Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi3
Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah
salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran
dari kelenjar prostat yang mengakibatkan terganggunya aliran urine dan
menimbulkan gangguan miksi.
2.2 Etiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara
pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat:
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon testosteron.
Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit
aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 α – reduktase. DHT
inilah yang secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar
prostat.

NADPH NADP

Testosterone dihirotestosteron
5 α – reductase
Gambar 4. Perubahan Testosteron menjadi Dihidrotesteron oleh enzim
5 α – reductase

Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 α – reduktase dan jumlah


reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel

1
prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

Gambar 5. Teori Dihidrotestosteron dalam Hiperplasia Prostat


2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun,
sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen :
testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang
menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat
yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel

2
Diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya
proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga
mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon androgen
berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
prostat.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu
sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika
kadarnya menurun (misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya
apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga
sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
6. Teori Inflamasi
Terdapat hipotesa bahwa BPH merupakan peyakit inflamasi yang
dimediasi oleh proses imunologi. Uji klinis terbaru juga menunjukkan
adanya hubungan antara proses inflamasi pada prostat dengan LUTS.
Dikatakan bahwa pasien dengan prostatitis memiliki risiko delapan kali
lebih besar untuk terjadinya BPH.Pasien dengan inflamasi kronik pada

3
prostat memiliki risiko lebih tinggi terhadap progresifitas BPH dan
terjadinya retensi urin. Pada pasien dengan volume prostat yang kecil,
hanya yang disertai dengan proses inflamasi yang mengalami gejala
obstruksi. Inflamasi prostat juga dikaitkan dengan pembesaran volume
prostat, semakin berat derajat inflamasi, semakin besar volume prostat
dan semakin tinggi nilai IPSS. Sampai saat ini masih belum dapat
dijelaskan efek inflamasi terhadap LUTS.

2.3 Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra
pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya
tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik
buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptoms (LUTS).
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.

2.4 Manifestasi Klinis


Anamnesis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada
akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun
manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang
menyebabkan penderita datang berobat, yakni adanya LUTS.

4
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Gejala
obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah, intermitensi, miksi
tidak puas, menetes setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif terdiri dari:
frekuensi, nokturia, urgensi dan disuri.
Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi
urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah
international Prostatic SymptomScore (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri
atas 7 pertanyaan yang berhubungan 6 dengan keluhan LUTS dan 1
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor
tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
 Ringan : skor 0-7
 Sedang : skor 8-19
 Berat : skor 20-35
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
3. Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).
4. Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan
teraba massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.1 Pemeriksaan
colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik
yang penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau
ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang
keras. Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan
tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.

5
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul.
Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan
mungkin antara lobus prostat tidak simetri.

Gambar 6. Pemeriksaan Colok Dubur3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan
saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti
hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis.Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel
urotelium yang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk
mendeteksi adanya diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan

6
pada buli-buli. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda
tumor prostat (PSA).

Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh
terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat
menerangkan adanya :
- kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis).
- memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan
indentasiprostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter
bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish).
- penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau
sakulasi buli-buli.

Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH. Pemeriksaan


USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui
besar dan volume prostat , adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna
sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah
residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans
Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

7
Gambar 7. TransRectal Ultra Sound (TRUS)3

Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan
mengukur:
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.

1.2.1. Pengobatan

Tujuan terapi:
- memperbaiki keluhan miksi
- meningkatkan kualitas hidup
- mengurangi obstruksi infravesika - mengembalikan fungsi ginjal
- mengurangi volume residu urin setelah miksi
- mencegah progressivitas penyakit

8
1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien hanya
diberikan edukasi mengenai hal-hal yang dapat memperburuk keluhan :
- Jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol
- Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi, coklat)
- Kurangi makanan pedas atau asin
- Jangan menahan kencing terlalu lama

2. Medikamentosa
Tujuan:
- mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik α blocker
- mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon
testosteron melalui penghambat 5α-reduktase

Selain itu, masih ada terapi fitofarmaka yang masih belum jelas
mekanisme kerjanya.

3. Operasi
Pasien BPH yang mempunyai indikasi pembedahan:
- Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa
- Mengalami retensi urin
- Infeksi Saluran Kemih berulang
- Hematuri
- Gagal ginjal
- Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi
saluran kemih bagian bawah

Jenis pembedahan yang dapat dilakukan:


- Pembedahan terbuka (prostatektomi terbuka)
Paling invasif dan dianjurkan untuk prostat yang sangat besar
(±100 gram).

9
- Pembedahan endourologi
Operasi terhadap prostat dapat berupa reseksi (Trans Urethral
Resection ofthe Prostat/TURP), Insisi (Trans Urethral Incision of the
Prostate/TUIP) atau evaporasi.

Gambar 8. Trans Urethral Resection of the Prostat/TURP3

Selain tindakan invasif tersebut diatas, sekarang dikembangkan


tindakan invasif minimal, terutama yang mempunya resiko tinggi
terhadap pembedahan. Tindakan tersebut antara lain: termoterapi, Trans
Urethral Needle Ablation of theProstat/TUNA, pemasangan stent, High
Intensity Focused Ultrasound/HIFU serta dilatasi dengan balon
(Transuethral Ballon Dilatation/TUBD).

10
Gambar 9. Algoritma Penatalaksanaan BPH3

11

Anda mungkin juga menyukai