Anda di halaman 1dari 82

PROPOSAL

PENGARUH FOOT MANUAL MASSAGE TERHADAP


SENSITIVITAS KAKI PASIEN DIABETES MELITUS (DM)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBERSARI
JEMBER

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Keperawatan

Oleh:

Nada Azhar Prandini


15.1101.1083

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019
PROPOSAL

PENGARUH FOOT MANUAL MASSAGE TERHADAP


SENSITIVITAS KAKI PASIEN DIABETES MELITUS (DM)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBERSARI
JEMBER

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Keperawatan

Oleh:

Nada Azhar Prandini


15.1101.1083

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019

ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN

PENGARUH FOOT MANUAL MASSAGE TERHADAP


SENSITIVITAS KAKI PASIEN DIABETES MELITUS (DM)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBERSARI
JEMBER

Nada Azhar Prandini


NIM. 15.110.11083

Proposal ini telah diperiksa oleh pembimbing dan telah disetujui untuk
dipertahankan dihadapan tim penguji Proposal Program Studi
S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jember

Jember, 10 April 2019


Pembimbing I

Ns. Luh Titi Handayani, S. Kep., M. Kes.


NIDN. 0701077604

Pembimbing II

Ns. Ginanjar Sasmito Adi, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. MB.


NIDN.0710029002

iii
PENGESAHAN

PENGARUH FOOT MANUAL MASSAGE TERHADAP


SENSITIVITAS KAKI PASIEN DIABETES MELITUS (DM)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBERSARI
JEMBER

Nada Azhar Prandini


NIM. 15.110.11083

Dewan Penguji Ujian Proposal pada Program Studi S1 Keperawatan Fakultas


Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
Jember, 10 April 2019

Penguji,

1. Ketua :

2. Penguji I : Ns. Luh Titi Handayani, S. Kep., M. Kes.

3. Penguji II : Ns. Ginanjar Sasmito Adi, M. Kep., Sp. Kep MB

Mengetahui,
Dekan

Ns. Awatiful Azza, M. Kep., Sp. Kep. Mat.


NIP. 19701213200501 2001

iv
PENGUJI PROPOSAL

Dewan Penguji Ujian Akhir Skripsi pada Program S1 Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jember

Jember, 10 April 2019

Penguji I

Ns.
NIDN

Penguji II

Ns. Luh Titi Handayani, S. Kep., M. Kes.


NIDN. 0701077604

Penguji III

Ns. Ginanjar Sasmito Adi, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep., MB.


NIDN.0710029002

v
HALAMAN MOTTO

“Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah


untuk Allah SWT”
(Q.S Al- An’am:162)

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang
kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
(Q.S Al- Baqarah: 216)

“ Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya


memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akherat, maka
wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka
wajib baginya memiliki ilmu”
(HR. Tarmizi)

Ilmu itu lebih baik dari harta, ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta,
ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum, harta itu kurang apabila
dibelanjakan tapi, ilmu bertambah apabila dibelanjakan
(Ali bin Abi Thalib)

Sesungguhnya ilmu ini adalah daging dan darahmu, dan pada hari kiamat kelak
kamu akan ditanya tentangnya. Maka perhatikanlah dari siapa kamu
mengambilnya.
(Imam Malik bin Anas)

Mimpi tidak pernah menyakiti siapapun jika dia terus bekerja tetap di belakang
mimpinya untuk mewujudkannya semaksimal mungkin.
(F.W. Woolworth)

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmad dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal dengan judul “ Pengaruh

Food manual Massage Terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus (DM)

di Wilayah Kerja Puskermas Sumbersari Jember.”

Dalam penyusunan proposal ini penulis banyak mendapat bimbingan,

motivasi, dan pengetahuan baik pembimbing I maupun pembimbing II. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan

penghargaan yang setinggi- tingginya kepeda yang terhormat:

1. Dr. Ir. M. Hazmi, DESS selaku rektor Universitas Muhammadiyah

Jember.

2. Ns. Awatiful Azza, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. Mat. Selaku Dekan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember yang telah

memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Fakultas Ilmu

Kesehatan.

3. Ns. Sasmiyanto, S. Kep., M. Kes. Selaku ketua Program Studi S1

Keperawatan.

4. Ns, Luh Titi Handayani, S. Kep., M. Kes. Selaku dosen pembimbing I

yang telah memberikan bimbingan dengan baik serta memberikan

motivasi dan inspirasi kepada penulis.

5. Ns. Ginanjar Sasmito Adi, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. MB. Selaku dosen

pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dengan baik serta

memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis.

vii
viii

6. Semua dosen Fakultas Ilmu Kesehatan baik dalam maupun luar yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang sudah dengan sabar dalam

mengajar.

7. Kedua orang tua saya Ayah Wasit Teguh Praptono dan Mama Hartin

Indiani, serta kakak saya yaitu Perdani Mumtahinah Baroroh yang telah

memberikan semangat, perhatian, kasih sayang, dukungan pada penulis

serta bantuan secara moril, materi, maupun spiritual sehingga proposal

ini dapat terselesaikan

8. Segenap keluarga besar saya yang tidak bisa saya sebutkan yang telah

memberikan dukungan moril, materi, serta pengarahan dalam

menyelesaikan proposal ini.

9. Semua perawat dan karyawan di Puskesman Sumbersari Jember yang

telah memberikan dukungan dan arahan dalam penyelesaian proposal

ini.

10. Kepada teman- teman sesama mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan yang

telah memberikan semangat dan dukungan kepada saya.

Pada penyusunan proposal ini penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, maka dari

itu penulis mohon saran dan kritik yang bersifat membangun penulis, guna

kebaikan dalam penulisan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca

khususnya bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan

Jember, April 2019


ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... ii

PERSETUJUAN ........................................................................................... iii

PENGESAHAN ............................................................................................ iv

PENGUJI PROPOSAL .................................................................................. v

HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix

DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
C. Tujuan ..................................................................................................... 8
D. Manfaat ................................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Melitus


1. Pengertian Diabetes Melitus ........................................................... 10
2. Klasifikasi Diabetes Melitus ........................................................... 10
3. Etiologi dan Faktor Risiko .............................................................. 11
4. Manifestasi Klinis ........................................................................... 12
5. Patofisiologi .................................................................................... 14
6. Komplikasi ...................................................................................... 15
7. Penatalaksanaan .............................................................................. 26
B. Konsep Massage
1. Pengertian Massage ........................................................................ 28
2. Dasar Ilmiah Massage..................................................................... 29
3. Tekhnik Dasar Massage .................................................................. 30
4. Faktor yang Mempengaruhi Massage ............................................. 32

ix
x

5. Manfaat Massage ............................................................................ 32


C. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Massage ....................................... 33

D. Penelitian Terkait .................................................................................. 35

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep .................................................................................. 39


B. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 40

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian .................................................................................. 41


B. Populasi, Sampel, dan Sampling ........................................................... 42
C. Definisi Operasional ............................................................................. 44
D. Tempat Penelitian ................................................................................. 48
E. Waktu Penelitian ................................................................................... 48
F. Etika Penelitian ..................................................................................... 48
G. Alat Pengumpulan Data ........................................................................ 49
H. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................. 49
I. Rencana Analisis Data .......................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 39


Skema 4.1 Pre-Post Test with Control Group ............................................. 42

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional .................................................................... 46

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Cara Penggunaan Monofilamen 10g ........................................ 25

Gambar 2.2 Lokasi Tes Monofilamen 10g .................................................. 26

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ................................. 58


Lampiran 2 Lembar Permohonan Sebagai Responden ................................ 59
Lampiran 3 Kuisioner dan Lembar Observasi Penelitian ............................ 60
Lampiran 4 SOP Foot Manual Massage ...................................................... 61
Lampiran 5 SOP Tes Monofilamen 10g ...................................................... 65
Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup ............................................................... 67

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis progresif yang

ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa

tinggi), dimana penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit tidak menular

atau sering disebut sebagai penyakit degeneratif. Berdasarkan jenisnya

diabetes melitus dibedakan menjadi dua jenis yaitu Diabetes Melitus tipe I

dan diabetes melitus tipe II. Diabetes melitus tipe I terjadi karena destruksi sel

beta pangkreas yang mengakibatkan defisiensi insulin absolut, sementara itu

diabetes melitus tipe II disebabkan oleh penurunan sekresi insulin. Diabetes

melitus tipe II merupakan 90% - 95% dari jenis diabetes di seluruh dunia.

(Black & Hawks, 2014; Kementrian Kesehatan RI, 2014; Russell & Zilliox,

2014)

Jumlah penderita diabetes melitus mengalami peningkatan dari tahun

ke tahun. Berdasarkan Internasional Diabetes Federation (IDF) terdapat 415

juta orang mengalami diabetes pada tahun 2015 dan tahun 2040 diperkirakan

akan meningkat menjadi 642 juta orang. Sementara itu menurut hasil Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) prevelensi diabetes melitus mengalami

peningkatan dari 6,9% pada tahun 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018.

Indonesia sendiri berada di peringkat ke-6 sebagai negara dengan prevelensi

penderita diabetes terbanyak di dunia dengan jumlah penderita diabetes

1
2

sebanyak 10,3 juta pada tahun 2017. Jawa Timur menempati urutan ke-10

dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak di Indonesia. Prevelensi

penderita diabetes melitus di Jawa Timur bahkan mengalami peningkatan dari

1,8% pada tahun 2007 menjadi 2,8% pada tahun 2013. Hasil dari dinas

kesehatan Kabupaten Jember, jumlah kunjungan pasien diabetes melitus tipe

2 pada tahun 2018 sebanyak 17.897 kunjungan. (IDF, 2017; Putri, Wahjudi,

& Prasetyowati, 2018; Yuanita, Wantiyah, & Susanto, 2014)

Penderita diabetes melitus dengan kadar glukosa darah yang tidak

terkontrol akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik makroskopis

maupun mikroskopis, diamana komplikasi tersebut dapat mempengaruhi

kulitas hidup penderita diabetes melitus. Komplikasi makroskopis yang

ditimbulkan akibat diabetes melitus ini yaitu penyakit jantung koroner,

hipertensi, dan penyakit pembuluh darah perifer. Sedangkan komplikasi

mikroskopis yang terjadi akibat diabetes melitus antara lain retinopati,

nefropati, dan neuropati. Neuropati diabetik merupakan salah satu

komplikasi tersering pada diabetes melitus yang menyerang sistem syaraf.

Neuropati diabetikum bahkan menempati urutan ketiga tertinggi komplikasi

akibat diabetes di Indonesia. Sebanyak 60- 70% pasien dengan diabetes

melitus tipe I dan tipe II mengalami insiden neuropati perifer diabetik.

(Purwanti & Maghfirah, 2016).

Neuropati diabetikum terjadi akibat kondisi hiperglikemia yang dapat

meningkatkan aktivitas aldose reduktase yang berdapak pada peningkatan

kadar sorbitol intraseluler dan tekanan osmotik intraseluler. Selain itu kondisi

hiperglikemia juga menyebabkan senyawa toksik Advance Glycosylation End


3

Product (AGEs) yang dapat merusak sel saraf. AGEs dan sorbitol

menurunkan sintesis dan fungsi Nitric Oxide (NO) sehingga kemampuan

vasodilatasi dan aliran darah ke saraf menurun. Hal tersebut juga diperkuat

dengan perubahan viskositas darah yang memacu meningkatnya kompensasi

tekanan perfusi, sehingga akan meningkatkan transudasi melalui kapiler dan

selanjutnya akan menimbulkan iskemik perifer. Iskemik perifer yang terjadi

lebih lanjut disebabkan oleh peningkatan afinitas hemoglobin tergglikolasi

terhadap molekul oksigen. Hal tersebut yang memicu terbentuknya

mikrotrombosis dan hipoksia jaringan sehingga mengakibatkan transport

aksonal terganggu dan penurunan aktivitas NA+/ K+ ATP ase, yang dapat

memperlambat viskositas konduksi saraf. (Black & Hawks, 2014; Istiroha,

Asnar, & Harmayetty, 2017)

Neuropati perifer diabetik akan menimbulkan berbagai gejala.

Beberapa gejala yang ditimbulkan dari neuropati perifer diabetikum yaitu

berupa nyeri yang bersifat positif (misalnya penurunan sensitivitas atau

parastesia dan distesia) maupun nyeri yang bersifat negatif (hiperstesia).

Salah satu gejala yang paling sering dirasakan yaitu penurunan sensitivitas

pada kaki yang menyebabkan penderita diabetes tidak menyadari adanya

neuropati perifer diabetik. Penelitian di Indonesia menunjukkan sebanyak

60% pasien diabetes melitus mengalami neuropati perifer diabetik yang dapat

menimbulkan risiko terjadinya cidera ulkus yang berujung pada ulkus

diabetikum. Dampak yang ditimbulkan dari ulkus diabetikum yang meluas

sampai ke tulang atau sendi dan terjadi infeksi yang tidak dapat dikendalikan,

maka tindakan amputasi merupakan jalan keluar satu- satunya yang dapat
4

ditempuh. (Lisanawati, Hasneli, & Hasanah, 2015; Purwanti & Maghfirah,

2016; Suri, Haddani, & Sinulingga, 2015)

Mengingat tingginya angka neuropati perifer diabetik yang bermula

pada penurunan sensitivitas kaki, maka perlu dilakukan terapi untuk

mengatasi penurunan sensitivitas kaki. Beberapa terapi yang dapat dilakukan

untuk mengatasi penurunan sensitivitas kaki yaitu senam kaki, rendaman air

hangat, dan terapi pijat atau massage. Terapi pijat atau massage merupakan

salah satu terapi yang paling banyak dipilih oleh masyarakat Indonesia dalam

mengatasi penyakit secara turun- temurun. (Zamaa, 2016)

Terapi pijat atau massage merupakan salah satu terapi komplementer

yang melibatkan tindakan menggosok tubuh dengan tekanan yang dilakukan

secara manual atau dengan bantuan mekanis. Massage secara manual

merupakan tekhnik memijat dengan menggunakan telapak tangan. Cara

pemijatan dengan dengan telapak tangan akan lebih mudah dilakukan, karena

selain lebih ekonomis juga dapat menurunkan efek samping dari massage,

seperti adanya laserasi setelah dilakukan massage.

Pijat atau massage bekerja dengan mempengaruhi otot dan jaringan

lunak di seluruh tubuh. Massage dapat meningkatkan gerakan dalam sistem

muskuloskeletal dengan mengurangi pembengkakan, melonggarkan dan

meregangkan tendon yang berkontraksi, serta membantu dalam pengurangan

adhesi jaringan lunak. Gesekan ke jaringan kulit dan subkutan melepaskan

histamin yang pada gilirannya menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah dan

meningkatkan aliran balik vena. Selain itu saat seseorang dilakukan massage

maka tubuh akan melepaskan hormon endorphin yang bekerja seperti


5

narkotika di dalam tubuh, dimana endorphin akan menyebabkan rasa rileks di

dalam tubuh dan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah

sehingga sirkulasi darah menjadi lancar. Salah satu terapi massage yang dapat

dilakukan kepada penderita diabetes yaitu dengan cara melakukan massage di

area kaki.(Bisono & Nasution, 2014; Lindquist, Snyder, & Tracy, 2014)

Terapi massage di area kaki selama ini sering dikenal dengan nama

foot massage, dimana terapi foot massage dilakukan dengan cara memijat

area telapak kaki dengan menggunakan telapak tangan yang bertujuan untuk

meningkatkan sirkulasi darah perifer. Penekanan pada tekhnik massage

mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah yang melibatkan refleks otot di

dinding arteriol, sehingga massage dapat memperbaiki sirkulasi darah pada

area yang diberi massage. Sirkulasi darah yang lancar dapat membawa

oksigen dan nutrisi menuju jaringan dan sel saraf yang akan mempengaruhi

proses metabolisme sel schwann, sehingga fungsi akson dapat dipertahankan.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lisanawati, Hasneli, & Hasanah, (2015)

yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat sensitivitas kaki yang signifikan

sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat refleksi. Selain itu penelitian oleh

Zamaa (2016) juga menunjukkan adanya pengaruh pemberian kombinasi

latihan range of motion dan foot massage terhadap nilai ABI pada pasien

diabetes melitus tipe 2. Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan penelitian

Affiani & Astuti (2017) yang menyatakan bahwa spa kaki diabetik efektif

terhadap sirkulasi darah perifer. Sementara itu pernyataan tersebut senada

dengan penelitian Istiroha, Asnar, & Harmayetty (2017) yang menyatakan

adanya pengaruh aktivitas perlindungan kaki terhadap sensasi proteksi dan


6

range of motion kaki pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan neuropati

perifer.

Kecamatan Sumbersari merupakan kecamatan dengan prevelensi

penderita diabetes terbanyak ke 1 di Kabupaten Jember. Puskesmas yang

melayani wilayah kecamatan Sumbersari ada dua, yaitu Puskesmas

Sumbersari dan Puskesmas Gladak Pakem. Puskesmas Sumbersari memiliki

wilayah kerja di Kelurahan Sumbersari, Karangrejo, Wirolegi, Tegal Gedhe,

dan Antirogo. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember

pada tahun 2018 terdapat 699 kunjungan pasien diabetes melitus Puskesmas

Sumbersari Jember.

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis progresif yang

mengalami peningkatan jumlah penderitanya dari tahun ke tahun, dan dapat

menimbulkan beberapa komplikasi yang dapat menurunkan kualitas hidup

penderitanya. Salah satu komplikasi yang sering dialami oleh penderita

diabetes yaitu neuropati perifer diabetik yang ditandai dengan penurunan

sensitivitas di area kaki. Penurunan sensitivitas pada kaki penderita Diabetes

Melitus dapat dikurangi dengan cara massage di area kaki. Berdasarkan

fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“ Pengaruh Foot Manual Massage terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes

Melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember”.


7

B. Rumusan Masalah

1. Pernyataan Masalah

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis progresif yang

ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa

tinggi). Jumlah penderita diabetes melitus semakin meningkat dari tahun

ke tahun dan menimbulkan beberapa komplikasi yang serius, salah satunya

adalah neuropati perifer diabetikum yang dapat berujung pada kejadian

ulkus diabetikum. Neuropati perifer diabetikum ditandai dengan adanya

rasa terbakar, nyeri, dan penurunan sensitivitas di area kaki. Penurunan

sensitivitas ini terjadi akibat kondisi hiperglikemia yang dapat

meningkatkan aktivitas aldose reduktase yang berdapak pada peningkatan

kadar sorbitol intraseluler dan tekanan osmotik intraseluler. Mengingat

bahwa penurunan sensitivitas kaki merupakan kondisi yang serius, maka

perlu dilakukan sebuah intervensi keperawatan, salah satunya yaitu dengan

melakukan foot manual massage.

2. Pertanyaan Masalah

a. Bagaimanakah sensitivitas kaki pasien diabetes melitus yang tidak

dilakukan foot manual massage di wilayah kerja Puskesmas

Sumbersari Jember?

b. Bagaimana sensitivitas kaki pasien diabetes melitus yang dilakukan

foot manual massage di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember?


8

c. Adakah pengaruh foot manual massage terhadap sensitivitas kaki

pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari

Jember?

C. Tujuan

1. Tujuan Umun

Menganalisis pengaruh foot manual massage terhadap sensitivitas kaki

pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis sensitivitas kaki pasien diabetes melitus yang tidak

dilakukan foot manual massage di wilayah kerja Puskesmas

Sumbersari Jember.

b. Menganalisis sensitivitas kaki pasien diabetes melitus yang dilakukan

foot manual massage di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember.

c. Menganalisis pengaruh foot manual massage terhadap sensistivitas

kaki pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari

Jember.

D. Manfaat

1. Pasien Diabetes Melitus

Meningkatkan pengetahuan pasien diabetes melitus dalam mengenali

penurunan sensitivitas pada kaki dan dampak yang ditimbulkan dari

penurunan sensitivitas kaki.


9

2. Keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

keluarga dalam mengenali penurunan sensitivitas kaki dan diharapkan

keluarga juga mampu menerapkan teknik foot manual massage kepada

anggota keluarga dengan diabetes melitus.

3. Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan diharapkan dapat menjadikan foot manual

massage sebagai tambahan intervensi dalam penatalaksanaan pasien

diabetes melitus.

4. Institusi Pendidikan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi

tambahan dalam pembelajaran selama menempuh pendidikan keperawatan

terutama dalam mata kuliah keperawatan medikal bedah.

5. Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan

pertimbangan dalam menyikapi masalah pasien dengan diabetes melitus

dengan penurunan sensitivitas kaki.

6. Peneliti

Manfaat penelitian ini bagi peneliti diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan membuka wawasan peneliti.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Melitus

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes mellitus, lebih sederhana disebut diabetes, adalah kondisi

kronis yang terjadi ketika ada peningkatan kadar glukosa dalam darah

karena tubuh tidak dapat menghasilkan cukup hormon insulin atau

menggunakan insulin secara efektif. Insulin adalah hormon penting yang

diproduksi di kelenjar pankreas tubuh, dan mengangkut glukosa dari aliran

darah ke sel-sel tubuh dimana glukosa diubah menjadi energi. (IDF, 2017).

Menurut Black & Hawks (2014) diabetes melitus (DM) adalah

penyakit kronis progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh

untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, mengarah

ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes melitus (DM)

terkadang dirujuk sebagai “gula tinggi”, baik oleh klien maupun oleh

penyedia layanan kesehatan.

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat status

klinis berbeda meliputi tipe 1, tipe 2, gestasional, atau tipe DM spesifik

lainnya. Diabetes melitus tipe 1 merupakan hasil destruksi autoimun sel

beta, mengarah kepada defisiensi insulin absolut. DM tipe 2 adalah akibat

dari defek sekresi insulin progresif diikuti dengan resistensi insulin,

10
11

umumnya berhubungan dengan obesitas. DM gestasional adalah DM yang

didiagnosis selama hamil. (Black & Hawks, 2014).

3. Etiologi dan Faktor Risiko

a. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes melitus (DM) tipe 1, sebelumnya disebut IDDM atau

diabetes melitus onset anak-anak, ditandai dengan destruksi sel beta

pangkreas, mengakibatkan defisiensi insulin absolut. DM tipe 1

diturunkan sebagai heterogen, sifat multigenik.

b. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes melitus (DM) tipe 2 sebelumnya disebut NIDDM atau

diabetes melitus onset- dewasa, adalah gangguan yang melibatkan

genetik dan faktor lingkungan. DM tipe 2 adalah tipe DM paling umum,

mengenai 90% orang yang memiliki penyakit. DM tipe 2. (Black &

Hawks, 2014).

Keturunan memainkan peran utama dalam kejadian DM tipe 2. DM

tipe 2 lebih umum pada kembar identik (insidensi 58-75%)

dibandingkan populasi umum. (Black & Hawks, 2014).

Obesitas adalah faktor risiko mayor, dengan 85% dari seluruh

orang dengan DM tipe 2. Hal tersebut terjadi karena pada keadaan

obesitas, adiposa membuat dan melepaskan adipositoksin untuk

mempertahankan keseimbangan energi. Tumor necrosis factor α (TNF-

α) merupakan salah satu sitokin yang dilepaskan sebagai tanda awal

inflamasi yang dapat menginduksi resistensi insulin pada jaringan otot

dan adiposa melalui glucose transporter 4 (GLUT 4) sehingga dapat


12

menyebabkan peningkatan pelepasan asam lemak bebas akibat lipofisis

yang terjadi. Peningkatan asam lemak bebas dalam waktu lama dapat

menekan sekresi insulin dengan mengganggu respon sel β terhadap

glukosa.(Black & Hawks, 2014)

4. Manifestasi Klinis

Diabetes melitus memiliki manifestasi klinis seperti poliuria

(peningkatan frekuensi buang air kecil), polidipsia (peningkatan rasa haus

dan minum), dan polifagia (penurunan berat badan meskipun lapar dan

peningkatan makan).(Black & Hawks, 2014; Mangiwa, Mario E. Katuk, &

Lando Sumarauw, 2017).

a. Kadar glukosa darah

1) Kadar glukosa darah puasa

Diagnosis DM dibuat ketika kadar glukosa darah klien > 126

mg/ dL. Sementara itu suatu kondisi yang disebut sebagai kondisi

pra diabetes jika kadar glukosa darah puasa klien berada pada 100-

124 mg/dL. (Black & Hawks, 2014; Russell & Zilliox, 2014).

2) Kadar glukosa darah sewaktu

Klien dengan diagnosis DM juga dapat berdasarkan

manifestasi klinis dan dan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL.

(Black & Hawks, 2014)

3) Kadar glukosa darah setelah makan

Kadar glukosa darah setelah makan diambil setelah 2 jam

makan standar dan mencerminkan efisiensi ambilan glukosa yang

diperantarai insulin oleh jaringan perifer. Kadar glukosa darah 2 jam


13

setelah makan > 200 mg/dL selama tes toleransi glukosa oral

memperkuat diagnosis DM. Selain itu kondisi pra diabetes juga

dapat diketahui jika kadar glukosa darah setelah makan berada pada

kisaran 140-199 mg/ dL.(Black & Hawks, 2014; Russell & Zilliox,

2014).

b. Uji laboratorium terkait diabetes melitus

1) Kadar hemoglobin glikosilase

Glukosa secara normal melekat dengan sendirinya pada

molekul hemoglobin dalam sel darah merah. Sekali melekat, glukosa

ini tidak dapat dipisahkan. Sehingga semakin tinggi kadar glukosa

darah, maka kadar hemoglobin glikosilase juga lebih tinggi

(HbA1C), dimana normalnya kadar HbA1C adalah kurang dari sama

dengan 6,5%. (Black & Hawks, 2014; Russell & Zilliox, 2014)

2) Kadar albumin glikosilase

Glukosa juga melekat pada protein, albumin secara primer.

Konsentrasi albumin glikosilase (Fruktosamin) mencerminkan kadar

glukosa darah rata-rata 7-6 hari sebelumnya. ((Black & Hawks,

2014).

3) Kadar Connecting peptide (C-peptide)

Ketika proinsulin diproduksi oleh sel beta pangkreas sebagaian

dipecah oleh enzim, 2 produk terbentuk yaitu insulin dan connecting

peptide (C-peptide). (Black & Hawks, 2014).


14

4) Ketonuria

Adanya keton dalam urine (disebut ketonuria)

mengindikasikan bahwa tubuh memakai lemak sebagai sumber

utama energi, yang mungkin mengakibatkan ketoasidosis. (Black &

Hawks, 2014).

5) Proteinuria

Adanya protein (mikroalbuminuria) secara mikroskopis dalam

urine adalah gejala awal dari penyakit ginjal. Pemeriksaan urine

untuk mikroalbuminoria menunjukkan nefropati awal.(Black &

Hawks, 2014).

5. Patofisiologi

a. Diabetes Melitus Tipe 1

Lingkungan telah lama dicurigai sebagai pemicu DM tipe 1.

Insiden meningkat, bersamaan dengan epidemik berbagai penyakit

virus. Autoimun aktif langsung menyerang sel beta pangkreas dan

produknya. ICA dan antibodi insulin secara progresif menurunkan

keefektifan kadar sirkulasi insulin. (Black & Hawks, 2014).

Hal ini secara pelan- pelan terus menyerang sel beta dan molekul

insulin endogen sehingga menimbulkan onset mendadak DM.

Hiperglikemia dapat timbul akibat dan penyakit akut atau stress

terobati, dimana meningkatkan kebutuhan insulin melebihi cadangan

dari kerusakan masa sel beta. (Black & Hawks, 2014).


15

b. Diabetes Melitus Tipe 2

Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah

tinggi menjadi progresif kurang efisien ketika merespon peningkatan

glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitasi, dapat kembali

dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio proinsulin (prekusor

insulin) terhadap insulin sekresi juga meningkat. (Black & Hawks,

2014).

Proses patofisiologi kedua dalam DM tipe 2 adalah resistensi

terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer.

Keadaan ini disebut sebagai resisteni insulin. Orang dengan DM tipe 2

memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang

mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai

dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal bersamaan dengan

ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan

glukosa. (Black & Hawks, 2014).

6. Komplikasi

a. Komplikasi akut

1) Hiperglikemia dan ketoasidosis metabolik

Hipierglikemia terjadi ketika glukosa tidak dapat diangkut ke

dalam sel karena kurangnya insulin. Tanpa tersedianya glukosa

untuk bahan bakar sel, hati mengubah simpanan glikogennya

kembali ke glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan biosisntesis

glukosa (glukoneogenesis). (Black & Hawks, 2014).


16

Ketoasidosis diabetik ditandai oleh kekurangan relatif atau

absolut insulin. Ketika tubuh kekurangan insulin dan tidak dapat

menggunakan karbohidrat untuk energi, hal ini memaksa untuk

mnggunakan lemak dan protein. (Black & Hawks, 2014).

2) Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosis

Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosis (hyprglycemic

hiperosmolar nonketotic syndrome) adalah varian ketoasidosis

diabetik yang ditandai dengan hiperglikemia ekstrem (600-2000

mg/dL), dehidrasi nyata, ketonuria ringan atau tidak terdeteksi, dan

tidak ada asidosis. (Black & Hawks, 2014).

3) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga

dijumpai pada klien dengan DM tipe 2 yang diobati dengan insulin

atau terapi oral. Kadar glukosa darah yang tepat pada klien

mempunyai gejala hipoglikemia bervariasi tetapi gejala itu tidak

terjadi sampai kadar glukosa darah < 50-60 mg/ dL. (Black &

Hawks, 2014).

b. Komplikasi Kronis

1) Komplikasi Makrovaskuler

Penyakit makrovaskuler (penyakit pembuluh darah besar)

mencerminkan arterosklerosis dengan penumpukan lemak pada

lapisan dinding dalam pembuluh arteri. (Black & Hawks, 2014).

a) Penyakit arteri koroner


17

Klien dengan DM lebih berisiko meninggal karena penyakit

arteri koroner daripada klien non DM. Beberapa faktor risiko

yang meyebabkan yaitu jenis kelamin perempuan, riwayat infark

miokard, serta klien yang menjalani terapi insulin. (Black &

Hawks, 2014).

b) Penyakit serebrovaskuler

Penyakit serebrovaskuler, terutama infark

aterotromboembolik dimanifestasikan dengan serangan iskemik

transien dan cerebrovaskuler attack (stroke), lebih sering dan

berat pada klien dengan DM. (Black & Hawks, 2014)

c) Penyakit pembuluh perifer

Pada penderita DM, insidensi dan prevelensi bruit carotis

(bunyi abnormal atau murmur), klaudikasio intermiten, tidak ada

denyut pedal (kaki), dan ganggren iskemik meningkat. (Black &

Hawks, 2014).

d) Infeksi

Klien dengan DM rentan teradap infeksi banyak tipe. Tiga

faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan infeksi adalah

fungsi leukosit polimorfonuklear (PMN) terganggu, neuropati

diabetik, dan ketidakcukupan pembuluh darah. (Black & Hawks,

2014).
18

2) Komplikasi Mikrovaskuler

a) Retinopati diabetik

Retinopati diabetik adalah penyebab kebutaan diantara klien

dengan DM. Terdapat tiga tipe retinopati yaitu nonproliferatif,

prapoliferatif, proliferatif. Nonproliferatif retinopati diabetik

merupakan fase awal dari retinopati, dicirikan dengan

mikroaneurisma dan hemoragi “titik dan noda” intraretinal.

Sementara itu prapoliperatif retinopati diabetik menyebabkan

perkembangan lanjut hemoragi dan penurunan ketajaman

penglihatan. Sedangkan proliferatif retinopati dapat

mengakibatkan kerusakan pembuluh darah dan lemah yang telah

proliferasi atau membentuk, dalam merespon iskemik mungkin

ruptur, serta menyebabkan hemoragi retina dan eksudat. (Black &

Hawks, 2014)

b) Nefropati

Nefropati diabetik adalah penyebab tunggal paling sering dari

penyebab penyakit ginjal kronis tahap 5. Sebuah konsekuensi

mikroangiopati, nefropati melibatkan kerusakan dan akhirnya

dapat menyebabkan kapiler kehilangan fungsinya untuk

menyuplai darah ke glumerolus ginjal. Kerusakan ini dapat

menimbulkan gejala patologi kompleks (glomerulosklerosis antar

kapiler, nephrosis, gross albuminoria, dan hipertensi). (Black &

Hawks, 2014)
19

c) Neuropati

Neuropati merupakan komplikasi kronis paling sering dari

DM. Oleh karena serabut saraf tidak memiliki suplai darah

sendiri, saraf bergantung pada difusi zat gizi dan oksigen lintas

membran. Ketika akson dan dendrit tdak mendapat zat gizi, saraf

mentransmisikan impuls pelan- pelan. Selain itu akumulasi

sorbitol di jaringan saraf dapat mengurangi fungsi sensoris dan

motoris. (Black & Hawks, 2014)

(1) Patofisiologi

(a) Teori Vaskular

Proses terjadinya neuropati diabetik melibatkan

kelainan vaskular. Penelitian membuktikan bahwa

hiperglikemia yang berkepanjangan merangsang

pembentukan radikal bebas oksidatif (reactive oxygen

species). Radikal bebas ini merusak endotel vaskular dan

menetralisasi Nitric Oxide (NO) sehingga menyebabkan

vasodilatasi mikrovasular terhambat. Kejadian neuropati

yang disebabkan kelainan vaskular dapat dicegah dengan

modifikasi faktor resiko kardiovaskular yaitu hipertensi,

kadar trigliserida tinggi, indeks massa tubuh dan

merokok. (Subekti, 2009)

(b) Teori Metabolik

Perubahan metabolisme polyol pada saraf adalah

faktor utama patogenesis neuropati diabetik. Aldose


20

reduktase dan koenzim Nicotinamide Adenine

Dinucleotide Phosphate (NADPH) mengubah glukosa

menjadi sorbitol (polyol). Sorbitol diubah menjadi

fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase dan koenzim

Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD+). Kondisi

hiperglikemia meningkatkan aktifitas aldose reduktase

yang berdampak pada peningkatan kadar sorbitol

intraseluler dan tekanan osmotik intraseluler. Kondisi

tersebut menyebabkan abnormalitas fungsi serta struktur

sel dan jaringan. (Kawano, 2014).

Hiperglikemia persisten juga menyebabkan

terbentuknya senyawa toksik Advance Glycosylation End

Products (AGEs) yang dapat merusak sel saraf. AGEs

dan sorbitol menurunkan sintesis dan fungsi Nitric Oxide

(NO) sehingga kemampuan vasodilatasi dan aliran darah

ke saraf menurun. Akibat lain adalah rendahnnya kadar

mioninositol dalam sel saraf sehingga terjadi neuropati

diabetik (Subekti, 2009).

Kondisi hperglikemia mendorong pembentukan

aktivator protein kinase C endogen. Aktivasi protein

kinase C yang berlebih menekan fungsi Na-K-ATP-ase,

sehingga kadar Na intraselular berlebih. Kadar Na

intraseluler yang berlebih menghambat mioinositol

masuk ke sel saraf. Akibatnya, transduksi sinyal saraf


21

terganggu. Aktivasi protein kinase C juga menyebabkan

iskemia serabut saraf perifer melalui peningkatan

permeabilitas vaskuler dan penebalan membrana basalis

yang menyebabkan neuropati. Hal tersebut juga

diperkuat dengan perubahan viskositas darah yang

memacu meningkatnya kompensasi tekanan perfusi,

sehingga akan meningkatkan transudasi melalui kapiler

dan selanjutnya akan menimbulkan iskemik perifer.

Iskemik perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan oleh

peningkatan afinitas hemoglobin tergglikolasi terhadap

molekul oksigen. Hal tersebut yang memicu

terbentuknya mikrotrombosis dan hipoksia jaringan

sehingga mengakibatkan transport aksonal terganggu dan

penurunan aktivitas NA+/ K+ ATP ase, yang dapat

memperlambat viskositas konduksi saraf.(Istiroha et al.,

2017; Kawano, 2014; Subekti, 2009).

(c) Teori Nerve Growth Factor (NGF)

NGF adalah protein yang dibutuhkan untuk

meningkatkan kecepatan dan mempertahankan

pertumbuhan saraf. Kadar NGF cenderung menurun pada

pasien diabetes dan berhubungan dengan tingkat

neuropati. Penurunan NGF mengganggu transport

aksonal dari organ target menuju sel (retrograde).

(Prasetyo, 2011; Subekti, 2009).


22

NGF juga berfungsi meregulasi gen substance P dan

Calcitonin-Gen-Regulated Peptide (CGRP) yang

berperan dalam vasodilatasi, motilitas intestinal dan

nosiseptif. Menurunnya kadar NGF pada pasien

neuropati diabetik, dapat menyebabkan gangguan fungsi-

fungsi tersebut. (Subekti, 2009).

(2) Klasifikasi Neuropati Diabetikum

(a) Polineuropati

Polineuropati atau neuropati difus merupakan

neuropati yang melibatkan saraf sensori dan autonom.

Pasien dengan polineuropati akan mengalami

penururunan sensasi di area kaki akibat disfungsi serabut

saraf, selain itu pasien juga akan mengalami perasaan

terbakar, nyeri, penurunan sensitivitas, dan amati rasa di

area kaki. (Black & Hawks, 2014; Russell & Zilliox,

2014)

(b) Neuropati Autonom

Neuropati autonom merupakan masalah yang serius,

mengingat neropati autonom dapat meningkatkan risiko

kematian pada pasien diabetes melitus. Tanda dan gejala

dari neuropati autonom tergantung pada komponen saraf

yang diserang. (Russell & Zilliox, 2014).


23

(c) Mononeuropaty

Mononeuropati atau neropati fokal, biasanya

meliputi saraf tunggal atau kelompok saraf.

Mononeuropati menghasilkan nyeri tajam menusuk dan

biasanya disebabkan oleh infark suplai darah. Otot yang

disarafi saraf- saraf yang terkena neuropati fokal akan

menyebabkan nyeri dan berisiko atropi karena tidak

dipakai. (Black & Hawks, 2014)

(3) Diagnosis

(a) Gejala klinis neuropati

Pasien dapat menunjukkan gejala baal pada distal

dan atau parestesia atau nyeri. Gejala motorik meliputi

kelemahan distal dan atrofi otot. Manifestasi klinis

neuropati diabetik tergantung pada jenis serabut saraf

yang mengalami lesi. (Ardiyanti, 2014)

(b) Clinical Neurological Examination (CNE)

CNE merupakan salah satu modifikasi dari

pemeriksaan Neurophaty Dissability Score (NDS). CNE

meliputi kajian fungsi sensoris, kekuatan otot kaki, dan

refleks pergelangan kaki. Pemeriksaan CNE meliputi tes

pin prick, reflex tendo achilles, dan sentuhan ringan

(kapas). (Ardiyanti, 2014)


24

(c) Tes vibrasi dengan garputala

Tes vibrasi merupakan salah satu langkah awal

dalam pemeriksaaan somatosensorik. Pemeriksaan

sensasi primer dengan tes vibrasi ini untuk menilai

mekanoreseptor, terutama korpus panici, yang mungkin

pada penderita penderita DM mengalami masalah pada

fungsi saraf ini. Vibrasi biasanya dipriksa pada tulang

yang menonjol, terutama maleolus pada pergelangan

kaki, patella, spina iliaca interior, processus spinosus

dari corpus vertebra, sendi metacarpal- falangeal (ruas

jari), processus spinosus dari ulna dan siku. (Ardiyanti,

2014)

(d) Elektromiografi (EMG)

EMG merupakan pemeriksaan elektrodiagnosis

untuk memeriksa saraf perifer dan otot. Prinsip kerjanya

dengan merekam gelombang potensial yang ditimbulkan

baik oleh saraf maupun otot. Pada neuropati akan

didapatkan karakteristik seperti: amplitudo potensial aksi

dua kali normal disebabkan peningkatan jumlah serabut

saraf per motor uni, peningkatan durasi potensial aksi,

dan penurunan jumlah motor unit dari otot. (Ardiyanti,

2014)
25

(e) Tes monofilamen

Monofilamen 10g telah dipublikasikan secara luas

sebagai salah satu alat deteksi neuropati diabetik. Alat ini

terdiri dari sebuah ganggang plastik yang dihubungkan

dengan sebuah nilon monofilamen, sehingga akan

mendeteksi kelainan sensoris yang mengenai serabut

saraf besar. Cara menggunakan alat ini yaitu dengan cara

meletakkan monofilamen tegak lurus pada kulit yang

diperiksa, penekanan dilakukan selama 2 detik lalu

dilepaskan. (Ardiyanti, 2014)

Gambar 2.1 Cara Penggunaan monofilamen 10g

Tes monofilamen dapat dilakukan pada 10 titik saraf

kaki yaitu pada titik plantar jari 1, plantar jari 3, plantar

jari 5, metatarsal head jari 1, metatarsal head jari 3,

metatarsal head jari 5, medial arches, lateral arches,

tumit, dan dorsum kaki. (Ardiyanti, 2014)


26

Gambar 2.2 Lokasi tes monofilamen 10g

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan medis

1) Mempertimbangkan nutrisi yang tepat

Penatalaksanaan diaet adalah komponen ensial dari

penatalaksanaan dan perawatan diabetik. Tujuannya yaitu untuk

membantu klien dengan DM meningkatkan pengendalian

metabolisme dengan mengubah perilaku makan. (Black & Hawks,

2014).

2) Meningkatkan aktivitas fisik teratur

Aktivitas fisik dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan metabolisme karbohidrat, membantu menjaga dan

menurunkan BB, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan

kadar high-density lipoprotein (HDL), menurunkan kadar trigliserid,

menurunkan tekanan darah, serta mengurangi ketegangan dan stress.

(Black & Hawks, 2014)


27

3) Pengobatan

Intervensi farmakologis dipertimbangkan ketika klien tidak

dapat mencapai kadar glukosa darah normal. Intervensi farmakologis

yang dapat dipertimbangkan klien yaitu melalui obat- obat

antidiabetes oral, terapi insulin, dan terapi kombinasi. (Black &

Hawks, 2014)

b. Penatalaksanaan keperawatan

1) Menjelaskan patofisologi DM

Penyuluh diabetes harus menjelaskan kepada klien dan

keluarga tentang mekanisme dasar patofisiologi DM dan bagaimana

gangguan yang dialami. (Black & Hawks, 2014).

2) Rencanakan program aktivitas fisik

Klien DM seharusnya dibantu memilih rejimen latihan fisik

dan untuk menyusun tujuan yang beralasan akibat peningkatan

tingkat aktivitas. Klien DM harus memulai aktivitas baru pada

tingkat dan durasi dengan intensitas yang dapat ditoleransi dengan

baik. (Black & Hawks, 2014).

3) Mencegah komplikasi dari aktivitas fisik

Klien seharusnya yakin dengan kecukupan karbohodrat secara

adekuat sebelum latihan fisik. Aktivitas berat dapat meningkatkan

kadar glukosa darah dengan mengeluarkan sipanan glikogen. (Black

& Hawks, 2014).


28

4) Perencanaan terapi diet untuk mencapai kadar glukosa darah

Kepatuhan terhadap prinsip diet adalah salah satu aspek paling

menantang dalam pengelolaan DM. Untuk membuat rencana secara

efektif, pengkajian pola makan, pengetahuan rencana makan yang

shat, dan niat serta kemampuan untuk memodifikasi dan kebutuhan

diat adalah penting. (Black & Hawks, 2014).

5) Mengajarkan pemberian insulin

Ketika diberikan secara benar, insulin bertindak sebagai

pengobatan penyelamat hidup bagi klien yang bergantung insulin.

Ketika diberikan dengan tidak benar, insulin mungkin menyebabkan

komplikasi mulai kerusakan jaringan sampai kematian akibat

hipoglikemia. (Black & Hawks, 2014).

B. Konsep Massage

1. Pengertian Massage

Menurut Lindqut, dkk (2014) istilah massage berasal dari bahasa

Yunani “massein” yang artinya meremas. Sementara itu massage juga

berasal dari bahasa arab yaitu “mass atau mas’h” yang artinya penekanan

lembut.

The American Massage Therapy Association mendefinisikan

massage sebagai "manipulasi jaringan lunak secara manual, termasuk

memegang, menyebabkan gerakan, dan atau memberikan tekanan pada

tubuh" (Fletcher, 2009 dalam Lindqut, et al., 2014). Sederhananya,

"massage adalah manipulasi terapeutik dari jaringan lunak tubuh dengan


29

tujuan mencapai normalisasi jaringan-jaringan " (Wieting & Cugalj, 2011

dalam Lindqut, et al., 2014).

2. Dasar Ilmiah Massage

Menurut Rose (2010) dalam Lindqut, et al. (2014) massage

digunakan oleh perawat untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

Ini digunakan untuk meningkatkan sirkulasi, mengurangi rasa sakit,

meningkatkan kualitas tidur tidur, mengurangi kecemasan atau depresi,

dan meningkatkan kualitas hidup.

Massage menghasilkan efek terapi pada berbagai sistem tubuh yang

meliputi sistem integumen, muskuloskeletal, kardiovaskular, getah bening,

dan saraf. Memanipulasi kulit dan otot yang mendasarinya membuat kulit

kenyal. Massage meningkatkan gerakan dalam sistem muskuloskeletal

dengan mengurangi pembengkakan, melonggarkan dan meregangkan

tendon yang berkontraksi, dan membantu dalam pengurangan adhesi

jaringan lunak. Gesekan ke jaringan kulit dan subkutan melepaskan

histamin yang pada gilirannya menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah

dan meningkatkan aliran balik vena (Snyder & Taniguki, 2010 dalam

Lindqut, et al., 2014)

Massage adalah mekanisme yang diusulkan sebagai terapi relaksasi

untuk mengurangi stres psikologis dan fisiologis. Stres juga merupakan

pengalaman subjektif individu. Ketika tubuh menafsirkan respons

fisiologis atau psikologis sebagai stres, sistem saraf simpatik merangsang

sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) di otak. Ada pelepasan

hormon stres seperti kortisol dan epinefrin. Stimulasi taktil dalam jaringan
30

tubuh menyebabkan respons neurohormonal di seluruh sistem saraf.

Mechanoreceptors menyebabkan impuls untuk melakukan perjalanan dari

sistem saraf perifer, naik ke sumsum tulang belakang ke neuro cortex.

Stimulus kemudian diinterpretasikan dalam otak yang lebih tinggi yang

menghasilkan respons neurologis atau biokimiawi. Massage mengaktifkan

sistem saraf parasimpatis untuk mengurangi denyut jantung, tekanan

darah, dan pernapasan yang menghasilkan relaksasi. (Moraska, et al, 2010

dalam Lindqut, et al., 2014).

3. Tekhnik Dasar Massage

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2015) secara

umum ada lima teknik pijat/ massage dasar, yaitu:

a. Mengusap (Efflurage/Strocking)

Mengusap adalah gerakan mengusap dengan menggunakan

telapak tangan atau bantalan jari tangan. Gerakan dilakukan dengan

meluncurkan tangan di permukaan tubuh searah dengan peredaran

darah menuju jantung dan kelenjar-kelenjar getah bening. Tekanan

diberikan secara bertahap dan disesuaikan dengan kenyamanan klien.

Gerakan ini dilakukan untuk mengawali dan mengakhiri pemijatan.

Manfaat gerakan ini adalah merelaksasi otot dan ujung-ujung syaraf.

b. Meremas (Petrisage)

Meremas adalah gerakan memijit atau meremas dengan

menggunakan telapak tangan atau jari-jari tangan. Teknik ini digunakan

di area tubuh yang berlemak dan jaringan otot yang tebal. Dengan

meremas-remas akan terjadi pengosongan dan pengisian pembuluh


31

darah vena dan limfe. Suplai darah yang lebih banyak dibawa ke otot

yang sedang dipijat.

c. Menekan (Fricton)

Menekan adalah gerakan melingkar kecil-kecil dengan penekanan

yang lebih dalam dengan menggunakan jari, ibu jari, buku jari, bahkan

siku tangan. Gerakan ini bertujuan melepaskan bagian-bagian otot yang

kejang serta menyingkirkan akumulasi dari sisa-sisa metabolisme. Pijat

fricton juga membantu memecah deposit lemak karena bermanfaat

dalam kasus obesitas. Fricton juga dapat meningkatkan aktivitas sel-sel

tubuh sehingga aliran darah lebih lancar di bagian yang terasa sakit

sehingga dapat meredakan rasa sakit.

d. Menggetar (Vibration)

Menggetar adalah gerakan pijat dengan menggetarkan bagian

tubuh dengan menggunakan telapak tangan ataupun jari-jari tangan.

Untuk melakukan vibrasi, taruh telapak tangan di bagian tubuh yang

akan digetar, kemudian tekan dan getarkan dengan gerakan kuat atau

lembut. Gerakan yang lembut disebut vibrasi, sedangkan gerakan yang

kuat disebut shaking atau mengguncang. Vibrasi bermanfaat untuk

memperbaiki atau memulihkan serta mempertahankan fungsi saraf dan

otot.

e. Memukul (Tapotement)

Memukul adalah gerakan menepuk atau memukul yang bersifat

merangsang jaringan otot yang dilakukan dengan kedua tangan

bergantian secara cepat. Untuk memperoleh hentakan tangan yang


32

ringan, klien tidak merasa sakit, tetapi merangsang sesuai dengan

tujuannya, diperlukan fleksibilitas pergelangan tangan. Tapotement

tidak boleh dilakukan di area yang bertulang menonjol ataupun pada

otot yang tegang serta area yang terasa sakit atau nyeri. Tapotement

bermanfaat untuk memperkuat kontraksi otot saat distimulasi. Pijat ini

juga berguna untuk mengurangi deposit lemak dan bagian otot yang

lembek.

4. Faktor yang Memengaruhi Massage

Selain teknik pijat, gerakan dan irama juga sangat mempengaruhi

hasil pijatan.

a. Gerak (movement) teknik massage

Perpindahan gerakan dari satu teknik pijat ke gerakan berikutnya

harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga klien merasa

nyaman. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015).

b. Irama (rythme)

Irama adalah interval dari gerakan ke gerakan secara teratur,

stabil, serta tidak terlalu cepat ataupun lambat. (Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan, 2015)

5. Manfaat Massage

Pemijatan atau massage tidak bertujuan secara langsung untuk

penyembuhan. Melalui pemijatan, kita merangsang organ tubuh agar

menjadi bugar. Jika tubuh bugar, itu akan mencegah timbulnya penyakit

atau gangguan. Pemijatan merupakan cara untuk melancarkan energi di


33

dalam tubuh dan peredaran darah dan mengendurkan otot-otot.

(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015).

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2015) manfaat

dari adanya massage yaitu:

a. Melancarkan sirkulasi darah di dalam seluruh tubuh;

b. Menjaga kesehatan agar tetap prima;

c. Membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan;

d. Merangsang produksi hormon endorfin yang berfungsi untuk relaksasi

tubuh;

e. Mengurangi beban yang ditimbulkan akibat stress;

f. Menyingkirkan racun atau toksin.

g. Menyehatkan dan menyeimbangkan kerja organ-organ tubuh.

6. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Massage

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2015) sebelum

melakukan pemijatan, perlu diketahui ha-hal penting yang berkaitan

dengan pelaksanaan pemijatan, yaitu:

a. Kondisi klien

Adakalanya karena pengaruh obat atau karena penyakit yang

sudah menahun, bagian tubuh yang dipijat menjadi kebas sehingga

klien tidak merasakan nyeri tekan saat dipijat. Namun, pijatan tetap

mempunyai efek penyembuhan sehingga harus dilakukan dengan

sangat hati-hati agar tidak berlebihan dan tidak melukai jaringan.

Pemijatan tidak dapat dilakukan jika:

1) Klien dalam keadaan lapar atau kenyang.


34

2) Klien dalam keadaan kelelahan, terlalu capek, atau terlalu

lemah.

3) Klien menderita penyakit yang sangat berat.

4) Klien baru selesai bekerja berat atau berjalan jauh.

5) Klien dalam keadaan marah atau emosi tinggi.

6) Klien baru saja melakukan hubungan seks.

7) Klien sedang demam atau suhu tubuhnya sangat tnggi.

8) Klien menderita trombosis vena dalam atau tromboflebitis.

9) Klien yang baru saja menjalani bedah penggantian atau

transplantasi.

10) Klien menderita osteoporosis berat, terutama jika mengenai

bagian kaki dan tangan.

11) Klien menderita penyakit menular.

12) Kondisi klien yang telah parah yang melakukan pengobatan

dengan menggunakan teknik pijat tidak dapat memberikan hasil

yang baik demi menyelamatkan nyawa klien harus segera

dirujuk ke rumah sakit terdekat.

Pemijatan dilakukan dengan sangat hati-hati jika klien:

1) Menderita penyakit jantung kronis.

2) Menderita penyakit diabetes melitus.

3) Menderita epilepsi.

4) Baru saja menjalani bedah penggantian atau transplantasi.

5) Sedang hamil, terutama jika hamil yang beresiko (hamil

muda).
35

b. Kondisi ruangan dan peralatan

1) Suhu dalam kamar jangan terlalu panas atau terlalu dingin.

2) Sirkulasi udara hendaknya lancar dan udara dalam kamar

segar.

3) Alat dan bahan yang digunakan harus bersih, steril, dan dalam

keadaan baik.

c. Posisi klien dan pemijat

Posisi klien sewaktu dipijat harus disesuaikan, duduk atau

berbaring. Posisi pemijat hendaklah berada dalam keadaan yang

bebas dan nyaman untuk melakukan pemijatan.

C. Penelitian Terkait

Menurut Suri et al., (2015) dalam penelitiannya yang berjudul

Hubungan Karakteristik, Hiperglikemi, dan Kerusakan Saraf Pasien

Neuropati Diabetik di RSMH Palembang Periode 1 Januari 2013 sampai

dengan 30 November 2014 mengatakan terdapat hubungan antara

hiperglikemi dengan kerusakan saraf perifer. Penelitian ini menggunakan

desain penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional dengan

jumlan responden sebanyak 63 pasien deiabetes dengan neuropati perifer.

Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value sebesar 0,045 dengan

menggunakan uji statistik Chi Square.

Sementara itu menurut penelitian Ruben, Rottie, & Karundeng (2016)

mengatakan terdapat pengaruh senam kaki diabetes terhadap perubahan kadar

gula darah pasien diabetes melitus tipe 2. Desain penelitian yang digunakan
36

adalah pra eksperimental dengan one group pretest post test design. Teknik

pengmbilan sampel digunakan dengan total sampling dengan jumlah

responden sebanyak 56 orang. Hasil penelitian ini menggunakan uji t-test

paired samples test didapatkan nilai p=0,000.

Menurut Affiani & Astuti (2017)dalam penelitiannya yang berjudul

Efektivitas Spa Kaki Diabetik Terhadap Sirkulasi Darah Perifer pada Pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Wonokromo

Surabaya, didapatkan bahwa spa kaki diabetik efektif terhadap sirkulasi darah

perifer dengan analisa uji Mann-Whitney diperoleh nilai p= 0,000. Desain

penelitian ini Quasy-Experiment, dengan populasinya semua penderita

diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Wonokromo Surabaya.

Besar sampel 46 orang, dibagi 2 kelompok yaitu perlakuan dan kontrol

masing-masing 23 orang diambil dengan teknik purposive sampling.

Berdasarkan penelitian Mangiwa, Mario E. Katuk, & Lando

Sumarauw (2017)yang berjudul pengaruh senam kaki diabetes terhadap nilai

Ankle Brachial Indeks pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit

Pancaran Kasih GMIM Manado, disimpulkan terdapat pengaruh senam kaki

diabetes terhadap nilai Ankle Bracial Indeks pada pasien diabetes melitus tipe

2. Penelitian tersebut menggunakan teknik sampling non probability

sampling dengan jumlah sampel 30 orang. Penelitian tersebut didapatkan p

value sebesar 0,00 dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon Sign Rank

Test dengan nilai α= 0,05.

Menurut Chatchawan, Eungpinichong, Plandee, & Yamauchi (2015)

dengan judul penelitian “Effect of Thai Foot Massage on Balance


37

Performance in Diabetic Patients With Peripheral Neuropathy” didapatkan

bahwa thai foot massage dapat meningkatkan keseimbangan tubuh pasien

diabetes melitus dengan neuropati perifer. Hasil penelitian ini menggunakan

uji beda didapatkan p value < 0,05 dengan jumlah sampel sebanyak 60

sampel yang dibagai atas 30 kelompok intervensi dan 30 kelompok kontrol.

Berdasarkan penelitian Priyanto, Sahar, & Widyatuti (2013)

mengatakan bahwa terdapat perbaikan sensitivitas kaki pada lansia sesudah

diberikan latihan senam kaki. Penelitian ini menggunakan desain penelitian

eksperimen semu dengan pre and post test group design dengan kelompok

kontrol. Jumlah sampel pada penelitian sebanyak 123 responden yang diabagi

atas 62 kelompok intervensi dan 63 kelompok kontrol. Dari hasil penelitian

ini didapatkan p value sebesar 0,000.

Sementara itu menurut penelitian Lisanawati, Hasneli, & Hasanah

(2015) mengatakan bahwa terdapat perbedaan sensitivitas kaki dan tangan

sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat refleksi pada penderita diabetes

melitus tipe 2. Desain penelitian ini yaitu Quasi eksperimental dengan jumlah

sampel sebanyak 30 sampel melalui teknik sampling purposive sampling.

Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value sebesar 0,00 dengan

menggunakan uji statistik Independent T- Test.

Menurut Suyanto (2017) dengan penelitiannya yang berjudul

pengaruh terapi spa dan senam kaki diabetik pada pasien neuropati perifer

diabetik didapatkan hasil bahwa tindakan kombinasi senam kaki diabetik dan

terapi spa lebih efektif meningkatkan sesnsai kaki yang akan berpengaruh

terhadap menurunnya risiko luka pada pasien DM. Penelitian ini


38

menggunakan kuasi eksperimental pretest-postest design without control

group dengan jumlah sampel 17 orang yang didapat menggunakan teknik

puposive sampling. Penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan

ada perbedaan peningkatan sensasi kaki yang diberikan kombinasi senam

kaki diabetik dan terapi spa dibandingkan hanya diberikan tindakan senam

kaki diabetik dengan nilai p < 0,05.

Penelitian yang dilakukan oleh Zamaa (2016) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian kombinasi ROM ankle

dorsofleksi dan foot massage terhadap peningkatan nilai ABI dengan nilai p=

0,033 untuk ekstremitas kanan dan nilai p= 0,001 untuk ekstremitas kiri.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen sengan

metode pre dan post test without control. Responden dari penelitian sebanyak

20 responden yang terdiri atas 2 kelompok intervensi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Istiroha, Asnar, & Harmayetty

(2017) menunjukkan adanya pengaruh aktivitas perlindungan kaki terhadap

sensasi proteksi kaki dan ROM kaki dengan nilai p< 0,005. Penelitian ini

mengunakan desain control group pretest-postest. Subjek yang digunakan

adalah penderita DM tipe 2 di Poli Penyakit Dalam RSUD Ibnu Sina Gresik

sebanyak 28 orang.
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
INPUT PROSES OUTPUT
Variabel Independen Variabel Dependen
Kelompok Intervensi

Intervensi pemberian
foot manual massage
Sensitivitas kaki
Sensitivitas kaki pasien
pasien diabetes
melitus tipe 2 Kelompok Kontrol diabetes melitus tipe 2

Tidak diberikan
intervensi

Variabel Confounding

1. Kadar glukosa darah >


80 mg/dl
2. Insulfisiensi pembuluh
darah (oedema dan
varises)
3. Fraktur ekstremitas
bawah

Keterangan:

Diteliti

Tidak diteliti

Bagan 3.1: Kerangka Konsep Pengaruh Foot Manual Massage Terhadap

Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe II di wilayah kerja Puskesmas

Sumbersari Jember.

39
40

B. Hipotesis Penelitian

H1: Ada Pengaruh Foot Manual Massage Terhadap Sensitivitas Kaki

Pasien Diabetes Melitus Tipe II di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari

Jember.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian

rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan

penelitian. Desain penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang

dipilih untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan

pedoman untuk mencapai tujuan tersebut. (Setiadi, 2013). Desain penelitian

harus disusun dan direncanakan dengan penuh perhitungan agar

memperlihatkan bukti empiris yang kuat relevansinya dengan petanyaan

penelitian. (Budiman, 2011)

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi

Experimental Design dengan rancangan Pre-post with control group design.

Pre-post with control group design adalah suatu penelitian eksperimen yang

dilakukan dengan cara memilih dua kelompok dalam kelompok studi tetapi

tidak dilakukan randomisasi kemudian diberi pretest untuk mengetahui

keadaan awal lalu diberikan perlakuan yang selanjutnya peneliti melakukan

post test untuk melihat efek dari perlakuan yang diberikan. (Budiman, 2011).

Rancangan penelitian adalah sebagai berikut:

41
42

Skema 4.1 Pre-post with control group design

Pretest Perlakuan Post Test

A C D

Pretest Post Test

B E

Keterangan:

A: Pengukuran Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 sebelum

diberikan intervensi pada kelompok intervensi

B: Pengukuran Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada

kelompok kontrol

C: Intervensi pemberian Foot Manual Massage pada kelompok intervensi

D: Pengukuran Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 setelah

diberikan intervensi pada kelompok intervensi

E: Pengukuran Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada

kelompok kontrol

B. Populasi, Sampel, dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya.(Sugiyono,

2018)
43

Populasi pada penelitian ini yaitu semua pasien Diabetes Melitus

tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember yang berjumlah 40

orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2018). Dengan kata lain, sampel adalah

elemen- elemen populasi yang dipilih berdasarkan kemampuan

mewakilinya. (Budiman, 2011). Jumlah sampel yang akan peneliti ambil

dalam penelitian ini yaitu 36 responden dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

n= N.z2.p.q

d2(N-1) + z2.p.q

n= 40. (1,96)2. 0,5. 0,5

(0,05)2 (40-1) + (1,96)2. 0,5. 0,5

n= 40. 3,8416. 0,25

0,0025. 39 + 3,8416. 0,25

n= 38,416

0,0975 + 0,9604

n = 38,416

1,0579

n = 36, 3134512 ≈ 36 responden

Keterangan:

n= Perkiraan besar sampel


44

N= Perkiraan besar populasi

z= Nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

p = Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

q = 1 – p (100% - p)

d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d= 0,05)

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien DM tanpa komplikasi ulkus diabetikum

2) Pasien DM dengan kadar glukosa darah > 80mg/dl

3) Bersedia menjadi responden penelitian

b. Kriteria eksklusi

1) Pasien DM dengan komplikasi ulkus diabetikum

2) Pasien DM dengan kadar glukosa darah < 80 mg/dl

3) Pasien DM yang sedang mengalami demam, varises, dan fraktur

4) Bersedia menjadi responden penelitian

3. Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk

menjadi sampel dari populasi untuk dapat mewakili populasi. (Setiadi,

2013)

Penelitian menggunakan teknik sampling probability sampling dengan

simple random sampling.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah

yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya


45

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Pada devinisi

operasional akan dijelaskan secara padat mengenai unsur penelitian yang

meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu

variabel. (Setiadi, 2013)


46

Tabel 4.1 Definisi Operasional Pengaruh Foot Manual Massage terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di

Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember

No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Hasil Skala


1. Foot manual Tindakan menggosok area kulit 1. Massage Standart - -
massage telapak kaki pasien DM dengan dilakukan di area Opretional
menggunakan penekanan yang telapak kaki dan Prosedur (SOP)
dilakukan secara manual punggung kaki foot manual
menggunakan telapak tangan. 2. Massage massage
dilakukan 2 kali
dalam satu
minggu selama 30
menit dengan
durasi pemijatan
15 menit setiap
kaki
2. Sensitivitas Sensitivitas kaki merupakan 1. Monofilamen Lembar observasi Skor 1: sensitif Nominal
kaki sensasi yang dapat dirasakan diletakkan tegak skor monofilamen Skor 0: tidak
oleh pasien DM melalui lurus pada 10g sensitif
rangsangan yang diberikan. permukaan kulit
yang akan Skor tertinggi:
diberikan 10
penekanan. Skor terndah: 0
2. Penekanan
dilakukan selama
2 detik pada 10
47

titik lokasi kaki


lalu ditarik.
48

D. Tempat Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah di

Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember.

E. Waktu Pemelitian

Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April- Juni 2019

F. Etika Penelitian

Etika penelitian keperawatan merupakan hal yang sangat penting dalam

penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan

manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Etika penelitian yang

harus diperhatikan antara lain sebagai berikut. (Hidayat, 2008)

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Tujuannya adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya. Bila pasien diabetes melitus tipe 2 bersedia,

maka pasien harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden

tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak- hak responden.

2. Anonomity ( Tanpa Nama)

Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan

cara tidak memberikan atau tidak mencantumkan nama responden pada

lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian yang akan disajikan.


49

3. Confidentiallity (Kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah- masalah lainnya. Hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan pada hasil riset.

G. Alat Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian, dalam pengumpulan data diperlukan adanya alat

dan cara pengumpulan data yang baik, sehingga data yang dikumpulkan

adalah data yang valid, andal (reliable) dan aktual. (Nursalam, 2013). Alat

pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar

observasi skor monofilamen 10g, yaitu alat untuk pengumpulan data variabel

dependen, untuk mengukur sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe

2 serta untuk mengumpulkan data pretest dan post test.

H. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan

data. (Hidayat, 2008). Dalam penelitian ini peneliti melakukan dua prosedur

pengumpulan data yaitu:

1. Prosedur Administratif

Langkah- langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Meminta surat pengantar dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Jember yang ditujukan kepada Bakesbangpol dan

Limnas Kabupaten Jember.


50

b. Meminta surat balasan dari Bakesbangpol dan Limnas Kabupaten

Jember yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Jember

untuk permohonan izin penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas

Sumbersari Jember.

c. Kemudian pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Jember memberikan

surat rekomendasi untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja

Puskesmas Sumbersari Jember.

d. Kemudian Kepala Puskesmas Sumbersari Jember memberikan surat

balasan mengenai persetujuan untuk melakukan penelitian di Wilayah

Kerja Puskesmas Sumbersari Jember.

e. Setelah itu Kepala Puskesmas Sumbersari Jember memberikan surat

kembali mengenai peneliti yang telah melakukan penelitian di

Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember.

2. Prosedur Teknis

Langkah- langkah yang dilakukan yaitu sebagai berikut:

a. Meminta izin kepada Kepala Puskesmas Sumbersari Jember untuk

melakukan penelitian dan meminta data awal.

b. Pada pertemuan awal penelitian, peneliti akan menjelaskan tentang

etika penelitian yang mencangkup tujuan, prosedur, teknik, serta cara

pengambilan data yang akan dilakukan.

c. Peneliti memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada

responden.

d. Kemudian peneliti akan melakukan pretest. Dalam menentukan

sensitivitas kaki, menggunakan skor monofilamen 10 gr. Peneliti


51

menjelaskan prosedur pemeriksaan skor monofilamen kepada

responden. Setelah itu, peneliti menanyakan pada responden adakah

sensasi pada kaki dengan menggunakan alat monofilamen 10 gr.

e. Setelah pasien diukur sensitivitas kakinya, peneliti memberikan

intervensi foot manual massage selama 30 menit untuk masing-

masing pasien dengan frekuensi 2 kali dalam satu minggu.

f. Kemudian pada pertemuan ke-2 peneliti akan melakukan intervensi

foot manual massage kembali selama 30 menit.

g. Setelah itu peneliti akan melakukan post test pada pertemuan ke- 3 di

akhir minggu dengan mengukur sensitivitas kaki pasien menggunakan

skor monofilamen 10 gr.

h. Setelah data pre test dan post test terkumpul dilanjutkan dengan

pengolahan data dan analisis data.

I. Analisis Data

Kegiatan analisis data meliputi: persiapan, tabulasi, dan aplikasi data.

Selain itu, analisis data jug dapat menggunakan uji statistik bila data tersebut

harus di uji dengan uji statistik. Kegiatan dalam analisis data adalah sebagai

berikut (Hidayat, 2008):


52

1. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah oleh peneliti melalui proses:

a. Editing

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

b. Scoring

Scoring merupakan langkah selanjutnya, yaitu memberikan skor

terhadap item pada setiap item pernyataan dalam kuisioner yang diberi

scoring. Adapun scoring pada penelitian ini yaitu digunakan untuk

nmengukur variabel dependen yaitu sensitivitas kaki, scoring yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1) Skor 1: sensitif

2) Skor 0: tidak sensitif

c. Coding

Coding merupakan kegiatan memberikan kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini

sangat penting bila pengolahan analisis data menggunakan komputer.

Dalam penelitian ini peneliti menjumlahkan seluruh skor yang

didapatkan dari penilaian sensitivitas kaki menggunakan monofilamen

10g, dengan skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah 10.

d. Processing

Processing merupakan pemrosesan data agar data yang sudah

dientri dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara


53

mengentri data dari lembar observasi ke paket progran kerja

komputer.

e. Cleaning

Merupakan pembersihan data dengan melihat variabel sudah benar

atau belum sehingga siap dianalisis.

2. Analisis Data

Analisis ini menggunakan bantuan komputerisasi dengan analisis data

sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung dari jenis

datanya. Analisis univariat data karakteristik responden disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel.

Pada analisis bivariat peneliti menggunakan uji meck Neimar untuk

menguji skor monofilamen pre dan post test baik untuk kelompok

intervensi dan kelompok kontrol karena skala yang digunakan adalah

nominal. Selain itu peneliti juga menggunakan uji chi square untuk

menguji skor monofilamen untuk membandingkan skor monofilamen

pre dan post test antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Bila p value < 0,05 berarti H1 diterima yang artinya ada pengaruh foot

manual massage terhadap sensitivitas kaki pasien diabetes melitus

tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember.


54
DAFTAR PUSTAKA

Affiani, R., & Astuti, P. (2017). Efektivitas Spa Kaki Diabetik terhadap Sirkulasi
Darah Perifer pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Wonokromo Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(1), 120–129.
Ardiyanti, A. V. (2014). Hubungan Antara Skor Monofilamen dengan Ulkus
Diabetika di Klinik Perawatan Luka Rumat Bekasi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bisono, L., & Nasution, A. H. (2014). Prosedur Masase Neuroperfusi untuk
Penanganan Nyeri dan Gangguan fungsi: Inovasi dan Modalitas Baru dalam
terapi Nyeri. Jurnal Anestesiologi Indonesia, IX(1), 1–9.
Black, M. J., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan. (S. A. Mifka, Ed.) (1st ed.). Bandung: PT
Refika Aditama.
Chatchawan, U., Eungpinichong, W., Plandee, P., & Yamauchi, J. (2015). Effects
of Thai Foot Massage on Balance Performance in Diabetic Patients with
Peripheral Neuropathy : A Randomized Parallel-Controlled, 21, 68–75.
https://doi.org/10.12659/MSMBR.894163
Fahra, R. U., Widayati, N., Sutawardana, J. H., Studi, P., Keperawatan, I., &
Jember, U. (2017). Hubungan Peran Perawat Sebagai Edukator dengan
Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poli Penyakit Dalam
Rumah Sakit Bina Sehat Jember. NurseLine Journal, 2(1), 61–72.
Hidayat, A. A. (2008). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika.
IDF. (2017). IDF Diabetes Atlas (8th ed.). International Diabetes federation.
Istiroha, Asnar, E., & Harmayetty. (2017). Pengaruh Aktivitas Perlindungan Kaki
terhadap Sensasi Proteksi dan Range of Motion Kaki pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 dengan Neuropati Perifer. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(2),
156–163.
Kawano. (2014). A Curent Overview of Diabetic Neuropathy- Mecanism,
Symptoms, Diagnosis, and Treatment. INTECH.
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Waspada Diabetes Eat Well Live Well. Jakarta:
InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Ilmu Pijat Pengobatan Refleksi
Relaksasi. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

54
55

Lindquist, R., Snyder, M., & Tracy, M. F. (2014). Complementary & Alternative
Therapies in Nursing (8th ed.). New York: Springer Publishing Company
Lisanawati, R., Hasneli, Y., & Hasanah, O. (2015). Perbedaan Sensitivitas Tangan
dan Kaki Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Refleksi pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II. JOM, 2.
Mangiwa, I., Mario E. Katuk, & Lando Sumarauw. (2017). Pengaruh Senam Kaki
Diabetes Terhadap Nilai Ankle Brachial Index Pada Pasien Diabetes Melitus.
eJournal Keperawatan, 5.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian dan Ilmu Keperawatan Pendekatan
Praktis. Jakarta: Salemba Medika.
Prasetyo, G. A. (2011). Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 Sebagai Faktor
Risiko Nyeri Neuropati Diabetik. Universitas Gadjah Mada.
Priyanto, S., Sahar, J., & Widyatuti. (2013). Pengaruh Senam Kaki terhadap
Sensitivitas Kaki dan Kadar Glukosa Darah pada Agregat Lansia Diabetes
Melitus di Magelang. Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah
2013, 76–82.
Purwanti, L. E., & Maghfirah, S. (2016). Faktor Risiko Komplikasi Kronis (Kaki
Diabetik) dalam Diabetes Melitus Tipe 2. The Indonesian Journal of Health
Science, 7(1), 26–39.
Putri, M. D. M. T., Wahjudi, P., & Prasetyowati, I. (2018). Gambaran Kondisi Ibu
Hamil dengan Diabetes Mellitus di RSD dr . Soebandi Jember Tahun 2013-
2017. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 6(1), 46–52.
Ruben, G., Rottie, J., & Karundeng, M. Y. (2016). Pengaruh Senam Kaki
Diabetes Terhadap Perubahan Kadar Gula Darah Pada pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. eJournal Keperawatan, 4, 1–5.
Russell, J. W., & Zilliox, L. A. (2014). Diabetic Neuropathies, (October), 1226–
1240.
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan (2nd ed.).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Subekti. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Neuropati Diabetik, Jilid III
(4th ed.). Jakarta: FK UI pp.
Suri, M. H., Haddani, H., & Sinulingga, S. (2015). Hubungan Karakteristik ,
Hiperglikemi , dan Kerusakan Saraf Pasien Neuropati Diabetik di RSMH
Palembang Periode 1 Januari 2013 Sampai Dengan 30 November 2014
observasional dengan metode cross sectional . diabetik di RSMH Palembang
tahun 2013- Pengujian hu. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 2(3), 305–310
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
56

Suyanto. (2017). Pengaruh Terapi Spa dan Senam Kaki Diabetik pada Pasien
Neuropati Perifer Diabetik. Jurnal Keparawatan Dan Pemikiran Ilmiah, 3(4),
29–37.
Yuanita, A., Wantiyah, & Susanto, T. (2014). Pengaruh Diabetes Self
Management Education (DSME) terhadap Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik
Pada Pasien Rawat Jalan Dengan Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Di RSD Dr.
Soebandi Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 2(1), 119–124. Retrieved
from https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/607
Zamaa, M. S. (2016). Pengaruh Kombinasi Latihan Range of Motion Ankle
Dorsofleksi dan Foot Massage Terhadap Nilai Ankle Brachial Indeks pada
Pasien diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Mitrasehat, VI, 813–822.
LAMPIRAN

57
Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang beratanda tangan dibawah ini:

Nama (Inisial) :

Usia :

Setelah saya membaca dan memahami tujuan dari penelitian ini, saya selaku
responden dengan sukarela dan tanpa paksaan bersedia jika hanya diberi
perlakukan sesuai standar operasional prosedur intervensi yang telah dijelaskan
oleh peneliti.

Bila perlakuan yang telah diberikan peneliti menimbulkan ketidaknyamanan bagi


saya, saya berhak mengundurkan diri sebagai responden dan tidak melanjutkan
partisipasi dalam penelitian ini.

Jember, April 2019

Responden

58
Lampiran 2

LEMBAR PERMOHONAN SEBAGAI RESPONDEN

Kepada
Yth. Bapak/ Ibu Calon Responden
Di Tempat
Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Studi S1
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyan Jember.

Nama : Nada Azhar Prandini

NIM : 1511011083

Akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Foot Manual Massage


terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumbersari Jember”. Dengan tujuan menganalisis pengaruh foot
manual massage terhadap sensitivitas kaki pasien diabetes melitus tipe 2 dan
sebagai salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan Program Pendidikan S1
Keperawatan.

Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas bapak/ ibu. Informasi yang
bapak/ ibu berikan hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian saya.

Demikian permohonan saya atas kerjasama dan partisipasinya saya mengucapkan


terimakasih.

Hormat saya,

Nada Azhar Prandini

59
Lampiran 3

KUISIONER DAN LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN

Pengaruh Foot Manual Massage Terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes


Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember

A. Identitas Responden

1. Nama (Inisial) :

2. No. Kode (Diisi oleh petugas) :

3. Usia :

4. Jenis Kelamin : 1. Laki- laki 2. Perempuan

5. Lama Menderita DM :

a. < 1 tahun

b. 1-5 tahun

c. >5 tahun

6. Skor Monofilamen

a. Kaki kanan :

b. Kaki kiri :

B. Hasil Tes

60
Lampiran 4

JUDUL SOP

FOOT MANUAL MASSAGE

1. PENGERTIAN Foot manual massage merupakan tindakan


menggosok area kulit telapak kaki dengan
menggunakan penekanan yang dilakukan secara
manual menggunakan telapak tangan.

2. TUJUAN 1. Meningkatkan sirkulasi darah


2. Meningkatkan penyerapan insulin oleh
sel
3. Membantu menurunkan kadar gula darah
4. Menstimulasi saraf-saraf dan membantu
mengurangi gejala neuropati
3. INDIKASI Klien dengan diabetes melitus

4. KONTRAINDIKASI 1. Kadar glukosa darah < 80 mg/ dl


2. Terdapat luka
3. Demam
4. Varises
5. Bengkak
6. Patah tulang
5. PERSIAPAN PASIEN 1. Menyediakan alat
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan
3. Mengukur sensitivitas kaki pasien DM
sebelum melakukan foot manual
massage dan di catat dalam lembar
observasi.
6. PERSIAPAN ALAT 1. Monofilamen 10 gr.
2. Minyak zaitun
3. Lembar observasi monofilamen 10 gr.
4. Handuk
5. Perlak
7. CARA BEKERJA

1. Cuci tangan
2. Posisikan pasien dengan nyaman
3. Bersihkan kaki klien
4. Berikan perlak bawah telapak kaki klien
5. Usapkan minyak zaitun secara merata di area telapak dan punggung kaki klien
6. Stroking/ mengusap
Merangsang sirkulasi dan menghangatkan kaki. Pegang kaki pasien dengan kedua
tangan, pada kaki bagian atas lakukan gerakan stroking yang panjang, perlahan dan

61
Lampiran 4

tegas dengan kedua ibu jari. Gerakan dimulai dari ujung jari kaki dan tekan menjauh
dari terapis menuju ke pergelangan kaki, dan kembali ke ujung jari kaki dengan
gerakan stroking yang lebih ringan. Lakukan gerakan ini 3-5 kali

Lanjutkan dengan gerakan stroke pada kaki bagian bawah dengan kedua ibu jari,
dimulai pada pangkal jari kaki dan bergerak melalui lengkungan kaki menuju tumit
dan kembali lagi. Gunakan gerakan stroking yang panjang dan tegas, tekan dengan
lembut telapak kaki dengan kedua ibu jari. Lakukan gerakan ini 3-5 kali.
7. Ankle Rotations
Longgarkan sendi dan relaksasikan kaki. Genggam kaki dibawah tumit dengan satu
tangan, dibelakang pergelangan kaki untuk menahan kaki. Genggam punggung dan
telapak kaki dengan tangan yang lain kemudian putar telapak kaki. Gerakan dilakukan
masing-masing 3 kali pada masing-masing arah.

8. Toe Pulls and Squeezes


Jari-jari kaki sangat sensitif ketika disentuh. Genggam telapak kaki dengan satu
tangan. Pegang masing-masing jari kaki kemudian tarik dengan kuat dan perlahan,
gerakan dilakukan secara bergantian pada masing-masing kaki. Kemudian pegang
masing-masing jari kaki, sambil menekan geser jari ke ujung jari klien dan kembali
lagi ke pangkal. Kemudian ulangi, tetapi penekanan lebih lembut dan putar ibu jari dan
jari telunjuk tangan sambil digeser ke ujung jari kaki pasien. Ulangi gerakan ini pada
kaki lainnya.

62
Lampiran 4

9. Toe Slides
Pegang kaki pada bagian belakang pergelangan kaki. Dengan jari telunjuk pada tangan
lainnya, sisipkan jari diantara jari-jari kaki pasien, lakukan gerakan maju mundur
sebanyak 3-5 kali.

10. Arch Press


Pegang kaki pasien seperti pada langkah ke empat. Berikan tekanan pada lengkungan
telapak kaki dengan menggunakan pangkal telapak tangan, dimulai dari telapak kaki
bagian tengah sampai ke tumit kaki pasien dan kembali lagi. Lakukan gerakan ini
sampai 5 kali.

63
Lampiran 4

11. Stroking
Lakukan gerakan yang sama pada poin pertama seperti yang sudah disebutkan diatas.
Langkah ini sangat bagus untuk memulai dan mengakhiri kegiatan pijat. Seluruh
rangkaian gerakan ini mudah dilakukan oleh siapapun untuk memijat orang lain atau
dirinya sendiri.

8. EVALUASI

1. Tanyakan pada klien bagaimana perasaannya


2. Kaji sensitivitas kaki klien dengan monofilamen 10gr
3. Catat skor sensitivitas kaki pasien dengan lembar observasi monofilamen 10gr
9. Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Kondisi klien jika terlalu lapar, terlalu kenyang.
2. Kondisi ruangan yang nyaman, suhu tidak terlau panas, tidak terlalu dingin,
pencahyaan yang cukup tidak remang-remang.

64
Lampiran 5

JUDUL SOP

TES MONOFILAMEN 10g

1. PENGERTIAN Monofilamen 10 gr adalah sebuah alat yang


digunakan untuk mendeteksi kelainan
sensoris yang mengenai serabut saraf besar

2. TUJUAN 1. Mengukur tingkat sensitivitas kaki pada


pasien DM
2. Mendeteksi dini adanya neuropati
diabetik perifer
3. INDIKASI Klien dengan diabetes melitus

4. KONTRAINDIKASI Pasien dengan penurunan kesadaran

5. PERSIAPAN PASIEN 1. Menyediakan alat


2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan
6. PERSIAPAN ALAT 1. Monofilamen 10g

7. CARA BEKERJA

1. Cuci tangan
2. Minta pasien untuk melepas alas kaki dan kaos kaki
3. Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien dan tunjukkan monofilamen 10g pada
klien
4. Sebelum melaksanakan pemeriksaan pada kaki pasien, monofilamen diuji cobakan
pada sternum atau tangan dengan tujuan pasien dapat mengenal sensasi rasa dari
sentuhan monofilamen
5. Minta pasien untuk menutup kedua mata.
6. Monofilamen diletakkan tegak lurus pada kulit yang diperiksa, penekanan dilakaukan
selama 2 detik, kemudian segera ditarik.

7. Gunakan monofilamen pada 10 titik lokasi di kaki kanan dan kiri seperti pada gambar

65
Lampiran 5

dibawah ini.

8. Pada masing- masing lokasi dilakukan tiga kali pemeriksaan, jika pasien terindikasi
tidak merasakan monofilamen.

8. EVALUASI

1. Beri penilaian pada hasil pemeriksaan


c. Skor 1: sensitif
d. Skor 0: tdak sensitif
2. Catat hasil pemeriksaan pada lembar observasi dengan ketentuan skor monofilamen
tertinggi adalah 10 dan terendah adalah 0 pada masing- masing kaki.

66
Lampiran 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nada Azhar Prandini

Tempat, Tanggal Lahir : Banyuwangi, 13 Oktober 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat Rumah : Jl. Wolter Monginsidi No. 221, Kranjingan,

Sumbersari, Jember

Riwayat Pendidikan

1. 2001-2003 : TK Khodijah 141 Banyuwangi

2. 2003-2009 : SD Negeri Patrang 1 Jember

3. 2009-2012 : SMP Negeri 1 Jember

4. 2012-2015 : SMA Negeri 2 Jember

67

Anda mungkin juga menyukai