Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

(BPH ATAU BENIGN PROSTATIC HYPERTOPI)

Oleh A11-B

Kelompok 6

ALYA SHAFIRA (17.321.2713)

GEDE MELYANTARA JAYA (17.321.2715)

LUH PUTU NOVIANTI (17.321.2725)

NI LUH FEBRI SURYANTHI (17.321.2738)

NI LUH GEDE SRINADI (17.321.2739)

I GST A.A SRIDANA SURYADEWI (17.321.2721)

NI LUH MEITA PREMASUARI (17.321.2741)

NI PUTU RATIH ANDRIANI (17.321.2752)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2019
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Defenisi BPH (Benign Prostatic Hypertopi)
BPH (Benign Prostatic Hypertopi)merupakan penyakit yang biasa terjadi pada
laki-laki usia lanjut, yang ditandai dengan perubahan yang sangat cepat pada epitel
prostat dan daerah transisi jaringan fibromuskular pada daerah periuretral yang bisa
menghalangi dan mengakibatkan pengeluaran urine yang tertahan. Benigna Prostat
Hiperplasia atau lebih dikenal dengan BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan retriksi pada jalan urine (uretra),
(Setih Setio). Secara histologi, BPH dapat didefinisikan sebagai pembesaran nodular
secara regional dengan kombinasi poliferasistromadangrandular yang berbeda
(Smeltzer, 2010)
BPH (Benign Prostatic Hypertopi) adalah pembesaran prostat yang mengenai
uretra, menyebakan gejala urinaria (Nursalam & Fransisca, 2009)
BPH (Benign Prostatic Hypertopi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat,
bersifat jinak di sebabkan oleh hypertropi beberapa atau semua komponen prostat
yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Arif Muttaqin & Kumala
Sari, 2009)

2. Anatomi dan Fisiologi Prostat


Kelenjar prostat terletak tepat dibawah leher kadung kemih.Kelenjar
inimengelilingi uretra Dan di potong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang
merupakan kelnjutan dari fas deferens.Kelenjar ini berbentuk seperti buah kenari.
Normal beratnya kurang lebih 20 gr, di dalamnya berjalan uretra posterior kurang
lebih 2,5 cm. pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum pubroprostatikum Dan
sebelah inferior oleh diagfragma urogenital. Pada prostat bagian posterior bermuara
duktus ejakulatoris yang berjalan miring Dan berakhir pada verumontarum pada dasar
uretra prostatika tepat proksimal Dan sfingter uretra eksterna.Secara embriologi,
prostat berasal dari 5 evaginasi epitel uretra posterior.Suplai darah nprostat
diperdarahi oleh arteri vesikalis inferior Dan masuk pada sisi posterolateralis leher
vesika.Drainase vena.
Prostat bersifat difus Dan bermuara kedalam fleksus santorini persarafan prostat
terutama berasal dari simpatis fleksus hipogastrikus Dan serabut yang berasal dari
nervus sakralis ketiga Dan keempat melalui fleksus sakralis.Drainase limfe prostat ke
nodi limfatisi opturatoria, iliaka eksterna Dan presakralis, serta sangat penting dalam
mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat.
Fungsi prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang
berguna untuk melindungi sprematosoa terhadap sifat asam yang terdapat pada uretra
Dan vagina. Dibawah kelenjar ini terdapat Bulbouretralis yang memilii panjang 2-5
cm. fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat. Kelenjar ini menghasilkan sekresi
yang penyalurannya dari testis secara kimiawi Dan fisiologis sesuai kebutuhan
spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual, prostat mengeluarkan cairan encer
seperti susu yang mengandung berbagai enzim Dan ion kedalam duktus ejakulatorius.
Cairan ini menambah volume cairan vesikula seminalis Dan sperma.Cairan prostat
bersifat basa (alkalis). Sewaktu mengendap dicairan vagina wanita, bersama dengan
ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma akan berkurang
dalam lingkungan dengan pH rendah. (Suzanne C. Smeltzer , 2005 Elizhabet
J.C,2009)

3. Etiologi
Hipotetsis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah
adanya perubahan keseimbangan antara hormone testoterone dan estrogen pada usia
lanjut. Apabila peran faktor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat akan meningkatkan lama hidup sel-sel prostat karena kekeurangan sel
yang mati. Teori sel menerangkan bahwa terjadi poliferasi abnormals sel stem
menyebabkan produksi sel stoma dan sel epitel kelenjar prostat. Akibatnya uretra
prostatic menjadi terekam dan sempit yang menyebabkan kandung kemih menjadi
kencang untuk bekerja lebih keras mengeluarkan urine. Normalnya jaringan yang
tipis dan fibrous pada permukaan kapsul prostat menjadi spons menebal dan
membesar menimbulkan efek obstruksi yang lama dapat menyebabkan tegangan
dinding kandung kemih dan menurun elastisitasnya.
Beberapa penyebab timbulnya BPH yaitu :
1) Adanya perubahan kesimbangan antara hormon testosteron dan esterogen pada
usia lanjut
2) Peranan dari faktor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat
3) Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
4) Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi yang normal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.

4. Manifestasi Klinik
Kompleks gejala obstruktif dan iritatif mencangkup peningkatan frekuensi
berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, abdomen tegang, volume urine
menurun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar, dimana urine
uterus meets setelah berkemih (dribbling), rasa seperti kandung kemih tidak kissing
dengan baik, retensi urine akut (bila lebih dari 60 ml urine tetap berada dalam
kandung kemih setelah berkemih) dan kekambuhan infeksi saluran kemih. Pada
akhirnya, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal
dengan retensi urine kronis dan volume residu yang besar.Gejala generalisata juga
mungkin tampak termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak
nyaman pada epigastrik.(Smeltzer, 2010)

5. Komplikasi
1) Retensi Urine
Kesulitan miksi karena kegagalan mengeluarkan urin dari vesikaurinaria
2) Hidronefrosis
Pelebaran pasu pada ginjal serta pengerutan jaringan ginjal, sehingga ginjal
menyerupai kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan dan
aliran balik ureter ke ginjal akibat kandung kemih tidak mampu lagi
menampung urine dan urine tidak bisa dikeluarkan
3) Pielonefritis
Infeksi pada ginjal yang diakibatkan oleh bakteri yang masuk ke ginjal dan
kandung kemih
4) Azotemia
Ditandai dengan terjadinya peningkatan ureum, fenolamin dan metabolik lain
serta racun-racun sisa metabolisme
5) Uremia
Peningkatan ureum di dalam darah akibat ketidakmampuan ginjal menyaring
hasil metabolisme ureum
6) Anemia
Terjadi karena pendarahan massif dan terus-menerus dari saluran kemih yang
mengalami iritasi dan pecahnya pembuluh darah akibat penegangan berlebihan
oleh kelenjar prostat. (Arief Mansjoer, 2008)

6. Patofisiologis
Proses pembesaran prostat ini terjadi secara perlahan seiring bertambahnya usia
sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testoteron
menjadi dehidrotestoteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya
penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA
sehingga menyebabkan terjadinya sistensis protein yang kemudian menjadi
hyperplansia kelenjar prostat
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi
penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tekanan tersebut, sehingga akan terjadi
resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, secara otot detrusor menebal
dan merenggang sehingga timbul sirkulasi atau devertikel. Fase penebalan detrusor
ini disebut fase kompensasi. Apabila kedua berlanjut, maka detrusor menjadi lelah
dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak ampu lagi berkontraksi sehingga
terjadi retensi urine (Basuki B Purnomo, 2011).
Tekanan intravesikal yang tinggi akan diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli
ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
menerus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi
gagal ginjal. (Arif Muttaqin & Kurmala Sari, 2011).

7. Penatalaksanaan
1) Penatalaksaan Medis
1 Terapi Medikamentosa
Penghambat adrenergic alfa contoh : Prazosin, Doxazosin, Terazosin,
alfluzosin
Terapi pengobatan contohnya : Tramadol, ranitidine, As.Tranexamat,
Cefoprazone, NaCL/RL
2 Fototerapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain : eviprostat,
substansinya misalnya pygeum afrisnium, sawpalmetto: serenoa
repelus
3 Terapi Bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatekomi terbuka
4 Terapi Invasive Minimal
a. TUMT (Trans Uretral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High intensity focus ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra dan stent prostat
2) Penatalaksanaan Keperawatan
1. Mandi air hangat
2. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul
3. Menghindari minuman beralkohol
4. Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari
5. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa
jam sebelum tidur.

8. Pemeriksaan Penunjang
1) Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih,
batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar
dari fungsi ginjal dan status metabolik.Pemeriksaan prostate spesific antigen
(PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi
dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila
nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu
PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya
dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
2) Pemeriksaan Darah Lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka
semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan
biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT,
BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3) Pemeriksaan Radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat
disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya
batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga
dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta
osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat
supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran
ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat
diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu
urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah
terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat
mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli
dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum
kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding
cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah
untuk menilai residual urin
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesia pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1) Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, staus perkawinan,
pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama
penanggung jawab
2) Status Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan factor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.Biasanya pada pasien
dengan BPH didapatkan keluhan nyeri, aliran urine tidak lancer.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan masalah BPH biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti obstruktif dan iritatif mencangkup peningkatan
frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, abdomen
tegang, volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih,
aliran urine tidak lancar, dimana urine uterus meets setelah berkemih
(dribbling), rasa seperti kandung kemih tidak kissing dengan baik.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhan tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien sudah pernah masuk Rumah Sakit, penyakit
yang pernah diderita misalnya infeksi saluran kencing dan BPH
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien mengalami mengalami gangguan saluran
perkemihan
3). Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

a. Pola Manajemen Kesehatan dan Persepsi Kesehatan


Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit bagi pasien, pengetahuan
status kesehatan pasien saat ini.
b. Pola Metabolik-Nutrisi
Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah makanan dan kehidupan,
jenis dan jumlah (makanan dan minum), pola makan 3 hari terakhir
atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan
c. Pola Eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil : jumlah (cc), warna, bau, nokturia,
kemampuan mengontrol BAK
Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna ,
bau.
d. Gerak dan Aktifitas
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan sehari-hari, kemampuan
untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar mandi),
Mandiri bergantung atau perlu bantuan, penggunaan alat bantu
(kruk,kaki tiga)
e. Pola Istirahat –Tidur
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidar sehari-hari (jumlah waktu
tidur, jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur,
tingkat kesegaran). Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata,
keadaan umum, mengantuk
f. Pola Persepsi-Kognitif
Kaji pasien mengenai
- Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasaan, peraba).
- Penggunaan alat bantu indra
- Persepsi ketidak nyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara
komprahensif)
- Keyakinan budaya terhadap nyeri
- Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
g. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Kaji pasien mengenai :
- Keadaan social : pekerjaan, situasi keluarga, kelompok social
- Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dari
kelemahan yang dimiliki
- Keadaan fisik : segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (
yang disukai dan tidak)
- Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
- Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
- Riwayat berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurangi diri, murung,
tidak mau berinteraksi)
h. Pola Hubungan-Peran
Kaji pasien menganai:
- Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman kerja
- Kepuasan atau ketidak puasan menjalankan peran
- Efek terhadap status kesehatan
- Pentingnya keluarga
- Struktur dan dukungan keluarga
- Pola membesarkan anak
- Hubungan dengan orang lain
- Orang terdekat dengan klien
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
i. Pola Reproduksi-seksualitas
Kaji pasien mengenai :
- Masalah atau perhatian seksual
- Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami atau istri
- Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman,
pelukan, sentukan dll)
- Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reproduksi
- Efek terhadap kesehatan
- Riwayat yang berhungan dengan masalah fisik dan atau
psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia,
payudarah, rectum)
j. Pola Toleransi Terhadap Stres-Koping
Kaji pasien mengenai :
- Sifat pencetus stress yang di rasakan baru-baru ini
- Tingkat stress yang dirasakan
- Gambaran respon umum dan khusus terhadap stress
- Strategi mengatasi mengatasi stress yang biasanya digunakan dan
keefektifannya
- Strategi koping yang biasa digunakan
- Pengetahuan dan penggunaan tehnik manajemen stress
- Hubungan antara manajemen strees dengan keluarga
k. Pola Keyakinan-Nilai
Kaji pasien mengenai :
- Latar belakang budaya atau etnik
- Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya atau etnik
2. Pemeriksaan Fisik
Pemerikasaan fisik dilakukan untuk mengkaji tingkat sistem saluran
perkemihan jaringan klien yang meliputi evaluasi keseluruhan sistem saluran
perkemihan. Teknik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi digunakan dalam
pemeriksaan fisik ini.
a. Inspeksi
Saat melakukan teknik inpeksi, perawat melakukan observasi dari kepala
sanpai ke ujung kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna membrane
mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuatan sistemik, pola
pernafasan dan gerakan dinding dada.
b. Palpasi
Dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan palpasi jenis dan
jumlah kerja thoraks , daerah nyeri tekan dapat diketahui dan perawat dapat
mengidentifikasi taktil fremitus, getaran pada dada (thrill) ,angkatan dada
(heaves) dan titik implus jantung maksimal. Palpasi juga memungkinkan
untuk meraba adanya massa atau tonkolan diaksila dan jaringan payudara.
Palpasi pada ekstremitas menghasilkan data tentang
sirkulasi perifer, adanya nadi perifer, temperatr kulit, warna dan
pengisiankapiler.
c. Perkusi
Tindakan mengetuk–ngetuk suatu objek untuk mengetahui adanya udara,
cairan atau benda padat yang berada di bawah jaringan tersebut.Perkusi
menimbulkan getaran dari daerah di bawah area yang diketuk dengan
kedalaman 4-6 cm. lima nada perkusi yaitu, resonansi, hiperesonansi, redup
datar dan timpani.
d. Auskultasi
Untuk mengidentifikasi bunyi paru, dan jantung yangnormal maupun tidak
normal. Auskultasi sistem kardiovaskuler harus meliputi pengkajian, dalam
menditeksi bunyi, S1 dan S2 normal, menditeksi adanya suara S3 dan S4
yang tidak normal, bunyi murmur, serta bunyi gesekan, pemeriksaan harus
mengidentifikasi lokasi, radiasi, intensitas, nada, dan kualitas bunyi murmur.
Auskultasi bunyi paru dilakukan untuk mendengarkan gerakan udara di
sepanjang lapangan paru.Suara nafas tambahan, terdapatnya cairan di suatu
lapangan paru, atau terjadinya obstruksi.Auskultasi juga untuk mengevaluasi
meningkatnya status pernafasan (Potter & Perry, 2006).

3. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri
dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.Data fokus adalah
data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan
masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencangkup tindakan yang di
laksanakan terhadap klien.
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang
dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan
keperawatan dan kesehatan lainnya.Dari informasi yang terkumpul didapatkan
data dasar tentang masalah-masalah yang di hadapi klien.

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama untuk klien dengan masalah BPH (Benign
Prostatic Hypertopi) adalah :
1. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra, kerusakan
arkus reflek, blok spingter yang ditandai dengan rensasi penuh pada
kandung kemih, distensi kandung kemih, dribbling, inkontinesia berlebih
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pancedera kimiawi yang ditandai
dengan terasa nyeri panas saat BAK dan pasien tampak meringis
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive yang ditandai
dengan pemakaian kateter
Yang biasanya ditentukan melalui PES (Problem, Etiologi, Symtom)dengan
cara penyususnan diagnose keperawatan yaitu : Problem berhubungan dengan
Etiologi yang di tandai dengan Symtom yang diperoleh dari DS dan DO
5. Intervensi

No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Dx
1. Setelah dilakukan tindakan NIC :
keperawatan …x…jam diharapkan 1. Monitor integritas kulit 1. Untuk
eliminasi urin kembali normal pasien mengetahui
dengan kriteria hasil: 2. Bantu pasien ke toilet atau keadaan dari
NOC: tempat untuk eliminasi kulit pasien
1. Pola eliminasi normal pada interval waktu 2. Untuk
2. Jumlah uin normal tertentu membantu
3. Intake cairan adekuat 3. Instruksikan pasien atau pasien dalam
4. Mengenali keinginan untuk yang lain dalam rutinitas eliminasi
berkemih toilet pada waktu
5. Mengosongkan kandung 4. Buatlah jadwal aktivitas tertentu
kemih sepenuhny terkait eliminasi dengan 3. Untuk dapat
tepat pasien atau
keluarga
memahami
rutinitas
toilet yang
benar
4. Untuk dapat
mengetahui
pengeluaran
cairan urin
pasien
2 Setelah di lakukan asuhan NIC:
keperawatan selama 3x24 jam di 1. Monitor intake dan output 1. Untuk
harapkan kontinesia urin kembali 2. Posisikan pasien dengan mengetahui
normal dengan kriteria hasil : tepat terlentang pengeluaran
NOC: 3. Pertahankan sistem urin dan
1. Mengkonsumsi cairan dalam drainase kemih pemasukan
jumlah yang cukup 4. Ajarkan pasien dan cairan
2. Mengenali keinginan untuk keluarga mengenai 2. Untuk
berkemih perawatan kateter yang memberi
3. Menjaga pola berkemih yang tepat tahu pasien
teratur cara
4. Respon berkemih sudah tepat mengeluarka
waktu n urin dalam
kandung
kemih
menggunaka
n alat
kondom
kateter
3. Untuk dapat
posisi yang
sesuai
dengan
pemasangan
kateter
4. Untuk
mempertahan
kan
kepatenan
kateter urin
3. Setelah dilakukan tindakan NIC : Latihan Saluran Cerna
1. Mengecek
keperawatan …x…jam diharapkan
1. Observasi asupan cairan yang
asupan cairan
kondisi kontipasi pasien efektif,
cukup
yang sudah
dengan kriteria hasil:
2. Berikan supositoria dengan
diproleh
NOC:
cara yang tepat 2. Meberikan
1. Pola eliminasi
3. Lakukan dilatasi colok dubur pasien posisi
2. Kontrol gerakan usus
4. Instruksikan psien / keluarga yang nyaman
3. Warna fases
mengenai prinsip – prinsip 3. Mengetahui
latihan saluran cerna kondisi lebih
5. Intruksikan pasien tentang lanjut dari
dilatasi colok dubur, dengan pasien
cara yang tepat 4. Mengajarkan
6. Konsultasi dengan dokter dan pasien
pasien mengenai penggunaan prinsip-
supositoria prinsip
latihan
saluran cerna
5. Mengajarkan
psien colok
dubur
6. Kordinasi
dengan
tenaga medis
lain
4. Setelah dilakukan asuhan NIC : Irgasi Kandung Kemih
keperawatan selama …x … jam di 1. Observasi tindakan – tindakan 1. Memantau
harapkan pasien rentensi urine pencegahan umum perkembanga
secara optimal dengan kriteria hasil : 2. Monitor dan pertahankan n pasien
NOC : Eliminasi Urine kecepatan aliran yang tepat 2. Memantau
1. Pola eliminasi urine 3. Siapkan peralatan irigasi yang berapa kali
2. Bau urin steril dan pertahankan teknik pasien Bak
3. Jumlah urine steril setiap kali tindakan 3. Menyediakan
4. Warna urine 4. Jelaskan tindakan yang akan peralatan
5. Kejernihan urine dilakukan kepada pasien steril untuk
tindakan
keperawatan
4. Memintak
isin untuk
melakukan
tindakan Dan
memaparkan
tindakan
yang akan
dilakukan
5 Setelah dilakukan tindakan asuhan NIC: Manajemen Nyeri
keperawatan …x… jam diharapkan 1) Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk
nyeri yang dirasakan pasien komprehensif yang meliputi mengetahui
berkurang, dengan kriteria hasil : lokasi, karakteristik, lokasi nyeri
NOC : kontrol nyeri onset/durasi, frekuensi, pasien
1. Pasien mampu kualitas atau beratnya nyeri 2. Memantau
menggambarkan fator dan factor pencetus ekspresi dari
penyebab nyeri 2) Observasi adanya petunjuk pasien
2. Mampu mengenaliterkait non verbal mengenai 3. Untuk
dengan gejal nyeri ketidaknyamanan terutama mengajarkan
3. Skala nyeri pasien berkurang pada mereka yang tidak keluarga
dapat berkomunikasi secara mnegenai
efektif. menegemen
3) Bantu keluarga dalam nyeri
mencari dan menyediakan 4. Memberi
dukungan pasien
4) Kendalikan factor kondisi yang
lingkungan yang dapat nyaman
mempengaruhi respon pasien 5. Kolaborasi
terhadap ketidaknyamanan dengan tim
5) Informasikan tim kesehatan kesehatan
lain/anggota keluarga lain Dan
mengenai strategi non keluarga
farmakologi yang sedang
digunakan untuk mendorong
pendekatan preventif terkait
dengan manajemen nyeri
6 Setelah dilakukan tindakan asuhan NIC :
keperawatan …x… jam diharapkan 1. Observasi kateter 1. Mengecek
keparahan infeksi yang dirasakan maksimal 7 hari kadaan kateter
pasien teratasi, dengan kriteria hasil pemakaian apakah ada
: 2. Gunakan katetrisasi lepas atau
NOC : Keparahan Infeksi intermiten untuk bocor
1. Kolonisasi kultur urin mengurangi infeksi 2. Mencegah
2. Nyeri berkurang kandung kemih terjadinya
3. Tidak piuria atau nanah 3. Anjurkan pasien mengenai infeksi
dalam urin tindakan mencuci tangan 3. Mengajari
dengan tepat pasien agar
4. Dorong intake cairan yang hidup sehat
sesuai Dan terhindar
5. Ajarkan pasien Dan dari enfeksi
keluarga mengenai 4. Memberikan
bagaimana menghindari cairan yang
infeksi cukup
5. Mengajarkan
untuk
mencegah
terjadinya
infeksi
6. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang di buat
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencanakan kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan di lakukan dengan cara melibatkan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Andre, yessie. 2017. KMB1 Keperawatan Medikal Bedah (keperawatan dewasa). Yogyakarta:
NuhaMedika

Elseiver.2016. Nursing Interventions Classification (NIC).Yogyakarta : Mucumedia

Elseiver.2016. Nursing Outcomes Classification (NOC).Yogyakarta : Mucumedia

Muttaqin, Arif & Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer, Arief. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran

Nursalam & Fransisca. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Purnomo.B.B. 2011. Dasar-dasar Urologi, Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto

Potter & Perry . 2006. BukuAjar Fundamental Keperawatan Edisi 4, Volume 2. Jakarta : EGC

Muttaqin.A. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses dan Aplikasi. Jakarta :
Salemba Medika

Smeltzer,S.C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tim Pokja Potter &Perry . 2006. BukuAjar Fundamental Keperawatan Edisi 4, Volume 2 .SDKI
DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Defenisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai