Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertiroid merupakan penyakit yang relative jarang pada anak anak,
namun kejadiannya sering meningkat pada usia remaja dan dewasa. Pada anak
anak sering disebabkan oleh penyakit Graves.1-3
Penggunaan hipertiroid sendiri sering dikacaukan dengan tiroktosikosis,
keduanya memang keadaan yang hamper sama namun pada dasarnya berbeda. 1
Tiroktoksikosis

merupakan

istilah

umum

yang

menunjukkan

terjadinya

peningkatan kadar T3 (Triiodotironin) dan T4 (Tetraiodotironin atau tiroksin)


dengan penyebab apapun, sedangkan hipertiroid menunjukkan penyebab dari
keadaan tirotoksikosis khusus akibat penigkatan produksi hormone tiroid.1,4
Rendahnya angka kejadian serta tidak khasnya gejala awal hipertiroid pada
anak seringkali tidak diperhatikan oleh para praktisi kesehatan dalam
menentukkan

diagnosis

dan

penatalaksanannya. 2,5seringkali

anak

dengan

hipertiroid harus mengalami penderitaan beberapa bulan lebih lama sampai


diagnosis hipertiroidnya ditegakkan.5-7
Pemilihan topik pada referat ini bertujuan untuk memberikan penyegaran
tentang aspek diagnosis dan penatalaksanaan hipertiroid pada anak. Penyebab
Mengingat lebih dari 95% penyebab dari hipertioroid ini adalah penyakit Graves
Disease, maka pembahasan ini dibatasi pada Graves Disease yang terjadi pada
anak dan bayi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada

akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher,
terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea
2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea
sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya
kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang
digunakan klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan
dengan kelenjar tiroid atau tidak.

Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid


Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berkuran panjang 2,5-4 cm,
lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat
badan masukan yodium. Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-20 gram.
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. a tiroidea superior
berasal dari a.karotis komunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari
a.subklavia dan a.tiroid ima berasal dari a.brakiosefalik salah satu cabang dari

arkus aorta. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan
limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang
manyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit, dalam
keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop
terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.1,2
2.2.

Histologi
Sel pada kebanyakan organ endokrin menimbun produk sekresinya di

dalam sitoplasmanya. Kelenjar tiroid adalah organ endokrin unik karena selselnya tersusun membentuk struktur bulat yang disebut folikel, bukan berupa
kelompok atau deretan seperti biasanya. Sel-sel yang mengelilingi folikel, yaitu
sel folikel, menyekresi dan menimbun produknya di luar sel, di dalam lumen
folikel sebagai substansi mirip gelatin yang disebut koloid. Koloid terdiri atas
tiroglobulin, yaitu suatu glikoprotein yang mengandung sejumlah asam amino
teriodinasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan di dalam folikel sebagai koloid
terikat pada tiroglobulin. Oleh karena itu, folikel adalah satuan struktural dan
fungsional kelenjar tiroid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar
juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau
dicelah anatar folikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel
memudahkan pencurahan hormon ke dalam aliran darah.3

Gambar 2.2. Histologi Kelenjar Tiroid

2.3

Fisiologi
Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang menyatu di

bagian tengah oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar ini tampak seperti
dasi kupu-kupu. Kelenjar ini bahkan terletak di posisi yang tepat untuk
pemasangan dasi kupu-kupu, yaitu berada di atas trakea, tepat di bawah laring.
sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi gelembung-gelembung berongga,
yang masing-masing membentuk unit fungsional yang disebut folikel. Dengan
demikian sel-sel sekretorik ini sering disebut sebagai sel folikel. Pada potongan
mikroskopik, folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang meliputi lumen
bagian dalam yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan untuk hormon tiroid.3,4
Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang dikenal
sebagai tiroglobulin, yang didalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam
berbagai tahap pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang
mengandung iodium, yang berasal dari asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin
(T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Awalan tetra dan tri serta huruf bawaan
4 dan 3 menandakan jumlah atom Iodium yang masing-masing terdapat di dalam
setiap molekul hormon. kedua hormon ini yang secara kolektif disebut sebagai
hormon tiroid, merupakan regulator penting bagi laju metabolisme basal
keseluruhan.3,4
Di ruang interstisium di antara folikel-folikel terdapat sel sekretorik jenis
lain, yaitu sel C (disebut demikian karena mengeluarkan hormon peptida
kalsitonin), yang berperan dalam metabolisme kalsium. Kalsitonin sama sekali
tidak berkaitan dengan kedua hormon tiroid utama di atas. Seluruh langkah
sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul besar tiroglobulin, yang kemudian
menyimpan hormon-hormon tersebut. bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid
adalah tirosin dan Iodium, yang keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel
folikel. Tirosin suatu asam amino, disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh,
sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam makanan. di pihak lain,
Iodium yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari
makanan.3

Sintesis hormon

tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam

koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks golgi/ retikulum


endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin
sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang
mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melaluui
eksositosis. Tiroid menangkap Iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui suatu pompa Iodium yang sangat aktif atau Iodine trapping
mechanism protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang
terletak di membran luar sel folikel. Hampir semua Iodium di tubuh dipindahkan
melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon
tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, Iodium tidak memiliki manfaat lain di
tubuh.3,4
Dalam koloid, Iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam
molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah Iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua Iodium ke tirosin menghasilkan
diiodotirosin (DIT). Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekulmolekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua
DIT (masing-masing mengandung dua atom iodium) menghasilkan (T4 atau
tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat Iodium. Penggabungan satu
MIT (dengan satu iodium) dan satu DIT (dengan dua iodium) menghasilkan
triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terjadi antara dua
molekul MIT. Karena reaksi-reaksi ini berlangsung di dalam molekul tiroglobulin,
semua produk tetap melekat ke protein besar tersebut. Hormon-hormon tiroid
tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah dan
disekresikan. Diperkirakan bahwa jumlah hormon tiroid yang secara normal
disimpan di koloid cukup untuk memasok kebutuhan tubuh untuk beberapa
bulan.3,4
Pengeluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan
proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan
T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di
luar lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di
ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus sel folikel. Proses sekresi

hormon tiroid pada dasarnya melibatkan pemecahan sepotong koloid oleh sel
folikel, sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya, dan
pelepasan T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang
sesuai untuk mengeluarakan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukkkan sebagian
dari kompleks hormon-tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid.
Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan
lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid yang aktif
secara biologis, T4 dan T3, serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT.
Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran
luar sel folikel dan masuk kedalam darah. MIT dan DIT tidak memiliki nilai
endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang dengan cepat
mengeluarkan Iodium dari MIT dan DIT, sehingga Iodium yang dibebaskan dapat
didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon. Enzim yang sangat spesifik ini
akan mengeluarkan Iodium hanya dari MIT dan DIT yang tidak berguna, bukan
dari T4 dan T3.3,4
Sekitar 90 % produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid
adalah dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat
kali lebih baik daripada T4. Namun sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian diubah menjadi T3, atau diaktifkan melalui proses pengeluaran satu
Iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4
yang mengalami proses pengeluaran Iodium di jaringan perifer. Dengan demikian
T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel, walaupun
tiroid lebih banyak mengeluarkan T4.4
Setelah dikeluarkan ke dalam darah hormon tiroid yang sangat lipofilik
dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1 % T3 dan
kurang dari 0,1% T4 tetap berada pada bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini
memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan
hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan
suatu efek.4
Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon
tiroid: globulin pengikat tiroksin (TBG) yang secara selektif mengikat hormon
tiroid55% dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasiwalaupun namanya hanya

menyebutkan secara khusus tiroksin (T4) albumin yang secara nonselektif


mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan
thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T4.4

Gambar 2.3. Pengaturan Produksi Hormon Tiroid 8


EFEK METABOLIK HORMON TIROID
Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses
tubuh

termasuk

proses

metabolisme,

sehingga

perubahan

hiper

atau

hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara alin


seperti di bawah ini2,4 :
1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan
temperatur sub-optimal) dan kalorigenik
2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis dan degradasi insulin meningkat.
4. Metabolisme lipid. Meski t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidsm kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan


hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidsme dapat dijumpai karotenemia,
kulit kekuningan.
6. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatinin fosfat menyebabkan miopati,
tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering
terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroidsm.
EFEK FISIOLOGIK HORMON TIROID
Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya
menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi
otak dan susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena
reseptor beta adrenergik yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang nongenomik
misalnya meningkatnya transpor asam amino dan glukosa, menurunnya enzim
tipe-2 5-deyodinasi di hipofisis. Efek fisilogi dapat berupa2,4 :
1. Pertumbuhan Fetus. Sebelum minggu ke 11 tiroid fetus belum bekerja,
juga TSHnya. Dalam keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon
tiroid bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena di inaktivasi di
plasenta. Meski amat sedikit krusial, tidak adanya hormon yang cukup
menyebabkan lahirnya bayi kretin (retardasi mental dan cebol).
2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas.
Kedua peristiwa diatas dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase disemua
jaringan kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat.
Hormon tiroid menurunkan kadar superoksida dismutase hingga radikal
bebas anion superoksida meningkat.
3. Efek Kardiovaskular. T3 menstimulasi a). Transkripsi miosin hc-B dan
menghambat miosin hcB, akibatnya kontraksu otot miokard menguat. b).
Transkripsi Ca2+ ATPase di retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus
diatolik. c). Mengubah konsentrasi protein G,b reseptor adrenergik,
sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek yonotropik positif. Secara
klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardi.
4. Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard,
otot skelet, lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya
reseptor adrenergik alfa miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin
amat tinggi pada hipertiroidsme dan sebaliknya pada hipotiroidsme.

5. Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidsme


menyebabkan eritopoesis dan produksi eritopoetin meningkat. Volume
darah tetap namun red cell turn over meningkat.
6. Efek Gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat.
Kadang ada diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit
lambung melambat. Hal ini dapat menyebabkan bertambah kurusnya
seseorang.
7. Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resprbsi tulang lebih
terpengaruh

dari

pada

pembentukannya.

Hipertiroidisme

dapat

menyebabkan osteopenia. Dalam keadaan berat mampu menghasilkan


hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda hidroksiprolin dan cross-link
piridium.
8. Efefk neuromuskular. Turn over meningkat juga menyebabkan miopati
disamping hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi
serta relaksasi otot meningkat (hiperfleksia).
9. Efek Endokrin. Hormon tiroid meningkatkan metabolik turn-over banyak
hormon serta bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah
100 menit pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit pada pada
hipertiroidsme dan 150 menit pada hipotiroidsme. Untuk ini perlu diingat
bahwa hipertiroidsme dapat menutupi (masking) atau memudahkan
unmusking kelainan adrenal.
2.4

Definisi
Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi

lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut
juga tirotoksikosis. Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan
hipertiroidsme. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid
yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang
diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi
kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti
yang makin penuh.6
2.5

Epidemiologi

Sampai saat ini belum didapatkan angka pasti insiden dan prevalensi
hipertiroid pada anak-anak di Indonesia. Beberapa pustaka diluar negeri
menyebutkan insiden pada masa anak secara keseluruhan diperkirakan 1/100.000
anak pertahun.5 mulai 0,1/100.000 anak pertahun untuk anak 0 4

tahun,

meningkat sampai dengan 3/100.000 anak pertahun pada usia remaja. 5,8,9 secara
keseluruhan insiden hipertiroid pada anak jumlahnya kecil sekali atau
diperkirakan hanya 5-6 % dari keseluruhan jumlah penderita graves semua
umur.1,9,10
Prevalensi pada remaja wanita lebih besar 6-8 kali dibandingkan pada
remaja pria.2,11 kebanyakan dari anak yang menderita grave memiliki riwayat
keluarga penderita penyakit tiroid atau penyakit autoimun lainnya, misal :
Diabetes militus tipe 1, penyakit Addison, lupus sistemik, ITP, myasthenia gravis,
atritis remathoid, dan vitiligo.2,3,8,11
Penyakit grave juga lebih sering terjadi pada trisomi 21. 2 sedangkan pada
neonates (neonatal Graves) hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari oleh ibu
ibu berpenyakit graves dengan prevalensi 1 berbanding 70 kelahiran.12
2.6

Etiologi Hipertiroid
a. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir
sama dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang
lebih banyak dalam tubuh.
b. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang
terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7%
populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi
hipereaktif dan menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang
hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul
yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular toksik.
Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik
dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.

10

c. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis
tidak menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan.
Sebaliknya, hal itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor
keluar dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon
dalam darah.

Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar
tiroid yang dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.

Tiroiditis postpartum
Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan
hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2
bulan. Kondisi ini akan terulang kembali dengan kehamilan
berikutnya.

Tiroiditis silent
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa
sakit, seperti tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat
membesar. Seperti tiroiditis post partum, tiroiditis silent mungkin
suatukondisi autoimun.

d. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid,
sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah
hormon tiroid yang dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi
sejumlah besar yodium dapat menyebabkan tiroid untuk membuat hormon
tiroid

berlebihan.

Kadang-kadang

jumlah

yodiumyang

berlebihan

terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang digunakan untuk


mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung
banyak yodium.
e. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon
tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon
tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan

11

sekresi hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah


dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.
2.7

Patofisiologi
Terdapat perbedaan yang mendasar patofisiologi penyakit graves yang

terjadi pada bayi dengan yang terjadi pada anak dan dewasa. Penyakit graves yang
terjadi pada bayi atau neonates bersifat sementara, sedangkan pada anak dan
dewasa sifatnya menahun.2,3,12
Neonatal graves hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang
menderita penyakit graves dengan aktivitas antibodi yang stimulasi terhadap
reseptor TSH (TSH receptor-stimulating antibodies atau kita sebut TSI atau
TRAb-stimulasi) yang kuat. Hal ini dikarenakan adanya TRAb-stimulasi dari ibu
yang mencapai bayi melalui plasenta. TRAb-stimulasi bisa terdapat dalam
sirkulasi ibu hamil yang dalam keadaan hipertiroid (Graves) oleh karena itu
adanya riwayat penyakit graves pada ibu harus menjadi pertimbangan resiko
terjadinya penyakit graves pada bayinya. 2,12,13
Ibu dengan penyakit graves dapat mempunyai campuran antibodi stimulasi
dan inhibisi/blocking terhadap reseptor TSH (TRAb-stimulasi dan TSH receptorblocking antibodies atau kita sebut dengan TRAb-inhibisi) sekaligus. Jenis
antibodi yang sampai ke plasenta akan mempengaruhi kelenjar tiroid bayi, bayi
yang dilahirkan dapat hipertiroid, eutiroid, atau hipotiroid, tergantung antibodi
yang dominan.3,2,12 potensi masing masing dari kedua jenis antibodi ini, baratnya
penyakit ibu, lama paparan terhadap kondisi hipertiroid dalam kandungan, serta
obat-obatan antitiroid pada ibu merupakan faktor faktor yang dapat berpengaruh
pada status tiroid bayi.2,12

2.8

Manifestasi Klinis

12

Walaupun paparan terhadap TRAb terjadi selama didalam kandungan,


tidak semua bayi yang lahir segera menunjukkan gejala klinis sebagai hipertiroid.
Apabila terdapat TRAb-inhibisi didalam sirkulasi bayi, bayi dapat mengalami
hipotiroidyang bersifat transientatau eutiroid. Gejala klinis akan munculdalam
minggu pertama setelah kerja TRAb-inhibisi menurun. Demikian juga bila ibu
mengkonsumsi obat-obatan antihipertiroid.2,3,12 gejala klinis neonatal graves
adalah seperti tabel 1.

Half life dari TRAb adalah sekitar 1-2 minggu. Lama gejala neonatal
Graves tergantung dari potensi dan kecepatan klierens antibodi, biasanya
berlangsung 2-3 bulan, dan bahkan bisa lebih. 2,12 komplikasi yang dapat terjadi
adalah gagal jantung, gagal tumbuh, penutupan sutura tulang terngkorak yang
terlalu dini dengan konsekwensi adanya gangguan perkembangan motoric
maupun mental.2,3,13
2.9

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis hipertiroid pada neonatalgraves ditunjukkan dengan adanya

peningkatan T4, FT4, T3, dan FT3 yang disertai dengan supresi kadar TSH. Adanya
titer TRAb yang tinggi pada ibu dan bayi (biasanya diukur sebagai TSH receptorbinding inhibiting immunoglobulin = TBII, mengukur kedua antibodi stimulasi
atau inhibisi) merupakan konfimasi penyebabnya.3,12
Mengingat pentingnya diagnosis dan terapi yang segera, beberapa keadaan
yang dapat dilihat di tabel 1 perlu dipertimbangkan sebagai neonatal Graves untuk
dilakukan pemerikasaan uji fungsi tiroid yang diperlukan .

13

2.10

Terapi
Pada awal pengobatan perlu diingat bahwa Neonatal Graves merupakan

self limiting disease sehingga bersifat sementara, pengobatan dilakukan dengan


prinsip titrasi untuk menjadikan bayi dalam keadaan eutiroid. 12 dapat
menggunakan propylthiouracil (PTU) dengan dosis 5-10mg/kgBB/hari atau
methimazole (MMI) dengan dosis 0,5-1mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis. Jika
gejalanya sangat hebat bisa ditambah larutan Lugol dengan dosis 1 tetes setiap 8
jam untuk menghambat pelepasan hormone tiroid. Respon terapi harus dilakukan
dengan ketat selam 24-36 jam pertama.2,12,13
Bila respon terapi kurang baik, dosis anti-tiroid bisa dinaikkan sampai
50% dan perlu ditambah dengan propranolol untuk mengurangi gejala
overstimulasi simpatik dengan dosis 2 mg/kgBB/hari. Prednisone 2mg/kgBB/hari
juga ditambahkan untuk mengurangi sekresi hormon tiroid dan mengurangi
konversi T3 dan T4 di perifer.2,12,1 konsultasikan juga dengan bagian kardiologi
anak.
Asi ibu pada ibu yang mengkonsumsi antitiroid dapat tetap diberikan
dengan dosis 400mg/Hari untuk PTU dan40mg/Hari untuk MMI.2,12
2.11

Graves Pada Anak dan Remaja


Penyakit Graves merupakan penyakit autoimun dengan adanya defek pada

toleransi imun dengan penyebab yang belum jelas. 1,8,14,15 adanya autoantibodi yang
berkerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid (TSH TRAb-stimulasi dan TSH
receptor-blocking antibodies) menyebabkan peningkatan sisntesis dan sekresi
hormon tiroid secara otonom di luar jaras hipotalamus-hipofisis-tiroid (gambar
2.4).2,11,15 antibodi tersebut merupakan IgG subklas IgGI. 15 dengan target utama

14

autoantigen dari reseptor TSH , selain dari autoantigen yang mirip dengan
jaringan subkutan dan otot-otot ekstraokuler.2,11,14-16

Gambar 2.4 TSH dan autoantibodi keduanya dapat merangsang reseptor


TSH pada kelenjar tiroid yang akan meningkatkan sintesis dan sekresi
hormon tiroid
Sumber:http;//www.bio.davidson.edu/courses/immunology/student/spring2003/br
eedlove/gravesdesease.html. Accessed Juni 24 2016.
Di samping itu penderita Graves juga memproduksi immunoglobulin yang
mempunyai aktivitas menghambat reseptor TSH secara langsung (TSH receptorbinding inhibiting immunoglobulin = TBII, mengukur kedua antibodi stimulasi
atau inhibisi). Antibodi ini juga mempunyaitarget antigen lain di kelenjar tiroid
yakni tiroid peroksidase sebagai anti-TPO dan juga tiroglobulin sebagai antitg.2,3,8,11
Perbedaan aktivitas biologis kedua jenis auto-antibodi stimulasi dan
inhibis, hanya dapat dilihat pada pemeriksaan in-vitro dengan kultur
menggunakan antibodi penderita pada sel-sel yang mengekspresikan reseptor
TSH. Antibodi stimulasi akan meningkatkan produksi cAMP pada kultur,
sedangkan antibodi inhibisa akan menurunkan produksi cAMP.2,11,15

15

2.12

Gejala klinis
Onset gejala klinis seringkali tidak disadari oleh penderita, keluarga

penderita, dan bahkan tidak dikenali oleh tenaga kesehatan pada masa pertama
kali dikunjungi. Sehingga diagnosis Hipertiroid atau grave disease dapat
ditegakkan berberapa bulan setelah onset.5
Penelitian Shulman dkk, mendapatkan bahwa pada anak anak
prepubertas dapat ditegakkan diagnosis setelah 8 bulan terjadinya onset,
sedangkan anak pubertas dapat ditegakkan setelah 5 bulan setelah onset.
Yang paling sering dikeluhkan tertama pada anak-anak prepubertas adalah
penurunan berat badan yang nyata dan diare. Sedangkan tanda klinis klasik
hipertiroid seperti palpitasi, iritabilitas, tremor halus, dan intelorensasi terhadap
panas lebih menonjol terhadap anak-anak remaja.7
Pembesaran kelenjar tiroid (goiter) walaupun hamper selalu ada, tetapi
bukanlah hal yang utama menjadi keluhan, bahkan sering menjadi hal yang sering
diluar perhatian keluarga penderita. Bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun,
dikarenakan pembesarannya seringkali ringan.6,7 kelenjar tiroid yang membesar
terasa lembut dan berbatas tak tegas (Diffuse), tidak berdungkul, dan fleshy, sering
juga terdengar bruit pada auskultasi.2,6
Gangguan pemusatan perhatian dan emosi yang lebih sering menyebabkan
anak-anak mengalami gangguan dalam sekolahnya. Beberapa penderita juga
sering mengeluhkan adanya polyuria dan mengompol pada malam hari, sebagai
akibat oleh peningkatan laju filtrasi glomerulus.2,3,11 peningkatan laju pertumbuhan
linear disertai dengan peningkatan umur tulang sehingga anak terlihat lebih tinggi
dan kurusdari teman sebaya terutama pada anak-anak prepubertas sedangkan
anak-anak remaja tidajk terjadi hal seperti ini.
Pada anak-anak remaja sering terjadi gangguan pubertas (pubertas
terlambat). Pada wanita yang telah menarche, sering kali terjadi ammenorhea
sekunder. Gangguan tidur yang menyertai anak seringkali menyebabkan anak
mudah lelah.2,6,7
Disamping sering terjadi pada orang dewasa opthalmophaty merupakan
salah satu tanda klinis yang khas yang bisa terjadi secara spontan. 5,16,18 secara
keseluruhan gejala dan tanda klinis penyakit graves dapat dilihat pada tabel 2.

16

2.13

pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Lab yang diperlukan pada adalah kadar T3, T4, FT3, FT4 dan

TSH. Pemeriksaan T3 merupakan hal penting sekitar 5 % anak-anak dengan


penyakit Graves dengan kadar T3 yang meningkat nyata, namun dengan kadar T4
yang normal atau sedikit diatas normal. Keadaan ini dikenal dengan T3
Toxicosis.2,3,11 TSH biasanya sangat rendah atau tidak terdeteksi. Peningkatan
kadar T3 dan T4 tanpa disertai kadar TSH yang rendah tidak menyokong
terjadinya hipertiroid. Hal ini diakibatkan kerena kelebihan thyroxine binding
globulin (bisa familial atau didapatan, misal : obat-obatn kontrasepsi) atau kerena
gangguan binding protein. Pada keadaan terakhir kadar TBG dalam serum harus
diperiksa juga. Kadar TSH yang rendah juga dapat menyingkirkan kemungkinan
hipofisis yang resistenterhadap hormone tiroid.2,11 antibodi terhadap tiroid (AntiTg dan anti-TPO) kadang juga positif untuk anak yang menderita penyakit graves

17

yang sulit dibedakan pada fase tirooksik pada tiroiditis hashimoto. Pada keadaan
demikian untuk membedakannya perlu dilakukan TRAb-stimulasi. 2,10,11 namun
demikian pada keadaan yang sudah jelas terdapat tanda graves

semisal

hipertiroid, goiter, proptosismaka pemeriksaan TRAb-stimulasi tidak diperlukan


lagi mengingat mahalnya pemeriksaan ini.2
Beberbeda dengan dewasa pemeriksaan uptake radioaktif jarang sekali
diperlukan pada kasus-kasus penyakit graves yang sudah jelas. Pemeriksaan ini
hanya diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan misal pada kasus TRAbStimulasi yang negatif seperti tiroiditis hashimoto atautiroid nodul fungsional.
2.14

Tata Laksana
Terdapat 3 pilihan metode terapi pada anak dengan penyakit graves yakni

obat-obatan

antitiroid

ablasi

dengan

radioaktif

atau

dengan

tindakan

pembedahan.2,3,16 tidak ada satupun yang memuaskan secara keseluruhan. 16


pemilihan metode terapi harus disesuaikan dengan keadaan individudan
pertimbangan

keluarga

tentang

keuntungan

dan kerugiannya. 2,16 dengan

pertimbangan kemungkinan terjadinha remisi yang signifikan pada anak, maka


penggunaan obat-obatan anti tiroid merupakan pilihan utama.2,3,5
Obat anti tiroid PTU atau MMI atau carbimazol banyak digunakan sebagai
obat anti tiroid karena menghambat enzim tiroperoksidase. Khusus PTU, obat ini
juga mencegah konvesing T3 menjadi T4 di perifer. MMI dapat diberikan 1 kali
dalam sehari sedangkan PTU dapat diberikan 2-3 kali dalam sehari.
Pada awal terapi TPU dapat diberikan dengan dosis 5-7mg/kgBB/hari
dalam dosis terbagi 3 dan MMI dapat diberikan 5-10% dari dosis PTU, bet bloker
dapat diberikan pada kasus yang berat. Follow up dilakukan 4-6minggu untuk
melihat kadar T3 dan T4 dalam serum.
Setelah kadar T3 dan T4 turun atau kembali normal maka dosis OAT dapat
diturunkan. Untuk dosis rumatan PTU dapat diberikan 2 kali sehari dan untuk
MMI dapat diberikan 1 kali sehari. Biasanya penderita dapat di follow up 4 -6
bulan selanjutnya. Untuk terapi dapat berlangsung 2-3 tahun.
Ablasi dengan radio aktif : merupakan pilihan alternative kedua walaupun
terapi ini jarang untuk dilakukan.

18

Pembedahan tiroidektomi : pembedahan merupakan metode yang paling


efektif untuk penderita hipertiroid yang tidak berhasil dengan OAT, goter terlalu
besar, ataupun tidak mau melakukan Ablasi dengan radio aktif.

19

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi

lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut
juga tirotoksikosis. Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan
hipertiroidsme. Gejala klinis dari hipertiroid seperti palpitasi, iritabilitas, tremor
halus, dan intelorensasi terhadap panas lebih menonjol terhadap anak-anak
remaja. Diagnosis Hipertiroid ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan skrining.
3.2.

Saran
Perlu deteksi dini kasus hipertiroid pada anak dengan mengenal tanda dan

gejala klinis dari hiperitoid dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi
mempercepat diagnosis dari penderita hipertiroid khususnya pada neonatal, bayi
dan remaja.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006
2. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid,
Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006
3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta . 2003.
4. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.2001
5. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 1996.
6. Stein JH, Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Nugroho E,
Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000: hal 606 630
7. Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment
Pengelolaan Praktis Penyakit Graves, FKUI, Jakarta, 2001: hal 1 5
8. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service.
Hyperthyroidsme. 2007; 573-582
9. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta. 2009
10. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938
11. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4
12. Brand, Frans. A Critical Review and Meta-Analysis of The Association
Between Overt Hyperthyroidsm and Mortality. 2011; 491-497
13. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17
14. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1.
Media Aesculapius : Jakarta
15. Weetman P. A., Graves Disease. The New England Journal of Medicine.
Massachusetts Medical Society. 2000.
16. Lembar S, Hipertiroidisme Pada Neonatus Dengan Ibu Penderita Graves
Disease, Majalah Kedokteran Atma Jaya, Vol 3, No.1, Jakarta, 2004: hal
57 64
17. Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1996: hal 725 778

21

18. Price A.S. & Wilson M.L., Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Alih
Bahasa Anugerah P., Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995: hal 1049 1058, 1070
1080
19. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan
Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI: Seri Endokrinologi-Metabolisme,
Edisi Juli 2002, PIKKI, Jakarta, 2002: hal 9 18

22

Anda mungkin juga menyukai