PENDAHULUAN
timbul mendadak dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid. Tiroiditis dapat
klinis dilihat dari perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada tiroid (1).
akut, subakut, dan kronis. Tiroiditis akut contohnya tiroiditis infeksiosa akut,
tiroiditis karena radiasi, dan tiroiditis traumatika. Tiroiditis subakut dibagi menjadi
yang disertai rasa sakit seperti tiroiditis de Quervain, sedangkan yang tidak disertai
rasa sakit seperti tiroiditis limfositik subakut, post partum, dan oleh karena obat-
obatan. Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto, Riedel, dan infeksiosa kronis
(1).
paling umum dan bersifat organ-specific. Ditemukan oleh Hakaru Hashimoto pada
tahun 1912, dengan istilah lain struma limfomatosa. Disebut pula sebagai tiroiditis
iodiumnya cukup. Penyakit ini sering mengenai wanita berumur antara 30-50
tahun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi
limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel folikel tiroid. Penyebabnya
tiroglobulin dalam darah. Pada tahun 1956, Roitt dkk untuk pertama kalinya
hipertiroid oleh adanya proses inflamasi, tetapi kemudian kerusakan dan penurunan
fungsi tiroid yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Kelenjar tiroidnya bisa
membesar membentuk nodul goiter. Sekali mulai timbul hipotiroid maka gejala ini
akan menetap sehingga diperlukan terapi hormon tiroid yang bertujuan mengatasi
I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui aspek
Hashimoto.
2
I.3 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago
krikoid, disamping kiri dan kanan trakhea. Pada orang dewasa beratnya lebih
kurang 18 gram. Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang
lebih kurang 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus mempunyai
folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon disintesa
(1,6,7).
4
Kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari arteri tiroidea superior dan
karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan dari arteri
subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih besar
dibandingkan dengan lobus kiri. Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik.
Saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan kolinergik berasal dari nervus
vagus (6,7).
Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa
ruangan bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus sampai
kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi oleh aktivitas
fungsional daripada kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam keadaan inaktif, sel-
sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau kolumnar bila kelenjar dalam
keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel folikel menjadi kolumnar dan
Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan gambaran fungsional
yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan dengan aktivitas fungsional,
sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak dijumpai pada folikel dalam
keadaan inaktif dan beberapa kasus keganasan. Pada keadaan yang belum jelas
diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah menjadi sel-sel yang besar
yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells) atau Hürthle cells (7,8 ).
5
Gambar.2.2 Histologi kelenjar tiroid normal
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit
kalsitonin. Hormon ini diangkut oleh protein pengangkut, protein pengangkut itu
T3U (T3 resin uptake) dan TBI (thyroxine binding index). Peningkatan protein
perfenazin, kehamilan, bayi baru lahir, hepatitis infeksiosa dan peningkatan sintesis
anabolik dan androgen, sakit berat atau pembedahan, sindroma nefrotik dan
tiroid. Mekanisme pengaturan sekresi hormone tiroid tersebut dapat dilihat pada
6
gambar 2.2. Hipotalamus (terletak tepat di atas kelenjar hipofisa di otak)
namanya, TSH ini merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid.
Jika jumlah hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar
hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit, sebaliknya jika kadar
hormon tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih
7
II.1.2 Proses Pembentukan Hormon Tiroid
yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikomsumsi akan diubah
menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke dalam sel kelenjar dan
dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodida, yang
dapat dihambat oleh ATP-ase, ion klorat dan ion sianat. Sel folikel membentuk
terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan DIT yang akan membentuk
triiodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan membentuk tetraiodotironin atau
tiroksin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat
berikatan dengan protein plasma dalam bentuk PBI (protein binding iodine)
(1,7,8,9).
8
II.1.3 Fungsi Kelenjar Tiroid
b. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibanding
dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi
tulang. Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium
serum. Kadar kalsium serum yang rendah akan menekan pengeluaran tirokalsitonin
tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di lambung.
9
II.2 Definisi Tiroiditis Hashimoto
Tiroiditis berasal dari kata tiroid yaitu kelenjar tiroid sedangkan –itis
Bila dilihat dari aspek waktu kejadian maka tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis akut
(muncul mendadak atau durasi penyakit singkat), tiroiditis subakut (antara akut dan
tiroiditis Riedel. Berdasarkan ada atau tidaknya nyeri, dibagi menjadi tiroiditis
dengan nyeri dan tiroiditis tanpa nyeri. Tiroiditis yang paling sering ditemukan
(1,10).
autoimun dan berdasarkan waktu kejadian termasuk tiroiditis kronik. Jika jaringan
tiroid yang mengalami tiroiditis diperiksa dibawah mikroskop maka akan tampak
tahun dan dicirikan dengan adanya kelenjar tiroid yang keras, membesar difus, tak
nyeri. Pasien biasanya eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Hipotiroid
terjadi jika hormon tiroid yang diproduksi tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
10
II.3 Patofisiologi Tiroiditis Hashimoto
faktor penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan
tiroid (2).
dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan
seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler
dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi.
Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang
bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang
diawali paparan faktor pemicu lingkungan pada individu yang memiliki gen
11
Gambar 2.5. Gambar skematik mekanisme terjadinya PTAI.
Auto-Ag’s: Thyroid Autoantigens; Tab’s : Thyroid antibodies
dari faktor genetik dan lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen
dan autoantibodi tiroid, ditambah adanya peran sitokin serta mekanisme apoptosis
a. Faktor genetik
Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon
Receptor). Dari sekian banyak gen kandidat, saat ini baru enam gen yang dapat
12
Gambar 2.6 Aktivasi sel T oleh Antigen Presenting Cell (APC). APC
memunculkan antigen peptid yang terikat molekul HLA kelas II, dan
peptid ini dikenal oleh reseptor sel T.
kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells
yang terikat protein HLA kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal
B7-1, B7-2, B7h, CD40), dan berinteraksi dengan reseptor (CD28, CTLA-4, dan
CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu presentasi antigen (2).
penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe 1, penyakit Addison, dan myasthenia
gravis (2).
13
Asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan antigen HLA tidak begitu jelas.
Hal ini menyangkut masalah definisi penyakit tiroditis Hashimoto yang sering
tiroid (struma) atau tiroiditis atrofik dengan kegagalan fungsi tiroid. Beberapa
b. Faktor Lingkungan
musim, alergi, rokok, kerusakan kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus
Pada Tabel 2.1 disajikan beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi PTAI,
Tabel 2.1 Faktor lingkungan yang terlibat dalam patologi tiroiditis autoimun
14
Faktor Lingkungan Mekanisme Fenotipe
Berat lahir rendah Maturasi thymik tidak Antibodi TPO
sempurna
Ekses iodium Tidak terjadi escape effect HT
Wolff-Chaikoff; Jod-
Basedow GD
Defisiensi selenium Tidak diketahui; viral? HT
Jarak proses Efek estradiol HT
reproduktif yang
panjang
Kontraseptif oral Protektif Antibdi TPO
Mikrokhimerisme fetal Sel laki-laki di sel tiroid HT dan GD
menimbulkan efek antitiroid
Stress Upregulasi sumbu HPA GD
Alergi Tidak diketahui; kadar IgE GD
tinggi
Rokok Hipoksia?; Kadar IgE tinggi GD; terutama GO
Infeksi Yersinia Mimikri molekuler GD
enterocolitica
Keterangan : HT : Hashimoto thyroiditis
GD : Graves’ disease
GO : Graves’ ophthalmopathy
Berat badan lahir bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa penyakit
yang merupakan faktor risiko lingkungan pertama yang terpapar pada janin
daerah kurang iodium, dan prevalensi tirotoksikosis lebih tinggi di daerah kurang
iodium. Hipertiroidi Graves lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium, dan
15
antibodi anti-TPO sebagai petanda ancaman kegagalan tiroid lebih sering
dan/ atau goiter akibat gagal lepas dari efek Wolf-Chaikoff. Tetapi bila
sebelumnya telah ada nodul autonom fungsional atau bentuk subklinik penyakit
tiroid dan presentasi antigen tiroid pada sistem imun, yang pada gilirannya akan
lebih rentan terhadap infeksi virus seperti virus Coxsackie, mungkin karena
rate). Kadar selenium rendah di dalam darah akan meningkatkan volume tiroid
16
penelitian dilaporkan pemberian sodium selenite 200 ug (peneliti lain
pengaruh berbeda terhadap sel-sel Th1 dan Th2, mengarahkan sistem imun
menjadi respons Th2, yang akan menekan imunitas seluler dan memfasilitasi
seringkali didahului oleh stress, dan salah satu contohnya adalah penyakit
Graves. Belum diketahui apakah penyakit Hashimoto juga terkait dengan faktor
stress (11).
Faktor infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis
PTAI. Ada tiga kemungkinan mekanisme agen infeksi bertindak sebagai faktor
17
Agen Infeksi
(virus, bakteri)
A B C
Pelepasan sitokin
Mimikri
molekuler Induksi Gen-V
dengan Sel-T restriksi
Ekspresi HLA-
autoantigen DR pada sel
tiroid
Presentasi
autoantigen
18
Rokok, selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru,
autoantibodi berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi
inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat
stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga autoantigen
spesifik yang dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO), tiroglobulin,
dan thyrotropin receptor (TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai ”thyroid
menghambat aktivitas enzimatik TPO, oleh karena itu bila antibodi tersebut
berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas sebagai petanda (marker) penyakit
dan tidak berperan langsung dalam terjadinya hipotiroid. Di lain pihak beberapa
19
antibodi anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang menyertai
Aktivasi proses
autoimun
Elevasi TPOAb
TSH sedikit
meningkat
Faktor (subklinik)
lingkungan Hipotiroidisme
Kehilangan FT4
Over
Hipotiroidisme
Predisposisi
genetik 5% pertahun
Umur
Gambar 2.8. Perubahan kadar antibodi anti-TPO dan terjadinya disfungsi tiroid
pada PTAI.
(umur) (16).
Peranan antibodi anti-Tg dalam PTAI belum jelas; di daerah cukup iodium,
karena bila ada antibodi anti-Tg akan menganggu metode penentuan kadar Tg.
20
untuk mendeteksi PTAI pada penderita struma nodusa dan pemantauan hasil
dikenal istilah LATS = Long Acting Thyroid Stimulator; LATS-P = Long Acting
tiroid;
sel folikel;
diskrepansi antara besar/ volume kelenjar tiroid dengan fungsinya; ada penderita
dengan kelenjar tiroid besar tetapi fungsinya normal atau rendah, atau sebaliknya
(18).
Antibodi lain yang juga dapat ditemukan adalah antibodi terhadap koloid
kedua (second colloid antigen), antibodi terhadap permukaan sel selain reseptor
21
TSH, antibodi terhadap hormon tiroid T3 dan T4, serta antibodi terhadap antigen
Dapat terjadi fluktuasi fungsi tiroid berupa konversi dari hiper- menjadi
d. Mekanisme apoptosis
PTAI – tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves. Defek pada CD4(+), CD25(+)
perbedaan mekanisme yang memediasi proses apoptosis pada HT dan GD, yaitu
e. Peran sitokin
dapat bersumber dari sistem imun maupun non-imun. Limfosit CD4+ Thelper
terdiri dari sel Th1, terutama memproduksi interferon-γ (IFNγ) dan interleukin-
22
2 (IL-2), yang menimbulkan respon imun langsung pada sel (cellmediated
immunity). Sebaliknya, sel Th2 menghasilkan terutama IL-4, IL-5, dan IL-13
terutama TGFβ yang mempunyai peranan protektif dan pemulihan dari penyakit
autoimun (21).
upregulasi MHC kelas I dan II, serta ekspresi molekul adhesi. Sitokin juga
merangsang sel folikel tiroid untuk menghasilkan sitokin, Nitric Oxide (NO) dan
destruksi jaringan. Molekul ini juga memodulasi pertumbuhan dan fungsi sel
folikel tiroid, yang secara langsung akan berimplikasi terhadap disfungsi tiroid
(21).
retrobulbar pada penderita dengan TAO; sel T tersebut akan diaktivasi dan
mekanisme termasuk peningkatan MHC kelas II, Heat Shock Protein (HSP),
23
fibroblast retrobulbar. Berdasarkan hal-hal di atas, memodulasi produksi sitokin
untuk menangani oftalmopati yang sampai saat ini sukar diobati (21).
tiriod atau hasil pemeriksaan darah yang abnormal pada pemeriksaan kesehatan
rutin. Gejala yang berkembang berhubungan dengan efek tekanan lokal pada leher
yang disebabkan pembesaran kelenjar tiroid tersebut, atau akibat penurunan kadar
hormon tiroid dalam darah. Tanda pertama penyakit ini mungkin berupa bengkak
tidak nyeri pada leher depan bagian bawah. Efek tekanan lokal akibat pembesaran
Pada awalnya, mungkin gejala jarang terlihat, seperti kelelahan dan kelesuan, atau
tanda-tanda menua. Tetapi semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda
biasanya menunjukkan tanda dan gejala meliputi kelelahan dan kelesuan, sering
mengantuk, jadi pelupa, kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku
24
yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan,
identifikasi gejala dan tanda fisik yang khas, serta melalui hasil pemeriksaan
laboratorium (1,5).
Pemeriksaan hormon tiroid biasanya diperiksa kadar TSH dan FT4. Dikatakan
infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid, dan fibrosis. Aspirasi jarum
halus biasanya tidak dibutuhkan pada penderita tiroiditis ini, namun dapat dijadikan
langkah terbaik untuk diagnosis pada kasus yang sulit dan merupakan prosedur
Tiga antibodi yang paling sering ditentukan kadarnya di klinik adalah TRAb
(Thyrotropin Receptor Antibody), TPOAb (anti TPO antibody), TgAb (ATA: anti
25
akademik. Perlu diketahui bahwa autoantibodi tiroid tidak selalu ditemukan dalam
serum penderita PTAI, antara lain disebabkan oleh sensitivitas metoda assay (16).
TRAb ditemukan pada sebagian besar penderita yang pernah atau sedang
plasenta, TRAb merupakan faktor resiko disfungsi tiroid fetal maupun neonatal.
specific lain seperti DM tipe 1 dan anemia pernisiosa, serta juga dengan
umur) (16).
akibat tiroiditis Hashimoto. Lebih dari 95% penderita tiroiditis Hashimoto dan
26
Penentuan antibodi anti-tiroglobulin terutama dilakukan sebagai pelengkap
tiroid berdiferensiasi yang telah dinyatakan sembuh akan menjadi negatif dalam
II.6 Penatalaksanaan
yang bertujuan mengatasi defisiensi tiroid serta mengecilkan ukuran nodul goiter.
tiroksin, versi alami hormon ini dibuat oleh kelenjar tiroid (5).
pengangkatan, sebaiknya operasi ini ditunda karena kelenjar tiroid tersebut dapat
tersebut. Disamping itu tiroksin juga dapat diberikan pada keadaan hipotiroidisme
(1,4).
Pada pasien usia tua, dosis dimulai dengan yang rendah dan ditingkatkan
secara bertahap. Pasa pasien usia muda, dapat langsung dimulai dengan dosis besar.
27
Aksi hormon tiroid sangat lambat pada tubuh, sehingga pengobatan memerlukan
waktu beberapa bulan sambil melihat perkembangan gejala atau ukuran goiter.
Karena secara umum gejala hipotiroid pada penyakit ini bersifat menetap, maka
kadang dibutuhkan pengobatan seumur hidup dengan dosis yang disesuaikan dari
osteoporosis (5).
Tetapi mengingat efek samping dan kenyataan bahwa aktivitas penyakit dapat
28
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
saja hipertiroid akibat proses inflamasi hingga akhirnya terjadi kerusakan yang luas
dengan obat antitiroid dan pemberian l-tiroksin bukan bersifat kuratif, artinya tidak
tentang respons imun dari antigen spesifik, penanganan penyakit tiroiditis autoimun
III.2. Saran
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka kita sebagai praktisi
penanganannya sehingga diharapkan nantinya bila kita menemukan kasus ini kita
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Penyusun. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : FKUI.
2. Tomer Y, Davies TF. Searching for the autoimmune disease susceptibility
genes : from gene mapping to gene function. Endocrine Rev.2003;24(5):694-
717.
3. Chen HI, Akpolat I, et al. Restricted κ/λ ight chain ratio by flow cytometry in
germinal center b cells in hashimoto thyroiditis. Am J Clin Pathol. 2006;125:42-
48
4. Campbell PN, Doniach D, Hudson RV, Roitt IM. Autoantibodies in Hashimoto’
s disease (lymphadenoid goiter). Lancet 1956;271(6947):820-821.
5. Hashimoto’s Thyroiditis. www.thyroidawareness.com
6. http://elisa.ugm.ac.id/files/ariana/KFNunveC/35.%20Kelenjar%20Tiroid.pdf
7. Barrett, E.J. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical
physiology.A cellular and molecular approach. Ist Edition. Saunders.
Philadelphia. 2003 : 1035- 1048.
8. Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and
bioactivity. Endocr Rev 1990; 11:354
9. Glinoer D. Regulation of maternal thyroid during pregnancy. J Clin Endocrinol
Metab 1990;71: 276
10. Wall JR. Autoimmune thyroid disease. Endocrinol Metab Clin North Am
1987;229:1
11. Prummel MF, Strieder T, Wiersinga WM. The environment and autoimmune
thyroid diseases.Eur J Endocrinol 2004;150:605-618.
12. Jacobson EM, Tomer Y. The CD40, CTLA-4, thyroglobulin, TSH receptor, and
PTPN22 gene quintet and its contribution to thyroid autoimmunity : back to the
future. J Autoimmun 2007;28:85-98.
13. Ridgway EC, Tomer Y, McLachlan SM. Update in Thyroidology. J Clin
Endocrinol Metab 2007;92:3755-3761.
14. Tomer Y, Davies TF. Infection, Thyroid Disease, and Autoimmunity.
Endocrine Rev. 1993;14(1):107-120.
15. Rapoport B, McLachlan SM. Thyroid autoimmunity. J Clin Invest
2001;108:1253-1259.
16. The National Academy of Clinical Biochemistry. Laboratory Medicine Practice
Guidelines; Laboratory Support for the Diagnosis and Monitoring of Thyroid
Disease. Thyroid 2003;13(1):45-56.
17. Ludgate M, Emerson CH. Metamorphic thyroid autoimmunity. Thyroid
2008;18(10):1035- 1037.
18. Van Ouwerkerk BM, Krening EP, Docter R, Benner R, Hennemann G.
Autoimmunity of thyroid disease. With emphasis on Graves’ disease. Neth J
Med 1985;28:
19. Amino N. Autoimmunity and hypothyroidism. Clin Endocrinol Metab
1988;2(3):591-617.
20. Wang SH, Baker JR. The role of apoptosis in thyroid autoimmunity.Thyroid
2007;17(10):975-9.
30
21. Weetman AP, Ajjan RA. Cytokines and autoimmune thyroid disease. Hot
Thyroidology. www. hotthyroidology.com. June 1, 2002.
22. Perros P, McCrimmon R, Shaw G, Frier B. Frequency of thyroid dysfunction in
diabetic patients ; value of annual screening. Diabet Med 1995;7:622-627
23. Wu P. Thyroid disease and diabetes. Clinical Diabetes 2000;18(1):38-39.
24. Gerstein HC. Incidence of postpartum thyroid dysfunction in patients with Type
1 diabetes mellitus. Ann Intern Med 1993;118(6):419-423.
25. Carella C, Maziotti G, Morisco F, Manganella G, Rotondi M, Tuccillo C, et al.
Long-Term outcome of interferon-alfa- induced thyroid autoimmunity and
prognostic influence of thyroid autoantibody pattern at the end of treatment. J
Clin Endocrinol Metab 2001;86;1925-1929.
26. Jenkins RC, Weetman AP. Disease associations with autoimmune thyroid
disease. Thyroid 2002;12(11):977-988.
31