Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tiroiditis merupakan istilah yang mencakup segolongan kelainan yang
ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. Termasuk di dalamnya keadaan yang
timbul mendadak dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid. Tiroiditis
dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi, atau penampilan klinisnya.
Penampilan klinis dilihat dari perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit
pada tiroid .
Berdasarkan penampilan klinis tersebut, maka tiroidis dibagi atas tiroiditis
akut, subakut, dan kronis. Tiroiditis akut contohnya tiroiditis infeksiosa akut,
tiroiditis karena radiasi, dan tiroiditis traumatika. Tiroiditis subakut dibagi
menjadi yang disertai rasa sakit seperti tiroiditis de Quervain, sedangkan yang
tidak disertai rasa sakit seperti tiroiditis limfositik subakut, post partum, dan
oleh karena obat-obatan. Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto, Riedel,
dan infeksiosa kronis .
Tiroiditis Hashimoto merupakan salah satu penyakit tiroid autoimun yang
paling umum dan bersifat organ-specific. Ditemukan oleh Hakaru Hashimoto
pada tahun 1912, dengan istilah lain struma limfomatosa. Disebut pula sebagai
tiroiditis autoimun kronis dan merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah
yang iodiumnya cukup. Penyakit ini sering mengenai wanita berumur antara
30-50 tahun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi,
infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel folikel tiroid.
Penyebabnya sendiri diduga kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan .
Tiroiditis Hashimoto ini ditandai oleh munculnya antibodi terhadap
tiroglobulin dalam darah. Pada tahun 1956, Roitt dkk untuk pertama kalinya
menemukan antibodi terhadap tirogobulin, yang bertindak sebagai autoantigen,
dalam serum penderita penyakit Hashimoto sehingga terjadi inflamasi akibat
autoimun. Perjalanan penyakitnya sendiri pada awalnya mungkin dapat terjadi
hipertiroid oleh adanya proses inflamasi, tetapi kemudian kerusakan dan

1
penurunan fungsi tiroid yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Kelenjar
tiroidnya bisa membesar membentuk nodul goiter. Sekali mulai timbul
hipotiroid maka gejala ini akan menetap sehingga diperlukan terapi hormon
tiroid yang bertujuan mengatasi defisiensi tiroid serta memperkecil ukuran
goiter .
Mengingat pentingnya pengetahuan tentang penyakit Tiroiditis Hashimoto
ini, maka penulis mencoba memaparkan mengenai aspek patofisiologi, gejala
klinis, diagnosis, dan pengobatan dari Tiroiditis Hashimoto ini
Koma miksedema merupakan salah satu penyakit kedaruratan pada kelenjar
tiroid yang membahayakan jiwa akibat hipotiroidisme ekstrim. Hipotiroidisme
adalah gangguan umum disertai gambaran klinis yang luas, pasien dapat
asimptomatik atau dapat mengalami sakit berat disertai koma miksedema.
Koma miksedema juga dapat terjadi setelah penyakit akut tiroiditis otoimun
pada wanita lansia. Pajanan yang lama terhadap cuaca dingin pada individu
lansia dapat menimbulkan gangguan ini (Corwin, 2009).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menjelaskan mengenai asuhan keperawatan kepada pasien
dengan tiroiditas dan koma miksedema

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Menjelaskan anatomi fisiologi kelenjar tiroid dan hormon
2. Menjelaskan pengertian tiroiditis dan koma miksedema
3. Menjelaskan klasifikasi serta etiologi tiroiditis dan koma miksedema
4. Menjelaskan patofisiologi tiroiditis dan koma miksedema
5. Menjelaskan tanda gejala tiroiditis dan koma miksedema
6. Menjelaskan pemeriksaan untuk tiroiditis dan koma miksedema
7. Menjelaskan penatalaksanaan tiroiditis dan koma miksedema
8. Menjelaskan komplikasi tiroiditis dan koma miksedema
9. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan tiroiditis dan koma
miksedema

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 anatomi fisiologi kelenjar tiroid dan hormon tiroid

Anatomi kelenjar tirod terletak pada leher, bagian anterior daripada trakea,
dan terdiri dari 2 lobus konikal yang dihubungkan oleh suatu jaringan yang disebut
isthmus tiroid. Kadang-kadang ditemukan juga lobus ke 3, terdapat pada isthmus
ke atas atau di bagian depan laring yang disebut lobus piramidalis. Lobus-lobus ini
dibagi atas septa-septa jaringan ikat fibrous menjadi lobulus-lobulus, yang masing-
masing terdiri dari 30-40 folikel. Kelenjar tiroid ini mengandung banyak pembuluh
darah dan mempunyai kecepatan arus darah yang tinggi. Kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah
menjadi bentuk aktifnya yaitu triiodotironin (T3). Iodium non-organik yang diserap
dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.

Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit
kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin
dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini adalah
yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikomsumsi
akan diubah menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke dalam sel
kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa
iodida, yang dapat dihambat oleh ATP- ase, ion klorat dan ion sianat.
Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin yang
kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan
Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan DIT

3
yang akan membentuk Tri iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan
membentuk tetra iodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini
dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan
metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan protein plasma dalam
bentuk PBI (protein binding Iodine).
Fungsi hormon-hormon tiroid antara adalah:
a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya
meningkatkan metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan
produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testis
b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam
intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi
waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya
dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel
kelenjar.
c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang.
d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan
kontraksi otot dan menambah irama jantung.
f. Merangsang pembentukan sel darah merah
g. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
h. Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai jaringan
sasaran
tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan
menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi
sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang
rendah akan menekan ;pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan
kalsium serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan
adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di lambung.
Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid Ada 7 tahap, yaitu:
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian
basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan
dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini
bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan
konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam
serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif
iodida ini dirangsang oleh TSH.

2. Oksidasi

4
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim
peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah
ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi
tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga
makin tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium
yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang
terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak
daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan
(coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4).
Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam
koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada
ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan
dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian
akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya
mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi.
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini
kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu
tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat
pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan
vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH,
lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang
menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan
kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi
darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre
Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang
berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada
ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total
menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu
jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang
mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung
mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein
pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita

5
pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan
berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.
2.2 Definisi
2.2.1 definisi tiroiditis
Tiroiditis adalah peradangan pada kelenjar tiroid yang ditandai
dengan pembesaran dan disfungsi kelenjar tiroid.Tiroiditis pada umumnya
ditandai dengan infiltrasi leukosit, fibrosis atau kedua-duanya di dalam
kelenjar. Pada penyakit tiroiditis ini banyak menyerang wanita yang
berumur antara 32-50 tahun. Inflamasi tiroiditis terjadi 2-4 minggu sudah
infeksi traktus respiratorius bagian atas.

Tiroiditis merupakan istilah yang mencakup segolongan kelainan yang


ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. Termasuk di dalamnya keadaan
yang timbul mendadak dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid.
Tiroiditis dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi, atau penampilan
klinisnya. Penampilan klinis dilihat dari perjalanan penyakit dan ada
tidaknya rasa sakit pada tiroid .
2.2.2 definisi koma miksedema
Koma miksedema adalah kedaruratan yang membahayakan hidup,
jarang terjadi, yang disebabkan hipotiroidisme ekstrem. Kondisi ini biasa
terjadi pada pasien lansia selama musim dingin. Hipotiroidisme merupakan
penyakit kronis, dengan insiden 10 kali lebih sering terjadi pada wanita
ketimbang pria, dan dapat terjadi pada semua golongan usia, sebagian besar
terjadi pada usia di atas 50 tahun. Keadaan ini kurang umum dibanding
hipertiroidisme. Koma miksedema adalah keadaan yang mengancam nyawa
yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme
termasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia,
hipoventilasi, dan penurunan kesadaran yang menyebabkan koma. Koma
Myxedema merupakan sebuah komplikasi langka dan mengancam jiwa
pada penderita hipotiroidisme (rendahnya tingkat hormon tiroid dalam
aliran darah) yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak (koma). Ketika
koma myxedema berkembang, suhu tubuh biasanya abnormal rendah, dan

6
ada pembengkakan difus (kelebihan cairan atau edema) di seluruh tubuh
bersama dengan perubahan berat pada fungsi otak.

2.3 Klasifikasi dan Etiologi

2.3.1 Klasifikasi tiroiditis

Berdasarkan penampilan klinis, tiroidis dibagi :

1. Tiroiditis akut, Merupakan kelainan langka yang disebabkan oleh


infeksi bakteri, jamur, mikrobakteri atau parasit pada kelenjar tiroid.
Stapilokokus aureus atau jenis stafilokokus lain merupakan penyebab
yang paling sering dijumpai. Secara khas, penyakit ini menyebabkan
nyeri serta pembebgkakan leher pada bagian anterior. Tindakan insisi
dan drainase diperlukan jika terdapat abses.
2. Tiroiditis subakut. Dibagi menjadi dua, yaitu tiroiditis subakut yang
disertai ras nyeri (tiroiditis de Quervain) dan yang tidak disertai rasa
nyeri. Tiroiditis sub akut dapat berupa tiroiditis garanula matosa sub
akut (tiroiditis de quervam) atau tiroiditis tanpa nyeri (silent thiroiditis
atau tiroiditis limpfositik sub akut). kelainan ini ditemukan sebagai
pembengkakan yang nyeri pada leher bagian anterior, dan berlangsung
selama1 atau 2 bulan dan kemudian menghilang spontan tanpa gejala
sisa.Tiroiditis ini sering terjadi setelah infeksi respiratorius. Kelenjar
tiroid membesar secra simetris dan kadang-kadang terasa
nyeri. Tiroiditis tanpa nyeri (tiroiditis limposifik sub akut) sering terjadi
pada periode pasca partus dan diperkirakan disebabka oleh autoimun.
Gejala hipertiroidisme atau hipertiroidisme mungkin saja timbul, tetapi
ditunjukkan untuk menangani gejala, dan pemeriksaan tindak lanjut
yang dilakukan setahun sekali perlu dianjurkan untuk menentukan
apakah pasien memerlukan terapi guna mengatasi hipertiroidisma yang
kemudian.
3. Tiroiditis kronis. Meliputi tiroiditis Hashimoto, Riedel, dan infeksiosa
kronis. Tiroiditis kronis yang paling sering dijumpai pada wanita berusia

7
30 hingga 50 tahun diberi nama penyakit hashimoto atau tiroiditis
limfosik kronis. Penegakan diagnostiknya dilakukan berdasarkan
gambaran histopatologis kelenjar tiroid yang mengalami
inflamasi.Berbeda denag tiroiditis akut, bentuk yang kronis ini biasanya
tidak disertai nyeri, gejala penekanan ataupun rasa panas, aktifitas
kelenjar tiroid biasaya normal atau rendah dan bukan meningkat.
(Suyono & Slamet, 2001)

2.3.2 Etiologi Koma miksedema

Koma miksidema diakibatkan oleh malfungsi kelenjar tiroid,


hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi Kelenjar
Tiroid, maka kadar Hormon Tiroid (HT) yang rendah akan disertai oleh
peningkatan kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH) dan Tiroid
Releaxing Hormon (TRH) karena tidak adanya umpan balik negatif oleh
HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi
akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh
rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya
umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang
disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya
kadar HT, TSH, dan TRH. Penurunan Hormon Tiroid dalam darah
menyebabkan laju metabolism basal turun, yang mempengaruhi semua
sistem tubuh. Koma Myxedema biasanya dipicu oleh beberapa faktor,
yang meningkatkan beban pada kelenjar tiroid untuk memproduksi lebih
banyak hormon tiroid. Seperti :

1. Obat: Asupan obat termasuk anestesi, narkotik, sedatif, lithium dan


amiodaron dapat memicu terjadinya koma myxedema.
2. Trauma: Trauma dapat meningkatkan permintaan untuk hormon tiroid
dalam rangka untuk mempercepat penyembuhan.

8
3. Stroke: Stroke menghambat aliran darah ke otak dan dapat membatasi
fungsi kelenjar pituitari yang menyebabkan inaktivasi lebih lanjut dari
kelenjar tiroid.
4. Hipoglikemia: hipoglikemia juga menjadi pemicu untuk koma
myxedema karena kurangnya oksigenasi pada otak sebagai akibat dari
kadar gula darah yang rendah.

Faktor yang memicu terjadinya koma miksidema secara tiba-tiba terutama


pada penderita hipotiroidisme, antara lain :

1. Obat-obatan (sedative, narkotika, dan obat anesthesi).


2. Faktor infeksi.
3. Stroke.
4. Trauma.
5. Gagal Jantung.
6. Perdarahan saluran pencernaan.
7. Hypotermia
8. Kegagalan pengobatan gangguan kelenjar tiroid

2.4 PATOFISIOLOGI
2.4.1 Patofisiologi Tiroiditis
1. Tiroiditis Subakut
Pada fase awal, kadar T4 serum meningkat dan penderita
mungkin mempunyai gejala tirotoksikosis, tetapi ambilan yodium
radioaktif jelas tersupresi.. T3 dan T4 meningkat, sementara TSH
serum dan ambilan iodine radioaktif tiroid sangat rendah. Laju endap
darah sangat meningkat, kadang-kadang sampai setinggi 100 mm/jam
pada skala Westergen. Autoantibodi tiroid biasanya tidak ditemukan
di serum. Bersamaan dengan perjalanan penyakit, T3 dan T4 akan
menurun. TSH akan naik dan didapatkan gejala-gejala hipotiroidisme.
Lebih lanjut, ambilan iodine radioaktif akan meningkat,
mencerminkan adanya penyembuhan kelenjar dan serangan akut.
Tiroiditis subakut terbagi atas tiga fase:

9
a. Kondisi sakit dimulai pada waktu 3-4 minggu virus prodormal.
Demam dan rasa tidak enak badan mengawali pembesaran
kelenjar. Pembesaran kelenjar bisa mencapai dua atau tiga kali
dari normal. Hpotiroidisme ringan dapat terjadi karena pelepasan
tiba tiba dari hormone tiroid dalam darah akibat inflamasi dan
destruksi kelenjar.
b. Hipotiroidisme ringan terjadi akibat penyembuhan yang tidak
selesai dari cedera kelenjar dan keletihan dalam menyimpan
hormone tiroid. Relaps mungkin bisa terjadi kondisi
hipotiroidisme jarang yang permanen.
c. Fase penyembuhan terjadi pada 2-4 bulan setelah onset sakit.
Tiroiditis subakut biasanya sembuh spontan setelah beberapa
minggu atau bulan, kadang-kadang penyakit ini dapat mulai
menyembuh dan tiba-tiba memburuk. Kadang-kadang menyangkut
satu lobus kelenjar tiroid, baru kemudian lobus satunya. Eksaserbasi
sering terjadi ketika kadar T4 telah turun, TSH telah meningkat dan
kelenjar mulai berfungsi kembali.
2. Tiroiditis Kronik (Tiroiditis Hashimoto, Tiroiditis Limfositik)
Limfosit disensitasi terhadap antigen dan autoantibody tiroid
terbentuk, yang bereaksi dengan antigen-antigen. Tiga autoantibodi
tiroid terpenting adalah antibody tiroglobulin (Ab Tg), antibodi tiroid
peroksidase (Ab TPD), dahulu disebut antibodi mikrosomal, dan TSH
reseptor blocking antibody (TSH-R Ab [blok]). Selama fase awal, Ab
Tg meningkat sedikit, kemudian Ab Tg akan menghilang, tapi Ab
TPD akan menetap untuk bertahun-tahun. Destruksi kelenjar
berakibat turunnya kadar T3 dan T4 serum, dan naiknya TSH. Mula-
mula TSH bisa mempertahankan sintesis hormone yang adekuat
dengan terjadinya pembesaran tiroid atau goiter, tetapi dalam banyak
kasus kelenjar gagal dan terjadilah hipotiroidisme dengan/tanpa
goiter.

10
2.4.2 patofisiologi Koma Miksedema
Koma miksedema adalah hasil dari hipotiroidisme yang tidak
terkontrol atau tidak terdiagnosis. Penyebab paling umum dari
hipotiroidisme termasuk ablasi sebelum bedah, proses autoimun
(misalnya, Hashimotos thyroiditis), dan terapi sebelum
hipertiroidisme dengan radioactive iodine. Obat-obatan seperti
amiodarone, lithium, narkotika dan asam aminosalisilat juga
diketahui menyebabkan hipotiroidisme. Seperti dengan penyakit
Grave dan hipertiroidisme, pasien dengan hipotiroidisme juga
cenderung menyebabkan insufisiensi adrenal. Infeksi, kecelakaan
serebrovaskular, atau hampir semua penyebab lain dari stres
metabolik meningkat dapat memperburuk hipotiroidisme yang
sudah ada sebelumnya, berlanjut yang pada akhirnya koma
miksedema. Koma myxedema terjadi sebagai akibat dari lamanya
hipotiroidisme tidak terdiagnosis atau terobati dan biasanya dipicu
oleh penyakit sistemik. Koma myxedema dapat dari salah satu hasil
penyebab hipotiroidisme, tiroiditis autoimun kronis paling umum.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien yang memiliki tiroidektomi
atau menjalani terapi yodium radioaktif untuk hipertiroidisme.
Penyebab yang jarang mungkin termasuk hipotiroidisme sekunder
dan obat-obatan seperti lithium dan amiodaron. Mengingat
pentingnya hormon tiroid dalam metabolisme sel, lama
hipotiroidisme dikaitkan dengan tingkat metabolisme berkurang dan
penurunan konsumsi oksigen, yang mempengaruhi semua sistem
tubuh. Hal ini menyebabkan hipotermia, yang merupakan prediktor
kuat kematian. Konsekuensi lain metabolisme obat menurun yang
menyebabkan overdosis obat terutama obat penenang, hipnotik, dan
agen anestesi, ini dapat memicu koma myxedema.
1. Kardiovaskular
Kontraktilitas jantung terganggu, menyebabkan penurunan
stroke volume, cardiac output yang rendah, bradikardia dan
kadang-kadang hipotensi. Berkurangnya stroke volume pada

11
kasus yang berat mungkin juga karena efusi perikardial yang
disebabkan oleh akumulasi cairan yang banyak di
mucopolysaccharides dalam kantung perikardial. Gagal jantung
kongestif jarang terlihat dengan tidak adanya riwayat penyakit
jantung. Temuan elektrokardiografi mungkin termasuk
bradikardia, berbagai tingkat blok, tegangan rendah, perubahan
ST-segmen spesifik, rata atau terbalik gelombang T, lama selang
Q-T, dan ventrikel atau aritmia atrium. Pengurangan efek
reseptor beta-adrenergik menyebabkan prevalensi efek reseptor
alfa-adrenergik, peningkatan katekolamin, dan peningkatan
resistensi vaskuler sistemik, menyebabkan beberapa pasien
mengalami hipertensi diastolik dan tekanan nadi menyempit.
volume plasma menurun, dan permeabilitas kapiler meningkat,
menyebabkan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang dan
efusi perikardial.
2. Neurologis
Gangguan kesadaran, fungsi otak dipengaruhi oleh penurunan
pengiriman oksigen dan konsumsi selanjutnya, penurunan
penggunaan glukosa dan berkurangnya aliran darah otak.
Hiponatremia juga dapat berkontribusi untuk fungsi mental yang
berubah.
3. Paru-Paru
Efek paru-paru utama koma myxedema adalah hipoventilasi,
akibat dari depresi pusat ventilasi dengan penurunan respon
terhadap hipoksia dan hiperkapnia. Faktor lain untuk
hipoventilasi termasuk kelemahan pernapasan otot, obstruksi
mekanik oleh lidah, dan sindrom obesitas-hipoventilasi.
akumulasi cairan dapat menyebabkan efusi pleura menyebar dan
penurunan kapasitas.
4. Ginjal
Fungsi ginjal dapat dikompromikan dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus karena curah jantung yang rendah dan

12
vasokonstriksi perifer atau karena rhabdomyolysis.
Hiponatremia umum pada pasien dengan koma myxedema dan
disebabkan oleh peningkatan serum hormon antidiuretik dan
ekskresi air terganggu.
5. Gastrointestinal
Saluran pencernaan pada koma myxedema dapat ditandai oleh
infiltrasi mukopolisakarida dan edema. Selain itu, perubahan
neuropatik dapat menyebabkan malabsorpsi, atonia lambung,
gangguan peristaltik, ileus paralitik, dan megacolon. Asites
dapat terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler, gagal
jantung, atau mekanisme lainnya. Perdarahan gastrointestinal
sekunder ke koagulopati terkait dapat terjadi.

6. Hematologi
Koma myxedema dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi dari
perdarahan yang disebabkan oleh koagulopati berhubungan
dengan sindrom von Willebrand diperoleh (tipe 1) dan
penurunan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Pasien mungkin juga
memiliki anemia mikrositik sekunder perdarahan, atau
makrositik anemia yang disebabkan oleh kekurangan vitamin
B12, atau anemia normokromik normositik, yang mungkin
sekunder penurunan kebutuhan oksigen dan mengurangi
erythropoietin.

2.5 TANDA DAN GEJALA


2.5.1 tanda dan gejala tiroiditis
Tanda dan gejala yang timbul pada klien tergantung dari jenis dan
keparahan tiroiditis. Gejala umum tahap awal adalah tiroid membengkak,
kadang-kadang merasa sakit dan tegang, mulut kering. Terkadang gejala
tiroiditis juga bisa menyerupai hipertiroidisme seperti, kehilangan berat
badan tetapi nafsu makan bertambah, diare, pada perempuan siklus
menstruasinya tidak teratur, detak jantung juga terasa lebih cepat,

13
menggigil, dan sensitif terhadap panas. Selain gejala hipertiroidisme, geja
hipotiroidisme juga bisa muncul seperti, berat badan bertambah namun
nafsu makan berkurang, sembelit, kelelahan, depresi, sensitif terhadap
dingin, dan lemah.
1. Tanda dan gejala khusus:
a. Tiroiditis akut : terjadi onset yang mendadak pada unilateral leher
bagian depan dengan kemungkinan menjalar ketelinga dan
mandibula sebagai efek samping, terjadi demam, daforesis, dan
manifestasi lain akibat toksisitas bakteri mungkin bisa muncul.
b. Iroiditis subakut biasanya menunjukkan rasa sakit, sedangkan
tiroiditis limfositik subakut tidak menunjukkan rasa sakit.
Pengkajian data klinis termasuk karakteristik anterior leher sakit
leher unilateral tiba-tiba, terjadi setelah infeksi saluran napas atau
virus. Penjalaran ke leher ipsilateral kadang terjadi. Manifestasi
akibat virus seperti mialgia,demam ringan , lesu, sakit tenggorokan
mungkin bisa terjadi. Sekitar 50% penderita akan mengalami
tirotoksikosis.
c. Tiroiditis limfositik subakut ditandai dengan kejadian
hipertiroidisme yang jarang, dan goiter tanpa rasa sakit. Goiter
terlihat tegas, tersebar dan pembesaran ringan.
d. Manifestasi tiroiditis kronis adlah tidak nyeri, pembesaran tidak
simetris kelenjar, yang menyebabkan pendesakkan struktur sekitar
sehingga dapat berakibat disfagia dan tekanan respirasi.
Kebanyakan klien adalah eutiroid, sekitar 20% hipotiroid dan
kurang dari 5% adalah hipertiroid.
2. Tanda dan gejala umum yaitu:
a. Penurunan atau kenaikan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya.
b. Nyeri otot atau rasa lesu dan lemah.
c. Depresi, gelisah atau cemas.
d. Kelelahan atau sulit tidur.
e. Detak jantung cepat.

14
f. Sering buang air besar
g. Keringat bertambah
h. Periode menstruasi tidak teratur(pada wanita)
i. Iritabilitas
j. Kram otot

2.5.2 tanda dan gejala koma miksedema


beberapa tanda dan gejala koma miksedema, meliputi :
1. Ekspresi loyo
2. Rambut jarang
3. Edema di muka dan kelopak mata
4. Lidah besar dan tebal
5. Bicara lambat
6. Kulitpucat, dingin dan kering
7. Suara serak
8. Tidak tahan dingin, kurangberkeringat (Jan Tambayong,
2000)
Manifestasi Klinis yang terlihat pada pasien dengan Koma
Miksedema, Gambaran yang Dominanterlihatmenurut Stillwell
(2011) :
a. Hipotermi, Bradikardi, Hipertensi
b. Kulit kasar dan kering , edema periorbital dan edema pada wajah
c. neurologis tumpul, refleks lambat
d. mengalami penurunan bising usus
e. Tiroidmembesaratauberbentuk nodular
f. Hipoventilasi, intoleransi aktifitas, keletihan berat, Hiporefleksia
g. Gagal jantung dan gagal nafas

2.6 PEMERIKSAAN
2.6.1 pemeriksaan penunjang tiroiditis
1. Tes fungsi tiroid: Peningkatan T4

15
2. dan triiodotironin (T3). Penurunan TSH (hipertiroidisme
primer)
3. Autoantibodi tiroid: Peroksidase tiroid dan antibody anti-
tiroglobulin mengindikasikan etiologi autoimun
4. Pencitraan: Scan ambilan tiroid akan membedakan penyakit
Grave (ambilan meningkat secara difus) dari adenoma toksik
(hot spot tunggal) dan strma multinodular (hot spot
multiple).
5. Tes hormon: Tes darah yang mengukur jumlah hormon yang
diproduksi kelenjar tiroid dan pituitari. Jika pasien
mengalami hipotiroidisme, level hormon tiroid yang rendah
namun secara bersamaan jumlah TSH yang tinggi akan
merangsang kelenjar pituitari supaya memproduksi hormon
tiroid jauh lebih banyak.
6. Tes antibodi: Penyakit Hashimoto karena penyakit autoimun
mungkin berhubungan dengan generasi antibodi yang tidak
normal. Melakukan tes darah dapat memastikan keberadaan
antibodi tiroid peroxidase, hormon di kelenjar tiroid yang
normal, serta memainkan peran penting dalam produksi
hormon
tiroid.
2.6.2 Pemeriksaan Koma Miksedema
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH,
dan TRH memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi
masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjartiroid.
1. TSH (Tiroid Stimulating Hormone) sangatmeningkat
2. FT4 (Tiroksin) rendah
3. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk
memastikan pembesarankelenjar tiroid
4. Tiroid scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
5. Hipertiroidismedapatdisertaipenurunankadarlemak serum

16
6. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat m
enyebabkanhiperglikemia
PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HormonTiroid (T3
dan T4),Tiroid Stimulating Hormon, danTiroid
Releasing Hormon akan dapat mendiagnosis kondisi dan
lokalisasi masalah ditingkat susunan saraf pusat atau kelenjar
tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid
biasanyamenunjukkan:
a. T4 serum rendah, TSH meningkat
b. Respondari TSH ke TRH meningkat
c. Cholesterol meningkat
d. Hiponatremia, konsentrasi pCO2 meningkat (Hipoksemia)
e. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya
pembesaranjantung.
f. Pemeriksaan EKG
diperlukan untukmengetahui adanya gangguan fungsi
jantung
g. Pemeriksaanfisikmenunjukkantertundanyapengenduranotot
selamapemeriksaanrefleks.

2.7 PENATALAKSANAAN
2.7.1 penatalaksanaan tiroiditis
1. Farmakologi
a. Tiroiditis Akut: Terapi antibakteri spesifik biasanya
menyebabkan penyembuhan,tetapi mungkin diperlukan drainase
secara bedah.
b. Tiroiditis Subakut:
Pada kasus yang ringan aspirin cukup untuk mengontrol
gejala.
Pada kasus yang lebih berat, glukokortikoid (prednisone, 20
sampai40 mg/hari).

17
Prupanolol dapat digunakan untuk mengontrol tirotoksikosis
yang berkaitan.
Pada kebanyakan kasus, hanya diperlukan terapi simtomatik,
contoh : asetraminofen 0,5 gram, 4x sehari
Bila nyeri, panas dan mailase sangat berat sampai
menyebabkan penderita tidak bisa apa-apa, terapi obat-obatan
anti imflamasi nonsteroid atau glukokortikoid jangka pendek
seperti 20 mg, 3x sehari,selama 7 10 hari mungkin
diperlukan untuk mengurangi inflamasi.
Levotiroksin 0,1 0,15 mg sekali sehari, diindikasikan
selama fasehipotiroid penyakit agar tidak terjadi eksaserbasi
kembali dari penyakit yang dirangsang oleh kadar TSH yang
meningkat
c. Tiroiditis Kronik (Tiroiditis Hashimoto): Hipertiroidisme dalam
kaitannya dengan tiroiditis hashimoto diobatidengan cara
konvensional, terapi-terapi ablasi lebih jarang digunakankarena
tiroiditis kronik dan yang berhubuingan cenderung
membatasilamanya hiperfungsi tiroid dan juga memberikan
predisposisi pada pasienuntuk perkembangan hipertiroidisme
setelah pembedahan atau pengobatanradioterapi
2. Non Farmakologi
a. Operasi: Pada tiroiditis akut, operasi mungkin diperlukan untuk
mengeringkan abses dan untuk memperbaiki kelainankondisi
tertentu. Layanan bedah tergantung pada institusi dan dokter yang
memiliki pengalaman dengan operasi tiroid. Pilihannya meliputi
bedah anak, Otolaryngology, dan operasi endokrin khusus.

b. Konsultasi
Konsultasi tiroiditis akut: Merupakan konsultasi dengan
spesialis penyakit infeksi anak, seperti konsultasi yang
bertujuan untuk memilih terapi antibiotik yang tepat.

18
Subakut dan tiroiditis kronis: Konsultasi dengan ahli
endokrinologi pediatrik harus dipertimbangkan dalam
mengobati anak-anak dengan gangguan ini. Hal ini terutama
berlaku jika anak telah mengalami pertumbuhan yang buruk
karena hipotiroidisme, memiliki gejala hipertiroidisme
terang-terangan, atau memiliki nodul tiroid diskrit.
c. Diet: Tidak ada batasan diet yang diperlukan.
d. Aktivitas: Anak-anak dengan hipertiroidisme atau
hypothyroidism memiliki toleransi aktivitas yang buruk. Anak-
anak ini biasanya membatasi aktivitas mereka sendiri. Pengobatan
dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan dan
meningkatkan fungsi tiroid kembali normal, dan toleransi latihan
mereka harus meningkat.
e. Pemantauan Jangka Panjang
Subakut tiroiditis: Ini adalah penyakit self-limiting yang dapat
berlangsung 2-7 bulan. Selama ini, memantau fungsi tiroid
dan menyesuaikan obat yang diperlukan.
Tiroiditis autoimun kronis: Rawat jalan melibatkan tes fungsi
monitoring tiroid. Pasien dengan hasil tes fungsi tiroid yang
normal harus diperiksa setiap 6 bulan untuk memastikan
bahwa mereka tidak mengembangkan hipotiroidisme. Setelah
satu tahun, kunjungan ini mungkin tahunan. Anak-anak yang
membutuhkan terapi tiroksin harus menjalani tes fungsi tiroid
setiap 3-12 bulan, tergantung pada usia. pengujian lebih
sering diperlukan pada anak-anak muda. thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan tingkat T4 bebas harus diperiksa 1 bulan
setelah setiap perubahan dosis.
2.7.2 penatalaksanaan koma miksedema
Miksedema / Koma miksedema adalah situasi yang mengancam
nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala
hipotiroidismeter masuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi,
hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga

19
koma. Penatalaksanaan dilakukan untuk stabilisasi semua gejala
dan mencegah terjadinya kematian. Dalam keadaan darurat
(misalnyakomamiksedema), obat yang diberikan antara lain :
a. 500 gtiroksini.v sesegera mungkin diikuti dengan
b. 100 g T4 setiap hari
c. Hidrocortison 100 gi.vtiap 8 jam
PenatalaksaanKomaMiksedemaStillwell, Susan B. (2011). :
1. Farmako terapi bisa dilakukan dengan
pemberian/penggantian hormontiroid.
2. Diet rendah kalori.
3. Bila koma disebabkan karenakan keratau tumor sistem saraf
pusat dilakukan kemoterapi atau radiasi.
4. Hipotermia harus dihindari dengan memakai selimut yang
tebal, suhu ruangan hangat.
5. Hiponatremia dan hipoglikemia sering terjadi, dan harus
diobati dengan benar. Misalnya dengan pemberian cairan
infus yang mengandung dextrose.
2.8 KOMPLIKASI TIROIDITIS
1. Hipotiroidisme & Hipertiroidisme
2. Kerusakan pita suara (bisu)
3. DM tipe 1
4. Penyakit Addison
5. Leukemia
6. Sklerosis multiple
7. Kanker gastrik

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA TIROIDITIS


1. Pengkajian
1. Data Biografi
a. Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan,
penting untuk mengetahui adanya faktor resiko terhadap timbulnya
serangan.
b. Identitas penanggung jawab: nama, umur jenis, jenis kelamin,
alamat,hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Untuk mengutarakan masalah dan keluhan secara lengkap dianjurkan
menggunakan analisa simptoma PQRST.
P : Provokatif atau variatif
Apakah yang menyebabkan gejala?Apa saja yang dapat mengurangi atau
yang dapat memperberatnya?
Q: Quality atau kualitas
Bagaimana gejala dirasakan?
R : Regional atau area radiasi
Dimana gejala terasa?Apakah menyebar?
S : Skala nyeri
Seberapakah nyeri yang dirasakan dengan skala 1-10?
T : Time atau waktu
Kapan gejala mulai timbul?
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat dan pemeriksaan kesehatan berfokus pada kekambuhan gejala
yang berkaitan dengan percepatan metabolisme. Hal ini mencakup keluhan
keluarga dan pasien tentang kepekaan dan peningkatan reaksi emosional.
Penting juga untuk menentukan dampak dari perubahan ini yang telah
dialami dalam interaksi pasien dengan keluarga, teman, dan rekan kerja.

21
Riwayatnya meliputi stresor lain dan kemampuan pasien untuk menghadapi
stres.
Status nutrisi dan adanya gejala dikaji. Kekambuhan gejala berkaitan
dengan output sistem saraf berlebihan dan perubahan penglihatan dan
penampilan mata. Oleh karena kemungkinan adanya perubahan emosi yang
berkaitan dengan hipertiroid, status emosi dan psikologi pasien dievaluasi.
Keluarga pasien mungkin memberikan informasi tentang perubahan
terakhir dalam status emosi pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang seperti pernah
mengalami infeksi, trauma, abses dan alergi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Data riwayat keluarga dikumpulkan dengan mengajukan pertanyaan apakah
ada anggota keluarga pasien yang pernah menderita seperti yang dialami
oleh pasien.
e. Riwayat Lingkungan
Apakah klien merokok atau tinggal di area yang terpapar asap rokok dan
radiasi
f. Riwayat Persalinan
Apakah saat lahir pasien mengalami berat badan lahir rendah
g. Riwayat Reproduksi
Apakah pasien pernah atau sedang menggunakan kontrasepsi oral, apakah
pasien memiliki jarak reproduksi yang panjang
3. Dasar Data Pengkajian
a. Aktifitas / istirahat
Gejala: insomnia, sensitivitas T, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
otot.
Tanda: atrofi otot.
b. Sirkulasi
Gejala: palpitasi, nyeri dada (angina).

22
Tanda: disritma (vibrilasi atrium), irama gallop, mur-mur, peningkatan
tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardi saat istirahat,
sirkulasi kolaps, syok (krisis tiroksikosisi).
c. Eliminasi
Gejala : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feces, diare.
d. Integritas ego
Gejala: mengalami stres yang berat (emosional, fisik).
Tanda: emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi.
e. Makanan dan cairan
Gejala: kehilangan berat badan mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering kehausan, mual, muntah.
Tanda: pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah
pretibial.
f. Neurosensori
Tanda: bicara cepat dan parau, gangguan status mental, perilaku (bingung,
disorientasi, gelisah, peka rangsang), tremor halus pada tangan, tanpa tujuan
beberapa bagian tersentak-sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri orbital, fotofobia.
h. Pernapasan
Tanda: frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispea, edema paru (pada
krisis tirotoksikosis).
i. Keamanan
Gejala: tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan saat pemeriksaan).
Tanda: suhu meningkat di atas 37,4C, diaforesis kulit halus, hangat dan
kemerahan
Eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi
eritema (sering terjadi pada pretibial) yag menjadi sagat parah.
j. Seksualitas
Tanda: penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten
4. Pemeriksaan diagnostik

23
Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus,
hipofise, tiroid, serum atau jaringan perifer. Pemeriksaan yang paling sering
dilakukan adalah pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake.
Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk menilai perubahan konsentrasi
protein serum yang dapat merubah ikatan T3 dan T4, T4 merupakan hormon
yang lebih paten. Perubahan tiroxine-binding globulin (TBG) dan prealbumin
dapat merubah konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3.
Peningkatan kadar T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid
berat, sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid
ringan. Radioimmunoassay TSH dan tes stimulasi dapat membantu
membedakan hipertiroid primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid
mungkin memerlukan biopsi jarum dan eksplorasi bedah.

2. Analisa Data
No. Tanda dan gejala Etiologi Masalah
1. DS: Pasien mengatakan Proses Ketidakseimbangan
badannya lemas, kesulitan penyakit/faktor nutrisi: kurang dari
dalam menelan, merasa mual biologis kebutuhan tubuh
kadang muntah. (kesulitan
menelan
DO: makanan, mual
- Penurunan berat badan dan muntah)
yang signifikan (60 Kg
menjadi 54 Kg)
- Takipnea
- Pembesaran tiroid
- Takikardi
- Hipertensi
2. DO : klien mengatakan nyeri di Infeksi oleh virus Nyeri akut
daerah leher dan bakteri
DS : klien nampak kesakitan

dan gelisah

24
-
Terjadi proses
peradangan,
pembengkakan
dan dipenuhi oleh
sel-sel radang
limfosit


Merangsang
serabut saraf
resptor nyeri
mengeluarkan
enzim bradikinin
dan serotonin
3. DS: Pasien mengatakan cepat Masalah pada Risiko intoleransi
lelah saat beraktivitas keras, peredaran darah aktivitas
terkadang pasien merasakan
nyeri dada dan palpitasi (denyut
jantung tidak teratur).

DO:
- Takipnea
- Hipertensi
- Disritmia
- Atrofi otot

3. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis (kesulitan menelan, mual, dan muntah).
2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi kelenjar tiroid
3. Risiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan masalah pada peredaran
darah

25
4. Intervensi
Diagnosa 1: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan ubuh b.d faktor
biologis (kesulitan menelan, mual dan munta)
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Nutrition Manajement (1100)
keperawatan secara optimal, 1. Identifikasi makanan yang
ketidakseimbangan nutrisi pasien menimbulkan alergi atau
dapat teratasi dengan kriteria hasil: intoleransi
Nutritional Status (1004) 2. Tentukan kebutuhan kalori yang
100402 intake makanan dibutuhkan pasien dan tipe nutrisi
100403 intake cairan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
100405 berat badan meningkat 3. Sediakan lingkungan yang nyaman
4. Berikan oral hyginie sebelum
Nutritional Status: Nutrition Intake makan
(1009) 5. Anjurkan keluarga untuk
100901 intake kalori membawa makanan kesukaan
100902 intake protein pasien selama di rumah sakit
100904 intake karbohiadrat 6. Instruksikan pasien untuk makan
100906 intake mineral makanan sesuai dengan umur
100908 intake kalsium 7. Monitor kalori dan intake makanan
8. Monitor BB
9. Kolaborasi denga ahli gizi untuk
menentukan diet yang sesuai
dengan kebutuhan pasien

Diagnosa 2: Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi kelenjar tiroid

Nyeri akut (00132) b.d Tujuan: Pain Management (1400)


inflamasi kelenjar tiroid Setelah dilakukan perawatan 1 1. Kaji nyeri secara
Class : Physical Comfort x 24 jam klien melaporkan komprehensif meliputi
Domain : 12 Comfort nyeri berkurang atau hilang lokasi, karakteristik, onset,

26
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
Pain Control (1605) intensitas, dan faktor
Pain Level (2102) presipitasi
1. Nyeri terkontrol, dilihat 2. Observasi ekspresi klien
dari indicator: secara non verbal agar
a) Klien menuliskan mengetahui tingkat nyeri
gejala nyeri berkurang 3. Kolaborasi pemberian
(skala 1-5) analgesic sesuai advis
b) Klien dapat dokter dan monitor respon
menjelaskan faktor klien
penyebab nyeri 4. Kaji pengetahuan dan
c) Klien dapat perasaan klien mengenai
mengetahui intervensi nyerinya
yang dilakukan untuk 5. Ajak klien untuk
mengurangi nyeri mengkaji faktor yang
(farmako dan non dapat memperparah nyeri
farmako) 6. Kaji dampak nyeri
d) Klien melaporkan terhadap kualitas hidup
perubahan gejala nyeri 7. Control faktor
yang terkontrol kepada lingkungan yang dapat
tim medis mempengaruhi
e) Klien mengetahui ketidaknyamanan klien
onset nyeri 8. Ajarkan teknik non
2. Level nyeri farmakologi (misal:
a) Laporan nyeri relaksasi, terapi music,
b) Durasi nyeri distraksi, terapi aktifitas,
c) Ekspresi wajah klien masase)
d) Tidak terjadi 9. Observasi respon klien
diaporesis setelah dilakukan tindakan
3. TTV dalam batas normal pengontrol nyeri
(TD: 120/80 mmHg. Nadi:
16-20x/menit)

27
Diagnosa 3: Risiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan masalah pada
peredaran darah

Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


Pasien menunjukkan Activity therapy:
peningkatan terhadap
a. Tentukan aktivitas yang dapat dilakukan pasien
aktifitas setelah dilakukan
b. Kolaborasikan terapi dengan petugas medis lainnya
tindakan dengan tanda:
c. Anjurkan pasien untuk mengikuti terapi latihan
a. Pasien mengatakan
d. Anjurkan klien istirahat bila terjadi kelelahan, anjurkan
tidak lelah setelah
pasien melakukan aktivitas semampunya
melakukan aktifitas
e. Buat lingkungan yang aman buat pasien
b. TTV dalam batas
f. Monitor respons emosi, fisik, sosial, dan spiritual dalam
normal
aktivitas.
c. Pasien dapat
g. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai
melakukan aktifitas
latihan yang akan diberikan
sendiri
h. Anjurkan untuk menjaga aktivitas untuk menghindari
nyeri dan cidera

28
3.2 ASUHAN KEPERAWATAN KOMA MIKSEDEMA
A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai
dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
1. Identitas klien Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama,
bahasa, pekerjaan, kebangsaan, alamat, pendidikan, tanggal
MRS, nomor register dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama , Keluhan utama adalah keluhan yang
dirasakan klien pada saat dikaji. Biasanya klien mengeluh :
tampak lelah, loyo, tidak tahan dingin, daya ingat menurun,
sembelit, menstruasi tidak teratur.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, misalnya gejala awal sakit, keluhan utama.
Pada orang dewasa, paling sering mengenai wanita dan
ditandai oleh peningkatan laju metabolik basal, kelelahan
dan letargi, kepekaan terhadap dingin, dan gangguan
menstruasi. Bila tidak diobati, akan berkembang menjadi
miksedema nyata. Pada bayi, hipotiroidisme hebat
menimbulkan kretinisme. Pada remaja hingga dewasa,
manifestasinya merupakan peralihan dengan retardasi
perkembangan dan mental yang relatif kurang hebat serta
miksedema disebut demikian karena adanya edematus,
penebalan merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan
mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh
tubuh.
4. Riwayat penyakit sebelumnya

29
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang
sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman,
zat dan obat-obatan. Apakah sebelumnya klien pernah
mengalami hipotiroidisme.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
yang sama dengan klien.
6. Kebiasaan hidup sehari-hari, seperti:
A. pola makan (misal: mengkonsumsi makanan yang kadar
yodiumnya rendah, dan nafsu makan menurun)
B. pola tidur (misal: klien menghabiskan banyak waktu untuk
tidur, sering tidur larut malam)
C. pola aktivitas (misal: klien terlalu memforsir pekerjaan
sehingga sering mengeluh kelelahan).
7. Pengkajian psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya,
mengurung diri/bahkan mania. Klien sangat malas beraktivitas, dan
ingin tidur sepanjang hari. mengkaji bagaimana konsep diri klien
mencakup kelima komponen konsep diri.
8. Pengkajian fungsi seksual
A. Penurunan libido
B. Impotensi, infertilitas
C. Abnormalitas menstruasi (amenorea atau perdarahan menstruasi
lama)
9. Pemeriksaan fisik persistem
A. B1 (Breathing)
Terdapat penurunan pernapasan seperti hipoventilasi, penahanan
CO2, dispnea, edema, penahanan air, bisa terjadinya efusi
pleura. Selain itu terdapat juga tanda-tanda adanya gerakan dada,
retraksi atau otot bantu pernafasan, pada saat auskultasi
terdengar adanya bunyi nafas tambahan (Gurgling, Krakels,
ronkhi, wheezes).

30
B. B2 (Blood)
Terdapat penurunan fungsi jantung seperti penurunan
kontraktilitas jantung, penurunan stroke volume, penurunan HR,
dan penurunan cardiac output. Pasien dapat berkembang
menjadi efuse pericardial sehingga adanya perubahan atau
penurunan listrik jantung pada EKG. Terjadinya hipotensi
karena stimulasi adrenergic menurun akibat penurunan tiroid.
Terdapat juga tanda berupa ekstermitas pucat, dingin, nadi lambat
dan lemah, waktu pengisian kapiler >3 detik, tekanan darah turun,
dan sianosis
C. B3 (Brain)
Terdapat tanda gejala akibat penurunan metabolism yang
menghasilkan penurunan kesadaran, depresi, letargi, somnolen,
kurang berkonsentrasi, suara parau, hiporefleksia. Pengaturan
panas tubuh menurun sehingga terjadinya hipotermia (26,7oC)
dan bisa terjadi kegawatan. Diagnosa koma miksedema
tergantung pada gejala gejala klinis dan identifikasi faktor
pencetus yang mendasari. Faktor pencetus yang paling umum
adalah infeksi paru; yang lain meliputi trauma, stress, infeksi,
obat obatan seperti barbiturate, pembedahan, dan gangguan
metabolic.
D. B4 (Bladder)
Penurunan keluaran urine akibat fungsi ginjal terganggu dengan
penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan kegagalan
kemampuan untuk mengekskresikan beban cairan.
E. B5 (Bowel)
Terdapat tanda dan gejala berupa penurunan bising usus,
anoreksia, konstipasi, ileus paralisis, peningkatan berat badan
dan asites.
F. B6 (Bone)

31
Penurunan refleks otot, kulit kering dan bersisik, rambut kepala
tipis dan rapuh, pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut
rontok, edema kulit terutama dibawah mata.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
2. Konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal
3. Hipotermi berhubungan dengan penurunan laju metabolik
4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai oksigen
menurun

C. Intervensi

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi


RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Berikan posisis semifowler (jika
dalam kurun waktu 1x24 jam pola nafas tidak ada kontraindikasi)
menjadi efektif dengan kriteria hasil : 2. Anjurkan pasien untuk bedrest
RR dalam rentang normal : 16- 3. Dorong pasien untuk napas
24x/mnt dalam
Tidak ada penggunaan otot bantu 4. Kolaborasikan pemberian
napas oksigen
Mempunyai oksigen saturasi 5. Dukung dengan ventilasi jika
diatas 95% terjadi depresi dan kegagalan
Pasien menyatakan sesak napas pernapasan
hilang/berkurang 6. Pantau frekuensi: kedalaman,
pola pernapasan; oksimetri,
denyut nadi dan gas darah arterial

2. Konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal

32
RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Konstipasi
selama 2x24 jam, konstipasi pasien 1. Identifikasi faktor-faktor yang
teratasi dengan kriteria hasil : menyebabkan konstipasi
Pola BAB dalam batas normal 2. Jelaskan penyebab dan tujuan
Feses lunak tindakan pada pasien
Cairan dan serat adekuat 3. Konsultasikan dengan dokter
Aktivitas adekuat tentang peningkatan dan
Hidrasi adekuat penurunan bising usus
4. Jelaskan pada pasien manfaat diet
(cairan dan serat) terhadap
eliminasi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi diet
tinggi serat dan cairan
6. Dorong peningkatan aktivitas
yang optimal

3. Hipotermi berhubungan dengan penurunan laju metabolik


RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Anjurkan pasien untuk
dalam kurun waktu 2x24 jam, hipotermi menggunakan selimut atau baju
pasien teratasi dengan kriteria hasil : tebal
Suhu dalam rentang normal 36.5- 2. Anjurkan pasien untuk
37.5oC menghindari pendingin
Akral hangat 3. Berikan suhu ruang yang hangat
4. Pantau suhu tubuh pasien

33
5. Berikan terapi penggantian tiroid
(tiroksin), dan glukokortikoid
sesuai instruksi

4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai oksigen


menurun
RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pantau TTV dan saturasi oksigen
dalam kurun waktu 2x24 jam kebutuhan (oksimetri)
oksigen serebral terpenuhi dengan 2. Kolaborasikan pemberian
kriteria hasil: oksigen
Tekanan darah dalam rentang 3. Berikan stimulasi lewat
normal; sistole: 90-120 diastole: percakapan dan aktifitas yang,
60-90 mmHg tidak bersifat mengancam
Peningkatan status kesadaran 4. Jelaskan kepada pasien dan
keluarga bahwa perubahan pada
fungsi kognitif dan mental
merupakan akibat dan proses
penyakit
5. Evaluasi status kesadaran

D. Evaluasi

1. Aktivitas meningkat
2. Suhu tubuh kembali normal
3. Fungsi usus kembali normal
4. Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan
5. Pola nafas kembali normal

34
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

35
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC.

NANDA. (2014). Nursing Diagnosis: definitions and Classification 2015-2017. Tenth


Edition. NANDA International

Bulechek, Gloria M., et. al. 2013. Nursing Interventions Clssification (NIC) 6th Edition.
USA: Mosby Elsevier

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses
: Definitions & Classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell

Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Edition:
Measurement of Health Outcomes. USA: Elsevier

Baughman, Diane C dan JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan Medical Bedah :


Saku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta; EGC
Suyono, & Slamet. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi ketiga.
Jakarta: FKUI.

Ganong. W.F., editor Widjajakusumah D.H.M., 2001., Buku Ajar Fisiologi


Kedokteran., edisi Bahasa Indonesia., Jakarta., EGC.h.345-7

Corwin J. Elisabet.2004.patofisiologi untuk perawat.EGC,Jakarta.

Tandra, Hans. 2011. Mencegah dan Mengatasi Penyakit Tiroid. Jakarta; PT


Gramedia Pustaka Umum
http://documents.tips/documents/documentstips-makalah-blok-21docx.html

http://www.academia.edu/13777915/LAPORAN_PENDAHULUAN_THYROIDI
TIS

http://dokumen.tips/documents/asuhan-keperawatan-thyroditis.html#

Sumber: Corwin,. J. Elizabeth,.2001,.Patofisiologi. Jakarta:EGC

Arthur C. Guyton and John E. Hall .1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
9.Jakarta : EGC

Mathew V, Misgar RA, Ghosh S, Mukhopadhyay P, Roychowdhury P, Pandit K,


et al. Myxedema coma: a new look into an old crisis. J Thyroid Res. 2011.

36
Galvagno, S. M. (2013). Emergency Pathophysiology: Clinical Applications for
Prehospital Care. Jackson: CRC Press

Hudak, Gallo. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 2 Edisi 6.


Jakarta: EGC

Waldman SA, Park D. Myxedema coma associated with lithium therapy. Am J


Med. 1989 Sep. 87 (3):355-6. [Medline].

Mazonson PD, Williams ML, Cantley LK, Dalldorf FG, Utiger RD, Foster JR.
Myxedema coma during long-term amiodarone therapy. Am J Med. 1984 Oct. 77
(4):751-4. [Medline].

Nicoloff JT, LoPresti JS. Myxedema coma. A form of decompensated


hypothyroidism. Endocrinol Metab Clin North Am. 1993 Jun. 22(2):279-90.
[Medline].

Klein I. Thyroid hormone and the cardiovascular system. Am J Med. 1990 Jun. 88
(6):631-7. [Medline].

Schenck JB, Rizvi AA, Lin T. Severe primary hypothyroidism manifesting with
torsades de pointes. Am J Med Sci. 2006 Mar. 331 (3):154-6. [Medline].

37

Anda mungkin juga menyukai