Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN PERIOPERATIF

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) DI RSUD dr. R GOETENG


TAROENADIBRATA PURBALINGGA

RIA ELSAVIANA AGUSTIN

NIM. P1337420215067

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESHATAN SEMARANG
PRODI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018
A. KONSEP TEORI
1. Latar Belakang Masalah
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pertumbuhan histologis
nonmaligna elemen glanduler prostat yang dapat menyumbat jalan keluar
uretra sehingga menimbulkan gejala terganggunya saluran kemih bawah,
hematuria, infeksi saluran kemih (ISK), atau gangguan saluran kemih atas
(Yasmara, 2017, p.249).
Prevalensi dan angka kejadian BPH menurut data WHO (2013)
memperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif. Salah satunya
adalah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak 19%, sedangkan di
negara berkembang sebanyak 5,35% kasus, yang ditemukan pada pria dengan
usia lebih dari 65 tahun dan dilakukan pembedahan setiap tahunnya.
Sedangkan di Indonesia penyakit kelenjar prostat merupakan penyakit
tersering kedua di klinik urologi, dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria
berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia
yang sudah mencapai 65 tahun (Purnomo, 2011). Angka kejadian di wilayah
Banyumas pada tahun 2013 terdapat 95 klien, meningkat pada tahun 2014
yaitu 218 klien, meningkat lagi pada tahun menjadi 354 klien dan pada tahun
2017 terdapat 144 klien terhitung hingga maret (Rekam Medik RSMS, 2017
dalam Eka, 2017).
Purnomo (2011) mengatakan bahwa tidak semua BPH perlu menjalani
tindakan medis, kadang mereka yang mengeluh gejala ringan dapat sembuh
sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan konsultasi saja.
Namun diantara mereka, ada yang membutuhkan terapi obat-obatan atau
tindakan medik (pembedahan) karena keluhannya semakin parah.
Penatalaksanaan medis pada pasien BPH yang banyak dilakukan adalah
pembedahan, pembedahan merupakan tindakan jangka panjang yang paling
baik dibandingkan dengan pemberian obat obatan atau terapi non invasif
lainnya yang membutuhkan waktu yang lama, salah satu tindakan
pembedahan yang paling banyak dilakukan yaitu Transuretal Resection of The
Prostate (TUR Prostate),TURP merupakan pengangkatan jaringan prostat
melalui uretra menggunakan alat resektoskop, yang memiliki ujung pemotong
atau kabel elektrik yang mengiris prostat sedikit demi sedikit tanpa dibuat
insisi (Rosdahl, 2017, p.1752).Menurut Nurarif dan Kusuma (2016, p.79)
beberapa masalah keperawatan yang muncul pada pasien post operasi BPH
diantaranya adalah nyeri akut, resiko infeksi, resiko perdarahan, retensi urine,
ansietas, disfungsi seksual, serta intoleransi aktivitas.
2. Definisi BPH
BPH adalah keadaan kondisi patologis yang paling umum pada pria
lansia dan penyebab kedua yang paling sering ditemukan untuk intervensi
medis pada pria di atas usia 60 tahun (Wijaya dan Putri, 2013, p.97).
Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma (2016, p.77) BPH adalah suatu
kondisi yang sering terjadi akibat dari pertumbuhan dan pengendalian hormon
prostat.
3. Etiologi
Menurut Haryono (2013, p.114) penyebab pasti terjadinya BPH yang
sampai sekarang belum diketaui. Namun, kelenjar prostat jelas sangat
tergantung pada hormone androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan
BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa faktor kemungkinan menjadi
penyabab BPH, antara lain:
a. Dihydrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
b. Perubahan keseimbangan hormone estrogen-testosteron
Pada proses penuaan yang dialami pria terjadi peningkatan hormon
estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
c. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma-epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori kebangkitan kembali atau reinduksi dari kemampuan mesenlim sinus
urogenital untuk berproliferasi dan membentuk jaringan prostat.
4. Tanda dan gejala
Wijaya dan Putri (2013, p.99) mengatakan bahwa pembesaran prostat
menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran
urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urine, bili-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus- menerus menyebabkan perubahan anatomik buli-
buli berupa hipertrofi, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan difentrikel
buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower Urinary Tract
Symptomp (LUTS).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu retensi urin, kurangnya atau lemahnya
pancaran berkemih, miksi yang tidak puas, frekuensi kencing bertambah
terutama malam hari (nocturia), pada malam hari miksi harus mengejan, terasa
panas dan nyeri sewaktu miksi, urgency (dorongan yang mendesak dan
mendadak untu mengeluarkan urin), kesulitan mengawali dan mengakhiri
miksi, berat badan turun, dan kolik renal.
5. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika
dan menghambat aliran urine. Dua proses yang menyebabkan obstruksi ini
adalah hiperplasia dan hipertrofi. Hiperplasia berasal dari sel-sel glanduler
(stromal) di dekat uretra-sona transisi. Penyumbatan terjadi ketika hyperplasia
menyempitkan lumen segmen uretra yang melalu prostat. Obstruksi juga
terjadi ketika prostat melampaui bagian atas leher kandung kemih sehingga
mengurangi kemampuannya untuk mengeluarkan urine sebagai respon
terhadap miksi dan saat pertumbuhan dari lobus median prostat ke dalam
uretra prostatika. Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, kandung kemih harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-
menerus mengakibatkan hioertrofi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya
selulo, sakula, dan diventrikel buli-buli. Tekanan intravesikal yang tinggi
diteruskan ke seluruh bagian kandung kemih tidak terkecuali pada muara
ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Jika kondisi ini
terus berlangsung, akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat menimbulkan gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak
hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra
prosterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma
prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu
dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. Pada
BPH, terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Pada prostat
normal, rasio stroma dengan epitel adalah 2:1; pada BPH, rasionya meningkat
menjadi 4:1, hal ini ,menyebabkan terjadinya peningkatan tonus otot polos
prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini, massa prostat
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang
merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat (Yasmara
dkk, 2017, p.249).
6. Komplikasi
Dikatakan Wijaya dan Putri (2013, p.102) bahwa komplikasi yang dapat
terjadi pada kasus BPH yaitu:
a.Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal
b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
c.Hernia atau hemoroid
d. Terbentuknya batu karena selalu terdapat sisa urin
e.Hematuria
f. Sistitis dan Pielonefritis.
7. Pathway

8. Pemeriksaan penunjang
Prabowo dan Pranata (2014, p.134) menyebutkan bahwa pemeriksaan
diagnostik pada pasien BPH adalah:
a.Urinalisis dan Kultur urin
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red
Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya
perdarahan/hematuria.
b. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal
dalam abdomen. Sampel yang diambil adalah cairan abdomen dan diperiksa
jumlah sel darah merahnya.
c.Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data
pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH, karena
obstruksi yang berlangsung kronis seringkali menimbulkan hidronefrosis
yang lambat laun akan memperberat fungsi ginjal dan pada akhirnya
menjadi gagal ginjal.
d. PA ( Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel
jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah
hanya bersifat benigna atau maligna, sehingga akan menjadi landasan untuk
treatment selanjutnya.
e.Catatan harian berkemih
Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine, sehingga akan terlihat
bagaimana siklus rutinitas miksi dari pasien. Data ini menjadi bekal untuk
membandingkan dengan pola eliminasi urine yang normal.
f. Uroflowmetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur pancaran urine.
Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah bahkan meningkat. Hal ini
disebabkan obstruksi dari kelenjar prostat pada traktus urinarius. Selain itu,
volume residu urine juga harus diukur. Normalnya residual urine < 100 ML.
Namun, residual yang tinggi membuktikan bahwa vesika urinaria tidak
mampu mengeluarkan urine secara baik karena adanya obstruksi.
g. USG Ginjal dan Vesika Urinaria
USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi penyerta dari BPH,
misalnya hidronephrosis. Sedangkan USG pada vesika urinaria akan
memperlihatkan gambaran pembesaran kelenjar prostat.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan keperawatan pasien dengan hipertropi prostat melalui pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data subyektif :
1) Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
2) Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
3) Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
4) Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
b. Data Obyektif :
1) Terdapat luka insisi
2) Takikardi
3) Gelisah
4) Tekanan darah meningkat
5) Ekspresi w ajah ketakutan
6) Terpasang kateter
2. Diagnosa keperawatan

a. Pre operasi

1) Retensi urin
2) Nyeri kronis
3) Cemas

b     Post operasi

1) Nyeri akut
2) Kurang pengetahuan
3) Risiko infeksi
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


keperawatan Hasil

1. Kerusakan eliminasi NOC : NIC :


urine urin
¨      Urinary continence Urinary Chateterization

¨      Urinary elimination -    Jelaskan prosedur dasn


Definisi : rasional dari intervensi

Pengosongan kandung -    Sediakan peralartan


Kriteria Hasil :
kemih yang tidak kateterisasi
sempurna 1.        Pengeluaran urin
-     Pertahankan teknik
dapat diprediksi
Batasan karakteristik : aseptik yang ketat
2.        Dapat secara
-   Distensi kandung -    Masukan secara
sempurna dan teratur
kemih langsung atau retensi
mengeluarkan urin dari
kateter ke dalam
-   Sedikit, sering kandung kemih;
bladder
kencing atau tidak mengukur volume
adanya urin yang keluar residual urin < 150 – -    Hubungkan kateter
200 ml atau 25 % dari pada kantung drainase
-   Urin jatuh menetes
total kapasitas kandung
-    Amankan kateter pada
-   Disuria kemih
kulit
-   Inkontinentia 3.        Mengoreksi atau
-    Pertaahankan sistem
overflow menurunkan gejala
drainase tertutup
obstruksi
-  Urin residual
-    Monitor intake dan
4.        Klien bebas dari
-  Sensasi penuh dari input.
kerusakan saluran kemih
bagian atas.
kandung kemih

Faktor yang Urinary Retentiuon care


berhubungan :
-   Monitor eliminasi urin
-   Infeksi traktus
-   Monitor tanda dan
urinarus
gejala retensi urin
-  Obstruksi anatomik
-  Ajarkan kepada klien
-   Penyebab multiple tanda dan gejala retensi
urin
-          Kerusakan
sensori motorik -  Catat waktu setiap
eliminasi urin

-  Anjurkan klien/keluarga
untuk menmcatat outpout
urin

-  Ambil spesimen urin

-  Ajarkan klien meminum


8 gelasa cairan sehari

-  Bantu klien dalam BAK


rutin

Fluid management

·         Timbang
popok/pembalut jika
diperlukan

·         Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat

·         Monitor status
hidrasi ( kelembaban
membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan

·         Monitor vital sign

·         Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori harian

·         Lakukan terapi IV

·         Monitor status
nutrisi

·         Berikan cairan

·         Berikan cairan IV
pada suhu ruangan

·         Dorong masukan
oral

·         Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output

·         Dorong keluarga
untuk membantu pasien
makan

·         Tawarkan snack
( jus buah, buah segar )
·         Kolaborasi dokter
jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk

·         Atur kemungkinan
tranfusi

·         Persiapan untuk
tranfusi

2. Nyeri Kronis NOC : NIC :

v  Pain Level, Pain Management

Definisi : v  Pain control, §  Lakukan pengkajian


nyeri secara komprehensif
Sensori yang tidak v  Comfort level
termasuk lokasi,
menyenangkan dan
karakteristik, durasi,
pengalaman emosional
frekuensi, kualitas dan
yang muncul secara Kriteria Hasil :
faktor presipitasi
aktual atau potensial
1.         Mampu
kerusakan jaringan atau §  Observasi reaksi
mengontrol nyeri (tahu
menggambarkan nonverbal dari
penyebab nyeri, mampu
adanya kerusakan ketidaknyamanan
menggunakan tehnik
(Asosiasi Studi Nyeri
nonfarmakologi untuk §  Gunakan teknik
Internasional): serangan
mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik
mendadak atau pelan
mencari bantuan) untuk mengetahui
intensitasnya dari
pengalaman nyeri pasien
ringan sampai berat 2.         Melaporkan
yang dapat diantisipasi bahwa nyeri berkurang §  Kaji kultur yang
dengan akhir yang dengan menggunakan mempengaruhi respon
dapat diprediksi dan manajemen nyeri nyeri
dengan durasi lebih dari
6 bulan. 3.         Mampu §  Evaluasi pengalaman
mengenali nyeri (skala, nyeri masa lampau
intensitas, frekuensi dan
§  Evaluasi bersama pasien
Batasan karakteristik : tanda nyeri)
dan tim kesehatan lain
-          Laporan secara 4.         Menyatakan rasa tentang ketidakefektifan
verbal atau non verbal nyaman setelah nyeri kontrol nyeri masa lampau
berkurang
-          Fakta dari §  Bantu pasien dan
observasi 5.         Tanda vital keluarga untuk mencari
dalam rentang normal dan menemukan dukungan
-          Posisi antalgic
untuk menghindari §  Kontrol lingkungan yang
nyeri dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
-          Gerakan
pencahayaan dan
melindungi
kebisingan
-          Tingkah laku
§  Kurangi faktor
berhati-hati
presipitasi nyeri
-          Muka topeng
§  Pilih dan lakukan
-          Gangguan tidur penanganan nyeri
(mata sayu, tampak (farmakologi, non
capek, sulit atau farmakologi dan inter
gerakan kacau, personal)
menyeringai)
§  Kaji tipe dan sumber
-          Terfokus pada nyeri untuk menentukan
diri sendiri intervensi

-          Fokus §  Ajarkan tentang teknik


menyempit (penurunan non farmakologi
persepsi waktu,
§  Berikan analgetik untuk
kerusakan proses
berpikir, penurunan mengurangi nyeri
interaksi dengan orang
§  Evaluasi keefektifan
dan lingkungan)
kontrol nyeri
-          Tingkah laku
§  Tingkatkan istirahat
distraksi, contoh : jalan-
jalan, menemui orang §  Kolaborasikan dengan
lain dan/atau aktivitas, dokter jika ada keluhan dan
aktivitas berulang- tindakan nyeri tidak
ulang) berhasil

-          Respon autonom §  Monitor penerimaan


(seperti diaphoresis, pasien tentang manajemen
perubahan tekanan nyeri
darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil)

-          Perubahan
autonomic dalam tonus Analgesic Administration
otot (mungkin dalam
§  Tentukan lokasi,
rentang dari lemah ke
karakteristik, kualitas, dan
kaku)
derajat nyeri sebelum
-          Tingkah laku pemberian obat
ekspresif (contoh :
§  Cek instruksi dokter
gelisah, merintih,
tentang jenis obat, dosis,
menangis, waspada,
dan frekuensi
iritabel, nafas
panjang/berkeluh §  Cek riwayat alergi
kesah)
§  Pilih analgesik yang
-          Perubahan diperlukan atau kombinasi
dalam nafsu makan dan dari analgesik ketika
minum
pemberian lebih dari satu

Faktor yang §  Tentukan pilihan


berhubungan : analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
Agen injuri (biologi,
kimia, fisik, psikologis) §  Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal

§  Pilih rute pemberian


secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur

§  Monitor vital sign


sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

§  Berikan analgesik tepat


waktu terutama saat nyeri
hebat

§  Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

3. Nyeri akut b/d cidera NOC : NIC :


fisik akibat
v  Pain Level, Pain Management
pembedahan
v  Pain control, §  Lakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif
Definisi : v  Comfort level termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
Sensori yang tidak
frekuensi, kualitas dan
menyenangkan dan
Kriteria Hasil : faktor presipitasi
pengalaman emosional
yang muncul secara 1.         Mampu §  Observasi reaksi
aktual atau potensial mengontrol nyeri (tahu nonverbal dari
kerusakan jaringan atau penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggambarkan menggunakan tehnik
§  Gunakan teknik
adanya kerusakan nonfarmakologi untuk
komunikasi terapeutik
(Asosiasi Studi Nyeri mengurangi nyeri,
untuk mengetahui
Internasional): serangan mencari bantuan)
pengalaman nyeri pasien
mendadak atau pelan
2.         Melaporkan
intensitasnya dari §  Kaji kultur yang
bahwa nyeri berkurang
ringan sampai berat mempengaruhi respon
dengan menggunakan
yang dapat diantisipasi nyeri
manajemen nyeri
dengan akhir yang
§  Evaluasi pengalaman
dapat diprediksi dan 3.         Mampu
nyeri masa lampau
dengan durasi kurang mengenali nyeri (skala,
dari 6 bulan. intensitas, frekuensi dan §  Evaluasi bersama pasien
tanda nyeri) dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
4.         Menyatakan rasa
Batasan karakteristik : kontrol nyeri masa lampau
nyaman setelah nyeri
-          Laporan secara berkurang §  Bantu pasien dan
verbal atau non verbal keluarga untuk mencari
5.         Tanda vital
dan menemukan dukungan
-          Fakta dari dalam rentang normal
observasi §  Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
-          Posisi antalgic
seperti suhu ruangan,
untuk menghindari
pencahayaan dan
nyeri
kebisingan
-          Gerakan §  Kurangi faktor
melindungi presipitasi nyeri

-          Tingkah laku §  Pilih dan lakukan


berhati-hati penanganan nyeri
(farmakologi, non
-          Muka topeng
farmakologi dan inter
-          Gangguan tidur personal)
(mata sayu, tampak
§  Kaji tipe dan sumber
capek, sulit atau
nyeri untuk menentukan
gerakan kacau,
intervensi
menyeringai)
§  Ajarkan tentang teknik
-          Terfokus pada
non farmakologi
diri sendiri
§  Berikan analgetik untuk
-          Fokus
mengurangi nyeri
menyempit (penurunan
persepsi waktu, §  Evaluasi keefektifan
kerusakan proses kontrol nyeri
berpikir, penurunan
§  Tingkatkan istirahat
interaksi dengan orang
dan lingkungan) §  Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
-          Tingkah laku
tindakan nyeri tidak
distraksi, contoh : jalan-
berhasil
jalan, menemui orang
lain dan/atau aktivitas, §  Monitor penerimaan
aktivitas berulang- pasien tentang manajemen
ulang) nyeri

-          Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, Analgesic Administration
nadi dan dilatasi pupil)
§  Tentukan lokasi,
-          Perubahan karakteristik, kualitas, dan
autonomic dalam tonus derajat nyeri sebelum
otot (mungkin dalam pemberian obat
rentang dari lemah ke
§  Cek instruksi dokter
kaku)
tentang jenis obat, dosis,
-          Tingkah laku dan frekuensi
ekspresif (contoh :
§  Cek riwayat alergi
gelisah, merintih,
menangis, waspada, §  Pilih analgesik yang
iritabel, nafas diperlukan atau kombinasi
panjang/berkeluh dari analgesik ketika
kesah) pemberian lebih dari satu

-          Perubahan §  Tentukan pilihan


dalam nafsu makan dan analgesik tergantung tipe
minum dan beratnya nyeri

§  Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
Faktor yang
dan dosis optimal
berhubungan :
§  Pilih rute pemberian
Agen injuri (biologi,
secara IV, IM untuk
kimia, fisik, psikologis)
pengobatan nyeri secara
teratur

§  Monitor vital sign


sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

§  Berikan analgesik tepat


waktu terutama saat nyeri
hebat

§  Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

4. Kurang pengetahuan NOC : NIC :


tentang kondisi,
v  Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
prognosis,kebutuhan
process
pengobatan b/d Berikan penilaian tentang
keterbatasan kognitif. v  Kowledge : health tingkat pengetahuan pasien
Behavior tentang proses penyakit
yang spesifik
Definisi :
Jelaskan patofisiologi dari
Kriteria Hasil :
Tidak adanya atau penyakit dan bagaimana
kurangnya informasi 1.      Pasien dan hal ini berhubungan
kognitif sehubungan keluarga menyatakan dengan anatomi dan
dengan topic spesifik. pemahaman tentang fisiologi, dengan cara yang
penyakit, kondisi, tepat.
prognosis dan program
Gambarkan tanda dan
Batasan karakteristik : pengobatan
gejala yang biasa muncul
memverbalisasikan
2.      Pasien dan pada penyakit, dengan cara
adanya masalah,
keluarga mampu yang tepat
ketidakakuratan
melaksanakan prosedur
mengikuti instruksi, Gambarkan proses
yang dijelaskan secara
perilaku tidak sesuai. penyakit, dengan cara yang
benar tepat

Faktor yang 3.      Pasien dan identifikasi kemungkinan


berhubungan : keluarga mampu penyebab, dengna cara
keterbatasan kognitif, menjelaskan kembali yang tepat
interpretasi terhadap apa yang dijelaskan
Sediakan informasi pada
informasi yang salah, perawat/tim kesehatan
pasien tentang kondisi,
kurangnya keinginan lainnya
dengan cara yang tepat
untuk mencari
informasi, tidak Hindari harapan yang
mengetahui sumber- kosong
sumber informasi.
Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat

Diskusikan perubahan gaya


hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan
penyakit

Diskusikan pilihan terapi


atau penanganan

Dukung pasien untuk


mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat.

5. Resiko Infeksi b/d NOC : NIC :


tindakan invasive
v  Immune Status Infection Control (Kontrol
Resiko Infeksi b/d
infeksi)
tindakan invasive v  Knowledge : Infection
control ·         Bersihkan
lingkungan setelah dipakai
v  Risk control
Definisi : Peningkatan pasien lain
resiko masuknya
·         Pertahankan teknik
organisme patogen
Kriteria Hasil : isolasi

1.      Klien bebas dari ·         Batasi pengunjung


Faktor-faktor resiko : tanda dan gejala infeksi bila perlu

-          Prosedur Infasif 2.     Mendeskripsikan ·         Instruksikan pada


proses penularan pengunjung untuk mencuci
-         Ketidakcukupan
penyakit, factor yang tangan saat berkunjung dan
pengetahuan untuk
mempengaruhi setelah berkunjung
menghindari paparan
penularan serta meninggalkan pasien
patogen
penatalaksanaannya,
·         Gunakan sabun
3.     Menunjukkan antimikrobia untuk cuci
-          Trauma kemampuan untuk tangan
mencegah timbulnya
-          Kerusakan ·         Cuci tangan setiap
infeksi
jaringan dan sebelum dan sesudah
peningkatan paparan 4.      Jumlah leukosit tindakan keperawatan
lingkungan dalam batas normal
·         Gunakan baju,
-          Ruptur membran 5.     Menunjukkan sarung tangan sebagai alat
amnion perilaku hidup sehat pelindung

-          Agen farmasi ·         Pertahankan


(imunosupresan) lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
-          Malnutrisi
·         Ganti letak IV
-          Peningkatan
perifer dan line central dan
paparan lingkungan
dressing sesuai dengan
patogen
petunjuk umum
-          Imonusupresi
·         Gunakan kateter
-         Ketidakadekuata intermiten untuk
n imum buatan menurunkan infeksi
kandung kencing
-          Tidak adekuat
pertahanan sekunder ·         Tingktkan intake
(penurunan Hb, nutrisi
Leukopenia, penekanan
·         Berikan terapi
respon inflamasi)
antibiotik bila perlu
-          Tidak adekuat
pertahanan tubuh
primer (kulit tidak utuh, Infection Protection
trauma jaringan, (proteksi terhadap infeksi)
penurunan kerja silia,
·         Monitor tanda dan
cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH, gejala infeksi sistemik dan
perubahan peristaltik) lokal

-          Penyakit kronik ·         Monitor hitung


granulosit, WBC

·         Monitor kerentanan
terhadap infeksi

·         Batasi pengunjung

·         Saring pengunjung
terhadap penyakit menular

·         Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko

·         Pertahankan teknik
isolasi k/p

·         Berikan perawatan
kuliat pada area epidema

·         Inspeksi kulit dan


membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase

·         Ispeksi kondisi
luka / insisi bedah

·         Dorong masukkan
nutrisi yang cukup

·         Dorong masukan
cairan
·         Dorong istirahat

·         Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep

·         Ajarkan pasien dan


keluarga tanda dan gejala
infeksi

·         Ajarkan cara
menghindari infeksi

·         Laporkan kecurigaan
infeksi

·         Laporkan kultur
positif

6. Cemas b/d perubahan NOC : NIC :


status kesehatan
v  Anxiety control Anxiety Reduction
(rencana tindakan
(penurunan kecemasan)
operasi ) v  Coping
·         Gunakan pendekatan
v  Impulse control
yang menenangkan
Definisi :
·         Nyatakan dengan
Perasaan gelisah yang Kriteria Hasil : jelas harapan terhadap
tak jelas dari pelaku pasien
1.      Klien mampu
ketidaknyamanan atau
mengidentifikasi dan ·         Jelaskan semua
ketakutan yang disertai
mengungkapkan gejala prosedur dan apa yang
respon autonom
cemas dirasakan selama prosedur
(sumner tidak spesifik
atau tidak diketahui 2.     Mengidentifikasi, ·         Pahami prespektif
oleh individu); perasaan mengungkapkan dan pasien terhdap situasi stres
keprihatinan menunjukkan tehnik
·         Temani pasien untuk
disebabkan dari untuk mengontol cemas
memberikan keamanan dan
antisipasi terhadap
3.      Vital sign dalam mengurangi takut
bahaya. Sinyal ini
batas normal
merupakan peringatan ·         Berikan informasi
adanya ancaman yang 4.      Postur tubuh, faktual mengenai
akan datang dan ekspresi wajah, bahasa diagnosis, tindakan
memungkinkan tubuh dan tingkat prognosis
individu untuk aktivitas menunjukkan
·         Dorong keluarga
mengambil langkah berkurangnya
untuk menemani anak
untuk menyetujui kecemasan
terhadap tindakan ·         Lakukan back / neck
rub
Ditandai dengan
·         Dengarkan dengan
-        Gelisah
penuh perhatian
-        Insomnia
·         Identifikasi tingkat
-        Resah kecemasan

-        Ketakutan ·         Bantu pasien


mengenal situasi yang
-        Sedih
menimbulkan kecemasan
-        Fokus pada diri
·         Dorong pasien untuk
-       Kekhawatiran mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
-        Cemas
·         Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
·         Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan

4. Evaluasi
Kriteria yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan
obstruksi urinari adalah  :
a. Mengatasi obstruksi urine tanpa infeksi atau komplikasi yang permanen
b. Tidak mengalami tekanan atau nyeri berkepanjangan
c. Mengungkapkan penurunan atau tak adanya kecemasan tentang retensio
urine.
d. Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali sebagaimana sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aprina, Yowanda Ilham. N. & Sunarsih. (2017). Relaksasi Progresif terhadap

Intensitas Nyeri Post Operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia). Jurnal Kesehatan,

Volume VIII, Nomor 2.

https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/505 (Diakses pada tanggal

20 November 2017 pukul 19.35 WIB).

Basuki B. Purnomo., (2011). Dasar-dasar Urologi. Jakarta : EGC.

Bulechek, et.al. (2016). Nursing Intervention Classification (NIC). Philadephia :

Elsevier.

Doenges, Marilynn. E. Moorhouse Frances. M., & Murr. C.A. (2015). Manual

Diagnosis Keperawatan : Rencana, Intervensi, & Dokumentasi Asuhan

Keperawatan. Jakarta : EGC.


Haryono, Rudi. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Perkemihan.

Yogyakarta : Rapha Publishing.

Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (2015), Diagnosa Keperawatan Definisi &

Klasifikasi 2015-2017. Edisi. 10.Jakarta : EGC.

Kozier, B. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan

Praktik . Edisi 7. Volume 1. Terjemahan oleh Dwi Widiarti, et. Al. Jakarta:

EGC.

Moorhead Sue, et.al. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC). Philadephia :

Elsevier.

Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

dan NANDA NIC-NOC Jilid 1 . Jogjkarta : Mediaction Publishing.

Nursalam,. & Baticaca,. F.B. (2009). Asuhan Keperawatan padaa pasien dengan

Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Pujilestari, Eka. (2017). Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine Fungsional pada

Tn. S Dengan Post Operasi Benign Prostat Hiperplasia (BPH) Di Ruang

Edelweis RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. KTI.

Purwokerto.: Program Studi DIII Keperawatan Purwokerto, Poltekkes

Kemenkes Semarang.

Purnomo, B. B. (2011). Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Malang: Sagung Seto.

Prabowo, E dan Andi, E.P,. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem

Perkemihan. Jogjakarta : Nuha Medika.


Rosdahl, C,. & Kowalski, M. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar: Gangguan

Pencernaan, Gangguan Perkemihan, Gangguan Reproduksi. Jakarta :

2017.

Wijaya, A.S. & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :

Nuha Medika.

Yasmara, D., Nursiswati,. & Arafat, R. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan

Medikal-Bedah: Diagnosis NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil

NOC. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai