Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

DI RUANG IGD RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH


KOTA SEMARANG

Oleh :
Dimas Kurniawan
NIM : G3A 015 024

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016

A. PENGERTIAN
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah
prostat,

disebabkan

oleh

karena

pembesaran jinak

hiperplasi

beberapa

kelenjar

atau

semua

komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang


menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika
BPH adalah pembesaran

progresif dari kelenjar prostat ( secara umum

pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan


obstruksi uretral dan pembatasan

berbagai

derajat

aliran urinarius

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah
proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
dan

penurunan

transforming

growth

factor

beta

factor

menyebabkan

hiperplasi stroma dan epitel.


4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan

peningkatan lama hidup

stroma dan epitel dari kelenjar prostat.


5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan

proliferasi sel transit

C. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan
ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap
tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih
kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada
saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS
(Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak
banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia
Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan
pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari
muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam
buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah
kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal
(mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid
puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan
ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat
Hyperplasia Dekompensata.
Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala
akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap
penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi
lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot
detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis
dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)

D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut
sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor bulibuli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan
tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing

Derajat Benigne Prostat Hyperplasia


Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan
klinisnya :
1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 2 cm,
sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah
berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 100 cc dan beratnya +

20 40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba,
sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada
penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

E. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian
setiap tahun tergantung keadaan klien
2. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang,
dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan

berasal

dari:

phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang


alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut.
b. Klien dengan residual urin 100 ml.
c. Klien dengan penyulit.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :


a. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi
dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus
listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan

merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat


morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai
efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan
pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram,
kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terusmenerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan
reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra
pars prostatika (Anonim,FK UI,1995). Setelah dilakukan TURP,
dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30
ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung
kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam
bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4
jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah
operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar. TURP
masih merupakan standar emas.
Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume
prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani
operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi,
hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan
komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd
(50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati
penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10
tahun kemudian.
b. Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan
suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa
memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar
yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat
dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat,

infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya


adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan
serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat meningkat juga
osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih
singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit
c. Perineal Prostatectomy
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara
ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk
biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan
anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk
terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka
mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien
dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua
dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi
karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi
inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari
cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum
dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
d. Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan
kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk
kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi
seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain.
Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari
semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan
lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan
lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini
adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas,
memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan

kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung


kemih yang berkaitan.
e. Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi,
Terapi Ultrasonik .

F. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pemeriksaan Fisik
a. Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,
echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
b. Distensi kandung kemih
c. Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik retensi urine
d. Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan
pasien ingin buang air kecil retensi urine
e. Perkusi : Redup residual urine
f. Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain
misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
g. Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) posisi knee chest
Syarat

buli-buli kosong/dikosongka

Tujuan

Menentukan konsistensi prostat, Menentukan besar

prostat
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan
Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre op
a. Gangguan pola eliminasi urine b/d pembesaran prostat
KH : berkemih dengan jumlah yang adekuat tanpa adanya distensi
kandung kemih.
Intervensi :
1) Kaji balance cairan
2) Tentukan pola berkemih tiap hari
3) Anjurkan klien untuk berkemih setiap 2-4 jam
4) Anjurkan pasien diet dengan ketat
5) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
b. Resti infeksi b/d kateterisasi
KH : suhu dalam batas normal, urin jernih warna kuning, bau khas
Intervensi :
1) Kaji TTV tiap 4 jam
2) Gunakan teknik steril dalam kateterisasi
3) Pantau VU terhadap distensi
c. Nyeri b/d retensi uris akut
KH : melaporkan penurunan nyeri, ekspresi wajah dan posisi tubuh
rileks
Intervensi :
1) Ajarkan teknik relaksasi
2) Berikan posisi yang nyaman
d. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap proses penyakit
KH : menyatakan pemahaman penyakit, melakukan perubahan pola
hidup
Intervensi :
1) Kaji ulang proses penyakit pengalaman pasien
2) Dorong klien untuk menyatakan perasaannya
3) Berikan informsi bahwa kondisi ini tidak ditularkan secara seksual

2. Post op
a. Nyeri b/d insisi bedah, spasme kandung kemih, retensi urin
KH : melaporkan penurunan nyeri, ekspresi wajah dan posisi tubuh
rileks
Intervensi :
1) Ajarkan teknik relaksasi
2) Berikan posisi yang nyaman
3) Kaji tanda nonverbal ( gelisah kening berkerut)
4) Bantu pasien dengan posisi yang nyaman
b. Perubahan pola eliminasi b/d reseksi pembedahan dan irigasi kandung
kemih
KH : kateter tetap paten pada tempatnya dan bekuan diirigasi keluar
dari kandung kemih dan tidak menyumbat aliran adarah melalui kateter
Intervensi :
1) Kaji uretra/kateter suprapubis terhadap kepatenan
2) Catat jumlah irigasi dan haluaran urin (30 ml/jam)
3) Kaji kandung kemih terhadap retensi urin
c. Resti infeksi b/d kateterisasi dan insisi pembedahan
KH : suhu dalam batas normal, insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi
Intervensi :
1) Kaji TTV tiap 4 jam
2) Gunakan teknik steril dalam intervensi
3) Perhatikan kateter urin,laporkan bila keruh dan berbau busuk
4) Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan bengkak, adanya
kebocoran urin tiap 4 jam

Anda mungkin juga menyukai