Oleh :
Dimas Kurniawan
NIM : G3A 015 024
A. PENGERTIAN
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah
prostat,
disebabkan
oleh
karena
pembesaran jinak
hiperplasi
beberapa
kelenjar
atau
semua
berbagai
derajat
aliran urinarius
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah
proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
dan
penurunan
transforming
growth
factor
beta
factor
menyebabkan
C. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan
ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap
tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih
kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada
saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS
(Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak
banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia
Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan
pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari
muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam
buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah
kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal
(mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid
puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan
ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat
Hyperplasia Dekompensata.
Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala
akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap
penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi
lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot
detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis
dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)
D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut
sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor bulibuli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan
tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing
20 40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba,
sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada
penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
E. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian
setiap tahun tergantung keadaan klien
2. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang,
dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan
berasal
dari:
F. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pemeriksaan Fisik
a. Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,
echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
b. Distensi kandung kemih
c. Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik retensi urine
d. Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan
pasien ingin buang air kecil retensi urine
e. Perkusi : Redup residual urine
f. Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain
misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
g. Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) posisi knee chest
Syarat
buli-buli kosong/dikosongka
Tujuan
prostat
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan
Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre op
a. Gangguan pola eliminasi urine b/d pembesaran prostat
KH : berkemih dengan jumlah yang adekuat tanpa adanya distensi
kandung kemih.
Intervensi :
1) Kaji balance cairan
2) Tentukan pola berkemih tiap hari
3) Anjurkan klien untuk berkemih setiap 2-4 jam
4) Anjurkan pasien diet dengan ketat
5) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
b. Resti infeksi b/d kateterisasi
KH : suhu dalam batas normal, urin jernih warna kuning, bau khas
Intervensi :
1) Kaji TTV tiap 4 jam
2) Gunakan teknik steril dalam kateterisasi
3) Pantau VU terhadap distensi
c. Nyeri b/d retensi uris akut
KH : melaporkan penurunan nyeri, ekspresi wajah dan posisi tubuh
rileks
Intervensi :
1) Ajarkan teknik relaksasi
2) Berikan posisi yang nyaman
d. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap proses penyakit
KH : menyatakan pemahaman penyakit, melakukan perubahan pola
hidup
Intervensi :
1) Kaji ulang proses penyakit pengalaman pasien
2) Dorong klien untuk menyatakan perasaannya
3) Berikan informsi bahwa kondisi ini tidak ditularkan secara seksual
2. Post op
a. Nyeri b/d insisi bedah, spasme kandung kemih, retensi urin
KH : melaporkan penurunan nyeri, ekspresi wajah dan posisi tubuh
rileks
Intervensi :
1) Ajarkan teknik relaksasi
2) Berikan posisi yang nyaman
3) Kaji tanda nonverbal ( gelisah kening berkerut)
4) Bantu pasien dengan posisi yang nyaman
b. Perubahan pola eliminasi b/d reseksi pembedahan dan irigasi kandung
kemih
KH : kateter tetap paten pada tempatnya dan bekuan diirigasi keluar
dari kandung kemih dan tidak menyumbat aliran adarah melalui kateter
Intervensi :
1) Kaji uretra/kateter suprapubis terhadap kepatenan
2) Catat jumlah irigasi dan haluaran urin (30 ml/jam)
3) Kaji kandung kemih terhadap retensi urin
c. Resti infeksi b/d kateterisasi dan insisi pembedahan
KH : suhu dalam batas normal, insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi
Intervensi :
1) Kaji TTV tiap 4 jam
2) Gunakan teknik steril dalam intervensi
3) Perhatikan kateter urin,laporkan bila keruh dan berbau busuk
4) Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan bengkak, adanya
kebocoran urin tiap 4 jam