 10mm.
4. Vries coupe adalah pemeriksaan jaringan untuk mengetahui
keganasan pada suatu sel atau jaringan, untuk hasil dan lama waktu
pemeriksaan dapat diketahui pada saat itu juga . sekalipun pasien
berada di dalam kamar operasi.

IX. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien . (Setiadi, 2012)
1. Identitas Diri
Umur, jenis kelamin , asal. Penting sekali menanyakan asal
penderita, apakah penderita tinggal di daerah pegunungan atau
dataran rendah, bertujuan apakah berasal dari daerah endemic
struma. Beberapa gangguan endokrin baru jelas dirasakan pada usia
tertentu meskipun proses patologis sudah berlangsung sejak lama.
Kelainan-kelainan somatic harus selalu dibandingkan dengan usia
dan gender.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran/benjolan
pada leher. Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi
keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat
luka operasi.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan yang dirasa biasanya rasa berat di leher. Sewaktu
menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglottis
sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea. Biasanya
didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya
pernafasan karena penekanan trakhea esofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita
penyakit gondok. Hospitalisasi , perlu dikaji alasan
hospitalisasi dan kapan kejadianya. Bila klien dirawat beberapa
kali, urutkan sesuai dengan waktu kejadianya. Juga perlu
memperoleh informasi tentang penggunaan obatobatan saat
sekarang dan di masa lalu. Penggunaan obat-obatan ini
mencakup obat yang diperoleh dari dokter atau petugas
kesehatan maupun yang diperoleh secara bebas. Jenis
obatobatan yang mengandung hormone atau dapat merangsang
aktifitas hormonal.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien saat ini atau yang berhubungan secara langsung
dengan gangguan hormonal seperti : obesitas, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, kelainan pada kelenjar tiroid,
DM dll.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya
composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi,
nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
b. Kepala dan Leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar
tiroid. Pada post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan
adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril
yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain
perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
c. Sistem Pernapasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan
sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan
nafas.
d. Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan
didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena
menahan sakit.
e. Sistem Gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan
asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan
hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
f. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feces, diare.
g. Integritas Ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik,
emosi labil, depresi.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi : Risiko defisit nutrisi bd ketidakmampuan menelan
makanan (D.0032)
2. Post Operasi
a. Nyeri akut bd agen pencedera fisik (D.0077)
b. Resiko infeksi bd efek prosedur invasif (D.0142)
c. Resiko perdarahan bd tindakan pembedahan (D.0012)

c. Perencanaan
DX. 1 Risiko defisit nutrisi bd ketidakmampuan menelan makanan.
(D.0032)
Tujuan : Status nutrisi klien membaik (L.03030)
Kriteria Hasil :
- Perasaan cepat kenyang menurun
- Nafsu makan membaik
Intervensi Rasional
Manajemen Nutrisi (I.03119) 1. Mengetahui status nutrisi
1. Identifikasi status nutrisi. klien.
2. Identifikasi alergi dan 2. Mengetahui apakah klien
intoleran makanan. memiliki alergi terhadap
3. Identifikasi makanan yang makanan.
disukai. 3. Mengetahui makanan yang
4. Identifikasi kebutuhan disukai klien.
kalori dan jenis nutrient. 4. Mengetahui berapa
5. Monitor asupan makanan. kebutuhan kalori dan apa
6. Berikan makanan tinggi jenis nutrient yang
serat. dibutuhkan.
7. Berikan makanan tinggi 5. Mengetahui asupan nutrisi
kalori dan protein. yang masuk.
6. Mencegah terjadinya
konstipasi.
7. Untuk menambah energi.

DX. 2 Nyeri akut bd agen pencedera fisik (D.0077)


Tujuan : Tingkat nyeri menurun (08066)
Kriteria Hasil :
- Keluhan nyeri berkurang
- Ekspresi tidak meringis
- Kegelisahan menurun
Intervensi Rasional
Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Dapat membantu perawat
1. Identifikasi lokasi, untuk berfokus pada
karakteristik, durasi, penyebab nyeri dan
frekuensi, kualitas dan manajemennya.
intensitas nyeri. 2. Mengetahui tingkat nyeri
2. Identifikasi skala nyeri. klien.
3. Identifikasi respon nyeri 3. Mengetahui seberapa kuat
non verbal. nyeri yang dirasakan klien.
4. Ajarkan teknik non- 4. Pemberian teknik non-
farmakologis untuk farmakologis dapat
mengurangi rasa nyeri. membantu klien dalam
5. Jelaskan prosedur teknik mengurangi kecemasan.
napas. 5. Membantu klien rileks dan
6. Kolaborasi pemberian menurunkan stimulus
analgesik. internal.
6. Pemberian analgetik dapat
memblok nyeri pada
susunan saraf pusat.
DX. 3 Resiko infeksi bd efek prosedur invasif (D.0142)
Tujuan : Integritas kulit dan jaringan membaik (L.14125)
Kriteria Hasil :
- Kerusakan jaringan sedang
- Kerusakan lapisan kulit sedang
- Perdarahan menurun
- Nyeri menurun
Intervensi Rasional
Perawatan Area Insisi (I.14558) 1. Mengetahui adanya tanda
1. Periksa lokasi insisi adanya infeksi.
kemerahan dan bengkak. 2. Mengurangi risiko infeksi.
2. Ganti balutan luka sesuai 3. Mengetahui proses
jadwal. penyembuhan area insisi.
3. Monitor penyembuhan area 4. Mengetahui tanda dan
insisi. gejala infeksi.
4. Monitor tanda dan gejala 5. Mengurangi risiko infeksi.
infeksi. 6. Mengurangi kontaminasi
5. Bersihkan area insisi bakteri.
dengan pembersihan yang
tepat.
6. Usap area insisi dari area
yang bersih menuju area
yang kurang bersih.

DX. 4 Resiko perdarahan bd tindakan pembedahan (D.0012)


Tujuan : Tingkat perdarahan menurun (L.02017)
Kriteria Hasil :
- Kelembapan membrane mukosa meningkat
- Kelembapan kulit kognitif meningkat
- Tekanan darah membaik
- Suhu tubuh membaik
Intervensi Rasional
Pencegahan Perdarahan 1. Mengetahui adanya
(I.02067) perdarahan.
1. Monitor tanda dan gejala 2. Mengetahui dan memonitor
perdarahan. TTV klien.
2. Monitor tanda – tanda vital. 3. Mengurangi perdarahan.
3. Pertahankan bed rest selama 4. Menambah informasi klien
perdarahan. tentang perdarahan.
4. Jelaskan tanda dan gejala 5. Mempercepat pembekuan
perdarahan. darah.
5. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K.
DAFTAR PUSTAKA

Adham, M. & Aldino, N. 2019, ‘Diagnosis Dan Tatalaksana Karsinoma Tiroid


Berdiferensiasi’, Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, vol. 48, no. 2, p.
197.

Black & Hawks. 2018. Medical-surgical nursing : clinical management for


positive outcomes.8th Edition, Saunders Elsevier.

Brunner & Suddarth. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC:
Jakarta.

Lewinski, A. 2012, The problem of goitre with particular consideration of goitre


resulting from iodine deficiency (I): Classification, diagnostics and
treatment.

Pasaribu, E. 2017. Pembedahan pada Kelenjar Tiroid, Vol. 39, No. 3, pp. 319–23.

PPNI 2018a. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1. DPP PPNI, Jakarta.

PPNI 2018b. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. DPP PPNI, Jakarta.

PPNI n.d., Standar Daignosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1. DPP PPNI, Jakarta.

Rehman, S., Hutchison, F. & Basile, J. 2006. Goitre in Older Adults. Journal of
Aging Health, Vol. 2, No. 5.

Anda mungkin juga menyukai