Anda di halaman 1dari 26

SKENARIO 3

Pak Manto, usia 50 tahun, seorang karyawan pabrik, datang ke Poliklinik karena sering mengeluh
nyeri kepala di belakang tengkuk sejak 1 bulan yang lalu. Tidak ada keluhan lain seperti mual
muntah, dada berdebar-debar, keringat berlebihan dan gemetar halus di tangan. Obat yang biasanya
dikonsumsi Pak Manto adalah paramex, nyeri kepala berkurang tapi sering kambuh lagi, obat lain
tidak ada. Pak Manto memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus per hari. Ibunya meninggal pada usia
65 tahun karena darah tinggi.

Pemeriksaan Fisik
KU : cukup
Kesadaran : compos mentis
Vital sign : TD I 165/100 mmHg, TD II (selang 10 menit) 160/100,
N 84 x/menit, RR 18 x/menit, T Ax 36C, TB 150 cm, BB 75 kg
Kepala : conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Full moon face (-)
Leher : Jugular Venous Pressure (JVP) (R+1 cmH2O)
Jantung : batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra, batas jantung kiri ICS IV
linea midklavikula sinistra, HR 84 x/menit reguler, S1/S2 normal, bising (-)

Paru : simetris, sonor, vesikuler, ronkhi (-) , wheezing (-)


Abdomen : supel, hepar tidak teraba, nyeri tekan (-), bising usus normal
Ekstremitas : edema pretibia (-), tremor (-)

Apa yang Anda lakukan sebagai dokter umum, apabila menemukan kasus tersebut?

1
BAB I

KATA SULIT

1. Paramex
Obat sakit kepala yang merupakan kombinasi antara paracetamol dan prophenazole yang
memiliki efek antipiretik, analgetik,dan antiinflamasi
2. Tengkuk
Leher bagian belakang disebut juga kuduk
3. Edema pritibia
Edema (pembengkakan akibat adanya penumpukan cairan) yang terletak di atas tibia

2
BAB II

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah interpretasi anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ?


2. Apakah hubungan antara kebiasaan merokok dan keluhan pasien?
3. Apakah hubungan jenis kelamin, umur, pekerjaan pasien, dan riwayat penyakit keluarga
dengan keluhan pasien?
4. Mengapa nyeri kepala terjadi di belakang tengkuk ?
5. Mengapa nyeri kepala pada pasien berkurang lalu kambuh lagi ?
6. Apakah penggunaan paramex bisa memperburuk keadaan pasien ?
7. Mengapa harus dilakukan pemeriksaan tekanan darah dua kali ?
8. Apakah diagnosis pasien ?
9. Bagaimana tata laksana yang harusnya diberikan kepada pasien?

3
BAB III

BRAINSTORMING

1. Bagaimana interpretasi dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien?


Anamnesis :
- Mungkin ada peningkatan tekanan vaskuler cerebral yang dapat menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah otak akhirnya dapat menyebabkan nyeri tengkuk.
- Pasien memiliki riwayat penggunaan obat paramex namun nyeri kepala hilang timbul yang
berarti efek paramex hanya meredakan nyeri kepala biasa. Sehingga dapat dinilai apakah
ada penyebab lain selain nyeri kepala biasa.
Pemeriksaan fisik :
- Tekanan darah meningkat
- BMI : 33,33 (Obesitas derajat 2)
- Ada kemungkinan jantung bergeser dari posisi anatomis

2. Apakah hubungan antara kebiasaan merokok dan keluhan pasien?


- Dari skenario diketahui bahwa pasien adalah perokok berat
- Tekanan darah dipengaruhi kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR
(resistensi perifer)
- Rokok mempengaruhi resistensi perifer
- Di dalam rokok ada zat-zat (nikotin, tar,dll) yang dapat menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah yaitu pembuluh darah otak sehinga menyebabkan timbulnya nyeri di
belakang tengkuk.
- Nikotin dapat memengaruhi tekanan darah seseorang melalui pembentukan plak
atherosklerosis dan pelepasan epinefrin dan norepinefrin sehingga menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah sehingga jantung perlu memompa lebih kuat dan akhirnya
menyebabkan peningkatan afterload yang pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Peningkatan afterload yang kronis dapat menimbulkan hipertrofi ventrikel
kiri.
- Pada skenario didapatkan BMI pasien menandakan pasien menderita obesitas derajat 2
sehingga kemungkinan LDL pada pasien tinggi. Oksidasi LDL dapat menyebabkan
terbentuknya foam cell lalu fatty streak yang lama kelamaan akan menimbulkan
atherosklerosis. Adanya nikotin dapat memperberat atherosklerosis.

4
3. Apakah hubungan jenis kelamin, umur, pekerjaan pasien, dan riwayat penyakit keluarga
dengan keluhan pasien?
- Pria dan wanita pasca menopause menjadi faktor resiko
- Semakin tua seseorang maka pembuluh darah akan semakin menebal dan mengeras
sehingga mempengaruhi aliran darah
- Pekerjaan pasien sebagai karyawan pabrik mempengaruhi pola makan. Pasien biasanya
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan memengaruhi sirkulasi lipid
di dalam tubuh.
- Ibu pasien meninggal karena hipertensi dan kemungkinan pasien memiliki faktor genetik
(mutasi gen alfa adducin) yang menyebabkan gangguan pompa Na dan K ginjal
mengakibatkan volume plasma meningkat dan volume diastolik akhir meningkat sehingga
meningkatkan preload dan tekanan sistolik meningkat pada akhirnya tekanan darah
meningkat.
-
4. Mengapa nyeri kepala terjadi di belakang tengkuk ?
Karena ada zat-zat pada rokok yang dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
yaitu pembuluh darah otak sehingga mengakibatkan tekanan meningkat dan akhirnya nyeri di
belakang tengkuk.

5. Mengapa nyeri kepala pada pasien berkurang lalu kambuh lagi ?


Karena penyebab utama nyeri kepala tidak diobati. Sementara konsumsi obat paramex
hanya meredakan rasa nyerinya saja.

6. Apakah penggunaan paramex bisa memperburuk keadaan px ?


Mungkin iya. Karena di dalam paramex terdapat kandungan kafein yang dapat
memperburuk kondisi pasien.

7. Mengapa harus dilakukan pemeriksaan tekanan darah dua kali ?


- Menurut definisi, Hipertensi sendiri adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 140
mmHg dan diastolik >90 mmHg pada dua kali pemeriksaan dalam keadaan tenang.
- Dokter mencari kemungkinan pasien menderita hipertensi karena memiliki riwayat
penyakit keluarga hipertensi sehingga pasien diperiksa tekanan darahnya dua kali.

8. Apa diagnosis pasien?


- Hipertensi esensial derajat 2
- Karena tekanan darah sistolik pasien berkisar antara 160-179 mmHg dan diastolik antara
100-109mmHg (mempengaruhi tata laksana pada pasien).

5
- Selain itu, tidak terlihat adanya penyakit sekunder yang mendasari keluhan pasien sehingga
diagnosis adalah hipertensi esensial.

9. Bagaimana tata laksana yang harusnya diberikan kepada pasien?


- Non farmakologi :
Pasien menderita obesitas derajat dua sehingga dokter dapat meminta pasien menurunkan
berat badan, meminta pasien berhenti merokok, dan kerena pasien memiliki riwayat
penyakit keluarga hipertensi maka pasien diminta mengurangi konsumsi garam atau zat-zat
yang mengandung banyak natrium selain itu pasien dihimbau untuk rajin berolahraga.
- Farmakologi :
1. Golongan captropil 25mg (2x1) dan amlodipin 5mg (1x1)
2. Analgesik

6
BAB IV

PETA MASALAH

7
BAB V

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Hipertensi


2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Epidemiologi Hipertensi
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Etiologi Hipertensi
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Faktor resiko Hipertensi
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Patofisiologi Hipertensi
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Manifestasi klinis Hipertensi
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pemeriksaan fisik dan penunjang Hipertensi
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Kriteria diagnosis Hipertensi
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Diagnosis banding Hipertensi
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Tata laksana Hipertensi
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Prognosis Hipertensi
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Komplikasi Hipertensi
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pencegahan Hipertensi

8
BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Hipertensi

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Hampir
semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan bahwa
seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik
merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.

Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu
dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari A Statement by the American Society of
Hypertension and the International Society of Hypertension2013)

Klasifikasi Sistolik Diastolik


Optimal < 120 dan < 80
Normal 120 – 129 dan/ atau 80 – 84
Normal tinggi 130 – 139 dan/ atau 84 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 dan/ atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 160 – 179 dan/ atau 100 - 109
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 dan/ atau ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 dan < 90

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Epidemiologi Hipertensi

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia.


Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan
kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi
yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu,
pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak
tersedia.

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada


penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%.

9
Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan
terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013
terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi
berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang
sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi
Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di
Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4
persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen.
Jadi, ada 0,1 persen yang minum obatsendiri.

Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu


menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit
hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat
65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan.
Terdapat 13 provinsi yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di
Provinsi Bangka Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x 1.380.762jiwa
= 426.655 jiwa.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Etiologi Hipertensi


1. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.
Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas
pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan
yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi,
obesitas dan lain-lain. Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang
berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang
berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi
primer.
2. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.

10
Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan 11 hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Hipertensi yang
penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit
misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Faktor resiko Hipertensi
1. Usia: risiko meningkat seiring dengan pertambahan usia
2. Riwayat Kesehatan Keluarga: orang cenderung lebih mudah untuk menderita hipertensi
jika ada anggota keluarganya yang pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya
3. Berat: kelebihan berat badan atau obesitas
4. Pola Makan: terlalu banyak garam (natrium) dalam makanan untuk jangka waktu yang
lama
5. Gaya hidup: merokok, minum, stres, dan kurang olahraga
6. Selalu mencari faktor risiko metabolic ( diabetes, ganguan tiroid dan lainnya) pada pasien
dengan hipertensi dengan atau tanpa penyakit jantung dan pembuluh darah.

Berikut tabel faktor resiko yang dapat menentukan :

11
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Patofisiologi Hipertensi

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Manifestasi klinis Hipertensi

Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang
disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial. Penglihatan kabur
akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan
susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang

12
umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pemeriksaan fisik dan penunjang


Hipertensi
a. Anamnesis
1. Riwayat keluarga Hipertensi, Diabetes Mellitus,Dislipidemia, Penyakit Jantung
koroner,Stroke, Penyakit Ginjal.
2. Lama dan tingkat Tekanan darah sebelumnya dan hasil serta efek samping obat anti
hipertensi sebelumnya
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Penyakit Jantung koroner, Gagal Jantung, Penyakit
serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, Diabetes Mellitus,pirai, dislipidemia, asma
bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal, dan informasi obat yang dikonsumsi.
4. Gejala yang mencurigakan adanya Hipertensi sekunder
5. Penilaian faktor resiko : diet lemak, natrium, alkohol, jumlah rokok, tingkat aktivitas
fisik, peningkatan berat badan sejak awal dewasa.
6. Riwayat obat-obatan, seperti obat kontrasepsi oral, obat anti keradangan non steroid,
liquorice, kokain dan amfetamin, eritropoietin, siklosporin atau steroid.
7. Faktor pribadi, psikososial dan lingkungan, situasi keluarga, lingkungan kerja, dan
latar belakang pendidikan

b. Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tekanan darah sebanyak dua kali dengan jarak 2 menit, diperiksa ulang
pada kontralateral.
2. Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI ( Body mass Index ) yaitu berat dalam
kg dibagi tinggi dalam m2,
3. Pemeriksaan sistem kardiovaskuler terutama ukuran jantung, batas-batas
jantung,gangguan irama dan denyut jantung, adanya suara tambahan, adanya gagal
jantung, penyakit arteri karotis, renal, dan perifer lain serta koarktasio aorta.
4. Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme
5. Pemeriksaan funduskopi dan sistem saraf untuk mengetahui kemungkinan adanya
kerusakan serebrovaskuler
6. Pemeriksaan Abdomen untuk mengetahui apakah ada massa, pembesaran ginjal, atau
adanya pulsasi aorta abnormal
7. Pemeriksaan ekstremitas untuk mengetahui adanya pulsasi perifer yang menghilang,
edema dan bising.

13
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan rutin :
 Urinalisis untuk darah,protein,gula, dan mikroskopik urin
 Serum kalium, kreatinin, Gula Darah Puasa dan 2 jam, kolesterol total
2. Pemeriksaan opsional ( tergantung Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan Fisik)
 HDL,LDL,Trigliserida
 Asam Urat
 Pemeriksaan Hormonal ; aktivitas renin plasma, aldosteron plasma,
katekolamin urine

d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
2. EKG ( elektrokardiografi)
3. Ekhokardiografi ; dilakukan bila curiga adanya kerusakan organ target ( LVH/kelainan
jantung lain)
4. USG Vaskuler; apabila curiga adanya penyakit arteri karotis, aorta atau perifer lain
5. USG Renal ; apabila curiga adanya penyakit ginjal

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Kriteria diagnosis Hipertensi


Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimptomatik.
Beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa seperti berputar, atau penglihatan
kabur. Hal yang dapat menunjang kecurigaan ke arah hipertensi sekunder antara lain
penggunaan obat-obatan seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun
NSAID, sakit kepala paroksismal, berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat penyakit
ginjal sebelumnya. Pada anamnesis dapat pula digali mengenai faktor resiko kardiovaskular
seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik yang kurang, dislipidemia, diabetes milletus,
mikroalbuminuria, penurunan laju GFR, dan riwayat keluarga.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua kali
pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada
dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaaan tekanan darah harus
dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan
jantung) serta teknik yang benar. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa
komplikasi yang telah atau sedang terjadi seperti pemeriksaan laboratorium seperti darah
lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis.
Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi jantung berupa elektrokardiografi, funduskopi,
USG ginjal, foto thoraks dan ekokardiografi. Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder

14
dapat dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan diagnosis banding yang dibuat. Pada hiper atau
hipotiroidisme dapat dilakukan fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3), hiperparatiroidisme (kadar PTH,
Ca2+), hiperaldosteronisme primer berupa kadar aldosteron plasma, renin plasma, CT scan
abdomen, peningkatan kadar serum Na, penurunan K, peningkatan eksresi K dalam urin
ditemukan alkalosis metabolik. Pada feokromositoma, dilakukan kadar metanefrin, CT
scan/MRI abdomen. Pada sindrom cushing, dilakukan kadar kortisol urin 24 jam. Pada
hipertensi renovaskular, dapat dilakukan CT angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler
Sonografi

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Diagnosis banding Hipertensi


1. Hipertensi sekunder
Tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh penyakit lain, misalnya
hiperaldosteronisme, stenosis arteri ginjal, OSA, dan lain-lain
2. Hipertensi derajat 1
Tekanan darah dengan tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan diastolik 90-99
mm Hg
3. Hipertensi derajat 3

15
Tekanan darah dengan tekanan sistolik > 180 mmHg dan tekanan diastolik > 110
mmHg
4. Hipertensi resisten
Kondisi dimana tekanan darah tidak bisa mencapai angka <140/90 mmHg (atau
<130/80 mmHg pada pasien dengan diabetes atau CKD) meski telah mendapat tiga
obat antihipertensi (salah satunya diuretic) dalam dosis maksimal
5. Hipertensi resisten terkontrol
Memiliki definisi yang sama dengan hipertesi resisten, hanya saja tekanan darah
dikendalikan oleh empat atau lebih obat hipersensitif
6. Hipertensi white-coat
Tekanan darah yang tiba-tiba naik saat seseorang berkunjung ke klinik namun
normal kembali ketika keluar klinik

10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Tata laksana Hipertensi


Tata laksana non-farmakologis :
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan
secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular.
Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka
strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya
selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan
darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
1. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan
sayuran dan buah buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan
darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
2. Mengurangi asupan garam. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam
pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang,
diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
3. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal
3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak
memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di
tempat kerjanya.

16
4. Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola hidup
yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat
seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi
alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat
meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi
alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.
5. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama
penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.

Tata laksana farmakologis :

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi
derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola
hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi
farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek
samping, yaitu :

1. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal


2. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
3. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55 – 80
tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
4. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan
angiotensin II receptor blockers (ARBs)
5. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
6. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur

Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki


persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum, yang
disadur dari A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society
of Hypertension2013.

17
18
19
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Prognosis Hipertensi
Ad vitam bonam
Ad sanationam bonam
Ad fungsionam bonam
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Komplikasi Hipertensi
1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang
mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi
ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karea kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler
glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal,
yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan
rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada
hipertensi kronis.
4. Enselofati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang meningkat cepat dan berbahaya), Tekanan yang sangat tinggi pada kelaianan ini
menyebabkan peningkatan terkanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial di
seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta
kematian.
5. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang baru lahir mungkin memiliki berat
lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian dapat
mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama sebelum proses
persalinan.
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pencegahan Hipertensi

Pencegahan hipertensi dimulai dengan kebiasaan hidup yang baik:

1. Garam umumnya terbuat dari bahan natrium, dan kandungan natrium yang tinggi dalam
makanan bisa menyebabkan hipertensi. Waspadalah terhadap asupan garam dalam

20
makanan Anda sehari-hari, misalnya dengan mengurangi konsumsi makanan yang diasapi
atau diawetkan dengan kandungan garam yang tinggi. Tanaman herbal, rempah atau jus
lemon bisa digunakan untuk menggantikan garam atau MSG (senyawa untuk
meningkatkan citarasa makanan) dalam memasak.
2. Konsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan.
3. Berhenti merokok dan kurangi konsumsi minuman beralkohol.
4. Pengendalian berat badan.
5. Olahraga secara teratur: kurangnya olahraga akan memengaruhi fleksibilitas pembuluh
darah, yang bisa menyebabkan kekakuan pembuluh darah dan memicu hipertensi.
6. Jaga agar pikiran Anda tetap rileks atau santai.

21
BAB VII
PETA KONSEP

22
SOAP

SUBJECTIVE
 Pasien : Laki-laki, usia 50 tahun
 Keluhan umum : Nyeri kepala di bagian belakang sejak 1 bulan lalu
 Keluhan penyerta :
- Mual muntah (-)
- Dada berdebar (-)
- Keringat berlebihan (-)
- Gemetar halus di tangan (-)
 RPD : (-)
 RPK : Ibu meninggal karena darah tinggi
 Riwayat obat : Paramex
 Riwayat alergi : (-)
 Riwayat sosial :
- Pasien seorang karyawan pabrik
- Pasien seorang perokok

OBJECTIVE
 Pemeriksaan Fisik
- KU : Cukup
- Kesadaran : Composmentis
- TTV :
 TD I 165/100 mmHg; TD II 160/100 mmHg
 DN 84x/menit
 RR 18x/menit
 T Ax 36oC
 TB 150 cm, BB 75 kg, BMI 33.3 (Obesitas)
- Kepala :
 Conjungtiva anemis (-/-)
 Sklera ikterik (-/-)
 Full moon face (-/-)
- Leher : JVP (R+1 cm H2O)

23
- Jantung :
 Batas kanan ICS IV linea parasternal dextra
 Batas kiri ICS IV linea midklavikula sinistra
 HR 84x/menit, regular
 S1/S2 normal, bising (-)
- Paru-paru : Simetris, sonor, vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
- Abdomen : Supel, hepar tidak teraba, nyeri tekan (-), bising usus normal
- Ekstrimitas : Edema pretibial (-), tremor (-)

ASSESMENT
Hipertensi primer derajat II

PLANNING DIAGNOSIS
 Pemeriksaan hormonal (aktivitas renin plasma, aldosterone plasma)
 Pemeriksaan HDL, LDL, TG
 USG renal untuk mencari penyakit ginjal
 ABPM
 HBPM

PLANNING PEMERIKSAAN PENUNJANG


 CT scan kepala
 Serum kalium dan kreatinin
 Gula darah puasa dan gula darah 2 jam
 Kolesterol total
 Pemeriksaan urin, darah, protein, mikroskopik urin

PLANNING THERAPY
 Medikamentosa (dimulai dari 2 obat)
- Calcium channel blocker/Diuretik thiazide atau ACEI/ARB
Dosis calcium channel blocker

24
Dosis ACEI dan ARB

- Analgetik
 Perubahan gaya hidup
- Berhenti merokok
- Diet rendah lemak dan garam
- Olahraga rutin
 KIE
- Menghindari faktor risiko hipertensi
- Cek tekanan darah rutin

25
DAFTAR PUSTAKA

Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media Aeskulapius

Hipertensi. 2006. Pusat Data dan Infromasi Kementerian Kesehatan RI, Departemen Kesehatan.

James PA, Ortiz E, et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood pressure
in adults: (JNC8). JAMA. 2014 Feb 5;311(5):507-20

John Hall. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.12th Edition

Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 8

Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. Perhimpunan Dokter Spesialis


Kardiovaskular Indonesia. 2015

Sarkar, Taposh. Singh, Narinder Pal. Maulana Azad Medical College, New Delhi. Pushpanjali
Crosslay Hospital, Uttar Pradesh. Epidemiology and Genetics of Hypertension. Journal of
Association of Physicians of India. Volume 63. September 2015

26

Anda mungkin juga menyukai